"Pernikahan Mas Aris harus dilakukan secara siri!"
Semua orang yang ada dalam ruangan terkejut mendengar persyaratan yang diucapkan Maya. Pasalnya, tidak terpikirkan Maya meminta hal tersebut. Hani berpikir keras dengan syarat yang diajukan oleh Maya. Bila Wulan hanya dinikahi secara siri, tentu saja sang cucu tidak akan mudah mendapatkan warisan. Walaupun belum ada harta benda yang dimiliki Aris, Hani ingin masa depan cucunya terjamin. "Tidak bisa seperti itu, Maya. Pernikahan mereka harus sah dan tercatat di negara. Oleh karena itu, Aris meminta izin untuk menikah lagi! Bagaimana nasib cucuku bila Wulan memiliki anak nanti?" ujar Hani. "Walaupun menikah secara siri, Mas Aris harus meminta izin dariku, Bu. Lagi pula, belum tentu Wulan akan langsung hamil, bukan?" balas Maya yang mulai berani membantah perkatan sang mertua. Selama ini, Maya selalu diam dan menuruti perkataan Hani. Wanita itu menghormati Hani sebagai ibu dari sang suami, hingga tidak ingin membuat masalah dengan Hani. Akan tetapi, semua itu tidak berpengaruh banyak, Hani tetap menghadirkan madu dalam hidupnya. "Pasti Wulan akan langsung hamil! Percaya pada Ibu, Wulan memiliki rahim yang subur. Jangan kamu meragukan keyakinan Ibu, Maya. Belum cukupkah kesempatan yang Ibu berikan? Kau sudah berusaha selama lima tahun! Sudah cukup kesabaran Ibu. Jadi, tolong jangan membuat syarat yang memberatkan Wulan nantinya!" pinta Hani. "Kita lihat saja nanti, Bu. Di setiap pemeriksaan, dokter mengatakan tidak ada masalah dengan rahimku. Memang belum waktunya kami diberikan kesempatan untuk memiliki momongan. Kalau Ibu tidak setuju dengan syarat dariku, maka aku tidak akan pernah mengizinkan Mas Aris untuk menikah lagi!" "Kamu benar-benar menantu tidak tahu diuntung. Masih bagus aku menerimamu sebagai menantu. Anak yatim piatu sepertimu sungguh beruntung mendapatkan suami seperti Aris!" Perkatan Hani bagai menancapkan pisau di dalam hati Maya. Statusnya sebagai anak yatim piatu tidak pernah disinggung oleh Hani selama ini. Rupanya, keinginan sang mertua yang sangat besar menyebabkan Hani lupa menahan lisannya. "Hentikan, Bu. Jangan menyakiti, Maya!" Aris mulai bersuara untuk membela Maya. Hani kembali terkejut dengan ucapan Aris yang selalu membela Maya. Dia kesal dengan putra satu-satunya yang selalu membela istrinya itu. Wulan yang berada di sampingnya menggenggam tangan Hani untuk menenangkan hatinya. "Baiklah, tidak apa-apa bila Mbak Maya ingin pernikahanku dengan Mas Aris hanya dilakukan secara siri. Pernikahan siri juga merupakan pernikahan yang sah. Akan tetapi, aku juga memiliki syarat untuk Mas Aris bila tetap ingin menikahiku sesuai permintaan Ibu," ujar Wulan. Maya baru menyadari satu hal, Wulan sudah memanggil sang mertua dengan sebutan Ibu. Kedekatan Wulan dan Hani sedikit mengkhawatirkan. Maya takut nantinya sang suami akan bertindak tidak adil pada dirinya. "Apa syarat yang kau inginkan, Wulan?" tanya Aris. "Aku ingin pernikahan kita diadakan secara meriah. Kalau perlu diadakan di hotel, walaupun menikah secara siri. Semua orang harus tahu kalau aku adalah istri keduamu," jawab Wulan. Tangan Maya mengepal mendengar ucapan Wulan. Pernikahannya dengan Aris dahulu dilakukan dengan sangat sederhana. Aris dan Hani beralasan mereka tidak memiliki cukup uang untuk membantu mengadakan resepsi. "Kamu tenang saja, Wulan. Hal itu sudah Ibu bicarakan dengan ibumu. Pesta pernikahan kalian tentu harus diadakan secara meriah. Kamu tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut!" balas Hani dengan penuh keyakinan. Hati Maya berdenyut mendengar ucapan sang mertua. Hani dengan mudah mengabulkan permintaan Wulan. Padahal, kondisi keuangan Aris belum cukup stabil. Tabungan yang mereka miliki sudah dipakai untuk program