Keesokan harinya kami berpamitan kepada kedua mertuaku, wajah ibu terlihat masam dan di tekuk saat bersalaman denganku. Aku bisa merasakan dia enggan berjabat tangan denganku, hanya saja ada Mas Mozhaf jadi terpaksa tetap bersikap baik layaknya orangtua."Ibu harap kamu memikirkan saran ibu dengan baik, Nia..." belum tuntas perkataan ibu Mas Zhaf sudah menyelanya."Bu, aku harap tidak ada pembicaraan seperti ini lagi!" "Kamu akan menyesali jika kedua orangtuamu sudah tiada tanpa bisa memeluk cucu kandung mereka!" Ibu terlihat sangat marah kepada putra semata wayangnya itu dan langsung pergi dengan langkah penuh amarah ke dalam rumah.Ibu tampak sangat marah kepada Mas Mozhaf yang selalu membelaku. Keinginannya memiliki cucu begitu besar, kami sudah berusaha tapi Tuhan belum menitipkan anugrahnya lagi di rahimku."Bu... Bu.. tolong jangan seperti ini. Dengarkan Aku." Suara Mas Mozhaf terlihat putus asa."Zhaf.. tolong mengerti perasaan ibumu, Ayah tahu dia hanya ibu sambung untukmu ta
Pelaminan megah berwarna emas dan silver menghampar indah di gedung mewah ini, taburan bunga mawar asli menambah harum ruangan gedung itu, lampu-lampu yang di buat sedemikian rupa hingga terlihat menambah keindahan. Disinilah aku berdiri, di gedung dimana suamiku akan menikahi dokter Nia."Kita bicara sebentar!" Ucap Mas Mozhaf yang membuyarkan lamunanku."Tapi.." Mas Mozhaf menyeretku ke sebuah ruangan yang sepi, tangannya mencengkram tanganku dengan keras membuatku kesakitan."Mas lepas, ini menyakitiku." "Ini sakit? Lebih sakit hatiku saat ini, Tari!" Mas Mozhaf melepaskan cengkraman tangannya dengan kasar dan berkata dengan netra berkaca-kaca."Tidak ada jalan lain Mas, ini yang bisa membuat ibumu bahagia.""Bullshit semua tentang bahagia yang kamu katakan! Nyatanya semua ini membuatku dan dirimu terluka." Bentak mas Mozhaf kepadaku, selama menikah hampir 2 tahun baru kali ini dia membentakku.Aku berusaha tegar walau hati memang tersayat, sekuat tenaga menahan bulir bening yang
"Sial, kenapa makanan yang aku racuni tidak membuat Tari ma ti!" Orang suruhanku terduduk di hadapanku dengan wajah ketakutan. Sebab dirinya yang telah Aku suruh untuk menaruh racun di makanan pesanan Tari saat di hotel."Maafkan saya, Nyonya. Saya telah memasukkan racun itu ke dalam makanan yang Ibu Tari pesan dan pula saya perhatikan piring bekas makanan itu telah bersih dari isinya.""Lalu kenapa dia masih hidup sampai sekarang, hah? Siapa yang memakannya?" "Saya tidak tahu nyonya."Plaakk... Aku menampar orang suruhanku itu dengan sangat keras hingga orang tersebut tersungkur. "Cari tahu siapa yang memakannya, apa harus Aku juga yang bekerja?""Ti.. Tidak Nyonya, Saya akan segera cari tahu siapa yang memakan makanan beracun itu." Orang suruhanku itu segera pergi untuk mencari tahu, Aku bisa nekat begini karena rasa cintaku kepada Mas Mozhaf yang begitu besar. Aku mencintainya saat masih kuliah dulu, kami satu fakultas walau berbeda angkatan, Mas Mozhaf Kaka angkatanku dan Aku
"Lebih baik Aku ma ti saja!" Pekik Nia sembari memegang pisau dan menodongkan ke lehernya. "Nia! Jangan melakukan hal konyol seperti ini, letakkan pisaunya." Pinta Mozhaf dengan wajah panik."Untuk apa Aku masih terus hidup, sudah 5 hari kita menikah namun Mas sama sekali tidak berniat untuk menyentuhku!" "Aku butuh waktu untuk melakukan itu denganmu Nia, tolong beri Aku waktu sedikit lagi." "Kamu telah dzolim kepadaku, Mas. Kamu tidak memberikan nafkah batin yang telah menjadi hakku, Hiks." Tangis Nia pecah.Nia menangis dan tersungkur ke lantai, pisau yang sedari tadi dia pegang pun ikut terjatuh. Mozhaf mendekati Nia dan memeluknya agar menjadi tenang."Maafkan Aku Nia, beri aku waktu, saat ini aku masih berusaha untuk menyesuaikan kehidupan baru kita, kini dalam hidupku ada Tari dan kamu." "Kamu jahat Mas.. kamu jahat." Ucap Nia sembari memukuli dada Mozhaf."Pernikahan ini orangtuaku yang menginginkan, kamu terpaksa harus menjadi korban atas keegoisan orangtuaku yang sangat m
