Share

Madu Pilihan Mertua
Madu Pilihan Mertua
Penulis: Miss Yune

01. Adik Madu

"Maya, Kenalkan! Ini Wulan yang akan menjadi adik madumu," ucap Hani tersenyum pada sang menantu.

Bagai petir di siang bolong, Maya terkejut melihat sang mertua datang bersama wanita yang akan menjadi adik madunya. Dia tidak menyangka Hani benar-benar melaksanakan hal yang diucapkannya.

"Tapi, Bu, aku dan Mas Aris masih berusaha untuk melakukan program hamil. Mengapa ibu melakukan ini padaku?" balas Maya dengan tatapan sendu.

Hani tidak mempedulikan ucapan Maya, dia mengajak calon menantunya untuk masuk ke rumahnya. Wulan yang berjalan di samping Hani melewati Maya dengan menyunggingkan senyum pada calon kakak madunya.

"Mana Aris? Pasti dia sudah pulang kerja."

Aris yang sedang menikmati kopi dan pisang goreng buatan Maya terperangah. Dia menghampiri sang ibu yang sumringah melihat Aris. "Sini, Aris. Kamu pasti masih ingat dengan Wulan, bukan? Dia adalah anak dari Bude Murni, sepupu jauhmu. Dia yang akan menjadi istri keduamu, kau setuju, kan?"

Pandangan Aris tertuju pada wanita cantik di samping ibunya. Tentu saja dia masih ingat dengan Wulan. Janda beranak satu yang baru saja bercerai dari sang suami. Keluarga besar mereka cukup ramai membicarakan Wulan.

"Mas!" panggil Maya memutus lamunan Aris.

Kilat kecemburuan tercetak di mata Maya, dia kesal Aris menatap Wulan dengan tatapan tertarik. Tidak pernah dia membayangkan memiliki madu yang dipilih langsung oleh ibu mertua. Aris menoleh canggung pada sang istri. Pria itu tampak merasa bersalah dengan Wulan.

"Maaf, Bu. Aku sangat mencintai Maya. Tidak mungkin aku menduakannya," ujar Aris pada sang ibu.

Hani memandang sendu putra satu-satunya itu. Maya gelisah karena Hani pasti akan memulai drama. Setiap kali Aris menolak permintaan Hani pasti ibu mertuanya itu akan memasang wajah sedih.

"Kamu tega pada ibu, Nak. Ibu sudah tua dan ingin sekali menimang cucu. Apa kamu tidak mau berbakti pada Ibu yang telah membesarkanmu seorang diri? Tidakkah kau mau membahagiakan Ibu?" ujar Hana dengan wajah memelas.

Maya memutar bola matanya, dia sudah paham dengan sifat Hani. Lima tahun menikah dengan Aris membuatnya sangat hafal tabiat sang mertua. Belum lagi, Aris selalu luluh dengan air mata sang Ibu menjadikan Maya semakin kesal dengan sang suami yang tidak berpendirian.

"Bukan seperti itu, Bu. Aku tidak mau mengkhianati Maya. Dia telah menemaniku hingga aku sukses seperti ini. Bahkan, dia rela mengundurkan diri dari pekerjaannya untuk mengikuti program hamil. Harusnya, kita dapat bersabar menunggu sampai Maya hamil!" ucap Aris.

Perkataan Aris melegakan hati Maya, dia kira Aris akan langsung menyetujui permintaan Hani. Setidaknya, Aris masih memiliki hati dengan memahami perasaan Maya.

"Alah! Maya itu hanya seorang guru, tidak masalah bila berhenti dari pekerjaannya. Toh, keuangan kalian sudah lebih baik dari sebelumnya. Sekarang, Ibu tanya mana hasil dari program hamil itu? Tidak ada bukan? Satu tahun sudah kalian melakukan program hamil tidak kunjung membuahkan hasil. Berapa juta lagi yang akan kalian habiskan untuk hal tidak berguna itu. Jangan-jangan memang benar perkataan orang lain! Maya itu mandul!" Hani menatap Maya dengan sinis.

Hati Maya mencelos ketika Hani mengatakan hal itu. Selama ini, Hani tidak pernah menghina Maya dengan sebutan mandul. Selama ini, mertuanya itu hanya selalu menanyakan kapan dia hamil.