hamil. Itu pun merogoh tabungan pribadi Maya. "Terima kasih, Bu. Meskipun hanya dinikahi siri, aku ingin mengadakan resepsi yang meriah agar tidak ada yang meremehkanku sebagai istri kedua." Wulan tersenyum pada Hani. "Jadi, kapan Ibu dan Mas Aris akan melamarku?" tanya Wulan memandang malu ke arah Aris. "Secepatnya kami akan datang ke rumahmu untuk melamar. Ibu tidak sabar kamu menjadi menantu di rumah ini," jawab Ibu. Maya tidak dapat lagi membantah keinginan Hani. Syarat yang dia inginkan sudah diterima oleh Wulan. Dia harus menerima nasibnya di poligami oleh Aris. Setelah berbincang sebentar, Wulan berpamitan dari rumah. Maya masih bersikap tak acuh pada calon madunya itu. "Aku harap kita bisa akur dalam melayani Mas Aris, ya Mbak," ujar Wulan ketika berpamitan pada Maya. "Hmm..." Hanya itu yang keluar dari bibir Maya. Hani mengantarkan Wulan ke depan gerbang, berbeda dengan Maya yang kini memegang dadanya. Sakit sekali rasanya. Aris yang duduk di sampingnya menggenggam tangannya erat. "Maafkan aku, Maya. Aku berjanji akan bersikap adil padamu. Tak akan pernah aku melupakan semua pengorbananmu dalam mendampingiku," ucap Aris. "Tidak akan ada suami yang berpoligami berlaku adil, Mas. Belum menjadi istrimu saja, kau sudah melihat Wulan dengan penuh minat," balas Maya. Sepanjang Wulan berada di ruang yang sama dengan mereka, Aris memang menatapnya dengan tertarik. Penampilan Wulan bukan seperti Maya yang tertutup dengan hijab. Rambut panjangnya tergerai dengan indah. "Aku memang bukan nabi, tapi aku akan mencoba untuk adil. Percayalah padaku, Maya. Ini aku lakukan sebagai bukti baktiku pada Ibu. Beliau sangat menginginkan kehadiran seorang anak!" Aris meminta Maya mengerti kondisi yang dialaminya. "Betul itu. Aris harus berbakti pada Ibu, kamu tidak boleh menghalanginya, Maya! Jadilah menantu yang baik!" sahut Hani sambil masuk ke dalam rumah. "Aku tidak pernah menghalangi Mas Aris untuk berbakti pada Ibu. Bahkan, aku diam saat Mas Aris memberikan jatah bulanan lebih pada Ibu. Apakah harus dengan menerima poligami ini baru aku bisa dikatakan menantu yang baik?" Jatah bulanan yang diberikan pada Hani memang lebih besar dibandingkan Maya. Hani beralasan Maya belum memiliki anak, maka tidak memerlukan biaya yang besar untuk keperluan rumah tangga. "Kamu sudah menerima Wulan sebagai madumu. Syarat yang kau inginkan sudah diterima oleh Wulan. Jadi, jangan kembali mengungkit tentang hal ini. Mau tidak mau, suka tidak suka, Aris akan menikah dengan Wulan!" tegas Hani. Ingin sekali Maya membantah perkataan Hani. Namun, yang dikatakan mertuanya itu benar. Secara tidak langsung dia telah menyetujui Aris menikah lagi. "Sekarang, ada hal yang lebih penting dari pada terus membicarakan itu, Maya. Ibu ingin meminta sesuatu padamu," ucap Hani dengan wajah memelas. "Apa itu, Ibu?" tanya Wulan "Ibu minta kau menjual sawah peninggalan kedua orang tuamu di kampung untuk biaya pernikahan Aris dan Wulan. Kamu sendiri tahu kalau Ibu tidak memiliki harta lain selain rumah yang kita tempati ini. Jadi, Ibu mohon agar kamu menjual sawah tersebut," jawab Hani. Netra Maya melebar mendengar ucapan Hani. Betapa tega sang mertua ingin Maya membiayai pernikahan kedua suaminya. "Maksud ibu? Aku membiayai pernikahan Mas Aris?" balas Maya dengan mengepalkan tangan menahan emosi."Ya, Maya. Ibu mohon kamu bisa membantu Ibu untuk membiayai pesta pernikahan Aris dan Wulan," ucap Hani tanpa tahu malu. "Bu, jangan seperti itu!" Aris mulai membuka suaranya, dia melihat sang istri menahan emosi. Perkataan Hani seperti menggarami luka di hari Maya. Tidak cukupkah dengan menghadirkan madu di pernikahannya dan Aris? Sekarang ibu mertuanya ingin agar dia membiayai pernikahan mereka? "Ibu ingat bagaimana pernikahanku dengan Mas Aris dulu? Pernikahan kami jauh dari kata mewah. Seharusnya, ibu tidak menyetujui syarat dari Wulan bila tidak memiliki uang untuk mewujudkannya," ujar Maya dengan berani. Tidak akan Maya membiarkan Hani semena-mena pada dirinya. Rumah mendiang orang tuanya telah dijual saat awal menikah dulu. Hani beralasan Aris tidak memiliki pekerjaan yang tetap, hingga hasil menjual rumah dibutuhkan untuk membiayai hidup mereka sehari-hari. "Tapi, Ibu tidak memiliki uang untuk biaya tersebut." "Lalu, kenapa ibu ingin Mas Aris menikah lagi? Apa
