"dokter Nia telah di bebaskan bersyarat oleh Ayahnya, Tuan." Jelas seorang bodyguard Rendra."Apa!" Rendra memukul meja yang berada di depannya karena emosi."Ayahnya cukup punya pengaruh sehingga kepolisian tidak bisa berbuat banyak. Bahkan Ayah dokter Nia mampu membeli hukum.""Kurang ajar! Bagaimanapun Nia haru mendapatkan balasan untuk semua perbuatannya kepada istriku!" Rendra dan para bawahannya merencanakan sesuatu yang pasti tidak akan melibatkan hukum, karena keluarga Nia anti hukum."Aku pastikan kamu akan merasakan hal yang sama seperti Sinta dulu, Nia." Gumam Rendra licik.Tiba-tiba markas Rendra di serang oleh segerombolan orang bersenjata yang menerobos masuk. Orang-orang yang begitu kuat dan terampil dalam menggunakan senjata. Semua bawahan Rendra dengan cepat te was seketika di tempat. Hanya menyisakan Rendra seorang, orang-orang itu menggunakan penutup wajah yang hanya menampilkan matanya saja. Salah satu dari mereka memukuli Rendra, walau Rendra berusaha melawan d
"Kamu sudah menandatangani surat cerai yang sudah pengacaraku kirimkan bukan?" Ucap Mozhaf sembari mengurai pelukan Nia."Mas.." "Baiknya kita segera seleseikan hubungan ini agar tidak berlarut-larut hingga kita bisa melanjutkan kehidupan kita masing-masing.""Aku tidak ingin bercerai Mas!" "Sayangnya aku ingin bercerai." Mozhaf tersenyum sekilas lalu melanjutkan langkah untuk segera pergi dari rumah keluarga Wijaya. Namun Nia malah memeluknya dari belakang."Jangan katakan itu, Mas. Aku mencintaimu, maafkan semua kesalahanku." Mozhaf menarik nafas dalam, "Nia memang begitu keras kepala, apakah dirinya tidak sadar telah melakukan kesalahan begitu besar?" Ucap Mozhaf dalam hati.Mozhaf merasakan gerakan lembut dari perut buncit Nia. Bayi itu memang tidak bersalah, bahkan Mozhaf sangat bahagia atas kehadirannya, sebelum tahu bahwa bayi itu adalah benihnya Nico bukan dari benihnya. Semua begitu menyakitkan baginya kini. Rasa kecewa dan marah menjadi satu, rasanya Mozhaf ingin melampi
Berjanjilah kepadaku jika kamu akan menjaga putri dan cucu dengan baik kelak."Mendengar ucapan pak Wijaya Nico tercenung, apakah yang diucapkan oleh pria paruh baya itu adalah sebuah perintah?"Maksud pak Wijaya bagaimana?" Tanya Nico untuk memperjelas maksud dari ucapan pak Wijaya barusan."Nia akan segera bercerai dari Mozhaf, Aku harap kamu bisa mengambil hati Nia nanti agar mau menikah denganmu." Suara pria paruh baya itu terdengar begitu pasrah, dirinya hanya ingin Nia kembali sadar dan sehat kembali. Memang kesalahan putrinya tidak termaafurkan, dia tidak bisa memaksa Mozhaf untuk menerima Nia kembali."Aku akan berusaha semaksimal mungkin, demi putra kami ,pak." Nico terlihat sangat bahagia, kedua netranya membasah karena bahagia lalu memandangi putra kecilnya yang terlelap tidur di dalam inkubator. Berbagai cara telah ia lakukan untuk mendapatkan Nia. Kini titah dari pak Wijaya bagai lampu hijau untuk keinginannya bersama pujaan hatinya, Nia.***Mozhaf dan Tari sedang bers
Teringat ucapan dokter tentang kondisi Nia. Bahwa kini mental Nia yang harus di sembuhkan dulu. "Mozhaf, aku harus menghubungi amonak itu. Mungkin dengan bantuan dari mozhaf, Nia bisa cepat pulih dari sakitnya."Segera pak Wijaya mengambil pipihnya dan menekan nomor "menantu idaman" yang tidak lain adalah nomor dari mozhaf. Namun pak Wijaya urung menekan tombol hijau untuk memanggil nomor tersebut."Bagaimana mungkin aku meminta bantuanya saat tempo hari Aku mengancamnya. Terlebih semua yang telah putriku perbuat, rasanya aku malu menghubunginya." Ucap pak Wijaya dalam hat."Nico, semoga saja dia bisa membantu." Gumam pak Wijaya dan segera menelepon nomor Nico.Setelah menjelaskan semua kepada Nico, tanpa pikir panjang Nico segera meluncur ke rumah sakit. Ibu dari anaknya begitu sangat membutuhkan bantuannya.Setelah beberapa jam berlalu, Nico akhirnya tiba di rumah sakit. Dia membawa coklat yang sudah di bentuk bucket bunga indah lengkap dengan hiasan beberapa bunga mawar."Bisa Ak
