"Jadi, apa yang dapat kamu lakukan Wulan?" tanya Aris kesal dengan pernyataan istri keduanya. "Aku tidak mungkin melakukan pekerjaan rumah. Mas tahu bukan kalau di rumahku saja aku dilayani dengan pelayan. Jadi, aku ingin Mas juga menyiapkan hal tersebut. Lagi pula, aku bukan pengangguran seperti Mbak Maya," ujar Wulan dengan sombong. Menjadi seorang karyawan di sebuah perusahaan swasta membuat Wulan sangat congkak. Berbeda dengan Maya yang merupakan seorang rumah tangga, Wulan merasa dirinya lebih dibandingkan dengan Maya. Belum lagi, kenyataan bahwa Wulan telah memiliki anak dari pernikahannya yang terdahulu. Rumor tentang Maya yang tidak dapat memiliki seorang anak sudah bukan hal baru bagi keluarga besar mereka. Hadirnya Wulan ditengah ucapan Hani yang menginginkan seorang cucu membuat rumah tangga Maya berada di ujung tanduk. "Mengapa tidak mungkin? Dulu ketika aku bekerja, aku tetap melakukan semua pekerjaan rumah tangga. Jangan karena kau bekerja lalu menginginkanku unt
"Katakan sekali lagi, apa yang kau lakukan!" tegas Maya dengan membulatkan mata.Aris meringis melihat kilat amarah di mata Maya. Wulan memaksanya memberikan nafkah padanya. Tadinya, dia ingin memberikan sebagian pada Maya, tetapi istri mudanya itu meyakinkan Aris kalau Wulan dapat mengelola keuangan dengan baik. Dengan mudah, Aris luluh tanpa mempertimbangkan akibatnya. Dia memberikan gajinya pada Wulan ketika keduanya menghabiskan malam pertama mereka. Entah apa yang ada dipikiran Aris, dia seolah terhipnotis dengan semua ucapan Wulan."Aku sudah memberikan jatah bulan ini pada Wulan, May," ucap Aris. Maya menaikkan alisnya, baru beberapa hari mendua Aris sudah berlaku tidak adil padanya. "Apa kamu ingat janjimu ketika meminta untuk menikah lagi, Mas? " tanya Maya."Ya, tentu aku mengingat setiap perkataanku, May," jawab Aris dengan pelan.Janji hanyalah janji, dia tidak dapat memenuhi semua ucapannya. Baru saja menikah, dia sudah memperlakukan Maya dengan tidak adil. Pria itu ter
"Mas, kamu harusnya bisa mengatur Mbak Maya agar tidak semena-mena padaku. Tidak mungkin aku bisa mengatur keuangan sekaligus mengerjakan pekerjaan rumah," ujar Wulan masih mendumal."Kamu sendiri yang ingin mengambil jatah Maya. Jangan salahkan Maya bila dia tidak ingin melakukan pekerjaan rumah. Aku berangkat sekarang karena sudah hampir telat bila aku jalan jam tujuh," balas Aris.Nasi goreng buatan Maya telah tandas begitu saja. Aris yakin setelah ini, Maya tidak mungkin dengan suka rela memasak untuknya. Mata Maya menyorotkan kekecewaan yang mendalam. Janji berlaku adil pada Maya dan Wulan tidak dapat ditepatinya. Cintanya memang pada Maya, tetapi dia terhasut dengan ucapan Hani dengan memberikan uang gaji sepenuhnya pada istri keduanya."Ini semua salah Ibu! Bila aku tidak menuruti perkataan Ibu, pasti Maya tidak akan marah seperti itu!" ujar Aris menyalahkan ibunya."Lho, kamu sendiri yang mengikuti permintaan Ibu. Jangan malah menyalahkan Ibu seperti ini! Ibu menyuruhmu melak
"Bukan begitu maksudku. Aku hanya ingin Mas Aris bersikap adil! Bahkan, keuangan rumah tangga dipegang oleh Wulan. Padahal, mereka baru menikah satu hari. Hal ini membuat batinku tersiksa, Put. Aku tidak sanggup bertahan dengan semua ini. Aku sangat ingin bercerita dengan Mas Rendra, tetapi hal itu tidak mungkin karena dia pasti akan langsung pulang dari tugasnya di Kalimantan. Aku tidak ingin membuatnya khawatir," ungkap Maya menceritakan kegelisahannya. "Lalu, apa yang kamu inginkan? Kamu tidak ingin berpisah padahal Aris sudah bersikap tidak adil. Akan tetapi, bila terus bertahan kamu juga tidak sanggup. Bila kau menceritakan perihal rumah tanggamu pada Mas Rendra. Aku yakin dia memintamu untuk segera mengurus perpisahan dengan suamimu," balas Putri yang sedikit banyak telah mengetahui sifat Rendra. Rendra sangat menyayangi Maya, adik satu-satunya. Bila Rendra mengetahui Maya telah disia-siakan begitu saja. Pasti pria itu sangat marah dan memberikan pelajaran pada adik iparnya. N
