Aris tidak menjawab pertanyaan Maya, dia mengalihkan pembicaraan ketika Maya mempertanyaakan tentang perasaannya. "Perasaanku tetap sama padamu, hanya saja ada setitik perubahan yang terjadi. Aku harap kamu dapat mengerti kalau saat ini ada Wulan yang harus aku jaga," ucap Aris menolak menjawab pertanyaan Maya. "Begitukah? Semakin lama, aku semakin sadar kalau kamu tidak dapat berlaku adil pada kami berdua," balas Maya terus mengatakan tentang keadilan. "Sebaiknya, kamu tidur, May. Aku tidak ingin kamu terus memikirkan hal negatif. Untuk hal yang tadi kita perdebatkan, aku akan tetap mempekerjakan asisten rumah tangga untuk membantu Wulan. Uang gaji akan berasal dariku, tanpa mengganggu nafkah yang aku berikan. Aku rasa itu sudah keputusan yang cukup adil," ujar Aris. "Baiklah kalau itu maumu, Mas. Aku juga tidak mungkin memaksa Wulan untuk membantuku membereskan rumah." Perubahan dalam diri Aris nyatanya sangat membuat Maya bersedih. "Oh iya, sebelum asisten rumah tangga dat
"Aku tidak pernah menginginkan pernikahan ini berakhir, jadi jangan bicara sembarangan seperti itu Maya!" balas Aris. "Tapi, mengapa kamu hanya memberikan aku uang segini. Terus saja kamu bersikap tidak adil seperti ini, Mas! Apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu kembali seperti dulu?" Maya mulai menangis karena tidak tahan dengan semua perbuatan Aris. Hati Aris terenyuh dengan kekecewaan yang ditampilkan oleh Maya. Terlihat sekali kalau istri pertamanya itu sudah lama memendam semua kekecewaan yang tertanam di dadanya. "Kamu tahu kalau tidak akan pernah bisa memberikan Aris keturunan Maya! Jadi, lebih baik tetap bersikap seperti biasa, jangan pernah menuntut pada anakku. Sudah syukur kamu mendapatkan nafkah dari anakku! Berharap terlalu berlebihan akan membuatmu sakit hati!" Bukan Aris yang membalas ucapan Maya melainkan Hani. Perkataan ibu mertua yang sejak awal tidak menyukainya itu, tentu menambah sakit di hati Maya. Apakah dia tidak memiliki hak untuk menuntut apa
"Bukan maksudku mengatakan hal itu, Maya. Semua yang aku katakan demi rumah tangga kita. Aku sudah merindukan tangisan bayi di rumah ini. Kamu pasti tahu rasanya ditanya setiap saat oleh orang lain kapan memiliki momongan," ucap Aris. Maya termenung mendengarkan ucapan Aris. Selama ini memang kerap kali orang yang melihatnya selalu saja bertanya kapan memiliki seorang anak. Bahkan, ketika suaminya memutuskan poligami, tidak ada yang bersimpati padanya.Hanya sahabat terdekatnya yaitu Putri, yang bersimpati padanya. Semua temannya mencemooh dirinya di belakang karena merasa perlakuan Aris memang pantas didapatkan oleh Maya.Pertanyaan kapan memiliki anak selalu terngiang di telinga Maya. Ketika dia memutuskan resign pun, beberapa orang malah mencemoohnya karena berhenti bekerja dengan alasan ingin memiliki anak. Semua itu membuat Maya sadar sedikit sekali teman yang tulis padanya."Aku tahu semua perasaan itu, Mas. Namun, bukan berarti kamu terus membela Wulan yang membuatku harus men
"Kita lihat saja nanti, Mas. Aku yakin akan ada menerimaku sebagai karyawan. Walaupun dulu aku bekerja sebagai guru. Aku berharap dapat beralih profesi!" ujar Maya.Aris mengatakan hal menohok dengan mempertanyakan kemampuan Maya. Perempuan itu menganggap sang suami tidak mempercayai bahwa Maya dapat kembali bekerja. Bukan tanpa alasan, Maya menginginkan kembali bekerja. Nafkah dari Aris sebesar lima ratus ribu tidak mungkin dapat memenuhi kebutuhannya. Mungkin cukup bila Maya tidak menanggung biaya makan empat orang dewasa yang berada dalam rumah yang dia tinggali. Memang setelah perdebatan tentang biaya listrik dan air, Wulan membayar semua pengeluaran karena merasa malu dengan ucapan Maya. Akan tetapi, biaya makan tetap ditanggung oleh Maya.Yang menjadi masalah adalah keinginan ibu mertuanya yang menginginkan masakan enak setiap hari. Bila lauk yang tersaji tidak sesuai dengan seleranya, Hani akan marah dan menuduh Maya tidak mengelola uang dengan baik. Padahal, di mana wanita ya
