Aris mendesah mendengar ucapan Utami. Selalu saja, Utami meminta bantuannya. Memang, kejadian yang dialami oleh tantenya itu di luar kehendak mereka semua. Utami ditinggalkan oleh suaminya karena pria itu mengkhianatinya. "Berapa uang yang diperlukan untuk biaya kuliah Elsa?" tanya Aris. "Sepuluh juta, Ris," jawab Utami sumringah. Keponakannya itu memang selalu dapat diandalkan. Semenjak suaminya memutuskan untuk pergi dengan wanita lain. Utama banting tulang untuk membiayai Elsa. Namun, tentu saja biaya yang semakin mahal membuatnya kewalahan. "Nanti, aku akan transfer untuk uang kuliah Elsa. Tante harus lebih baik lagi dalam mengatur keuangan," ujar Aris. "Ris, memangnya kamu ada uang? Bukannya, uang gajimu saja tidak cukup untuk memberikan nafkah untuk Maya?" Hani keheranan dengan Aris yang dengan mudah akan memberikan uang pada Utami. Memang Utami adalah adiknya, dulu ketika bekerja untuk menghidupi dirinya dan Aris. Hani selalu membawa Aris agar menunggu di rumah Utami. Ol
Mata Aris menyipit mendengar ucapan Maya. Tersirat sesuatu ketika sang istri mengatakan pengandaian yagn menurutnya tidak masuk akal. Tentu saja Maya tidak mungkin mengatakan sesuatu tanpa membuktikan kebenarannya."Tadi, saat aku pergi bersama Putri, tidak sengaja aku melihat Wulan bersama seorang pria. Mereka menonton dan makan siang bersama. Aku merasa ada hubungan antara Wulan dengan pria itu," ucap Maya dengan hati-hati."Itu adalah bosnya Wulan, May. Dia sudah memberitahu pada Mas, kalau ingin menemani bosnya itu makan siang. Kamu tidak usah mengkhawatirkan keadaan Wulan. Hal itu sudah biasa terjadi, karyawan menemani bosnya makan siang. Mungkin berbeda dengan dirimu yang tidak mengetahui kebiasaan itu karena dulunya kamu adalah seorang guru," balas Aris berusaha untuk tetap tenang.Maya sudah menduga bahwa Aris tidak akan mempercayai perkataannya. Perempuan itu mengambil ponsel yang berada di tasnya. Dia memperlihatkan foto saat Wulan dicium oleh pria yang dikatakan oleh Aris a
"Apa yang kamu katakan pada Mas Aris, Mbak?" tanya Wulan ketika Maya sedang memasak sarapan pagi. "Aku tidak mengerti maksudmu, Wulan," jawab Maya sambil terus melanjukan acara memasaknya. Wulan menghentikan Maya yang masih tidak mempedulikannya. Dia membalik tubuh Maya, kemudian mendorongnya hingga mengenai dinding. Matanya menatap nyalang kakak madu yang tampak tidak mengerti dengan semua yang dilakukan perempuan di hadapannya. "Apa maumu, Wulan? Aku sedang memasak sarapan untuk kita, apa kamu ingin menggantikanku memasak?" balas Maya yang kesal dengan tingkah laku Wulan yang aneh. "Apa fitnah yang kamu katakan pada Mas Aris?" "Aku tidak pernah memfitnahmu, Wulan. Jangan bicara sembarangan, ya." "Kamu benar-benar perempuan tidak tahu diri ya, Mbak. Aku sudah dengan senang hati menjadi istri kedua dari Mas Aris. Berharap dapat diterima dengan baik oleh istri pertama seperti keluarga mereka menerimaku. Akan tetapi, kamu malah memfitnahku yang tidak-tidak!" ucap Wulan deng
Wulan yang wajahnya telah babak belur terdiam mendengar pertanyaan Hani. Dia takut Maya akan memberikan video ketika dia bermesraan dengan bosnya diperlihatkan pada Hani. Selama ini yang menjadi pegangan untuk dirinya adalah kebaikan Hani. Aris mungkin dapat mengabaikannya dan memilih bersikap tidak adil dengan tidur di kamar Maya terus menerus. Akan tetapi, dia tidak ingin kehilangan Hani yang sangat menyayanginya. Dari awal, dia telah menetapkan hati untuk tetap berada dalam keluarga ini apa pun yang terjadi. "Itu semua fitnah, Bu! Pasti Mbak Maya telah mengedit video sedemikian rupa hingga menyerupaiku. Jadi, did dapat mengatakan yang tidak-tidak pada Mas Aris! Aku tidak tahu apa kesalahanku pada Mbak Maya. Akan tetapi, dia berusaha mengusik rumah tangga yang baru saja ingin aku bina! Apa salahku, Bu?" Wulan memulai dramanya dengan bersikap seolah korban. "Jangan playing victim! Berani berbuat berarti kamu harus berani bertanggung jawab. Aku tidak ingin memiliki madu yang ti
