Share

Mafia Girl
Mafia Girl
Author: Idnefe Diraf

Lily

Author: Idnefe Diraf
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Napasnya terengah saat tubuhnya bersembunyi dibalik tumpukan kontainer di sebuah pelabuhan. Pakaiannya yang serba hitam menyatu dengan kegelapan. Keringatnya bercucuran deras. Mata birunya menyala mengintai mangsa.

Suara statis dari Earpiece di telinganya berubah jadi suara seorang pria. Menginformasikan sesuatu.

“Lily kamu harus membereskannya kurang dari 5 menit. Jika tidak, bantuan akan segera datang dan kamu akan kewalahan,” kata suara di seberang terdengar gugup.

Napasnya mulai tenang. Diangkatnya pistol dan dikeluarkan magazin, isinya kosong. Ia mengumpat tanpa suara.

“Lily!” nada suara di seberang meninggi.

“Sedang kuusahakan, Brengsek!” pekik Lily tertahan.

“Hei aku mencoba membantumu di sini!” suara di seberang ikut kesal.

“Diam, Zack!,” hardik Lily. “Kamu mengganggu konsentrasiku.”

“Kamu hanya punya 5 menit lagi.”

“5 menit, oke. Aku mengerti!” Diambilnya Earpiece itu dari telinga dan dihujamkan ke saku celana.

Lily kembali memeriksa. Mangsa yang diincarnya adalah seorang pria paruh baya gemuk memakai jas hitam dengan rambut Curly sebatas telinga. Tampak tiga pria berjas putih mengelilinginya dengan waspada.

“Keluar kamu, Wanita sialan!” teriak salah satu bodyguard dengan pistol yang baru saja dikokang. Moncong senjata Pindad P2 diarahkannya ke berbagai sudut.

Lily menyatu lagi dengan kegelapan. Ia melompat ke atas kontainer. Gerakannya sangat lincah dan tanpa suara. Tahu-tahu, gadis berambut panjang berwarna pirang itu sudah berada di atas posisi targetnya dan melemparkan pisau kecil.

Wuzz!

Pisau membelah angin dan menancap di kepala salah satu bodyguard. Tubuh itu ambruk seketika dan korbannya meregang nyawa. Membasahi aspal dengan warna merah. Membuat dua rekannya panik.

Lily kembali menyatu dengan kegelapan dan berpindah posisi. Lily muncul di sisi atas kontainer lain dan pisau kedua kembali dilemparkan. Menancap di ubun-ubun bodyguard lain. Korban kedua jatuh.

“Hah!” suara pekik ketakutan terdengar dari bodyguard terakhir yang tersisa. Menembak dengan panik ke segala arah.

Dor! Dor! Dor!

“Keluar kamu! Jangan jadi pengecut!” tantang pria berjas putih berbadan besar itu.

“Bagaimana ini? Kamu harus menyelamatkanku. Aku sudah membayarmu mahal,” ujar pria paruh baya berbadan gemuk. Mukanya pucat pasi karena menyadari ajalnya sudah dekat. Bodyguard itu tak menjawab karena sudah sibuk dengan ketakutannya sendiri.

Dari kegelapan, sosok Lily muncul di belakang buruannya. Dengan satu gerakan cepat, melilitkan sebuah benda serupa kawat ke leher pria berjas putih.

Hanya ada suara seperti orang mendengkur yang terdegar dari bodyguard terakhir yang berdiri. Kedua tangannya mencoba meraba lehernya yang tercekik. Sorot mata Lily tajam ke pria gemuk berjas hitam. Seringainya mengancam.

“Kamu sebaiknya lari,” ujar Lily di tengah suara napas tercekat bodyguard pria gemuk.

Pria paruh baya berbadan gemuk kabur dengan panik. Ia sempat menoleh lagi namun hanya untuk melihat pria yang disewanya terkulai lemas di tanah. Membuatnya terkesiap dan mempercepat langkah. Begitu menoleh lagi, sosok wanita berpakaian serba hitam itu sudah raib. langkahnya makin cepat.

“Hya!”

Tahu-tahu sebuah bogem menghujam ke hidungnya yang besar. Darah segar muncrat sebelum tubuh gemuknya bertemu dengan aspal yang basah.

