"Mas! Aku memiliki kabar yang sangat mengembirakan untuk kita semua!" ujar Wulan dengan wajah penuh sumringah.Aris yang sedang menikmati sarapan ditemani oleh Maya sontak menoleh melihat istri keduanya. Wanita itu menyodorkan sebuah benda pipih yang sangat familiar. Mata Maya melebar ketika melihat benda telah berada di tangan Aris. Dua bulan setelah pertengkaran Maya dan Wulan, keduanya sepakat untuk melakukan gencatan senjata. Tidak ada adu mulut atau lirikan sinis dari keduanya. Namun, tetap saja terjadi perang dingin merebut perhatian sang suami.Maya menunjukkan kebolehannya dengan memasak makanan yang disukai oleh Aris. Berbeda dengan Wulan yang mengandalkan kecantikannya. Wanita itu memang sudah janda, tetapi soal kecantikan tentunya sebanding dengan Maya. Belum lagi umur Wulan yang terbilang lebih muda dibandingkan dengan Maya."Ada apa Wulan?" ucap Hani ikut penasaran dengan hal yang ingin diberitahukan oleh Wulan."Kamu hamil?" tanya Aris yang bangkit dari tempat duduknya,
"Aku ingin pindah ke kamar utama karena kamar yang aku tempati saat ini tidak terlalu luas. Jadi, ruang gerakku terbatas. Kamu tahu 'kan kalau aku sedang hamil. Jadi, aku butuh kamar yang lebih luas dari kamarku saat ini," ucap Wulan dengan wajah penuh senyuman.Maya menatap sendu Aris yang menunggu jawabannya. Perempuan itu tahu tidak ada yang berpihak pada saat ini. Aris yang notabenenya merupakan suami yang sangat mencintainya, saat ini tampak sangat gembira dengan kabar kehamilan Wulan. Napas Maya terasa sesak karena tidak dapat menolak permintaan madunya. Ketiga orang menatapnya dengan pandangan sulit diartikan. Mereka menunggu keputusan Maya terkait permintaan Wulan yang dirasa sangat mengganggu."Aku terserah pada Mas Aris, lima tahun aku menempati kamar utama di rumah ini. Sebagai sesama perempuan pasti kamu mengetahui perasaanku. Jadi, aku serahkan semua keputusan pada Mas Aris," balas Maya dengan tenang. Semua mata tertuju pada Aris, tentu saja Maya menginginkan Aris menol
"Kalau kamu tidak ikhlas, tidak perlu melakukannya, Mbak!" tukas Wulan memotong ucapan Maya. Mata Maya menyipit mendengar ucapan Wulan, dia bahkan belum mengatakan apa pun untuk menjawab pertanyaan Aris. Sang suami dan mertua menggeleng ketika mendengar ucapan Wulan. Wajah wanita itu sudah menunjukkan kalau dia tidak enak dengan istri pertama Aris. Selama beberapa Minggu melakukan gencatan senjata, tidak ada pembicaraan antara kedua orang itu. Mereka saling menghindari satu sama lain untuk mencegah terjadinya pertengkaran. Kini, Wulan merasa dia atas angin karena telah memiliki hal yang belum bisa diwujudkan oleh Maya. Ditatap sedemikian rupa oleh Hani dan Aris membuat Maya sadar kalau mereka menunggunya untuk mengalah. Kembali, Maya menatap mata Aris untuk meyakinkan dirinya. Tidak ada lagi tatapan mendamba dari Aris, cinta yang selama ini dia gaungkan seolah hilang begitu saja. "Aku mohon kamu dapat mempertimbangkan kehadiran anakku, Maya. Aku tahu kamu adalah wanita yang
"Tentu saja aku tidak akan mengubah perasaan cintaku padamu, aku sangat mencintaimu, Sayang," jawab Aris. Terdengar keraguan di setiap ucapan Aris. Maya tidak bisa menjamin setiap perkataan pria yang telah menemaninya selama lima tahun. Ketakutannya menjadi nyata, ucapan Aris hanya sekadar untuk menenangkan dirinya. Maya mengangguk, kemudian mengurai pelukan mereka. Sepertinya, hanya menunggu waktu perasaan Aris padanya akan berubah. Dia harus tegar menghadapi semua hal yang terjadi. Di sisi lain, Aris memandanginya dengan penuh tanya. Raut wajah Maya seolah tidak percaya dengan semua ucapannya. "Kamu percaya padaku, kan?" "Ya, Mas. Aku percaya padamu, biar bagaimana pun. Yang kamu cintai adalah aku, bukan Wulan. Namun, aku memahami dilema yang kau alami. Aku ikhlas bila harus berbagi dengan Wulan. Ini semua adalah konsekuensi poligami yang kamu berikan padaku," ujar Maya. Tidak ingin membuat sang suami merasa semakin bersalah, dia memilih untuk membereskan semua barangny
