Nia tercenung mendengar semua cerita dari Rendra, wajahnya berubah menjadi gugup, entah apa yang Nia pikirkan bukankah Nia tidak mengenal Sinta dan Rendra sebelumnya?"Baiklah, aku akan turuti semua perintahmu, sekarang rencana apa yang akan kita lakukan untuk memisahkan Mas Mozhaf dari Tari?"Rendra membisikkan sesuatu kepada Nia, rencana jahat apalagi yang akan mereka perbuat, membuat Nia tersenyum sinis.****Ruangan yang di dominasi dengan warna putih, ada sofa panjang dan meja untuk menerima tamu, ruangan dengan bau ciri khas rumah sakti ini adalah Ruangan kerja suamiku."Aku senang sekali istriku repot-repot ke kantorku karena merindukanku." Goda Mas Mozhaf kepadaku."Ih apaan sih Mas, aku kesini karena ingin bawain makan siang yang hangat aja untukmu,""Jadi kamu tidak rindu padaku?""Tidak." Aku tersenyum malu kepadanya, kenapa pula harus di perjelas jika aku merindukannya."Baiklah, seperinya istriku yang cantik ini malu karena ketahuan merindukan suaminya.""Sudah Mas, janga
"Sudah dua tahun kalian menikah, tapi kenapa Tari sama sekali belum menunjukkan tanda-tanda kehamilan? Apa kamu hanya akan menjadi pengasuh untuk anak-anaknya Tari, hah?" Ibu mertuaku sedang berbicara dengan putranya bahkan tepat di hadapanku."Bu, masalah hamil dan memiliki anak itu semua kuasa dari Tuhan, kami hanya mampu berusaha, Anaknya adalah anakku juga." Bela Mas Mozhaf kepadaku."Jangan bilang kamu sudah tidak ingin mempunyai anak, Tari! Keluarga kami membutuhkan penerus, Mozhaf anak tunggal dia harapan keluarga kami." Tuduh ibu mertuaku dengan tatapan matanya yang tajam."Doakan saja Bu, semoga Tuhan segera menitipkan amanahNya lagi di rahimku." "Alah, bilang aja kamu sudah capek untuk hamil dan melahirkan, karena sudah tiga kali kamu hamil dan melahirkan, asal kamu tahu ketiga anakmu itu bukanlah darah daging Mozhaf, mereka tidak akan bisa menjadi penerus keluarga kami, mengerti!""Buu...!" Mas Mozhaf sedikit berteriak mendengar ucapan ibunya.Aku hanya bisa mematung mende
Keesokan harinya kami berpamitan kepada kedua mertuaku, wajah ibu terlihat masam dan di tekuk saat bersalaman denganku. Aku bisa merasakan dia enggan berjabat tangan denganku, hanya saja ada Mas Mozhaf jadi terpaksa tetap bersikap baik layaknya orangtua."Ibu harap kamu memikirkan saran ibu dengan baik, Nia..." belum tuntas perkataan ibu Mas Zhaf sudah menyelanya."Bu, aku harap tidak ada pembicaraan seperti ini lagi!" "Kamu akan menyesali jika kedua orangtuamu sudah tiada tanpa bisa memeluk cucu kandung mereka!" Ibu terlihat sangat marah kepada putra semata wayangnya itu dan langsung pergi dengan langkah penuh amarah ke dalam rumah.Ibu tampak sangat marah kepada Mas Mozhaf yang selalu membelaku. Keinginannya memiliki cucu begitu besar, kami sudah berusaha tapi Tuhan belum menitipkan anugrahnya lagi di rahimku."Bu... Bu.. tolong jangan seperti ini. Dengarkan Aku." Suara Mas Mozhaf terlihat putus asa."Zhaf.. tolong mengerti perasaan ibumu, Ayah tahu dia hanya ibu sambung untukmu ta
Pelaminan megah berwarna emas dan silver menghampar indah di gedung mewah ini, taburan bunga mawar asli menambah harum ruangan gedung itu, lampu-lampu yang di buat sedemikian rupa hingga terlihat menambah keindahan. Disinilah aku berdiri, di gedung dimana suamiku akan menikahi dokter Nia."Kita bicara sebentar!" Ucap Mas Mozhaf yang membuyarkan lamunanku."Tapi.." Mas Mozhaf menyeretku ke sebuah ruangan yang sepi, tangannya mencengkram tanganku dengan keras membuatku kesakitan."Mas lepas, ini menyakitiku." "Ini sakit? Lebih sakit hatiku saat ini, Tari!" Mas Mozhaf melepaskan cengkraman tangannya dengan kasar dan berkata dengan netra berkaca-kaca."Tidak ada jalan lain Mas, ini yang bisa membuat ibumu bahagia.""Bullshit semua tentang bahagia yang kamu katakan! Nyatanya semua ini membuatku dan dirimu terluka." Bentak mas Mozhaf kepadaku, selama menikah hampir 2 tahun baru kali ini dia membentakku.Aku berusaha tegar walau hati memang tersayat, sekuat tenaga menahan bulir bening yang
