Maya termenung memikirkan malam yang dilewati oleh Aris dan Wulan. Tidak ada yang memikirkan perasaannya, perempuan itu merasa dirinya sangat bodoh karena membiarkan suaminya menikah lagi.
Malam itu Maya lewati dengan sedih, berbaring di tempat tidur dengan perasaan gelisah. Maya tidak bisa memejamkan matanya sama sekali. Perasaannya sungguh tidak terkira. Bayang-bayang Aris bertukar peluh dengan perempuan lain terus menghantui Maya. Sanggupkah dia ikhlas dengan semua yang terjadi? Penyesalan terus menghantuinya. "Semoga saja, Aris menepati janjinya dengan berlaku adil. Akan tetapi, aku tetap tidak sanggup melihat Mas Aris bersama Wulan," gumam Maya sambil berusaha memejamkan matanya. "Maya, kamu belum tidur?" ucap sebuah suara dari luar kamarnya. "Belum! Aku belum tidur, Bu. Ada apa?" Perlahan Maya berjalan menuju daun pintu. Terlihat wajah sang ibu mertua tanpa senyum. "Ibu hanya ingin memberitahukanmu. Jangan tidur terlalu malam! Besok, kita harus memasak enak untuk menyambut kedatangan Wulan," ujar Hani dengan senyum. Maya menghela napas, dia tidak habis pikir dengan sang ibu mertua. Perempuan paruh baya yang tidak pernah menyukainya itu sangat senang dengan Wulan. Tidak tahu hal yang diucapkannya sangat menyakiti hati Maya. "Kalau Ibu memang ingin menyambut maduku itu, silakan, Bu. Akan tetapi, aku tidak bisa membantu Ibu. Aku tidak memiliki tenaga untuk memasak. Sudah cukup lelah dengan menghadiri pesta pernikahan antara Wulan dan Mas Aris!" balas Maya dengan tegas. "Memangnya apa sih yang kamu lakukan? Padahal kamu tidak berkontribusi apa pun pada pesta pernikahan Aris!" tukas Hani kesal dengan penolakan Maya. "Aku sibuk menata hati, Bu. Semua orang tahu kalau aku bersedih, mungkin hanya Ibu yang tidak mempedulikan perasaanku," ujar Maya. Tidak peduli dengan semua sikap Hani, Maya menyuarakan isi hatinya. Dia sudah lelah dengan semua hal yang direncanakan oleh Hani. Bukan tanpa sebab Hani memilihkan madu untuknya. Pasti, mertuanya itu sangat senang telah mencapai hal yang dia inginkan. "Kamu sudah menyetujui Aris menikah lagi, kan? Jadi, jangan membicarakan hal yang tidak penting! Kamu juga tidak tahu perasaan Ibu yang menginginkan seorang cucu. Di saat semua orang telah melihat cucu mereka lahir, Ibu hanya bisa mendambakannya," ucap Hani membuat hati Maya berdenyut. Satu hal yang belum bisa dia lakukan yaitu memberikan anak bagi Aris. Berbagai cara sudah dia tempuh selama lima tahun ini. Akan tetapi, hasilnya nihil. Belum ada janin yang berkembang dari rahimnya. Setiap pertanyaan orang tentang anak hanya dia jawab dengan senyuman. Hingga Hani menghadirkan orang lain di pernikahannya. Ingin sekali dia mencegah poligami yang dilakukan Aris, tetapi dia tidak kuasa. "Terus saja Ibu menyudutkanku, kita lihat saja nanti madu pahit yang Ibu bawa itu akan mewujudkan keinginan Ibu atau tidak," balas Maya. "Jangan bicara sembarangan, Wulan sudah pernah melahirkan seorang anak. Itu adalah jaminan bahwa dia adalah wanita yang subur. Tidak seperti kamu!" Perkataan Hani bagai pisau yang menancap di ulu hatinya. "Sudah cukup perdebatan kita, Bu. Intinya, aku tidak bisa menyambut Wulan besok. Aku ingin beristirahat dan menata hatiku. Jadi, silakan Ibu menyiapkan semua hal yang Ibu inginkan. Aku ingin istirahat, Bu," ucap Maya tidak ingin memancing perdebatan lebih jauh lagi. Maya menutup pintu dengan pelan, dia tetap tidak bisa bersikap sinis pada sang mertua. Biar bagaimana pun, Hani adalah Ibu dari suaminya. Sudah sepatutnya dia bersikap baik pada Hani. Perempuan itu berjalan menuju ranjangnya yang dingin. Ingatannya