Mas Mozhaf menghentikan mobil kami tepat di parkiran dalam pantai Ancol, setahun kami menikah tentu Aku telah hafal kebiasaannya. Jika hatinya sedang gelisah atau sedang ada masalah pasti Mas Zhaf selalu pergi ke pantai hanya sekedar untuk mendengar deru ombak dan menatap langit malam penuh bintang, katanya itu mampu membuatnya tenang dan bisa berfikir jernih."Kita istirahat dulu disini Dik." "Iya Mas, aku mau telepon Mbok Yenni dulu, tanya kondisi anak-anak." "Silahkan." Sebagai ibu dari tiga anak aku tetap mengkhawatirkan mereka, tapi sebagai istri aku harus mendampingi suamiku menenangkan hatinya.Selesei aku menitip pesan kepada Mbok Yenni, ku lihat Mas Zhaf sedang memandang ke arah laut dengan deru ombak yang selalu bergantian menghantam daratan."Mas..""Hmm.. iya." "Sepanjang jalan tadi aku memikirkan semua ucapan Nia. Ucapannya tidak sepenuhnya salah.""Maksudnya?" Aku menghela nafas walau aku berusaha untuk acuh terhadap ucapan Nia namun tetap itu menggangguku."Nia leb
"Apakah rencanamu ini akan berhasil? Mereka akan berpisah seperti yang telah kamu perkirakan?" Nia sedang berhadapan dan berbicara dengan seorang laki-laki dengan tubuh tinggi besar yang memakai baju serba hitam. Hoodie yang menutupi kepalanya perlahan dibuka, laki-laki tersebut adalah Rendra."Kita lihat saja hubungan mereka pasti saat ini sedang kacau karena foto mesra kalian berdua. Aku tahu kondisi mental mantan istriku itu, jadi serahkan semuanya kepadaku, kamu hanya harus mengikuti setiap perintahku." Nia mendecih, dirinya merasa pria di hadapannya ini begitu sombong dan percaya diri, hingga memintanya untuk menuruti perintahnya seperti seorang Bos."Aku bukan bawahan atau suruhanmu, Bung!" "Jika kamu masih memiliki keinginan untuk bersama dengan Mozhaf lakukan sesuai arahanku dan jangan membantah. Aku yang lebih tahu tentang kehidupan Tari.""Baiklah, aku mau mengikuti semua arahanmu karena kamu mantan suami dari Tari. Aku hanya ingin melihat mereka berpisah, tapi kalau samp
Nia tercenung mendengar semua cerita dari Rendra, wajahnya berubah menjadi gugup, entah apa yang Nia pikirkan bukankah Nia tidak mengenal Sinta dan Rendra sebelumnya?"Baiklah, aku akan turuti semua perintahmu, sekarang rencana apa yang akan kita lakukan untuk memisahkan Mas Mozhaf dari Tari?"Rendra membisikkan sesuatu kepada Nia, rencana jahat apalagi yang akan mereka perbuat, membuat Nia tersenyum sinis.****Ruangan yang di dominasi dengan warna putih, ada sofa panjang dan meja untuk menerima tamu, ruangan dengan bau ciri khas rumah sakti ini adalah Ruangan kerja suamiku."Aku senang sekali istriku repot-repot ke kantorku karena merindukanku." Goda Mas Mozhaf kepadaku."Ih apaan sih Mas, aku kesini karena ingin bawain makan siang yang hangat aja untukmu,""Jadi kamu tidak rindu padaku?""Tidak." Aku tersenyum malu kepadanya, kenapa pula harus di perjelas jika aku merindukannya."Baiklah, seperinya istriku yang cantik ini malu karena ketahuan merindukan suaminya.""Sudah Mas, janga
"Sudah dua tahun kalian menikah, tapi kenapa Tari sama sekali belum menunjukkan tanda-tanda kehamilan? Apa kamu hanya akan menjadi pengasuh untuk anak-anaknya Tari, hah?" Ibu mertuaku sedang berbicara dengan putranya bahkan tepat di hadapanku."Bu, masalah hamil dan memiliki anak itu semua kuasa dari Tuhan, kami hanya mampu berusaha, Anaknya adalah anakku juga." Bela Mas Mozhaf kepadaku."Jangan bilang kamu sudah tidak ingin mempunyai anak, Tari! Keluarga kami membutuhkan penerus, Mozhaf anak tunggal dia harapan keluarga kami." Tuduh ibu mertuaku dengan tatapan matanya yang tajam."Doakan saja Bu, semoga Tuhan segera menitipkan amanahNya lagi di rahimku." "Alah, bilang aja kamu sudah capek untuk hamil dan melahirkan, karena sudah tiga kali kamu hamil dan melahirkan, asal kamu tahu ketiga anakmu itu bukanlah darah daging Mozhaf, mereka tidak akan bisa menjadi penerus keluarga kami, mengerti!""Buu...!" Mas Mozhaf sedikit berteriak mendengar ucapan ibunya.Aku hanya bisa mematung mende