“Aaaahhh,” pria gemuk itu mengerang sambil memegangi hidungnya yang patah. Darah membanjiri mulut dan dagu.

“Aku selalu benci suara teriakan seperti itu,” ujar Lily dengan nada suara datar. Diambilnya sebuah pisau kecil dari belakang pinggang. Senjata andalannya.

Pria gemuk menyeret pantatnya mundur. “Please! Biarkan aku pergi. Berapapun mereka membayarmu, akan kugandakan tiga kali lipat,” pinta pria berbadan gemuk itu memohon.

Langkah Lily terhenti tepat di kedua kaki si pria malang. Tatapannya tajam menghujam. Pisau di tangan dicengkeram semakin kuat.

“Kenapa kalian selalu mengucapkan kalimat bodoh yang sama?”

Dengan satu gerakan cepat Lily melemparkan pisau kecil di tangannya. Saking kuatnya mampu mendorong kepala targetnya hingga membentur aspal. Lily menyaksikan korbannya yang tak bernyawa dengan tatapan dingin.

Diambilnya kembali Earpiece yang sempat dimasukkan ke dalam saku. Sudut bibirnya sedikit terbuka karena kesal. “Masih saja mengoceh,” protes Lily tanpa ekspresi.

“Bagiamana, kamu sudah selesai? Pasukan tambahan pria itu sekarang sudah bergerak ke sana,” kata suara di seberang yang semakin panik.

Lily melihat sosok bersimbah darah di depannya dan berjongkok. Mengambil sebuah cincin berlian di jari manis yang gemuk. “Misi selesai.”

Diambilnya kembali Earpiece dari lubang telinga membuangnya. Sosok bertubuh tinggi dan seksi itu berjalan santai menjauh dari lokasi.

Hujan mendadak turun. Wajahnya yang terkena cipratan darah menengadah ke langit. Jutaan jarum air membasuh wajah yang cantik namun sedingin es.

***

Pria tampan di kursi berbahan mewah berwarna merah marun itu menyeringai. Jemarinya memainkan cincin berlian dan mengangguk-angguk.

“Kamu selalu bisa diandalkan, Lily,” pujian itu keluar dari bibir merahnya yang tipis.

“Terserah.” Lily berbalik badan dan berjalan menjauh.

“Stand by. Mungkin akan ada misi baru yang segera datang untukmu.”

Lily mengnhentikan langkah dan sedikit menoleh. “Kamu tahu dimana bisa menemukanku.”

Sosok berambut pirang itu menghilang dibalik pintu.

Pria tampan di kursi itu mendengus. “Si jalang yang sombong.”

***

Kakinya yang jenjang dibiarkannya terendam air hangat dalam Bathtub. Satu kakinya yang lain tertekuk. Lelah mulai menghinggapi tubuhnya yang telanjang.

Matanya perlahan terpejam karena merasakan kantuk yang mulai menjalar. Namun sebentar saja dan mata biru terang itu kembali terbuka dan waspada.

Bola matanya yang biru menatap awas ke arah jendela. Telinganya menangkap suara langkah-langkah kaki. Bayangan seseorang muncul beberapa saat kemudian.

Lily sengaja tidak bergerak dari posisinya. Ia semakin waspada saat pintu kamar mandi geser itu terbuka. Lily menghitung ada tiga orang yang masuk ke dalam ruangan.

Tirai yang melindunginya tersingkap kasar dan tangannya sigap menahan moncong senjata yang mengarah padanya. Ditariknya ke atas.

Dor!

Peluru mengenai langit-lagit.

“Hyak! Hak!” Lily melayangkang pukulan ke leher.

Buk!

Uhuk!

Sosok berbaju hitam terbatuk dan memegangi lehernya.

Drtt!! Drtt!!

Berondongan senjata di arahkan pada Lily. Dengan sigap ia menjadikan sosok berarmor lengkap di depannya sebagai tameng manusia. Tubuh itu kejang-kejang diterjang peluru.

Suara tembakan berhenti. Lily paham itu adalah kesempatannya karena senjata sedang diisi ulang. Tubuh polos itu berguling di lantai yang licin dan menendang kaki musuhnya. Sosok berpakaian hitam terjatuh dan dihadiahi pukulan di muka.

Lily berdiri dengan pelan dan melihat orang ketiga di ruangan itu panik saat mengganti magazine. Gadis berambut pirang itu berkacak pinggang dan sengaja menunggu.

