'Kenapa hatiku tetap sakit setiap melihat Aris dan Wulan?' ucap Maya dalam hati.
Pesta pernikahan berjalan dengan lancar, Maya terus berusaha untuk menerima pernikahan kedua. Bagaimana pun juga itu adalah risiko yang harus dia tanggung karena mengizinkan Aris menikah lagi. Saat ini, Maya dan Hani akan pulang ke rumah mereka. Keluarga Wulan menginap di hotel tempat Aris mengadakan resepsi. Begitu pun dengan Aris dan Wulan yang akan melakukan malam pertama di hotel tersebut. Aris menghampiri Maya yang menunggu mobil untuk mengantarkannya ke rumah. "Maya, aku harap kamu dapat ikhlas menerima Wulan sebagai madumu. Ini semua aku lakukan bukan karena aku mencintainya. Aku menikahi Wulan semata untuk mewujudkan keinginan Ibu," ucap Aris. "Bagaimana bila Wulan tidak kunjung hamil sepertiku? Apa kamu akan menikah lagi?" tanya Maya dengan wajah sendu. "Tentu tidak! Aku tidak mungkin akan menikah lagi. Cukup sekali aku menduakanmu. Berdoa saja aku segera memiliki keturunan dengan Wulan," jawab Aris. "Aku berharap akulah yang hamil, Mas. Akan tetapi, kalian tidak sabar," ucap Maya pelan. Ketika masih berbicara dengan Maya, ada suara mendayu yang memanggil Aris. "Mas! Ayo kita ke kamar!" panggil Wulan menghampiri sang suami. Perempuan cantik itu melirik Maya dengan senyum meremehkan. Dia merasa sangat puas karena semua keinginannya tercapai. Walau hanya dinikahi secara siri, wanita itu yakin bila statusnya akan menjadi sah bila anak hadir dalam pernikahannya. "Sebentar, Wulan. Aku masih harus ingin berbicara dengan Maya," ujar Aris. "Sudahlah, Mas. Tidak apa-apa, kamu bisa meninggalkanku. Aku akan pulang bersama Ibu," ucap Maya. "Maya benar Aris, sudah sana kalian buatkan cucu untuk Ibu. Sudah tidak sabar rasanya mendengar tangisan bayi di rumah kita," balas Hani. "Rumah kita? Maksud Ibu, aku akan tinggal bersama kalian?" Kini, Wulan yang terkejut mendengar ucapan Hani. "Tentu saja, kita akan tinggal bersama. Memangnya mau di mana lagi?" tanya Hani dengan dahi yang berkerut. "Aku pikir, Ibu dan Mas Aris sudah menyiapkan rumah untukku. Aku tidak mungkin tinggal di bawah atap yang sama dengan Mbak Maya," jawab Wulan. Hani dan Aris saling berpandangan, mereka tidak menyangka Wulan berpikir sejauh itu. Biaya resepsi saja belum mereka lunasi, Wulan ingin tinggal di rumah yang berbeda dengan Maya. "Memangnya kamu pikir Mas Aris itu pengusaha? Dengan mudah membeli rumah untukmu? Aku saja yang sudah menikah lima tahun belum keluar dari rumah Ibu," ucap Maya yang tersenyum melihat wajah Wulan. Aris menggaruk kepala, dari dulu Maya memang ingin pindah dari rumah sang ibu. Namun, pria itu selalu beralasan kasihan dengan Hani bila tinggal sendiri. Hani butuh seorang teman untuk menemaninya. Pada kenyataannya, Maya diminta berhenti bekerja karena tidak kunjung memiliki anak. Setiap hari, Maya harus melakukan pekerjaan rumah tangga. Semua itu dia lakukan tanpa protes sedikit pun. "Ya, tapi aku 'kan istri muda, Mas Aris. Sudah sewajarnya aku mendapatkan rumah yang layak. Tidak harus tinggal bersama ibu mertua dan kakak maduku," ujar Wulan membanggakan statusnya sebagai istri muda. Hani yang sejak tadi diam saja angkat bicara. "Sudahlah, Wulan. Nanti, kita akan pikirkan lagi. Setelah ini, kalian akan tinggal di rumah Ibu. Suka atau tidak suka kamu harus seatap dengan Maya," tukas Hani yang membuat Wulan bungkam. "Baiklah, kalau begitu kami pamit, Bu, Mbak. Ayo kita ke kamar, Mas!" ucap Wulan menggandeng tangan Aris. "Kamu harus ingat, aku hanya mencintaimu, Maya!" ujar