"Mas! Aku memiliki kabar yang sangat mengembirakan untuk kita semua!" ujar Wulan dengan wajah penuh sumringah.Aris yang sedang menikmati sarapan ditemani oleh Maya sontak menoleh melihat istri keduanya. Wanita itu menyodorkan sebuah benda pipih yang sangat familiar. Mata Maya melebar ketika melihat benda telah berada di tangan Aris. Dua bulan setelah pertengkaran Maya dan Wulan, keduanya sepakat untuk melakukan gencatan senjata. Tidak ada adu mulut atau lirikan sinis dari keduanya. Namun, tetap saja terjadi perang dingin merebut perhatian sang suami.Maya menunjukkan kebolehannya dengan memasak makanan yang disukai oleh Aris. Berbeda dengan Wulan yang mengandalkan kecantikannya. Wanita itu memang sudah janda, tetapi soal kecantikan tentunya sebanding dengan Maya. Belum lagi umur Wulan yang terbilang lebih muda dibandingkan dengan Maya."Ada apa Wulan?" ucap Hani ikut penasaran dengan hal yang ingin diberitahukan oleh Wulan."Kamu hamil?" tanya Aris yang bangkit dari tempat duduknya,
"Aku ingin pindah ke kamar utama karena kamar yang aku tempati saat ini tidak terlalu luas. Jadi, ruang gerakku terbatas. Kamu tahu 'kan kalau aku sedang hamil. Jadi, aku butuh kamar yang lebih luas dari kamarku saat ini," ucap Wulan dengan wajah penuh senyuman.Maya menatap sendu Aris yang menunggu jawabannya. Perempuan itu tahu tidak ada yang berpihak pada saat ini. Aris yang notabenenya merupakan suami yang sangat mencintainya, saat ini tampak sangat gembira dengan kabar kehamilan Wulan. Napas Maya terasa sesak karena tidak dapat menolak permintaan madunya. Ketiga orang menatapnya dengan pandangan sulit diartikan. Mereka menunggu keputusan Maya terkait permintaan Wulan yang dirasa sangat mengganggu."Aku terserah pada Mas Aris, lima tahun aku menempati kamar utama di rumah ini. Sebagai sesama perempuan pasti kamu mengetahui perasaanku. Jadi, aku serahkan semua keputusan pada Mas Aris," balas Maya dengan tenang. Semua mata tertuju pada Aris, tentu saja Maya menginginkan Aris menol
"Kalau kamu tidak ikhlas, tidak perlu melakukannya, Mbak!" tukas Wulan memotong ucapan Maya. Mata Maya menyipit mendengar ucapan Wulan, dia bahkan belum mengatakan apa pun untuk menjawab pertanyaan Aris. Sang suami dan mertua menggeleng ketika mendengar ucapan Wulan. Wajah wanita itu sudah menunjukkan kalau dia tidak enak dengan istri pertama Aris. Selama beberapa Minggu melakukan gencatan senjata, tidak ada pembicaraan antara kedua orang itu. Mereka saling menghindari satu sama lain untuk mencegah terjadinya pertengkaran. Kini, Wulan merasa dia atas angin karena telah memiliki hal yang belum bisa diwujudkan oleh Maya. Ditatap sedemikian rupa oleh Hani dan Aris membuat Maya sadar kalau mereka menunggunya untuk mengalah. Kembali, Maya menatap mata Aris untuk meyakinkan dirinya. Tidak ada lagi tatapan mendamba dari Aris, cinta yang selama ini dia gaungkan seolah hilang begitu saja. "Aku mohon kamu dapat mempertimbangkan kehadiran anakku, Maya. Aku tahu kamu adalah wanita yang
"Tentu saja aku tidak akan mengubah perasaan cintaku padamu, aku sangat mencintaimu, Sayang," jawab Aris. Terdengar keraguan di setiap ucapan Aris. Maya tidak bisa menjamin setiap perkataan pria yang telah menemaninya selama lima tahun. Ketakutannya menjadi nyata, ucapan Aris hanya sekadar untuk menenangkan dirinya. Maya mengangguk, kemudian mengurai pelukan mereka. Sepertinya, hanya menunggu waktu perasaan Aris padanya akan berubah. Dia harus tegar menghadapi semua hal yang terjadi. Di sisi lain, Aris memandanginya dengan penuh tanya. Raut wajah Maya seolah tidak percaya dengan semua ucapannya. "Kamu percaya padaku, kan?" "Ya, Mas. Aku percaya padamu, biar bagaimana pun. Yang kamu cintai adalah aku, bukan Wulan. Namun, aku memahami dilema yang kau alami. Aku ikhlas bila harus berbagi dengan Wulan. Ini semua adalah konsekuensi poligami yang kamu berikan padaku," ujar Maya. Tidak ingin membuat sang suami merasa semakin bersalah, dia memilih untuk membereskan semua barangny