Dari awal menikah dengan Aris, Hani memang terlihat tidak menyukai Maya. Perempuan itu berusaha mengambil hati Hani, tetapi gagal karena Maya tidak dapat mengabulkan keinginan Hani untuk memberinya cucu.

"Bu, jangan mengatakan hal buruk seperti itu! Aku tidak suka ibu menghina Maya!" bentak Aris

"Kamu itu selalu membela Maya, bahkan kamu membentak ibumu sendiri. Mungkin memang Ibu ditakdirkan untuk meninggal tanpa pernah menimang cucu!" balas Hani.

Wulan mengelus punggung Hani yang menitikkan air mata. Dia mencoba untuk menenangkan Hani. Hal itu, menjadi perhatian bagi Maya.

"Bu, jangan pernah mengucapkan hal seperti itu. Tidak baik. Wulan yakin Ibu akan sehat dan menimang cucu yang Ibu dambakan. Mas, bila kamu memang tidak setuju aku menjadi istri keduamu tidak apa-apa. Aku mengerti kalau Mas Aris pasti sangat mencintai Mbak Maya. Aku datang ke sini hanya untuk memenuhi keinginan Ibu," ucap Wulan dengan lembut.

"Sudahlah Wulan, tidak perlu kau mengatakan hal itu. Aris memang tidak menyayangi ibunya sendiri, dia tidak ingin mewujudkan keinginan ibu untuk memiliki seorang cucu." Masih dengan menangis, Hani mengatakan sesuatu yang membuat Aris iba.

"Bukan seperti itu maksudku, Bu. Tolong jangan menangis lagi, Aris tidak mau Ibu bersedih," ujar Aris merasa bersalah karena telah membentak sang ibu.

Maya tidak dapat mengatakan apa pun. Dia memang belum bisa membahagiakan mertua dan suaminya dengan menghadirkan seorang anak. Akan tetapi, dia tidak terima bila harus memiliki madu.

Perempuan berkulit kuning langsat itu tidak ingin membagi cinta sang suami dengan wanita lain. Tidak ada jaminan Aris bisa berlaku adil bila memiliki dua istri. Selama ini, Maya saja harus bersaing dengan Hani untuk mendapatkan perhatian sang suami. Bagaimana nasib Maya bila harus menerima madu pahit dari sang mertua?

"Kalau begitu, Ibu ingin kau menikahi Wulan. Dia itu adalah janda yang sudah memiliki anak. Dapat dipastikan kalau rahimnya subur. Tidak ada salahnya kau menikahi janda. Lagi pula, anak Wulan juga diasuh oleh neneknya. Jadi, kau tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut," ucap Hani.

"Untuk menikah lagi, tentu Aris harus meminta izin dari Maya. Jadi, semuanya tergantung dengan jawaban dari Maya. Maukah dia bersedia mengizinkan aku untuk menikah lagi?"

Semua mata tertuju pada Maya yang sedari tadi mendengarkan perdebatan antara Aris dan Hani. Hatinya bimbang dengan semua yang terjadi dalam hidupnya. Menjadi perempuan yang dianggap mandul adalah suatu hal yang menyakitkan.

"Maya, Ibu mohon izinkan Aris untuk menikah lagi. Kamu telah berusaha selama lima tahun untuk mendapatkan seorang anak, tetapi tidak membuahkan hasil. Tolong Ibu yang sudah mendambangan seorang cucu. Ibu yakin Aris dapat berlaku adil padamu. Bukankah, surga jaminannya bila kamu ikhlas dimadu?"

Mendadak Hani bersikap baik dan memohon pada Maya. Aris yang berada di sampingnya seolah menunggu jawaban yang akan dilontarkan oleh sang istri. Wulan yang duduk bersebrangan dengannya menatap Maya dengan pandangan penuh harap.

Pikiran Maya berkecamuk, dia tidak ingin di madu. Akan tetapi, dia tidak ingin terus ditekan untuk memiliki seorang anak. Jujur saja, itu menjadi beban tersendiri baginya.

Dengan menatap tiga orang yang menunggu jawabannya, Maya menetapkan hatinya untuk mengabulkan permintaan sang mertua.

"Aku akan mengizinkan Mas Aris untuk menikah lagi. Akan tetapi, aku memiliki sebuah syarat yang harus dipenuhi!"

Hani tersenyum mendengar jawaban Maya. "Apa syarat yang kamu inginkan, Maya?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status