Aris sebelum mengikuti Wulan. Maya hanya terpaku menatap kepergian Aris dan Wulan. Jujur saja, dia tidak merasakan apa pun ketika Aris mengatakan cinta. Semua itu bagi Maya hanya omong kosong. Bila Aris memang mencintai Maya, pria itu dapat menolak permintaan Hani untuk menikah lagi. Namun, sang suami tidak dapat berlaku tegas dan hanya mengatakan kalau itu semua demi mewujudkan keinginan Hani. "Maya, apa kamu yang menyebarkan berita kalau Ibu meminta Aris menikah lagi? Tadi, Bu Hindun mengatakan itu pada Ibu," tanya Hani pada sang menantu. Dahi Maya berkerut, dia merasa tidak pernah membicarakan tentang pernikahan kedua Aris. Sebagai seorang istri, Maya berusaha untuk menutupi masalah yang ada dalam rumah tangganya. "Aku tidak mengatakan apa pun, Bu. Mungkin Bu Hindun mendengar orang mengatakan hal itu atau dia menarik kesimpulan sendiri," jawab Maya. "Jangan bohong pada Ibu, Maya. Ibu tahu kamu belum ikhlas Aris menikahi Wulan. Ini semua Ibu lakukan juga demi kalian. Aris membutuhkan anak untuk menambah kebahagiaan kalian, tetapi kamu sendiri belum bisa memberikannya," tukas Hani. Selalu saja anak yang menjadi alasan Hani. Padahal, Aris tidak pernah menekan Maya untuk segera memiliki momongan. Dari awal mereka menikah, Hani memang tidak begitu menyukai Maya. "Walau aku belum ikhlas, tapi aku sudah mengizinkan Mas Aris untuk menikah lagi, kan, Bu? Jadi, aku harap Ibu tidak terus menerus menekanku untuk memberikan anak. Sekarang, sudah ada Wulan yang bertugas untuk melahirkan anak Mas Aris." Hani ingin membalas perkataan Maya. Akan tetapi, mobil yang akan mengantarkan mereka ke rumah sudah tiba. Maya segera saja memasuki mobil, tidak ingin beradu mulut dengan sang mertua. Dengan sengaja, Maya duduk di depan dekat sopir. Hani kesal setengah mati karena sikap Maya. Perubahan sikap Maya padanya sangat signifikan, biasanya Maya tidak membalas ucapannya dan hanya menerima ucapan sang mertua. Berbeda dengan saat ini, Maya sudah berani menjawab semua ucapannya. Menantunya itu, mulai berani mengungkapkan isi hatinya. Hati Maya yang hancur tidak dapat dirangkai kembali. Ingin rasanya dia menggugat cerai Aris. Akan tetapi, dia tidak memiliki kekuatan bila melakukan hal tersebut. Saat ini, Maya sudah berhenti dari pekerjaannya dan tidak memiliki penghasilan. 'Apa yang harus aku lakukan? Mungkinkah Mas Aris mengizinkanku untuk bekerja lagi? Aku takut jika suatu saat nanti Wulan akan mendepakku dari rumah. Ibu juga semakin tidak menyukaiku semenjak kehadiran Wulan,' batin Maya sambil merilik Hani di kursi belakang.Maya termenung memikirkan malam yang dilewati oleh Aris dan Wulan. Tidak ada yang memikirkan perasaannya, perempuan itu merasa dirinya sangat bodoh karena membiarkan suaminya menikah lagi. Malam itu Maya lewati dengan sedih, berbaring di tempat tidur dengan perasaan gelisah. Maya tidak bisa memejamkan matanya sama sekali. Perasaannya sungguh tidak terkira. Bayang-bayang Aris bertukar peluh dengan perempuan lain terus menghantui Maya. Sanggupkah dia ikhlas dengan semua yang terjadi? Penyesalan terus menghantuinya. "Semoga saja, Aris menepati janjinya dengan berlaku adil. Akan tetapi, aku tetap tidak sanggup melihat Mas Aris bersama Wulan," gumam Maya sambil berusaha memejamkan matanya. "Maya, kamu belum tidur?" ucap sebuah suara dari luar kamarnya. "Belum! Aku belum tidur, Bu. Ada apa?" Perlahan Maya berjalan menuju daun pintu. Terlihat wajah sang ibu mertua tanpa senyum. "Ibu hanya ingin memberitahukanmu. Jangan tidur terlalu malam! Besok, kita harus memasak enak untuk
