"Ibu akan memberitahukannya setelah waktunya tepat" ucap Nissa.Nissa meminta Maya dan Gilang untuk bersabar. Dia harus meyakinkan dirinya sendiri untuk menerima Maya. Oleh karena itu, Nissa masih meminta waktu untuk berpikir tentang restu untuk Maya dan Gilang. Akhirnya, Maya dan Gilang mencoba untuk bersabar. Hingga ada seseorang yang kembali mengusik ketenangan Maya.Langit senja terlihat suram ketika Aris berdiri di depan pintu kontrakan Maya. Dengan napas tertahan, dia menekan bel pintu, berharap Maya akan menerimanya kembali. Meski banyak hal yang telah terjadi, Aris masih merasa ada kesempatan untuk memperbaiki kesalahan masa lalu. Dia tahu betul hubungannya dengan Wulan berakhir tragis, dan kini, pikirannya kembali teringat pada Maya—wanita yang pernah dia cintai dan biarkan pergi. Pintu terbuka perlahan, dan Maya berdiri di sana, terkejut melihat siapa yang berdiri di hadapannya. "Aris?" tanyanya, suaranya terdengar datar, meski matanya menunjukkan sedikit keraguan. Aris m
Matahari bersinar cerah ketika Maya tiba di rumah Nissa, perasaan gugup menghiasi langkahnya. Meski hubungan mereka sudah lebih baik, tetap saja, restu dari calon mertuanya adalah langkah besar yang harus ia lewati. Gilang, yang berjalan di sampingnya, meraih tangan Maya dengan lembut, seolah memberikan kekuatan. “Tenang saja, Maya,” bisik Gilang seraya tersenyum. “Ibu pasti akan merestui kita. Aku yakin.” Maya mengangguk perlahan, meskipun kegelisahan itu masih ada. Dia tahu, restu dari Nissa adalah kunci utama untuk melangkah ke tahap berikutnya dalam hubungannya dengan Gilang. Restu yang selama ini belum sepenuhnya ia dapatkan. Ketika mereka masuk, Nissa sudah menunggu di ruang tamu. Senyuman ramah terulas di wajahnya, namun Maya tetap bisa merasakan ketegangan. Ada sesuatu yang tak terucap di antara mereka. Nissa memang lebih bersikap terbuka belakangan ini, tetapi masalah masa lalu Maya sebagai seorang janda masih menyisakan sedikit kekhawatiran dalam benak ibu Gilang. “Du
Sebulan kemudian, persiapan pernikahan berjalan dengan cepat. Maya dan Gilang sudah tidak sabar untuk menghalalkan hubungan mereka. Gilang memastikan segala sesuatu tertangani dengan baik, dari dekorasi hingga undangan. Ia ingin hari pernikahannya menjadi momen terbaik dalam hidup mereka.Maya sendiri sibuk dengan persiapan pribadi, memilih gaun dan merencanakan acara bersama sahabat-sahabatnya, termasuk Putri yang selalu setia mendampinginya. Dalam hati, Maya merasa bahagia, meskipun ada rasa takut yang kadang muncul. Bagaimana jika pernikahan ini tidak berjalan sesuai harapan? Bagaimana jika masa lalunya kembali menghantui?Namun, setiap kali rasa khawatir itu muncul, Gilang selalu ada untuk menenangkannya. “Percayalah, Maya. Kita akan bahagia. Ini adalah awal baru untuk kita.”Hari pernikahan semakin dekat, dan semua orang sibuk dengan persiapan. Maya sering kali tenggelam dalam tumpukan pekerjaan, baik di kantor maupun dalam persiapan acara, tetapi itu membuatnya merasa lebih tena
Pagi itu, udara terasa hangat dan tenang di rumah Gilang dan Nissa. Maya sedang sibuk di dapur, menyiapkan sarapan. Suara pisau yang bergerak cepat di atas talenan mengiringi aktivitas paginya. Dia tersenyum sambil memikirkan hari-harinya bersama Gilang, terutama bulan madu mereka yang penuh kebahagiaan dan tawa. Gilang, dengan segala cinta dan perhatian, selalu membuat Maya merasa seperti wanita paling beruntung di dunia.Namun, di balik kebahagiaan itu, ada satu perubahan besar yang Gilang inginkan. Suatu malam setelah mereka kembali dari bulan madu, di atas ranjang mereka yang nyaman, Gilang memeluk Maya erat dan berbisik, “Sayang, aku ingin kamu berhenti bekerja. Aku ingin kamu lebih fokus pada kita, keluarga yang akan kita bangun.”Maya tertegun sesaat, menatap Gilang. "Apa kamu benar-benar menginginkannya, Gilang?"“Iya,” jawab Gilang dengan penuh keyakinan. “Aku ingin kamu tidak perlu lagi pusing dengan pekerjaan. Biarkan aku yang menafkahi kita. Kamu bisa beristirahat dan meni
