Share

06. Kesedihan Maya

Maya termenung memikirkan malam yang dilewati oleh Aris dan Wulan. Tidak ada yang memikirkan perasaannya, perempuan itu merasa dirinya sangat bodoh karena membiarkan suaminya menikah lagi.

Malam itu Maya lewati dengan sedih, berbaring di tempat tidur dengan perasaan gelisah. Maya tidak bisa memejamkan matanya sama sekali. Perasaannya sungguh tidak terkira.

Bayang-bayang Aris bertukar peluh dengan perempuan lain terus menghantui Maya. Sanggupkah dia ikhlas dengan semua yang terjadi? Penyesalan terus menghantuinya.

"Semoga saja, Aris menepati janjinya dengan berlaku adil. Akan tetapi, aku tetap tidak sanggup melihat Mas Aris bersama Wulan," gumam Maya sambil berusaha memejamkan matanya.

"Maya, kamu belum tidur?" ucap sebuah suara dari luar kamarnya.

"Belum! Aku belum tidur, Bu. Ada apa?" Perlahan Maya berjalan menuju daun pintu.

Terlihat wajah sang ibu mertua tanpa senyum. "Ibu hanya ingin memberitahukanmu. Jangan tidur terlalu malam! Besok, kita harus memasak enak untuk menyambut kedatangan Wulan," ujar Hani dengan senyum.

Maya menghela napas, dia tidak habis pikir dengan sang ibu mertua. Perempuan paruh baya yang tidak pernah menyukainya itu sangat senang dengan Wulan. Tidak tahu hal yang diucapkannya sangat menyakiti hati Maya.

"Kalau Ibu memang ingin menyambut maduku itu, silakan, Bu. Akan tetapi, aku tidak bisa membantu Ibu. Aku tidak memiliki tenaga untuk memasak. Sudah cukup lelah dengan menghadiri pesta pernikahan antara Wulan dan Mas Aris!" balas Maya dengan tegas.

"Memangnya apa sih yang kamu lakukan? Padahal kamu tidak berkontribusi apa pun pada pesta pernikahan Aris!" tukas Hani kesal dengan penolakan Maya.

"Aku sibuk menata hati, Bu. Semua orang tahu kalau aku bersedih, mungkin hanya Ibu yang tidak mempedulikan perasaanku," ujar Maya.

Tidak peduli dengan semua sikap Hani, Maya menyuarakan isi hatinya. Dia sudah lelah dengan semua hal yang direncanakan oleh Hani. Bukan tanpa sebab Hani memilihkan madu untuknya. Pasti, mertuanya itu sangat senang telah mencapai hal yang dia inginkan.

"Kamu sudah menyetujui Aris menikah lagi, kan? Jadi, jangan membicarakan hal yang tidak penting! Kamu juga tidak tahu perasaan Ibu yang menginginkan seorang cucu. Di saat semua orang telah melihat cucu mereka lahir, Ibu hanya bisa mendambakannya," ucap Hani membuat hati Maya berdenyut.

Satu hal yang belum bisa dia lakukan yaitu memberikan anak bagi Aris. Berbagai cara sudah dia tempuh selama lima tahun ini. Akan tetapi, hasilnya nihil. Belum ada janin yang berkembang dari rahimnya.

Setiap pertanyaan orang tentang anak hanya dia jawab dengan senyuman. Hingga Hani menghadirkan orang lain di pernikahannya. Ingin sekali dia mencegah poligami yang dilakukan Aris, tetapi dia tidak kuasa.

"Terus saja Ibu menyudutkanku, kita lihat saja nanti madu pahit yang Ibu bawa itu akan mewujudkan keinginan Ibu atau tidak," balas Maya.

"Jangan bicara sembarangan, Wulan sudah pernah melahirkan seorang anak. Itu adalah jaminan bahwa dia adalah wanita yang subur. Tidak seperti kamu!" Perkataan Hani bagai pisau yang menancap di ulu hatinya.

