"Lebih baik Aku ma ti saja!" Pekik Nia sembari memegang pisau dan menodongkan ke lehernya. "Nia! Jangan melakukan hal konyol seperti ini, letakkan pisaunya." Pinta Mozhaf dengan wajah panik."Untuk apa Aku masih terus hidup, sudah 5 hari kita menikah namun Mas sama sekali tidak berniat untuk menyentuhku!" "Aku butuh waktu untuk melakukan itu denganmu Nia, tolong beri Aku waktu sedikit lagi." "Kamu telah dzolim kepadaku, Mas. Kamu tidak memberikan nafkah batin yang telah menjadi hakku, Hiks." Tangis Nia pecah.Nia menangis dan tersungkur ke lantai, pisau yang sedari tadi dia pegang pun ikut terjatuh. Mozhaf mendekati Nia dan memeluknya agar menjadi tenang."Maafkan Aku Nia, beri aku waktu, saat ini aku masih berusaha untuk menyesuaikan kehidupan baru kita, kini dalam hidupku ada Tari dan kamu." "Kamu jahat Mas.. kamu jahat." Ucap Nia sembari memukuli dada Mozhaf."Pernikahan ini orangtuaku yang menginginkan, kamu terpaksa harus menjadi korban atas keegoisan orangtuaku yang sangat m
Di sebuah restoran mewah Nia menuju ke ruangan private untuk menemui seseorang. Rendra sudah menunggu kedatangan Nia. Tidak ingin orang lain tahu tentang hubungan mereka, jadi mereka harus bersembunyi saat bertemu.Restoran khas jepang itu terlihat nyaman , hidangan sudah tersusun rapih di atas meja. Makanan di letakkan di piring kecil terpisah, menambah estetik ruangan tersebut."Duduklah," titah Rendra pada Nia saat baru pertama datang."Jangan tanyakan Aku baik atau tidak hari ini!" Nia tampak kesal menjawab pertanyaan Rendra."Ku lihat kamu begitu emosi, apa yang terjadi?" "Mas Mozhaf memisahkan tempat tinggal kami, suamiku itu sama sekali tidak mau mendengarkan keluhanku."Rendra tampak kesal mendengar keluhan Nia. Tadinya dia sudah senang jika Nia akan tinggal satu atap dengan Tari karena itu bisa membuat Tari makin tersiksa."Bujuk terus agar kalian bisa tinggal satu atap!" "Bagaimana ya, sebenarnya akupun ingin tinggal bersama dengan Tari dan membuatnya tersiksa, tapi Aku ju
Aku mempersiapkan semua kebutuhan untuk pergi piknik bersama anak-anak. Kami akan pergi ke taman sesuai janji Mas Mozhaf. Waktuku bersama suamiku hanya dua hari, harus kami gunakan dengan sebaik mungkin."Sudah siap semua, Dik?" Tanya Mas Mozhaf dengan memegang pinggangku."Sudah, ini tinggal masukin buah-buahan." "Oke, aku dan anak-anak tunggu di mobil."Aku sengaja membawa makanan home Made agar lebih sehat, lagipula Mas Mozhaf lebih menyukai masakanku ketimbang beli di luar. Mbok Yenni turut kami ajak agar bisa membantu kami menjaga anak-anak.Drrrttt...drrtt... Ponselku bergetar, ku lihat ibu mertuaku menelepon. Segera aku angkat agar tidak membuat ibu mertuaku berpikir yang tidak-tidak karena tidak segera mengangkat teleponnya."Halo Bu..." ("Tari, kamu jangan menahan Mozhaf terus, sampai Nia tidak bisa menghubunginya!")"Bu, bukankah ini jatah hari Mas Mozhaf bersamaku?" ("Aduh kamu ini, gak ada pengertiannya sama sekali sih! Mozhaf dan Nia itu pengantin baru, sudah sepantasn
Kami segera pulang dari taman karena Haris sudah tantrum dan tidak mau lagi di taman, anakku yang terkecil masih merasa takut karena kejadian tadi yang hampir menimpanya.Tidak mau berlama-lama pula bersama Mas Rendra, walau kami ramai-ramai tetap saja Aku merasa risih jika harus duduk berlama-lama dengannya. Walau bagaimanapun Mas Rendra tetaplah seorang mantan suami."Ma, Adik Haris masih ketakutan?" Tanya gadis kecilku yang kini sudah berusia 10 tahun."Iya nih Ka. Adik Haris masih takut," Aku menatap Haris yang tengah duduk di kursi sampingku."Papaa.. huaaa.. Haris mau sama papa." Rengeknya."Sebentar Nak, kita berhenti dulu untuk menelepon papa." Segera aku menghentikan mobilku di tempat yang aman, lalu menggapai ponselku dan menekan nomor suamiku. Panggilan tersambung untuk beberapa saat lalu di angkat."Halo, Mas ini Haris sepertinya ingin bertemu denganmu, bisakah kamu ke rumah sebentar untuk menenangkannya?" ("Tari! Bukankah kamu sudah tahu jika Mas Mozhaf sedang bersamaku