"Jadi, Maya hamil?"Suara Hani bergema di ruang tamu yang sepi. Aris duduk di kursi, pandangannya lurus ke depan, namun hatinya seolah terguncang oleh kabar yang baru saja dia dengar. Dia tak bisa mempercayai bahwa Maya—wanita yang pernah ia cintai dan gagal dia pertahankan—sekarang sedang mengandung anak dari Gilang."Iya, Bu. Maya akan punya anak," Aris menjawab lirih, menundukkan kepalanya.Hani yang duduk di sampingnya terdiam sesaat, mencoba memahami perasaan anaknya. Ia tahu, kabar ini bukan hal yang mudah diterima oleh Aris. Bagaimanapun, meski mereka telah lama berpisah, Maya masih meninggalkan jejak yang mendalam di hati Aris. Kini, kenyataan bahwa Maya akan menjadi ibu dari anak pria lain mungkin terasa seperti pukulan telak bagi Aris."Aris," kata Hani lembut, "kamu harus kuat. Kita sudah tidak bisa melakukan apa-apa. Maya sudah memilih jalan hidupnya, dan kita harus menghormatinya. Apapun yang terjadi, hidupmu harus terus berjalan."Aris mengangguk pelan, meskipun di dalam
"Maya, Kenalkan! Ini Wulan yang akan menjadi adik madumu," ucap Hani tersenyum pada sang menantu. Bagai petir di siang bolong, Maya terkejut melihat sang mertua datang bersama wanita yang akan menjadi adik madunya. Dia tidak menyangka Hani benar-benar melaksanakan hal yang diucapkannya. "Tapi, Bu, aku dan Mas Aris masih berusaha untuk melakukan program hamil. Mengapa ibu melakukan ini padaku?" balas Maya dengan tatapan sendu. Hani tidak mempedulikan ucapan Maya, dia mengajak calon menantunya untuk masuk ke rumahnya. Wulan yang berjalan di samping Hani melewati Maya dengan menyunggingkan senyum pada calon kakak madunya. "Mana Aris? Pasti dia sudah pulang kerja." Aris yang sedang menikmati kopi dan pisang goreng buatan Maya terperangah. Dia menghampiri sang ibu yang sumringah melihat Aris. "Sini, Aris. Kamu pasti masih ingat dengan Wulan, bukan? Dia adalah anak dari Bude Murni, sepupu jauhmu. Dia yang akan menjadi istri keduamu, kau setuju, kan?" Pandangan Aris tertuju pada wani
"Pernikahan Mas Aris harus dilakukan secara siri!" Semua orang yang ada dalam ruangan terkejut mendengar persyaratan yang diucapkan Maya. Pasalnya, tidak terpikirkan Maya meminta hal tersebut. Hani berpikir keras dengan syarat yang diajukan oleh Maya. Bila Wulan hanya dinikahi secara siri, tentu saja sang cucu tidak akan mudah mendapatkan warisan. Walaupun belum ada harta benda yang dimiliki Aris, Hani ingin masa depan cucunya terjamin. "Tidak bisa seperti itu, Maya. Pernikahan mereka harus sah dan tercatat di negara. Oleh karena itu, Aris meminta izin untuk menikah lagi! Bagaimana nasib cucuku bila Wulan memiliki anak nanti?" ujar Hani. "Walaupun menikah secara siri, Mas Aris harus meminta izin dariku, Bu. Lagi pula, belum tentu Wulan akan langsung hamil, bukan?" balas Maya yang mulai berani membantah perkatan sang mertua. Selama ini, Maya selalu diam dan menuruti perkataan Hani. Wanita itu menghormati Hani sebagai ibu dari sang suami, hingga tidak ingin membuat masalah de
"Ya, Maya. Ibu mohon kamu bisa membantu Ibu untuk membiayai pesta pernikahan Aris dan Wulan," ucap Hani tanpa tahu malu. "Bu, jangan seperti itu!" Aris mulai membuka suaranya, dia melihat sang istri menahan emosi. Perkataan Hani seperti menggarami luka di hari Maya. Tidak cukupkah dengan menghadirkan madu di pernikahannya dan Aris? Sekarang ibu mertuanya ingin agar dia membiayai pernikahan mereka? "Ibu ingat bagaimana pernikahanku dengan Mas Aris dulu? Pernikahan kami jauh dari kata mewah. Seharusnya, ibu tidak menyetujui syarat dari Wulan bila tidak memiliki uang untuk mewujudkannya," ujar Maya dengan berani. Tidak akan Maya membiarkan Hani semena-mena pada dirinya. Rumah mendiang orang tuanya telah dijual saat awal menikah dulu. Hani beralasan Aris tidak memiliki pekerjaan yang tetap, hingga hasil menjual rumah dibutuhkan untuk membiayai hidup mereka sehari-hari. "Tapi, Ibu tidak memiliki uang untuk biaya tersebut." "Lalu, kenapa ibu ingin Mas Aris menikah lagi? Apa