"Begitukah menurutmu?" tanya Putri gemas sekali pada ucapan Wulan. "Ya, memang seperti itulah seharusnya. Akan tetapi, kita lihat saja nanti apakah Mas Aris dapat menjalani kehidupan poligami ini dengan baik. Yang pasti, aku akan melakukan semua cara untuk mempertahankan pernikahanku. Tidak mungkin aku menyerah begitu saja pada wanita yang baru saja datang di kehidupan kami," jawab Maya masih berharap Aris bersikap adil pada dirinya. "Bila dia dapat bersikap adil aku dapat memaklumi sikapmu yang masih ingin mempertahankannya. Akan tetapi, bila kamu terus mengalami hal yang membuatmu kembali kecewa. Aku rasa, kamu tahu apa yang harus kamu lakukan," balas Putri. "Yah begitulah, terkadang aku hanya tidak tahan dengan tajamnya mulut orang lain. Apa lagi, jika orang itu adalah mertuaku sendiri. Rasanya begitu sakit mendengar semua ucapan Aris," ujar Maya mengungkapkan kegelisahannya. "Aku tahu benar Bu Hani. Sangat disayangkan dia menjadi mertuamu, tetapi ya sudahla. Kamu harus me
Maya bertekad untuk memberitahukan hal yang dilihat pada Hani. Entah reaksi apabyang akan diberikan oleh mertuanya. Maya tidak ingin Aris semakin terjerat dengan Wulan. Perempuan yang ternyata tidak dapat menjaga dirinya sama sekali.Tidak mungkin pria yang bepergian bersama Wulan merupakan rekan kerja atau client Wulan. Tentu saja, Maya tidak bodoh dengan tetap diam atas ketidaksetiaan Wulan. Dia ingin Hani membuka mata kalau madu pilihannya adalah seorang wanita yang tidak pantas bersanding dengan Aris. Ketika sampai di rumah, Maya disambut oleh Hani yang memasang wajah menyebalkan. Wanita paruh baya itu kesal dengan Maya yang keluar dari rumah seharian.“Dari mana saja, kamu?” tanya Hani melipat tangan di depan dadanya.“Maafkan aku karena pergi terlalu lama, Bu. Akan tetapi, aku ingin menenangkan diriku dengan bertemu dengan sahabatku,” jawab Maya mulai berani menjawab pertanyaan Hani.Bila hal ini terjadi di masa lampau ketika tidak ada Wulan dalam rumah tangganya. Maya tidak a
"Terserah, Tante saja. Aku yakin, Mas Aris tidak akan menceraikanku. Walaupun ada seribu Wulan pun, aku tahu suamiku hanya mencintaiku. Mas Aris melakukannya poligami untuk berbakti pada Ibu," ujar Maya menatap Hani sendu. "Ya, kita akan tahu semuanya ketika Aris datang nanti!" balas Utami tidak ingin kalah dengan Maya. Maya lelah berdebat dengan Utami dan sang ibu mertua. Perempuan itu memilih pergi dari hadapan kedua wanita paruh baya yang selalu memojokkannya. "Eh, kamu mau ke mana? Masak dulu untuk makan malam kita," perintah Hani pada sang menantu. "Memangnya Ibu sudah membeli bahan masakan? Kalau belum, lebih baik minta menantu kesayangan Ibu untuk memasak." Tanpa menunggu jawaban dari Hani, Maya melangkahkan kakinya pergi menuju kamar. Enggan rasanya membahas tentang kelakuan Wulan di luar sana. Pasti, Hani ataupun Utami tidak akan mempercayai perkataan Maya. Perempuan itu memutuskan untuk merebahkan tubuh dan menunggu kepulangan Aris. Terngiang ucapan sahabatnya tent
Aris mendesah mendengar ucapan Utami. Selalu saja, Utami meminta bantuannya. Memang, kejadian yang dialami oleh tantenya itu di luar kehendak mereka semua. Utami ditinggalkan oleh suaminya karena pria itu mengkhianatinya. "Berapa uang yang diperlukan untuk biaya kuliah Elsa?" tanya Aris. "Sepuluh juta, Ris," jawab Utami sumringah. Keponakannya itu memang selalu dapat diandalkan. Semenjak suaminya memutuskan untuk pergi dengan wanita lain. Utama banting tulang untuk membiayai Elsa. Namun, tentu saja biaya yang semakin mahal membuatnya kewalahan. "Nanti, aku akan transfer untuk uang kuliah Elsa. Tante harus lebih baik lagi dalam mengatur keuangan," ujar Aris. "Ris, memangnya kamu ada uang? Bukannya, uang gajimu saja tidak cukup untuk memberikan nafkah untuk Maya?" Hani keheranan dengan Aris yang dengan mudah akan memberikan uang pada Utami. Memang Utami adalah adiknya, dulu ketika bekerja untuk menghidupi dirinya dan Aris. Hani selalu membawa Aris agar menunggu di rumah Utami. Ol