"Jadi, dari mana kamu mendapatkan uang untuk membiayai pernikahan yang diminta Wulan?" tanya Maya keesokan harinya. "Aku akan meminjam uang di kantor," jawab Aris dengan pelan. "Meminjam uang di kantor? Lalu, gajimu akan dikurangi untuk membayar cicilan, Mas?" Maya sangat tidak menyetujui hal ini. Maya berpikir Hani akan merelakan emas atau menggadaikan rumah untuk biaya pernikahan Aris. Hani yang meminta Aris untuk menikah lagi. Seharusnya, dia yang bertanggung jawab untuk menanggung biaya pernikahan Aris dan Wulan. "Ya, bisa dikatakan seperti itu," balas Aris tidak menatap wajah Maya. "Aku tidak mau dikurangi jatah bulanan karena pinjamanmu. Sebenarnya, jatah tiga juta perbulan hampir tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kita. Bagaimana bisa kamu ingin meminjam uang di kantor!" "Habis mau bagaimana lagi? Tidak ada yang dapat Mas lakukan selain meminjam uang di kantor. Ibu tidak mau menjual perhiasannya atau menggadaikan rumah, Maya," jelas Aris pada sang istri. "Ini semua t
'Kenapa hatiku tetap sakit setiap melihat Aris dan Wulan?' ucap Maya dalam hati. Pesta pernikahan berjalan dengan lancar, Maya terus berusaha untuk menerima pernikahan kedua. Bagaimana pun juga itu adalah risiko yang harus dia tanggung karena mengizinkan Aris menikah lagi. Saat ini, Maya dan Hani akan pulang ke rumah mereka. Keluarga Wulan menginap di hotel tempat Aris mengadakan resepsi. Begitu pun dengan Aris dan Wulan yang akan melakukan malam pertama di hotel tersebut. Aris menghampiri Maya yang menunggu mobil untuk mengantarkannya ke rumah. "Maya, aku harap kamu dapat ikhlas menerima Wulan sebagai madumu. Ini semua aku lakukan bukan karena aku mencintainya. Aku menikahi Wulan semata untuk mewujudkan keinginan Ibu," ucap Aris. "Bagaimana bila Wulan tidak kunjung hamil sepertiku? Apa kamu akan menikah lagi?" tanya Maya dengan wajah sendu. "Tentu tidak! Aku tidak mungkin akan menikah lagi. Cukup sekali aku menduakanmu. Berdoa saja aku segera memiliki keturunan dengan
Maya termenung memikirkan malam yang dilewati oleh Aris dan Wulan. Tidak ada yang memikirkan perasaannya, perempuan itu merasa dirinya sangat bodoh karena membiarkan suaminya menikah lagi. Malam itu Maya lewati dengan sedih, berbaring di tempat tidur dengan perasaan gelisah. Maya tidak bisa memejamkan matanya sama sekali. Perasaannya sungguh tidak terkira. Bayang-bayang Aris bertukar peluh dengan perempuan lain terus menghantui Maya. Sanggupkah dia ikhlas dengan semua yang terjadi? Penyesalan terus menghantuinya. "Semoga saja, Aris menepati janjinya dengan berlaku adil. Akan tetapi, aku tetap tidak sanggup melihat Mas Aris bersama Wulan," gumam Maya sambil berusaha memejamkan matanya. "Maya, kamu belum tidur?" ucap sebuah suara dari luar kamarnya. "Belum! Aku belum tidur, Bu. Ada apa?" Perlahan Maya berjalan menuju daun pintu. Terlihat wajah sang ibu mertua tanpa senyum. "Ibu hanya ingin memberitahukanmu. Jangan tidur terlalu malam! Besok, kita harus memasak enak untuk