Tidak ingin larut dalam kesedihannya terlalu lama, Maya menghubungi sahabatnya, Putri. Dia menepis semua kekhawatirannya tentang keberadaan Gilang. Pria yang dari dulu mengatakan cinta, tetapi selalu ditolak oleh Maya. Sebenarnya, ada setitik penyesalan menolak pria sebaik Gilang. Namun, dia hanya dapat menganggap Gilang sebagai kakak. Tumbuh bersama dengan Putri membuatnya terbiasa dengan kehadiran Gilang. Tentunya tidak dapat dia memandang Gilang sebagai seorang pria. Hari ini, dia akan bertemu dengan Putri di perusahaan milik keluarganya. Selain tidak bisa menganggap Gilang sebagai seorang pria. Keluarga Putri membuat Maya selalu merasa rendah diri. Dia merupakan anak yatim piatu yang hanya memiliki Rendra sebagai keluarganya. Itu pun, Rendra sedang bertugas di Kalimantan. Tidak ada yang dapat membela dan menjadi sandaran Maya. Perempuan itu akan berusaha bangkit, tidak terus menerus meratapi nasibnya sebagai istri yang telah dipoligami oleh suaminya. Bertahan dengan cintanya pa
"Ada apa lagi, Mas?" Maya sudah cukup mendengarkan berbagai ucapan yang menyakiti hatinya. Tidak ingin berdebat lebih jauh lagi, dia sudah memilih untuk pergi terlebih dahulu. Aris memandang Maya tampak tak rela istrinya kembali bekerja. Memberikan uang nafkah yang sepantasnya pun, Aris belum bisa karena cicilannya di kantor masih lama. "Biar Mas mengantarkanmu, hari ini," ujar Aris berdiri hendak menyusul Maya. "Lho, Mas biasanya mengantarkanku. Tidak bisa seenaknya membiarkanku pergi sendiri, dong, Mas!" tukas Wulan tidak terima Maya diantarkan oleh sang suami. "Kita bisa berangkat bersama, Wulan. Jangan mempersulit hal yang mudah!" Aris mulai memberikan perhatian kecil pada Maya. Tentunya, hal itu tidak disukai oleh Wulan. "Aku tidak suka kalau Mbak Maya ikut bersama di mobil. Lagi pula, kita tidak tahu Mbak Maya akan melamar di mana!" "Sudah, Mas. Aku ditunggu oleh Putri. Kebetulan dia sudah hampir sampai. Tidak perlu kamu mengantarkanku. Cukup antar Wulan saja, tida
"Maafkan aku, tapi aku tidak dapat membalas cinta kakakmu. Aku hanya menganggapnya sebagai seorang Kakak. Tumbuh bersamamu, tentu saja aku tidak dapat menganggap Kak Gilang lebih dari sekadar Kakak," ucap Maya tidak ingin membuat Putri kesal. Maya tahu perasaan Gilang, tetapi dia tidak dapat membalasnya. Mungkin benar perkataan Putri, bila dia menikah dengan Gilang. Hidupnya tidak akan miris seperti ini. Diduakan oleh pria yang dicintainya sangat menyakitkan. Akan tetapi, Maya tidak ingin berandai-andai. Setiap keputusan memiliki konsekuensinya sendiri. Dengan menikah dengan Aris, dia telah menerima semuanya termasuk memiliki mertua yang tidak menyukainya. "Ya sudah, tidak perlu kita membahas itu. Sekarang, fokus membahagiakan dirimu sendiri. Bekerja menghasilkan uang untuk menyiapkan masa depan!" balas Putri tidak ingin memperpanjang pembahasan tentang sang kakak. Gilang memang sangat menyukai Maya, tetapi dia tidak ingin memaksakan kehendak. Saat itu, Putri kesal karena G
"Aku tidak memiliki alasan apa pun. Hanya saja, aku ingin meningkatkan karierku. Seperti yang Kakak tahu aku telah berhenti bekerja setelah lama tidak bekerja. Aku rindu kembali bekerja," ucap Maya sambil tersenyum canggung. Gilang terdiam mendengar alasan Maya. Baginya, itu bukanlah merupakan alasan utama. Pasti terjadi sesuatu dengan rumah tangga Maya, hingga dia memutuskan untuk kembali bekerja. "Apa suamimu memperlakukanmu dengan baik? Kamu bahagia menikah dengannya?" tanya Gilang pada Maya yang mengejapkan matanya berulang kali. "Tentu saja Mas Aris bersikap baik padamu, tidak pernah dia memperlakukanku tidak baik. Untuk apa kamu mempertanyaakan kebahagiaanku? Tentu kamu dapat melihat kalau aku baik-baik saja!" jawab Maya dengan tenang. Perhatian Gilang tentu membuatnya berdebar dan merasa bersalah. Cukup menyesal Maya menolak pria sebaik Gilang. Namun, dia merasa tidak pantas untuk bersanding dengannya. Selain itu, Maya tidak pernah menganggap Gilang lebih dari sekada