Maya tersentak dengan ucapan Hani. Dia menoleh ke arah wanita paruh baya yang sedari tadi mendengar ucapan Maya. Meneguhkan hatinya sendiri, Maya tercengang tidak ingin menambah kegaduhan dengan bertengkar dengan Hani. Tanpa mempedulikan ucapan Hani, perempuan itu beranjak pergi. Hani mengikuti dari belakang, dia ingin sekali berbicara dengan Maya sedari tadi. "Hei, dasar menantu tidak tahu diri. Ibu sedang berbicara denganmu!" hardik Hani. Tidak mendapatkan balasan atas ucapannya yang cukup menyayat hati, membuat Hani penasaran dengan perasaan Maya. Istri pertama dari putranya itu menunjukkan bahwa tidak ada kebahagiaan yang menyertainya ketika mendengar Wulan mengandung. Pastinya, Maya iri dengan kehamilan Wulan dan Hani ingin mencegah semua hal yang mungkin terjadi. "Apa sebenarnya mau Ibu?" tanya Maya menghadap pada sang mertua. "Tanpa Ibu beritahukan padamu, seharusnya kamu tahu keinginan Ibu, Maya!" jawab Hani dengan wajah yang menantang. "Aku sama sekali tidak mengerti uc
Aris tidak menjawab pertanyaan Maya, dia mengalihkan pembicaraan ketika Maya mempertanyaakan tentang perasaannya. "Perasaanku tetap sama padamu, hanya saja ada setitik perubahan yang terjadi. Aku harap kamu dapat mengerti kalau saat ini ada Wulan yang harus aku jaga," ucap Aris menolak menjawab pertanyaan Maya. "Begitukah? Semakin lama, aku semakin sadar kalau kamu tidak dapat berlaku adil pada kami berdua," balas Maya terus mengatakan tentang keadilan. "Sebaiknya, kamu tidur, May. Aku tidak ingin kamu terus memikirkan hal negatif. Untuk hal yang tadi kita perdebatkan, aku akan tetap mempekerjakan asisten rumah tangga untuk membantu Wulan. Uang gaji akan berasal dariku, tanpa mengganggu nafkah yang aku berikan. Aku rasa itu sudah keputusan yang cukup adil," ujar Aris. "Baiklah kalau itu maumu, Mas. Aku juga tidak mungkin memaksa Wulan untuk membantuku membereskan rumah." Perubahan dalam diri Aris nyatanya sangat membuat Maya bersedih. "Oh iya, sebelum asisten rumah tangga dat
"Aku tidak pernah menginginkan pernikahan ini berakhir, jadi jangan bicara sembarangan seperti itu Maya!" balas Aris. "Tapi, mengapa kamu hanya memberikan aku uang segini. Terus saja kamu bersikap tidak adil seperti ini, Mas! Apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu kembali seperti dulu?" Maya mulai menangis karena tidak tahan dengan semua perbuatan Aris. Hati Aris terenyuh dengan kekecewaan yang ditampilkan oleh Maya. Terlihat sekali kalau istri pertamanya itu sudah lama memendam semua kekecewaan yang tertanam di dadanya. "Kamu tahu kalau tidak akan pernah bisa memberikan Aris keturunan Maya! Jadi, lebih baik tetap bersikap seperti biasa, jangan pernah menuntut pada anakku. Sudah syukur kamu mendapatkan nafkah dari anakku! Berharap terlalu berlebihan akan membuatmu sakit hati!" Bukan Aris yang membalas ucapan Maya melainkan Hani. Perkataan ibu mertua yang sejak awal tidak menyukainya itu, tentu menambah sakit di hati Maya. Apakah dia tidak memiliki hak untuk menuntut apa
"Bukan maksudku mengatakan hal itu, Maya. Semua yang aku katakan demi rumah tangga kita. Aku sudah merindukan tangisan bayi di rumah ini. Kamu pasti tahu rasanya ditanya setiap saat oleh orang lain kapan memiliki momongan," ucap Aris. Maya termenung mendengarkan ucapan Aris. Selama ini memang kerap kali orang yang melihatnya selalu saja bertanya kapan memiliki seorang anak. Bahkan, ketika suaminya memutuskan poligami, tidak ada yang bersimpati padanya.Hanya sahabat terdekatnya yaitu Putri, yang bersimpati padanya. Semua temannya mencemooh dirinya di belakang karena merasa perlakuan Aris memang pantas didapatkan oleh Maya.Pertanyaan kapan memiliki anak selalu terngiang di telinga Maya. Ketika dia memutuskan resign pun, beberapa orang malah mencemoohnya karena berhenti bekerja dengan alasan ingin memiliki anak. Semua itu membuat Maya sadar sedikit sekali teman yang tulis padanya."Aku tahu semua perasaan itu, Mas. Namun, bukan berarti kamu terus membela Wulan yang membuatku harus men