Maya sama sekali tidak membantu Hani mempersiapkan kedatangan Wulan. Perlakuan Hani cukup membuatnya sakit hati. Tidak mungkin dia dengan senang hati menyambut madu pahit pilihan mertuanya itu."Lihat saja, nanti! Ibu akan mengadukan sikapmu ini pada Aris. Dia pasti akan membela Ibu!" ucap Hani ketika Maya tidak membantunya sama sekali."Ya, Bu. Lihat saja, nanti! Aku pastikan Mas Aris tidak akan marah dengan sikapku," ujar Maya sambil berlalu dari hadapan Hani yang menatapnya tidak suka. Siang hari, Wulan dan Aris pulang, wajah Wulan sangat sumringah. Hani menyambutnya dengan senyum mengembang. Dia tahu rencana yang telah disusunnya pasti berhasil. Setelah ini, dia akan mempengaruhi Aris untuk menceraikan Maya yang menurutnya tidak berguna. "Assalamualaikum," ucap Wulan dan Aris berbarengan. "Waalaikumsalam. Wah, pengantin baru sudah datang! Ibu lihat kalian sangat sumringah, pasti malam pertamanya berhasil," balas Hani dengan senyum penuh arti. Maya menatap Wulan dan Aris dengan
"Jangan memberitahukan pada Mas Rendra kalau aku menikah lagi, May," ucap Aris. Pria itu tercengang karena ikatan batin antara Maya dan Rendra tampaknya begitu kuat. Terbukti saat Maya bersedih, Rendra langsung menghubungi sang adik. Maya hanya diam tidak membalas ucapan Aris.Tidak pernah terpikirkan oleh Maya untuk mengadukan nasibnya pada sang kakak. Perempuan itu berusaha untuk menerima semua hal yang terjadi. Tidak dapat dipungkiri bila hatinya sangat sakit. Akan tetapi, dia sendiri yang telah menyetujui pernikahan Aris dan Wulan.Maya mengangkat panggilan ponsel yang sedari tadi telah menunggu. Suara bariton menyapanya dari seberang."Assalamualaikum, Halo May. Bagaimana kabarmu? Apa kamu baik-baik saja?" tanya Rendra.Pertanyaan Rendra sontak membuatnya bersedih. Bila ditanya tentang keadaannya, dia sangat ingin menjawab dengan jujur. Sontak Maya melirik Rendra yang menatapnya dengan cemas."Ya, aku baik-baik saja. Mas Rendra, apa kabar? Bagaimana pekerjaan di sana?" jawab May
"Tidak! Aku tidak bisa mengabulkan keinginanmu, Maya. Kuharap kamu tetap bersabar dan tinggal bersama dengan Wulan. Gajiku tidak mungkin cukup untuk menyewa sebuah rumah apalagi membeli rumah. Aku masih memiliki harga diri dan tidak akan membiarkanmu pulang ke rumah orang tuamu," ujar Aris ketika mendengar ucapan Maya. "Tetapi, aku berhak mendapatkan ketenangan. Dengan meminta aku seatap dengan Ibu saja sudah membuatku tidak nyaman, sekarang kamu memintaku untuk seatap dengan maduku. Entah terbuat dari apa hatimu, Mas," balas Maya dengan wajah sendu. "Nanti, bila Mas naik gaji. Mas akan menyewa sebuah rumah untukmu agar kamu merasakan kenyamanan. Untuk saat ini, aku tidak akan bisa mengabulkan permintaanmu," tukas Aris. Maya diam tidak membalas perkataan Aris. Padahal, dia sudah memberikan solusi yang paling masuk akal. Aris dengan semua harga dirinya menolak membiarkan Maya kembali ke rumahnya. Pria itu membiarkan hari Maya terus terluka, tanpa mengobatinya. Mungkin benar, sudah
"Sudahlah, Bu. Jangan ribut seperti ini. Aku akan makan nanti, silakan Ibu dan Wulan makan terlebih dahulu," ucap Aris tidak ingin kedua wanita yang paling disayanginya itu saling bertengkar."Bukan Ibu yang salah, Maya sudah mulai membantah perkataan Ibu. Seharusnya, kamu bisa menegurnya dan memberitahukannya bila hal yang dilakukannya itu salah! Jangan selalu membantah perkataan Ibu bila tetap ingin berada di rumah ini," balas Hani pada sang putra.Dari dulu, entah mengapa Hani sangat tidak menyukai Maya. Sejak awal berpacaran dengan Aris, tidak ada satu pun dari Maya yang membuat Hani menerima menantunya itu. Ditambah, Maya merupakan seorang yatim piatu yang hanya memiliki seorang kakak. Selain itu, Maya tidak dapat mengambil hati Hani walau telah melakukan semua cara. Bahkan, dia mengundurkan diri dari pekerjaan karena hasutan Hani pada sang suami yang mengatakan kalau dengan bekerja membuat Maya tidak kunjung hamil.Pada kenyataannya, setelah dia berhenti kerja. Hani selalu meng