berputar pada saat Aris melamarnya. Sang Kakak yang tinggal di desa saat itu tidak begitu menyukai Aris. Kakaknya yang bernama Rendra, kini sedang merantau ke daerah Kalimantan untuk bekerja. Maya tidak berani mengatakan tentang pernikahan kedua Aris. Dia takut Rendra marah dan memintanya untuk bercerai. Meskipun, hatinya sangat sakit dengan keputusan Aris yang tetap menikah dengan Wulan, Maya masih mencintai sang suami. Dia berharap mendapatkan sebuah keajaiban, ingin sekali Maya merasakan nikmatnya masa kehamilan. "Andaikan, kamu lekas hadir di rahimku, Nak. Aku mungkin tidak akan merasakan sakitnya di poligami," gumam Maya sambil mengelus perutnya. *** Di sebuah kamar hotel, seorang wanita menggunakan pakaian tipis menyambut sang suami yang baru saja keluar dari kamar mandi. Wanita itu adalah Wulan yang baru saja melangsungkan pernikahan dengan Aris. Aris tidak tergoda melihat Wulan yang memperlihatkan lekuk tubuhnya. Pikirannya masih tertuju pada Maya yang terlihat sedih melepaskan kepergiannya bersama Wulan. Tega sekali dia menduakan Maya. Janjinya untuk membahagiakan sang pujaan hati rasanya hanya di lisan saja. Dia tidak dapat menunjukkan wajahnya bila Rendra —Kakak Maya— mengetahui adiknya di poligami. 'Benarkah hal yang aku lakukan ini, Tuhan? Aku tahu Maya pasti sangat sedih di madu. Akan tetapi, aku tidak dapat menolak keinginan ibuku,' batin Aris. Melihat reaksi Aris yang biasa saja, Wulan berinisiatif untuk menggoda sang suami. "Mas! Apa kamu tidak ingin melakukannya? Kita harus memenuhi permintaan Ibu untuk memberikan cucu untuknya." Wulan meraba tubuh Aris yang dapat dia jangkau. Tentu saja sebagai pria normal, Aris tergoda dengan sentuhan yang diberikan oleh istri keduanya itu. "Mas, aku ini sudah menjadi istrimu. Aku juga halal untukmu. Jangan memikirkan orang lain ketika kita sedang bersama," ucap Wulan yang mengetahui pikiran Aris tertuju pada Maya. Aris yang sudah terangs*ng dengan hal yang dilakukan oleh Wulan akhirnya melakukan aktivitas panasnya dengan janda beranak satu yang telah menjadi istrinya. Wulan menyeringai setelah mendapatkan hal yang dia inginkan. "Aku mencintaimu, Mas Aris. Akan aku pastikan hanya akulah istrimu ke depannya." Senyum licik Wulan tersungging, dia memikirkan berbagai cara untuk menyingkirkan Maya. Semua hal itu sudah dia rencanakan tepat ketika Hani memintanya untuk menjadi istri kedua Aris. Wulan bukan wanita bodoh yang ingin terus menjadi istri kedua. Semua orang pasti ingin menjadi satu-satunya bagi pria yang dia cintai. Tidak terkecuali dengan Wulan. "Aku pasti akan menjadi istri satu-satunya bagimu, Mas," ujar Wulan sambil memeluk Aris yang sudah lebih dahulu menuju alam mimpi. *** Bersambung. Terima kasih telah membaca. Ikuti terus kisah Aris, Maya, dan Wulan, ya.Maya sama sekali tidak membantu Hani mempersiapkan kedatangan Wulan. Perlakuan Hani cukup membuatnya sakit hati. Tidak mungkin dia dengan senang hati menyambut madu pahit pilihan mertuanya itu."Lihat saja, nanti! Ibu akan mengadukan sikapmu ini pada Aris. Dia pasti akan membela Ibu!" ucap Hani ketika Maya tidak membantunya sama sekali."Ya, Bu. Lihat saja, nanti! Aku pastikan Mas Aris tidak akan marah dengan sikapku," ujar Maya sambil berlalu dari hadapan Hani yang menatapnya tidak suka. Siang hari, Wulan dan Aris pulang, wajah Wulan sangat sumringah. Hani menyambutnya dengan senyum mengembang. Dia tahu rencana yang telah disusunnya pasti berhasil. Setelah ini, dia akan mempengaruhi Aris untuk menceraikan Maya yang menurutnya tidak berguna. "Assalamualaikum," ucap Wulan dan Aris berbarengan. "Waalaikumsalam. Wah, pengantin baru sudah datang! Ibu lihat kalian sangat sumringah, pasti malam pertamanya berhasil," balas Hani dengan senyum penuh arti. Maya menatap Wulan dan Aris dengan