“Argh!” suara itu terdengar kesal karena tak berhasil mengganti magazine tepat waktu. Dijatuhkan senapan jenis UMP itu ke lantai. Sosok itu mengangkat kedua tinjunya.

Lily menyeringai dan melakukan hal yang sama. Siap meladeni adu jotos.

Jab jab pendek dilayangkan musuhnya dan dapat dihindari gadis berambut panjang itu dengan baik.

Bugh! Bugh!

Tinju balasan dilayangkan dan berhasil menghujam ke ulu hati. Lawannya terhuyung mundur. Tidak mengambil jeda, Lily menjatuhkan dirinya dan menjegal kaki lawannya. Musuh terjatuh.

Tubuh Lily bergeser mengincar tubuh bagian atas musuhnya. Cengkeraman tangannya erat membelit leher. Kakinya mencapit perut layaknya kepiting.

“Siapa yang mengirim kalian?!” teriak Lily.

“Aku ... lebih baik ... maa ... “

Krek!

Leher itu diputarnya kuat. “Kukabulkan permintaannmu.”

Didorongnya tubuh itu menjauh. Lily berdiri dan beranjak dari kamar mandi. Namun langkahnya terhenti dan ia menoleh karena menyadari sesuatu.

“Yang satu ini belum mati rupanya?”

Related chapters

  • Mafia Girl   Keluarga? Aku Sudah Lupa

    Mata itu terbuka dan terkesiap melihat sosok di depannya duduk menyeringai tanpa busana. Harusnya sebagai lelaki, melihat tubuh wanita nyaris sempurna tanpa sehelai benang akan membangkitkan birahi. Namun dengan kondisi terikat dan mulut disumpal lakban, hal tersebut tak berlaku.“Mmmm ... mmm ... .”Lily menggerakkan telunjukknya ke kiri dan ke kanan. “Ckckck ... tenang. Kalau menurut kamu takkan kusakiti.”Wanita itu mengambil sebuah Machete yang baru disadari lelaki tersebut tergeletak di lantai. Lily bangkit dan mendekati tawanannya.“Kamu cukup menjawab dengan mengangguk dan menggeleng.” Benda tajam nan dingin itu ditepuk-tepuk ke pundaknya yang polos. Berpindah ke pipi lalu dimainkan ke leher. “Kamu mengerti?”Sosok pria yang terikat di kursi itu mengangguk cepat.“Pria yang mati di pelabuhan kemarin yang mengirimmu?” tanya Lily.Pria itu menggeleng. Peluhnya berhambura

  • Mafia Girl   Pulang

    Kilatan cahaya menyebar dari moncong pistol yang baru saja diletuskan di ruangan gelap sebuah rumah. Lily dengan tenang berlindung di balik tembok.“Empat,” ucap Lily lirih. “Tiga kali lagi.”Dor! Dor! Dor!Selesai tembakan ke tujuh Lily menyeringai dan mendekati mangsanya dengan tenang. Sosok yang terpojok itu panik saat melepas magazin yang kosong dan mencoba menggantinya dengan yang baru.“Hya!”Tendangan kaki kanan Lily membuat pistol yang dipegang terlempar. Lily menarik kerah kemeja putih itu dan menghujani kepala pemiliknya dengan pukulan.Bugh! Bugh! Bugh!“Jangaaannn!” teriakan histeris dari bocah perempuan memekakan telinga.“Hentikan ... tolong hentikan!” pinta wanita yang memeluk bocah perempuan yang baru saja histeris.Lily menoleh ke sumber suara dengan napas terengah. Tampak seorang wanita dan gadis kecil meringkuk ketakutan. Kembali Lily melihat