Tari dan Mozhaf sudah kembali ke rumah mereka di ibu kota. Memulai kembali aktifitas mereka seperti biasa. Kebahagiaan rumah tangga mereka yang telah lama hilang kini mulai mereka tata kembali. Tari dan Mozhaf sepakat untuk tidak membahas soal anak kandung mereka lagi, kini mereka berdua akan fokus dengan ketiga anak mereka yang sudah ada dan masih sangat memerlukan perhatian mereka.Dua tahun berlalu...Pagi itu seperti biasa Tari menyiapkan segala keperluan anak-anak dan suaminya untuk berangkat sekolah dan bekerja, setelah anak dan suaminya pergi Tari menerima telepon dari Seva, bahwa sekarang jadwalnya untuk meeting dengan pihak marketing karena Tari berencana membuka cabang di mol untuk cafe kopi dan kue."Baik Va, tangga berapa kita akan meeting dengan pihak marketing?" Tanya tari sambil melihat-lihat kalender meja yang ada di atas meja kerjanya.Tari termenung sebentar saat membuka kalendernya menunjukkan bulan September dan sudah tanggal 27. Tari mengingat sesuatu bahwa dirin
Mozhaf menyiapkan makan malam romantis di sebuah restoran mewah untuk merayakan hari bahagia mereka berdua karena kabar kehamilan Tari. Kehamilan itu bagai sebuah kabar bahagia yang telah lama Tari dan Mozhaf t- sepunggu.Berbagai hidangan mewah sudah tersiap di meja mereka, ada aneka olahan daging, sayur, sudah dan jus. Mozhaf ingin Tari dan calon bayinya sehat dan bahagia."Mas, Aku bisa gendut kalau makan sebanyak ini?" Tari memprotes suaminya yang terlalu banyak memesan makanan."Ini tidak banyak sayang, kamu sekarang makan untuk dua orang dan calon anak kita butuh banyak nutrisi. Biarlah kamu gendut, Mas akan tetap cinta." Jelas Mozhaf sembari mengeringkan satu matanya untuk menggoda sang istri."Tapi mas, aku tidak sanggup untuk menghabiskan ini semua." Tari masih bingung menghabiskan makanan yang begitu banyak suaminya pesan."Biar Mas suapi."Tanpa menunggu waktu lagi, Mozhaf segera menyuapi makanan ke mulut istrinya. Tari hanya mampu menurut saja, Tari memaklumi bahwa sang su
Mas Mozhaf terlelap begitu nyenyak di sampingku. Malam panas yang baru kami lakukan cukup banyak memforsir tenaganya Walau ku akui, suamiku yang biasa begitu liar kini menurunkan tempo permainannya agar anaknya yang ada di kandunganku tidak terjadi apa-apa."Terima kasih, Mas. Sudah begitu mencintaiku sampai sedemikian rupa." Ucapku sembari mengecup mesra keningnya.Aku teringat saat dulu Mas Mozhaf melamarku, dan saat itu aku tahu dia telah mencintaiku begitu lama dalam diamnya. Bahkan saat aku harus berbagi dirinya dengan Nia, rasa cintanya kepadaku masih terasa begitu besar. "Yaa Tuhan, jagalah selalu suamiku ini. Aku begitu mencintainya." Ucapku dalam hati.Rasa kantuk mulai aku rasakan, ku peluk tubuh kekar suamiku dan bersandar di dadanya yang bidang. Lalu terlelap bersama dalam satu selimut.***Jam menunjukkan pukul tiga pagi saat ku rasa hembusan nafas lembut menyisir anak rambutku. "Bangun sayang, ayo kita bersiap solat tahajud." Ucapnya sembari mengecup lembut takeningku
Pukul sembilan malam Tari dan Mozhaf keluar dari mol dengan perasaan bahagia keduanya berjalan beriringan ke mobil mereka. Senyum selalu terukir di wajah mereka, "kamu bahagia sayang?" Tanya Mozhaf saat tengah mulai menyetir memasuki ramainya jalanan."Aku sangat bahagia Mas, ku harap waktu terus memberikan kita kebahagiaan seperti ini." Hingga akhirnya Mozhaf menyadari bahwa ada yang tidak beres dengan mobilnya. Remnya tidak berfungsi, mobil itu terus melaju tanpa bisa berhenti. Mozhaf mulai panik karena di setiap sisi jalan semua terdapat bangunan dan tempat tinggal orang, dirinya tidak mungkin menabrakan mobilnya ke rumah orang.Hingga Mozhaf berpikir untuk terus melaju ke arah depan , Mozhaf ingat ada lapangan yang cukup luas jika dia ingin memberhentikannya mobilnya.Tapi sayang, mereka harus melewati lampu merah di perempatan, Mozhaf menyadari bahwa dia dan istrinya berada dalam bahaya, Mozhaf hanya ingin melindungi putri istri dan calon anaknya. "Mas akan menjagamu, dik. Ber