"Jangan memberitahukan pada Mas Rendra kalau aku menikah lagi, May," ucap Aris. Pria itu tercengang karena ikatan batin antara Maya dan Rendra tampaknya begitu kuat. Terbukti saat Maya bersedih, Rendra langsung menghubungi sang adik. Maya hanya diam tidak membalas ucapan Aris.Tidak pernah terpikirkan oleh Maya untuk mengadukan nasibnya pada sang kakak. Perempuan itu berusaha untuk menerima semua hal yang terjadi. Tidak dapat dipungkiri bila hatinya sangat sakit. Akan tetapi, dia sendiri yang telah menyetujui pernikahan Aris dan Wulan.Maya mengangkat panggilan ponsel yang sedari tadi telah menunggu. Suara bariton menyapanya dari seberang."Assalamualaikum, Halo May. Bagaimana kabarmu? Apa kamu baik-baik saja?" tanya Rendra.Pertanyaan Rendra sontak membuatnya bersedih. Bila ditanya tentang keadaannya, dia sangat ingin menjawab dengan jujur. Sontak Maya melirik Rendra yang menatapnya dengan cemas."Ya, aku baik-baik saja. Mas Rendra, apa kabar? Bagaimana pekerjaan di sana?" jawab May
"Tidak! Aku tidak bisa mengabulkan keinginanmu, Maya. Kuharap kamu tetap bersabar dan tinggal bersama dengan Wulan. Gajiku tidak mungkin cukup untuk menyewa sebuah rumah apalagi membeli rumah. Aku masih memiliki harga diri dan tidak akan membiarkanmu pulang ke rumah orang tuamu," ujar Aris ketika mendengar ucapan Maya. "Tetapi, aku berhak mendapatkan ketenangan. Dengan meminta aku seatap dengan Ibu saja sudah membuatku tidak nyaman, sekarang kamu memintaku untuk seatap dengan maduku. Entah terbuat dari apa hatimu, Mas," balas Maya dengan wajah sendu. "Nanti, bila Mas naik gaji. Mas akan menyewa sebuah rumah untukmu agar kamu merasakan kenyamanan. Untuk saat ini, aku tidak akan bisa mengabulkan permintaanmu," tukas Aris. Maya diam tidak membalas perkataan Aris. Padahal, dia sudah memberikan solusi yang paling masuk akal. Aris dengan semua harga dirinya menolak membiarkan Maya kembali ke rumahnya. Pria itu membiarkan hari Maya terus terluka, tanpa mengobatinya. Mungkin benar, sudah
"Sudahlah, Bu. Jangan ribut seperti ini. Aku akan makan nanti, silakan Ibu dan Wulan makan terlebih dahulu," ucap Aris tidak ingin kedua wanita yang paling disayanginya itu saling bertengkar."Bukan Ibu yang salah, Maya sudah mulai membantah perkataan Ibu. Seharusnya, kamu bisa menegurnya dan memberitahukannya bila hal yang dilakukannya itu salah! Jangan selalu membantah perkataan Ibu bila tetap ingin berada di rumah ini," balas Hani pada sang putra.Dari dulu, entah mengapa Hani sangat tidak menyukai Maya. Sejak awal berpacaran dengan Aris, tidak ada satu pun dari Maya yang membuat Hani menerima menantunya itu. Ditambah, Maya merupakan seorang yatim piatu yang hanya memiliki seorang kakak. Selain itu, Maya tidak dapat mengambil hati Hani walau telah melakukan semua cara. Bahkan, dia mengundurkan diri dari pekerjaan karena hasutan Hani pada sang suami yang mengatakan kalau dengan bekerja membuat Maya tidak kunjung hamil.Pada kenyataannya, setelah dia berhenti kerja. Hani selalu meng