  • Mafia Girl   Ziarah ke Makam Ayah

    “Jangan bergerak!”Lily mengangkat kedua tangan dengan perlahan. Suara langkah kaki kian mendekat. Insting Lily langsung bekerja ketika tangan seseorang menyentuh pundaknya. Dengan sigap diputarnya tangan dan dibantingnya sosok tersebut.“Berhenti!” Tinju Lily tertahan tepat di depan hidung lelaki yang baru saja dijatuhkan. Suara seseorang dari dalam rumah mengalihkan fokusnya. Mata birunya melebar dan tubuhnya kembali tegak berdiri saat melihat perempuan berparas ayu memakai kebaya.Lily tak dapat bergerak saat mendapati wanita tersebut mendekat lalu menyentuh pipinya yang putih.“Anna?”Lily hendak tersenyum lalu teringat kejadian di bandara saat gadis kecil kabur setelah melihatnya tersenyum. Ia mengurungkannya.“Ibu,” ucapnya lirih dengan muka tanpa ekspresi.Direngkuhnya tubuh Lily ke dalam pelukan wanita berkebaya yang tak lain adalah ibunya. Tangis wanita itu berurai.Tak b

  • Mafia Girl   Masalah Bernama Rinja

    Sorot mata Lily tajam meladeni tatapan wanita yang baru saja menghajar Parmin. Tangannya sudah mengepal keras.“Anna,” panggil sang ibu. Lily menoleh dan melihat ibunya menggeleng pelan.Seperti melawan nalurinya yang menyukai pertarungan, Lily tak begitu saja menurut. Namun sorot mata ibunya ternyata mampu meredam keinginannya sendiri. Dilepasnya genggaman tangan di lengan wanita tersebut.Namun diluar dugaan, sebuah pukulan dilayangkan ke tulang pipinya.Bugh!Teriakan dari ibu dan adik-adiknya terdengar beberapa saat kemudian. Diperlakukan demikian, darah Lily kembali mendidih. Napasnya memburu menahan amarah.“Ayo. Aku ingin lihat kamu akan melakukan apa,” tantang wanita tersebut. Tampak kedua temannya juga bersiaga di belakangnya."Anna," panggil Atmarini.Lily melihat ibunya. Sekuat tenaga ia menahan gejolak amarah.Deru napasnya perlahan melambat dan Lily bisa kembali tenang. Melewati wanit

  • Mafia Girl   Sosok Dibalik Selendang Biru

    Lelaki berkulit legam dengan banyak bekas luka di tangan, terkejut melihat sosok itu menggeliat di pembaringan. Kesakitan memegangi punggungnya. Di sisi kiri dan kanannya, wanita paruh baya berkebaya memegangi tubuhnya dengan resah.Kehadiran lelaki dengan postur tegap dikelilingi beberapa anak buahnya membuat semua orang di ruangan membungkuk hormat.“Siapa yang melakukan ini?” suaranya yang berat mampu menyusutkan nyali.Wati menyenggol Wita, Wita menunduk lalu menyenggol Wati. Keduanya sama-sama takut menatap lelaki tersebut.“Kalian kenapa diam? Mau kupukuli, huh?“Maaf, Pak Ronggo. Kami tak tahu siapa yang melakukan ini pada Rinja,” jawab Wati takut-takut.“Bagaimana bisa kalian tak tahu siapa pelakunya? Kalian bersama putriku setiap saat.”“Orang ini memakai penutup muka, Pak Ronggo,” ucap Wita yang giliran bicara.“Penutup muka?”“Betul,

  • Mafia Girl   Salah Sasaran

    Melihat Lily diam saja pemuda berambut merah kian curiga. Tangannya bergerak pelan ke atas lemari sambil tetap melihat ke arah Lily.“Bos!”Salah seorang anggota dari anak buah Ronggo tiba-tiba menghampiri.“Ada apa?” tanya pemuda berambut merah.“Kami sudah menemukanya. Sosok dibalik selendang biru sekarang sedang diarak ke tengah lapangan.”Mendengar penuturan itu, pemuda berambut merah bergegas keluar dari kamar Lily. “Cabut!” teriaknya mengkomando anak buahnya meninggalkan rumah Atmarini.Lily berdiri dan segera menghampiri ibu dan adik-adiknya. Melihat Agatha dan Natasha memeluk erat sang ibu, rasa iba perlahan merambat dalam dirinya. Terlebih setelah Natasha tiba-tiba menubruknya dan memeluknya erat. Gadis kecil itu sesenggukan.“Semuanya akan baik-baik saja.” Lily mengelus punggung Natasha. Mata birunya lalu beralih memandang jauh ke luar pintu.‘Apa yang