"Sa..sa.. saya masih mencampurkan pil KB ke minuman Ibu kok, ti.. tidak pernah telat." Ucapnya terbata.Degh.. hatiku bagai disambar petir mendengar apa yang mbok Yenni ucapkan, ternyata selama ini Aku mengkonsumsi pil KB tanpa sepengetahuan diriku sendiri.Ternyata bukan karena Tuhan belum mempercayakan Aku lagi untuk mengandung melainkan ada orang yang dengan sengaja ingin agar aku tidak bisa mengandung anak Mas Mozhaf.Aku membuka lebar pintu kamar mbok Yenni, mbok Yenni sontak sangat terkejut melihatku menatapnya dingin, wajahnya penuh ketakutan saat melihatku."Apa yang aku dengar tadi itu benar, mbok?" Tanyaku dengan suara bergetar menahan amarah.Mbok Yenni segera mematikan teleponnya dan menyembunyikan ponselnya dariku."Apa benar mbok memberiku pil KB diam-diam? JAWAB!" Bentakku padanya yang sukses membuatnya makin ketakutan.Bukan malah menjawab mbok Yenni justru segera memeluk kakiku dengan tangis berderai. "Maafkan Mbok, Bu. Mbok terpaksa melakukan itu karena di ancam ba
Sengaja Aku mematikan ponselku agar ibu dan Nia tidak menggangu waktuku dengan Tari. Pernikahan poligami yang tidak aku harapkan terpaksa harus Aku jalani karena permintaan Tari, istriku. Tari tertekan karena selalu mendapatkan tekanan dari ibuku, Aku sangat tahu jika Tari pasti sangat tersakiti dengan pernikahan keduaku. "Mas, ini ibu menelpon. Bicaralah." Tari tergopoh dari dalam menghampiriku karena ibu menelepon.Benar dugaanku, ibu atau Nia pasti akan menghubungi Tari jika tidak bisa menghubungiku. Aku berusaha menolak telpon itu namun Tari memaksa karena dia tidak ingin memperpanjang masalah dengan membuat ibu emosi.Istriku yang sangat baik, dia mau membantuku untuk tetap berbakti kepada orangtuaku meski harus mengorbankan perasaanya, betapa aku telah bersalah karena telah menikahi wanita lain. Tapi aku berjanji akan menjaga hati dan cinta ini hanya untuk Tari seorang. Perhatianku kepada Nia hanyalah sebatas tanggung jawabku sebagai suami.Benar saja, ibu marah-marah kepadak
Nia benar menunggu kedatanganku, namun sungguh Nia nampak begitu cantik dan menggoda dengan gaun malam berwarna ungu muda yang memperlihatkan separuh dadanya dengan jelas, wangi parfum yang manis, dengan rambut terurai dan bergelombang, wajah yang di poles sedikit sungguh itu menggoda naluri laki-lakiku. "Mas, terima kasih sudah menepati janjimu untuk kembali malam ini." Ucapnya dengan wajah ceria dan memelukku."Duduk dulu lah, Mas. Aku akan membawakan minum untukmu." Lanjutnya.Aku masih tertegun dengan wajah cantik Nia dan sikapnya yang hangat dan lembut, tidak seperti tadi siang yang penuh dengan kemarahan."Tidak perlu, kemarilah duduk bersamaku, ada hal yang ingin Mas bicarakan.""Apa itu Mas?" Aku menuntun dirinya untuk duduk di sofa, Nia menatapku serius. Aku tetap berusaha untuk memfokuskan diri dari godaan tubuh Nia."Nia, kamu pasti sudah sangat tahu jika Mas menikah denganmu dengan kondisi Mas sudah memiliki istri. Oleh karena itu Mas harus bisa bersikap adil kepada ka
Hari ini Aku berusaha menenangkan hatiku yang sudah di hancurkan sedemikian rupa oleh orang yang aku sayang karena melihat suamiku sedang berbagi gairah dengan istrinya yang lain, Aku terpaksa harus tetap bersabar dan menerima karena memang Mas Mozhaf dan Nia sudah sah menjadi suami istri. Masalah sebesar apapun aku harus bisa menutupinya agar anak-anak tidak tahu jika ibunya sedang berada di dalam kesedihan dan masalah.Masalah dengan Ayah dari ketiga anakku, sebagai ibu, aku ingin melindungi nama baik Ayah anak-anakku agar tetap terpatri baik di hati mereka. Semua demi tumbuh kembang mereka agar menjadi anak-anak yang baik.Untuk sementara Aku masih tetap memperkerjakan Mbok Yenni untuk merawat ketiga anakku, walau bagaimanapun mbok Yenni sudah mengabdikan diri kepada keluargaku sedari Aku memiliki Nada, mbok Yenni terpaksa melakukan semua itu karena tekanan dari Mas Rendra."Mbok, Bekerjalah seperti biasa," ucapku kepada mbok Yenni yang masih menangis di hadapanku "Tapi si mbok