Keesokan harinya kami berpamitan kepada kedua mertuaku, wajah ibu terlihat masam dan di tekuk saat bersalaman denganku. Aku bisa merasakan dia enggan berjabat tangan denganku, hanya saja ada Mas Mozhaf jadi terpaksa tetap bersikap baik layaknya orangtua."Ibu harap kamu memikirkan saran ibu dengan baik, Nia..." belum tuntas perkataan ibu Mas Zhaf sudah menyelanya."Bu, aku harap tidak ada pembicaraan seperti ini lagi!" "Kamu akan menyesali jika kedua orangtuamu sudah tiada tanpa bisa memeluk cucu kandung mereka!" Ibu terlihat sangat marah kepada putra semata wayangnya itu dan langsung pergi dengan langkah penuh amarah ke dalam rumah.Ibu tampak sangat marah kepada Mas Mozhaf yang selalu membelaku. Keinginannya memiliki cucu begitu besar, kami sudah berusaha tapi Tuhan belum menitipkan anugrahnya lagi di rahimku."Bu... Bu.. tolong jangan seperti ini. Dengarkan Aku." Suara Mas Mozhaf terlihat putus asa."Zhaf.. tolong mengerti perasaan ibumu, Ayah tahu dia hanya ibu sambung untukmu ta
Pelaminan megah berwarna emas dan silver menghampar indah di gedung mewah ini, taburan bunga mawar asli menambah harum ruangan gedung itu, lampu-lampu yang di buat sedemikian rupa hingga terlihat menambah keindahan. Disinilah aku berdiri, di gedung dimana suamiku akan menikahi dokter Nia."Kita bicara sebentar!" Ucap Mas Mozhaf yang membuyarkan lamunanku."Tapi.." Mas Mozhaf menyeretku ke sebuah ruangan yang sepi, tangannya mencengkram tanganku dengan keras membuatku kesakitan."Mas lepas, ini menyakitiku." "Ini sakit? Lebih sakit hatiku saat ini, Tari!" Mas Mozhaf melepaskan cengkraman tangannya dengan kasar dan berkata dengan netra berkaca-kaca."Tidak ada jalan lain Mas, ini yang bisa membuat ibumu bahagia.""Bullshit semua tentang bahagia yang kamu katakan! Nyatanya semua ini membuatku dan dirimu terluka." Bentak mas Mozhaf kepadaku, selama menikah hampir 2 tahun baru kali ini dia membentakku.Aku berusaha tegar walau hati memang tersayat, sekuat tenaga menahan bulir bening yang
"Sial, kenapa makanan yang aku racuni tidak membuat Tari ma ti!" Orang suruhanku terduduk di hadapanku dengan wajah ketakutan. Sebab dirinya yang telah Aku suruh untuk menaruh racun di makanan pesanan Tari saat di hotel."Maafkan saya, Nyonya. Saya telah memasukkan racun itu ke dalam makanan yang Ibu Tari pesan dan pula saya perhatikan piring bekas makanan itu telah bersih dari isinya.""Lalu kenapa dia masih hidup sampai sekarang, hah? Siapa yang memakannya?" "Saya tidak tahu nyonya."Plaakk... Aku menampar orang suruhanku itu dengan sangat keras hingga orang tersebut tersungkur. "Cari tahu siapa yang memakannya, apa harus Aku juga yang bekerja?""Ti.. Tidak Nyonya, Saya akan segera cari tahu siapa yang memakan makanan beracun itu." Orang suruhanku itu segera pergi untuk mencari tahu, Aku bisa nekat begini karena rasa cintaku kepada Mas Mozhaf yang begitu besar. Aku mencintainya saat masih kuliah dulu, kami satu fakultas walau berbeda angkatan, Mas Mozhaf Kaka angkatanku dan Aku
"Lebih baik Aku ma ti saja!" Pekik Nia sembari memegang pisau dan menodongkan ke lehernya. "Nia! Jangan melakukan hal konyol seperti ini, letakkan pisaunya." Pinta Mozhaf dengan wajah panik."Untuk apa Aku masih terus hidup, sudah 5 hari kita menikah namun Mas sama sekali tidak berniat untuk menyentuhku!" "Aku butuh waktu untuk melakukan itu denganmu Nia, tolong beri Aku waktu sedikit lagi." "Kamu telah dzolim kepadaku, Mas. Kamu tidak memberikan nafkah batin yang telah menjadi hakku, Hiks." Tangis Nia pecah.Nia menangis dan tersungkur ke lantai, pisau yang sedari tadi dia pegang pun ikut terjatuh. Mozhaf mendekati Nia dan memeluknya agar menjadi tenang."Maafkan Aku Nia, beri aku waktu, saat ini aku masih berusaha untuk menyesuaikan kehidupan baru kita, kini dalam hidupku ada Tari dan kamu." "Kamu jahat Mas.. kamu jahat." Ucap Nia sembari memukuli dada Mozhaf."Pernikahan ini orangtuaku yang menginginkan, kamu terpaksa harus menjadi korban atas keegoisan orangtuaku yang sangat m