Aris membuktikan ucapannya, dia ingin bermalam dengan sang istri. Wulan tidak bisa mengubah keputusan suaminya itu. Ada perasaan bersalah dalam hati Aris bila dia berubah pikiran. Tidak mungkin dia terus menyakiti hati Maya. Pada malam hari, Aris ingin menyalurkan hasratnya pada sang istri, tetapi Maya tidak menginginkan hal tersebut. Dia memutuskan untuk menghindar dari Aris. Namun, Aris mengatakan suatu hal yang membuat Maya tersentak. "Kamu ingin terus menghindar dariku? Padahal kamu tahu kalau menolak keinginan suami utnuk berhubungan akan mendapatkan laknat malaikat di sepanjang malam," ucap Aris sudah kehilangan kesabaran. Tidak mungkin dia pindah ke kamar Wulan untuk sekadar menuntaskan nafsunya, setega itukah Aris pada istrinya sendiri. Walau tidak ada cinta dalam dirinya untuk istri keduanya itu, dia tidak ingin terus menyakiti Maya. Akan tetapi, pria itu sadar kalau telah berjanji akan bersikap adil pada kedua istrinya. Maya menatap tajam Aris ketika pria itu menguacapak
"Jadi, apa yang dapat kamu lakukan Wulan?" tanya Aris kesal dengan pernyataan istri keduanya. "Aku tidak mungkin melakukan pekerjaan rumah. Mas tahu bukan kalau di rumahku saja aku dilayani dengan pelayan. Jadi, aku ingin Mas juga menyiapkan hal tersebut. Lagi pula, aku bukan pengangguran seperti Mbak Maya," ujar Wulan dengan sombong. Menjadi seorang karyawan di sebuah perusahaan swasta membuat Wulan sangat congkak. Berbeda dengan Maya yang merupakan seorang rumah tangga, Wulan merasa dirinya lebih dibandingkan dengan Maya. Belum lagi, kenyataan bahwa Wulan telah memiliki anak dari pernikahannya yang terdahulu. Rumor tentang Maya yang tidak dapat memiliki seorang anak sudah bukan hal baru bagi keluarga besar mereka. Hadirnya Wulan ditengah ucapan Hani yang menginginkan seorang cucu membuat rumah tangga Maya berada di ujung tanduk. "Mengapa tidak mungkin? Dulu ketika aku bekerja, aku tetap melakukan semua pekerjaan rumah tangga. Jangan karena kau bekerja lalu menginginkanku unt
"Katakan sekali lagi, apa yang kau lakukan!" tegas Maya dengan membulatkan mata.Aris meringis melihat kilat amarah di mata Maya. Wulan memaksanya memberikan nafkah padanya. Tadinya, dia ingin memberikan sebagian pada Maya, tetapi istri mudanya itu meyakinkan Aris kalau Wulan dapat mengelola keuangan dengan baik. Dengan mudah, Aris luluh tanpa mempertimbangkan akibatnya. Dia memberikan gajinya pada Wulan ketika keduanya menghabiskan malam pertama mereka. Entah apa yang ada dipikiran Aris, dia seolah terhipnotis dengan semua ucapan Wulan."Aku sudah memberikan jatah bulan ini pada Wulan, May," ucap Aris. Maya menaikkan alisnya, baru beberapa hari mendua Aris sudah berlaku tidak adil padanya. "Apa kamu ingat janjimu ketika meminta untuk menikah lagi, Mas? " tanya Maya."Ya, tentu aku mengingat setiap perkataanku, May," jawab Aris dengan pelan.Janji hanyalah janji, dia tidak dapat memenuhi semua ucapannya. Baru saja menikah, dia sudah memperlakukan Maya dengan tidak adil. Pria itu ter
"Mas, kamu harusnya bisa mengatur Mbak Maya agar tidak semena-mena padaku. Tidak mungkin aku bisa mengatur keuangan sekaligus mengerjakan pekerjaan rumah," ujar Wulan masih mendumal."Kamu sendiri yang ingin mengambil jatah Maya. Jangan salahkan Maya bila dia tidak ingin melakukan pekerjaan rumah. Aku berangkat sekarang karena sudah hampir telat bila aku jalan jam tujuh," balas Aris.Nasi goreng buatan Maya telah tandas begitu saja. Aris yakin setelah ini, Maya tidak mungkin dengan suka rela memasak untuknya. Mata Maya menyorotkan kekecewaan yang mendalam. Janji berlaku adil pada Maya dan Wulan tidak dapat ditepatinya. Cintanya memang pada Maya, tetapi dia terhasut dengan ucapan Hani dengan memberikan uang gaji sepenuhnya pada istri keduanya."Ini semua salah Ibu! Bila aku tidak menuruti perkataan Ibu, pasti Maya tidak akan marah seperti itu!" ujar Aris menyalahkan ibunya."Lho, kamu sendiri yang mengikuti permintaan Ibu. Jangan malah menyalahkan Ibu seperti ini! Ibu menyuruhmu melak