"Sial, kenapa makanan yang aku racuni tidak membuat Tari ma ti!" Orang suruhanku terduduk di hadapanku dengan wajah ketakutan. Sebab dirinya yang telah Aku suruh untuk menaruh racun di makanan pesanan Tari saat di hotel."Maafkan saya, Nyonya. Saya telah memasukkan racun itu ke dalam makanan yang Ibu Tari pesan dan pula saya perhatikan piring bekas makanan itu telah bersih dari isinya.""Lalu kenapa dia masih hidup sampai sekarang, hah? Siapa yang memakannya?" "Saya tidak tahu nyonya."Plaakk... Aku menampar orang suruhanku itu dengan sangat keras hingga orang tersebut tersungkur. "Cari tahu siapa yang memakannya, apa harus Aku juga yang bekerja?""Ti.. Tidak Nyonya, Saya akan segera cari tahu siapa yang memakan makanan beracun itu." Orang suruhanku itu segera pergi untuk mencari tahu, Aku bisa nekat begini karena rasa cintaku kepada Mas Mozhaf yang begitu besar. Aku mencintainya saat masih kuliah dulu, kami satu fakultas walau berbeda angkatan, Mas Mozhaf Kaka angkatanku dan Aku
"Lebih baik Aku ma ti saja!" Pekik Nia sembari memegang pisau dan menodongkan ke lehernya. "Nia! Jangan melakukan hal konyol seperti ini, letakkan pisaunya." Pinta Mozhaf dengan wajah panik."Untuk apa Aku masih terus hidup, sudah 5 hari kita menikah namun Mas sama sekali tidak berniat untuk menyentuhku!" "Aku butuh waktu untuk melakukan itu denganmu Nia, tolong beri Aku waktu sedikit lagi." "Kamu telah dzolim kepadaku, Mas. Kamu tidak memberikan nafkah batin yang telah menjadi hakku, Hiks." Tangis Nia pecah.Nia menangis dan tersungkur ke lantai, pisau yang sedari tadi dia pegang pun ikut terjatuh. Mozhaf mendekati Nia dan memeluknya agar menjadi tenang."Maafkan Aku Nia, beri aku waktu, saat ini aku masih berusaha untuk menyesuaikan kehidupan baru kita, kini dalam hidupku ada Tari dan kamu." "Kamu jahat Mas.. kamu jahat." Ucap Nia sembari memukuli dada Mozhaf."Pernikahan ini orangtuaku yang menginginkan, kamu terpaksa harus menjadi korban atas keegoisan orangtuaku yang sangat m
Di sebuah restoran mewah Nia menuju ke ruangan private untuk menemui seseorang. Rendra sudah menunggu kedatangan Nia. Tidak ingin orang lain tahu tentang hubungan mereka, jadi mereka harus bersembunyi saat bertemu.Restoran khas jepang itu terlihat nyaman , hidangan sudah tersusun rapih di atas meja. Makanan di letakkan di piring kecil terpisah, menambah estetik ruangan tersebut."Duduklah," titah Rendra pada Nia saat baru pertama datang."Jangan tanyakan Aku baik atau tidak hari ini!" Nia tampak kesal menjawab pertanyaan Rendra."Ku lihat kamu begitu emosi, apa yang terjadi?" "Mas Mozhaf memisahkan tempat tinggal kami, suamiku itu sama sekali tidak mau mendengarkan keluhanku."Rendra tampak kesal mendengar keluhan Nia. Tadinya dia sudah senang jika Nia akan tinggal satu atap dengan Tari karena itu bisa membuat Tari makin tersiksa."Bujuk terus agar kalian bisa tinggal satu atap!" "Bagaimana ya, sebenarnya akupun ingin tinggal bersama dengan Tari dan membuatnya tersiksa, tapi Aku ju
Aku mempersiapkan semua kebutuhan untuk pergi piknik bersama anak-anak. Kami akan pergi ke taman sesuai janji Mas Mozhaf. Waktuku bersama suamiku hanya dua hari, harus kami gunakan dengan sebaik mungkin."Sudah siap semua, Dik?" Tanya Mas Mozhaf dengan memegang pinggangku."Sudah, ini tinggal masukin buah-buahan." "Oke, aku dan anak-anak tunggu di mobil."Aku sengaja membawa makanan home Made agar lebih sehat, lagipula Mas Mozhaf lebih menyukai masakanku ketimbang beli di luar. Mbok Yenni turut kami ajak agar bisa membantu kami menjaga anak-anak.Drrrttt...drrtt... Ponselku bergetar, ku lihat ibu mertuaku menelepon. Segera aku angkat agar tidak membuat ibu mertuaku berpikir yang tidak-tidak karena tidak segera mengangkat teleponnya."Halo Bu..." ("Tari, kamu jangan menahan Mozhaf terus, sampai Nia tidak bisa menghubunginya!")"Bu, bukankah ini jatah hari Mas Mozhaf bersamaku?" ("Aduh kamu ini, gak ada pengertiannya sama sekali sih! Mozhaf dan Nia itu pengantin baru, sudah sepantasn