  • Mafia Girl   Tanggung Jawab Lily

    Seluruh mukanya tampak lebam dan bengkak. Bibirnya sobek dan berdarah."Siapa yang melakukan ini pada Adi?" tanya lelaki dengan postur kekar berwajah tampan. Yang berdiri memandangi adiknya yang tak sadarkan diri di pembaringan. Amarahnya membuncah.Salah satu dari lima pemuda yang berdiri di belakangnya mendekat. “Anak buah Ronggo yang melakukannya, Bang.”Lelaki tersebut menoleh dan terkejut, “Apa? Memangnya adikku salah apa?”“Menurut berita yang saya dengar, Ronggo mencurigai ada yang memukuli Rinja. Dan pelakunya adalah seseorang yang memiliki selendang biru.”Lelaki tersebut kembali melihat ke sang adik. Tak jauh dari pembaringan, ia melihat sebuah selendang biru yang penuh dengan noda darah.“Tidak masuk akal. Adikku tak pernah jahat pada siapapun. Tega-teganya mereka berbuat demikian pada Adi.” Tangan lelaki tersebut mengepal kuat. Ia balik badan dan melihat lima pemuda di belakangnya.

  • Mafia Girl   Pesan Misterius

    Mata biru Lily menyaksikan keterkejutan di mata orang-orang ketika mukanya terlihat. Termasuk Din sang kakak korban yang tak menyangka bahwa sosok misterius yang mengenakan selendang biru ternyata adalah seorang perempuan.Lily kembali ke posisi tegap setelah melakukan gerakan bantingan pada lawannya. Lelaki yang dibantingnya menggeliat kesakitan memegangi punggungnya. Beberapa saat menunggu, salah seorang rekan Din mendekat dan berbisik di telinga lelaki tampan berbadan kekar itu.“Bang, bagaimana selanjutnya?” tanya salah seorang rekan Din yang melihat lelaki tampan berbadan kekar itu mematung.Lily melepaskan sikap kuda-kudanya karena tampaknya Din tak berniat melakukan serangan susulan. Lelaki tersebut mendekatinya.“Siapa kamu sebenarnya? Aku baru pertama kali melihatmu?” tanya Din.“Lily.”“Anak Bu Atma, Bang,” imbuh seseorang di belakang Din memberi penjelasan.“Begitu

Latest chapter

  • Mafia Girl   Kunci Spesial

    Kedua tangannya mengepal kuat. Lily reflek menoleh karena merasakan Cahya yang merapat padanya. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya pemuda yang seumuran dengannya itu tampak ketakutan. Lily membaca situasi. Delapan orang yang mengepung dengan membawa parang cukup membuatnya khawatir. ‘Jika sendiri, dengan sedikit keberuntungan mungkin aku bisa mengalahkan mereka semua. Tapi ada orang lain yang bersamaku. Apa iya aku harus mengorbankannya,’ batin Lily. Anak buah Galuh semakin mendekat dengan parang mengancam. Lily semakin siaga. Sementara Cahya terlihat semakin khawatir. “Aku ingin berduel satu lawan satu dengan Galuh,” teriak gadis cantik berambut pirang itu tiba-tiba. Gerombolan pemuda yang mengepung saling pandang. Salah seorang dari mereka tampak menoleh ke belakang. “Dan siapa kamu berani menantangku duel?” terdengar suara seorang wanita menjawab dari arah dalam. Segerombolan pemuda itu terbelah dan sosok

  • Mafia Girl   Misi Dari Saketi

    “Lepaskan Din ... dan sebagai gantinya aku yang akan jadi anak buahmu.” Saketi mengamati wajah Lily yang serius. Sejenak kemudian, ia tertawa terbahak diikuti anak buahnya. Lily yang merasa diremehkan, balik badan dan menendang sebelah kaki anak buah Saketi hilang keseimbangan. Belum puas, gadis berambut pirang itu menghujamkan pukulan ke dada dan membuatnya jatuh. Tawa riuh seketika senyap melihat anak buah Sakti kesakitan memegangi dada. Lily digeruduk. “Hentikan!” perintah Saketi. Lily masih dengan kuda-kuda siaga menyaksikan belasan anak buah Saketi mundur setelah menerima titah dari majikannya. “Sepertinya aku meremehkanmu.” Saketi bangkit dari duduknya dan mendekati Lily. Mengamatinya dari ujung kepala ke ke kaki. “Baik. Aku akan melepaskan Din. Tapi aku harus melihat buktinya kalau kamu benar-benar bisa berguna.” “Apa yang harus kulakukan?” tanya Lily. Saketi tak menjawab dan hanya menyeringai lebar. ***