Maya sama sekali tidak membantu Hani mempersiapkan kedatangan Wulan. Perlakuan Hani cukup membuatnya sakit hati. Tidak mungkin dia dengan senang hati menyambut madu pahit pilihan mertuanya itu."Lihat saja, nanti! Ibu akan mengadukan sikapmu ini pada Aris. Dia pasti akan membela Ibu!" ucap Hani ketika Maya tidak membantunya sama sekali."Ya, Bu. Lihat saja, nanti! Aku pastikan Mas Aris tidak akan marah dengan sikapku," ujar Maya sambil berlalu dari hadapan Hani yang menatapnya tidak suka. Siang hari, Wulan dan Aris pulang, wajah Wulan sangat sumringah. Hani menyambutnya dengan senyum mengembang. Dia tahu rencana yang telah disusunnya pasti berhasil. Setelah ini, dia akan mempengaruhi Aris untuk menceraikan Maya yang menurutnya tidak berguna. "Assalamualaikum," ucap Wulan dan Aris berbarengan. "Waalaikumsalam. Wah, pengantin baru sudah datang! Ibu lihat kalian sangat sumringah, pasti malam pertamanya berhasil," balas Hani dengan senyum penuh arti. Maya menatap Wulan dan Aris dengan
"Jangan memberitahukan pada Mas Rendra kalau aku menikah lagi, May," ucap Aris. Pria itu tercengang karena ikatan batin antara Maya dan Rendra tampaknya begitu kuat. Terbukti saat Maya bersedih, Rendra langsung menghubungi sang adik. Maya hanya diam tidak membalas ucapan Aris.Tidak pernah terpikirkan oleh Maya untuk mengadukan nasibnya pada sang kakak. Perempuan itu berusaha untuk menerima semua hal yang terjadi. Tidak dapat dipungkiri bila hatinya sangat sakit. Akan tetapi, dia sendiri yang telah menyetujui pernikahan Aris dan Wulan.Maya mengangkat panggilan ponsel yang sedari tadi telah menunggu. Suara bariton menyapanya dari seberang."Assalamualaikum, Halo May. Bagaimana kabarmu? Apa kamu baik-baik saja?" tanya Rendra.Pertanyaan Rendra sontak membuatnya bersedih. Bila ditanya tentang keadaannya, dia sangat ingin menjawab dengan jujur. Sontak Maya melirik Rendra yang menatapnya dengan cemas."Ya, aku baik-baik saja. Mas Rendra, apa kabar? Bagaimana pekerjaan di sana?" jawab May
"Tidak! Aku tidak bisa mengabulkan keinginanmu, Maya. Kuharap kamu tetap bersabar dan tinggal bersama dengan Wulan. Gajiku tidak mungkin cukup untuk menyewa sebuah rumah apalagi membeli rumah. Aku masih memiliki harga diri dan tidak akan membiarkanmu pulang ke rumah orang tuamu," ujar Aris ketika mendengar ucapan Maya. "Tetapi, aku berhak mendapatkan ketenangan. Dengan meminta aku seatap dengan Ibu saja sudah membuatku tidak nyaman, sekarang kamu memintaku untuk seatap dengan maduku. Entah terbuat dari apa hatimu, Mas," balas Maya dengan wajah sendu. "Nanti, bila Mas naik gaji. Mas akan menyewa sebuah rumah untukmu agar kamu merasakan kenyamanan. Untuk saat ini, aku tidak akan bisa mengabulkan permintaanmu," tukas Aris. Maya diam tidak membalas perkataan Aris. Padahal, dia sudah memberikan solusi yang paling masuk akal. Aris dengan semua harga dirinya menolak membiarkan Maya kembali ke rumahnya. Pria itu membiarkan hari Maya terus terluka, tanpa mengobatinya. Mungkin benar, sudah