"Sudah cukup perdebatan kita, Bu. Intinya, aku tidak bisa menyambut Wulan besok. Aku ingin beristirahat dan menata hatiku. Jadi, silakan Ibu menyiapkan semua hal yang Ibu inginkan. Aku ingin istirahat, Bu," ucap Maya tidak ingin memancing perdebatan lebih jauh lagi.

Maya menutup pintu dengan pelan, dia tetap tidak bisa bersikap sinis pada sang mertua. Biar bagaimana pun, Hani adalah Ibu dari suaminya. Sudah sepatutnya dia bersikap baik pada Hani.

Perempuan itu berjalan menuju ranjangnya yang dingin. Ingatannya berputar pada saat Aris melamarnya. Sang Kakak yang tinggal di desa saat itu tidak begitu menyukai Aris.

Kakaknya yang bernama Rendra, kini sedang merantau ke daerah Kalimantan untuk bekerja. Maya tidak berani mengatakan tentang pernikahan kedua Aris. Dia takut Rendra marah dan memintanya untuk bercerai.

Meskipun, hatinya sangat sakit dengan keputusan Aris yang tetap menikah dengan Wulan, Maya masih mencintai sang suami. Dia berharap mendapatkan sebuah keajaiban, ingin sekali Maya merasakan nikmatnya masa kehamilan.

"Andaikan, kamu lekas hadir di rahimku, Nak. Aku mungkin tidak akan merasakan sakitnya di poligami," gumam Maya sambil mengelus perutnya.

***

Di sebuah kamar hotel, seorang wanita menggunakan pakaian tipis menyambut sang suami yang baru saja keluar dari kamar mandi. Wanita itu adalah Wulan yang baru saja melangsungkan pernikahan dengan Aris.

Aris tidak tergoda melihat Wulan yang memperlihatkan lekuk tubuhnya. Pikirannya masih tertuju pada Maya yang terlihat sedih melepaskan kepergiannya bersama Wulan. Tega sekali dia menduakan Maya.

Janjinya untuk membahagiakan sang pujaan hati rasanya hanya di lisan saja. Dia tidak dapat menunjukkan wajahnya bila Rendra —Kakak Maya— mengetahui adiknya di poligami.

'Benarkah hal yang aku lakukan ini, Tuhan? Aku tahu Maya pasti sangat sedih di madu. Akan tetapi, aku tidak dapat menolak keinginan ibuku,' batin Aris.

Melihat reaksi Aris yang biasa saja, Wulan berinisiatif untuk menggoda sang suami. "Mas! Apa kamu tidak ingin melakukannya? Kita harus memenuhi permintaan Ibu untuk memberikan cucu untuknya."

Wulan meraba tubuh Aris yang dapat dia jangkau. Tentu saja sebagai pria normal, Aris tergoda dengan sentuhan yang diberikan oleh istri keduanya itu.

"Mas, aku ini sudah menjadi istrimu. Aku juga halal untukmu. Jangan memikirkan orang lain ketika kita sedang bersama," ucap Wulan yang mengetahui pikiran Aris tertuju pada Maya.

Aris yang sudah terangs*ng dengan hal yang dilakukan oleh Wulan akhirnya melakukan aktivitas panasnya dengan janda beranak satu yang telah menjadi istrinya. Wulan menyeringai setelah mendapatkan hal yang dia inginkan.

"Aku mencintaimu, Mas Aris. Akan aku pastikan hanya akulah istrimu ke depannya."

Senyum licik Wulan tersungging, dia memikirkan berbagai cara untuk menyingkirkan Maya. Semua hal itu sudah dia rencanakan tepat ketika Hani memintanya untuk menjadi istri kedua Aris.

Wulan bukan wanita bodoh yang ingin terus menjadi istri kedua. Semua orang pasti ingin menjadi satu-satunya bagi pria yang dia cintai. Tidak terkecuali dengan Wulan.

"Aku pasti akan menjadi istri satu-satunya bagimu, Mas," ujar Wulan sambil memeluk Aris yang sudah lebih dahulu menuju alam mimpi.

***

Bersambung.

Terima kasih telah membaca. Ikuti terus kisah Aris, Maya, dan Wulan, ya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status