Di sebuah restoran mewah Nia menuju ke ruangan private untuk menemui seseorang. Rendra sudah menunggu kedatangan Nia. Tidak ingin orang lain tahu tentang hubungan mereka, jadi mereka harus bersembunyi saat bertemu.Restoran khas jepang itu terlihat nyaman , hidangan sudah tersusun rapih di atas meja. Makanan di letakkan di piring kecil terpisah, menambah estetik ruangan tersebut."Duduklah," titah Rendra pada Nia saat baru pertama datang."Jangan tanyakan Aku baik atau tidak hari ini!" Nia tampak kesal menjawab pertanyaan Rendra."Ku lihat kamu begitu emosi, apa yang terjadi?" "Mas Mozhaf memisahkan tempat tinggal kami, suamiku itu sama sekali tidak mau mendengarkan keluhanku."Rendra tampak kesal mendengar keluhan Nia. Tadinya dia sudah senang jika Nia akan tinggal satu atap dengan Tari karena itu bisa membuat Tari makin tersiksa."Bujuk terus agar kalian bisa tinggal satu atap!" "Bagaimana ya, sebenarnya akupun ingin tinggal bersama dengan Tari dan membuatnya tersiksa, tapi Aku ju
Aku mempersiapkan semua kebutuhan untuk pergi piknik bersama anak-anak. Kami akan pergi ke taman sesuai janji Mas Mozhaf. Waktuku bersama suamiku hanya dua hari, harus kami gunakan dengan sebaik mungkin."Sudah siap semua, Dik?" Tanya Mas Mozhaf dengan memegang pinggangku."Sudah, ini tinggal masukin buah-buahan." "Oke, aku dan anak-anak tunggu di mobil."Aku sengaja membawa makanan home Made agar lebih sehat, lagipula Mas Mozhaf lebih menyukai masakanku ketimbang beli di luar. Mbok Yenni turut kami ajak agar bisa membantu kami menjaga anak-anak.Drrrttt...drrtt... Ponselku bergetar, ku lihat ibu mertuaku menelepon. Segera aku angkat agar tidak membuat ibu mertuaku berpikir yang tidak-tidak karena tidak segera mengangkat teleponnya."Halo Bu..." ("Tari, kamu jangan menahan Mozhaf terus, sampai Nia tidak bisa menghubunginya!")"Bu, bukankah ini jatah hari Mas Mozhaf bersamaku?" ("Aduh kamu ini, gak ada pengertiannya sama sekali sih! Mozhaf dan Nia itu pengantin baru, sudah sepantasn
Kami segera pulang dari taman karena Haris sudah tantrum dan tidak mau lagi di taman, anakku yang terkecil masih merasa takut karena kejadian tadi yang hampir menimpanya.Tidak mau berlama-lama pula bersama Mas Rendra, walau kami ramai-ramai tetap saja Aku merasa risih jika harus duduk berlama-lama dengannya. Walau bagaimanapun Mas Rendra tetaplah seorang mantan suami."Ma, Adik Haris masih ketakutan?" Tanya gadis kecilku yang kini sudah berusia 10 tahun."Iya nih Ka. Adik Haris masih takut," Aku menatap Haris yang tengah duduk di kursi sampingku."Papaa.. huaaa.. Haris mau sama papa." Rengeknya."Sebentar Nak, kita berhenti dulu untuk menelepon papa." Segera aku menghentikan mobilku di tempat yang aman, lalu menggapai ponselku dan menekan nomor suamiku. Panggilan tersambung untuk beberapa saat lalu di angkat."Halo, Mas ini Haris sepertinya ingin bertemu denganmu, bisakah kamu ke rumah sebentar untuk menenangkannya?" ("Tari! Bukankah kamu sudah tahu jika Mas Mozhaf sedang bersamaku
"Sa..sa.. saya masih mencampurkan pil KB ke minuman Ibu kok, ti.. tidak pernah telat." Ucapnya terbata.Degh.. hatiku bagai disambar petir mendengar apa yang mbok Yenni ucapkan, ternyata selama ini Aku mengkonsumsi pil KB tanpa sepengetahuan diriku sendiri.Ternyata bukan karena Tuhan belum mempercayakan Aku lagi untuk mengandung melainkan ada orang yang dengan sengaja ingin agar aku tidak bisa mengandung anak Mas Mozhaf.Aku membuka lebar pintu kamar mbok Yenni, mbok Yenni sontak sangat terkejut melihatku menatapnya dingin, wajahnya penuh ketakutan saat melihatku."Apa yang aku dengar tadi itu benar, mbok?" Tanyaku dengan suara bergetar menahan amarah.Mbok Yenni segera mematikan teleponnya dan menyembunyikan ponselnya dariku."Apa benar mbok memberiku pil KB diam-diam? JAWAB!" Bentakku padanya yang sukses membuatnya makin ketakutan.Bukan malah menjawab mbok Yenni justru segera memeluk kakiku dengan tangis berderai. "Maafkan Mbok, Bu. Mbok terpaksa melakukan itu karena di ancam ba