"Sudahlah, Bu. Jangan ribut seperti ini. Aku akan makan nanti, silakan Ibu dan Wulan makan terlebih dahulu," ucap Aris tidak ingin kedua wanita yang paling disayanginya itu saling bertengkar."Bukan Ibu yang salah, Maya sudah mulai membantah perkataan Ibu. Seharusnya, kamu bisa menegurnya dan memberitahukannya bila hal yang dilakukannya itu salah! Jangan selalu membantah perkataan Ibu bila tetap ingin berada di rumah ini," balas Hani pada sang putra.Dari dulu, entah mengapa Hani sangat tidak menyukai Maya. Sejak awal berpacaran dengan Aris, tidak ada satu pun dari Maya yang membuat Hani menerima menantunya itu. Ditambah, Maya merupakan seorang yatim piatu yang hanya memiliki seorang kakak. Selain itu, Maya tidak dapat mengambil hati Hani walau telah melakukan semua cara. Bahkan, dia mengundurkan diri dari pekerjaan karena hasutan Hani pada sang suami yang mengatakan kalau dengan bekerja membuat Maya tidak kunjung hamil.Pada kenyataannya, setelah dia berhenti kerja. Hani selalu meng
Aris membuktikan ucapannya, dia ingin bermalam dengan sang istri. Wulan tidak bisa mengubah keputusan suaminya itu. Ada perasaan bersalah dalam hati Aris bila dia berubah pikiran. Tidak mungkin dia terus menyakiti hati Maya. Pada malam hari, Aris ingin menyalurkan hasratnya pada sang istri, tetapi Maya tidak menginginkan hal tersebut. Dia memutuskan untuk menghindar dari Aris. Namun, Aris mengatakan suatu hal yang membuat Maya tersentak. "Kamu ingin terus menghindar dariku? Padahal kamu tahu kalau menolak keinginan suami utnuk berhubungan akan mendapatkan laknat malaikat di sepanjang malam," ucap Aris sudah kehilangan kesabaran. Tidak mungkin dia pindah ke kamar Wulan untuk sekadar menuntaskan nafsunya, setega itukah Aris pada istrinya sendiri. Walau tidak ada cinta dalam dirinya untuk istri keduanya itu, dia tidak ingin terus menyakiti Maya. Akan tetapi, pria itu sadar kalau telah berjanji akan bersikap adil pada kedua istrinya. Maya menatap tajam Aris ketika pria itu menguacapak
"Jadi, apa yang dapat kamu lakukan Wulan?" tanya Aris kesal dengan pernyataan istri keduanya. "Aku tidak mungkin melakukan pekerjaan rumah. Mas tahu bukan kalau di rumahku saja aku dilayani dengan pelayan. Jadi, aku ingin Mas juga menyiapkan hal tersebut. Lagi pula, aku bukan pengangguran seperti Mbak Maya," ujar Wulan dengan sombong. Menjadi seorang karyawan di sebuah perusahaan swasta membuat Wulan sangat congkak. Berbeda dengan Maya yang merupakan seorang rumah tangga, Wulan merasa dirinya lebih dibandingkan dengan Maya. Belum lagi, kenyataan bahwa Wulan telah memiliki anak dari pernikahannya yang terdahulu. Rumor tentang Maya yang tidak dapat memiliki seorang anak sudah bukan hal baru bagi keluarga besar mereka. Hadirnya Wulan ditengah ucapan Hani yang menginginkan seorang cucu membuat rumah tangga Maya berada di ujung tanduk. "Mengapa tidak mungkin? Dulu ketika aku bekerja, aku tetap melakukan semua pekerjaan rumah tangga. Jangan karena kau bekerja lalu menginginkanku unt
"Katakan sekali lagi, apa yang kau lakukan!" tegas Maya dengan membulatkan mata.Aris meringis melihat kilat amarah di mata Maya. Wulan memaksanya memberikan nafkah padanya. Tadinya, dia ingin memberikan sebagian pada Maya, tetapi istri mudanya itu meyakinkan Aris kalau Wulan dapat mengelola keuangan dengan baik. Dengan mudah, Aris luluh tanpa mempertimbangkan akibatnya. Dia memberikan gajinya pada Wulan ketika keduanya menghabiskan malam pertama mereka. Entah apa yang ada dipikiran Aris, dia seolah terhipnotis dengan semua ucapan Wulan."Aku sudah memberikan jatah bulan ini pada Wulan, May," ucap Aris. Maya menaikkan alisnya, baru beberapa hari mendua Aris sudah berlaku tidak adil padanya. "Apa kamu ingat janjimu ketika meminta untuk menikah lagi, Mas? " tanya Maya."Ya, tentu aku mengingat setiap perkataanku, May," jawab Aris dengan pelan.Janji hanyalah janji, dia tidak dapat memenuhi semua ucapannya. Baru saja menikah, dia sudah memperlakukan Maya dengan tidak adil. Pria itu ter