  • Mafia Girl   Keputusan Berani

    “Ah ini dia. Yang ditunggu akhirnya datang juga,” kata Saketi yang berdiri dengan tangan bersedekap. “Ibu!” “Stop!” Lily berhenti bergerak karena melihat Saketi menarik kerah baju ibunya. “Tunggu! Mereka tak tahu apa-apa. Tolong lepaskan mereka,” pinta Lily memohon. “Kamu mencari orang yang membakar motormu kan? aku pelakunya,” kata Lily dengan suara bergetar. Baru kali ini ia takut kehilangan seseorang dalam hidupnya. “Aku sudah tahu mengenai hal itu,” ujar Saketi. Ia melepaskan cengkeraman tangannya dari kerah baju Atmarini dengan kasar. “Sak, kita bisa bicarakan ini baik-baik,” ujar Din. Saketi mendengus. “Kalian ini rupanya dekat ya.” Lelaki bertubuh kekar dengan kulit agak legam itu berjalan mendekati Lily dan Din. Memperhatikan keduanya. “Jelaskan padaku, apa alasanmu membakar motor Din?” Lily terhenyak. “Aku tak melakukannya." Saketi memiringkan kepala karena heran. “Ada yang aneh di sini. Jika me

  • Mafia Girl   Konsekuensi Pembakaran Motor

    Semilir angin dari jendela berjeruji besi masuk dan membelai muka. Memaksa mata birunya terbuka lalu mengerjap pelan mengumpulkan kesadaran. Sementara dari arah ruang tengah Lily mendengar suara ibu dan adik-adiknya. Lily bangkit dan menguak pintu, mengalihkan fokus ibu dan adik-adiknya. “Anna?” seru sang ibu yang masih memangku Natasha. “Baru bangun kak?” tanya gadis kecil bermata biru itu sambil tersenyum. Lily ikut tersenyum dan mendekat ke meja. Mengambil air putih dan meneguknya. Tampak di dapur, Agafia sedang sibuk meracik bumbu. Lily baru sadar waktu makan siang sebentar lagi setelah matanya berputar ke jam dinding yang menunjuk angka 11. ‘Sepertinya semalam tidurku nyenyak sekali,’ batin Lily. “Kamu darimana semalam?” tanya Atmarini membuyarkan lamunannya. Lily menyandarkan punggungnya ke kursi. “Keliling di sekitar kampung saja, Bu.” “Kalau begitu kamu tahu kejadian menghebohkan semalam kan?” Li

  • Mafia Girl   Balas Dendam

    “Lily,” panggil Adi yang berlari mendekat dengan panik. “Apa yang terjadi?” tanya Lily. “Entahlah. Kami bangun dan tiba-tiba motor sudah dalam kondisi seperti itu.” Lily kembali melihat ke arah motor yang masih membara. Tampak Din dan warga berusaha memadamkan kobaran api. Karena banyak warga yang membantu, si jago merah dengan cepat dikuasai. Sayangnya Honda CBR 250 CC itu tak dapat diselamatkan. Lily mendekati Din yang masih memandangi motor yang gosong. Meremas pundaknya pelan. Din menoleh dan terkejut. “Lily. Maafkan aku. Motormu... “ “Kan sudah berkali-kali aku bilang kalau itu motormu,” potong Lily. Din tersenyum datar. “Aku enggak tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba saja api sudah membesar.” “Tak masalah, Din. Yang penting kamu dan keluarga baik-baik saja.” Mata lelaki tampan itu kembali berputar mengamati motor yang sudah menghitam. Lily pun melakukan hal yang sama. Ada sesuatu yang mendadak mengganjal piki

  • Mafia Girl   Rasa Bernama Cinta

    “Sekarang kamu harus membayar kesombonganmu itu,” kata Jacob. Lily tahu lelaki itu berdiri di belakangnya karena mampu merasakan hembusan napasnya di tengkuk. “Benarkah? Bagaimana aku harus membayarnya?” tanya Lily dengan pandangan tetap ke depan. Tiba-tiba saja, tangan lelaki berjas hitam itu hendak meraba bukit indahnya. Namun dengan sigap Lily menangkap tangan si lelaki tak tahu diri. “Benar sekali. Kamu memang mesum.” Lily memutar tangan Jacob. Krek! “Aaaaaa!!!” Dua sekuriti berlari setelah mendengar teriakan majikannya. Lily menghadiahi Jacob dengan siku tangannya. Bugh! Jacob tumbang di lantai. “Bos,” teriak salah seorang satpam dengan begitu sampai di ambang pintu. “Tunggu apa lagi, hajar dia!” teriak Jacob kesakitan memegangi tangannya yang terkilir. Sekuriti berbadan besar meraih lengan Lily. Dengan sigap gadis berambut pirang itu memutar lengan dan membuat cengkeraman di

  • Mafia Girl   Dasar Mesum

    “Benar. Seperti yang dia bilang ... kami hanya teman,” sahut Din yang mendadak merasa tenggorokannya kering. “Baiklah kalau begitu. Agak disayangkan gadis secantik ini tak ada yang memiliki,” kata Jacob yang berjalan mendekati Lily. Mengambil tangan gadis itu lalu menciumnya. Hal itu sama sekali tak mengganggu Lily karena di Moskwa, lelaki mencium tangan seorang wanita dianggapnya sebagai sapaan hangat. “Jadi, apa yang bisa kukerjakan di perusahaan ini?” tanya Lily pada lelaki di depannya. “Kamu lulusan kampus mana?” tanya lelaki tampan berjas hitam. Berkelebat di kepala Lily tentang pendidikannya selama di agensi. Bagaimana yang dipelajarinya hanya tentang cara efektif dalam membunuh. “Aku tak tahu butuh dokumen semacam itu untuk bisa diterima bekerja,” sahut Lily. Jacob tertawa kecil mendengar kalimat Lily. Gadis muda berambut pirang itu justru heran. “Bukankah selama kita bisa bekerja dengan baik semuanya beres?” tan

  • Mafia Girl   Kami Hanya Teman

    “Bukannya itu motor yang kita pesan?” tanya Lily pada Din. Lelaki tampan berbadan kekar itu mengamati motor yang diangkut diatas Kolbak. Tampak warga berkerumun mengelilingi motor dan mengaguminya. Saketi tiba-tiba merangsek membelah kerumunan. Mendekati orang dari dealer yang tampak bingung karena banyak warga yang datang. “Hei!” teriak Saketi. “Kenapa motornya warna hitam? Kan saya pesan warna merah?” tanya lelaki dengan kulit agak gelap itu sambil berjalan mendekat. Dua lelaki berseragam putih merah yang mengantar motor saling pandang. Bingung. “Maaf, kami ga mengerti maksud masnya,” tutur orang dealer yang berkacamata. “Wah engga bisa kerja rupanya kalian ini,” ledek Saketi. “Masa bedain warna saja kalian enggak becus?” Sontak kalimat Saketi itu memancing tawa dari beberapa warga yang sebagian besar adalah anak buahnya. “Mas ini siapa namanya?” tanya lelaki berkacamata. “Saketi,” jawab Saketi seraya bersedek

  • Mafia Girl   Kenapa Motornya Warna Hitam?

    Sepanjang perjalan pulang dibonceng motor butut milik Din, Lily menyadari lelaki itu hanya diam dan fokus berkendara.“Kenapa diam saja?” tanya Lily.“Eh enggak.“ Din tergagap. “Aku cuman masih kepikiran dengan kejadian di dealer tadi”“Kenapa dengan itu?”“Kamu melakukan kehebohan semacam itu untuk memberi pelajaran satu orang. Yang menurutku itu tidak perlu.”“Oh... ,”Din sedikit menoleh, “Oh?”“Menurutku itu perlu,” sahut Lily.“Aku lebih memilih meninggalkan tempat itu daripada melakukan apa yang kamu lakukan tadi,” sanggah Din.“Beberapa orang harus diberi pelajaran, Din. Dan gadis tak tahu diri itu salah satunya. Kamu dengar sendiri kan tadi, dia bilang sudah sering melakukannya. Berarti sudah banyak orang yang direndahkan seperti kita sebelumnya.”Din tak menjawab. Lily sendiri pun mendad

DMCA.com Protection Status