"Ada apa lagi, Mas?" Maya sudah cukup mendengarkan berbagai ucapan yang menyakiti hatinya. Tidak ingin berdebat lebih jauh lagi, dia sudah memilih untuk pergi terlebih dahulu. Aris memandang Maya tampak tak rela istrinya kembali bekerja. Memberikan uang nafkah yang sepantasnya pun, Aris belum bisa karena cicilannya di kantor masih lama. "Biar Mas mengantarkanmu, hari ini," ujar Aris berdiri hendak menyusul Maya. "Lho, Mas biasanya mengantarkanku. Tidak bisa seenaknya membiarkanku pergi sendiri, dong, Mas!" tukas Wulan tidak terima Maya diantarkan oleh sang suami. "Kita bisa berangkat bersama, Wulan. Jangan mempersulit hal yang mudah!" Aris mulai memberikan perhatian kecil pada Maya. Tentunya, hal itu tidak disukai oleh Wulan. "Aku tidak suka kalau Mbak Maya ikut bersama di mobil. Lagi pula, kita tidak tahu Mbak Maya akan melamar di mana!" "Sudah, Mas. Aku ditunggu oleh Putri. Kebetulan dia sudah hampir sampai. Tidak perlu kamu mengantarkanku. Cukup antar Wulan saja, tida
"Maafkan aku, tapi aku tidak dapat membalas cinta kakakmu. Aku hanya menganggapnya sebagai seorang Kakak. Tumbuh bersamamu, tentu saja aku tidak dapat menganggap Kak Gilang lebih dari sekadar Kakak," ucap Maya tidak ingin membuat Putri kesal. Maya tahu perasaan Gilang, tetapi dia tidak dapat membalasnya. Mungkin benar perkataan Putri, bila dia menikah dengan Gilang. Hidupnya tidak akan miris seperti ini. Diduakan oleh pria yang dicintainya sangat menyakitkan. Akan tetapi, Maya tidak ingin berandai-andai. Setiap keputusan memiliki konsekuensinya sendiri. Dengan menikah dengan Aris, dia telah menerima semuanya termasuk memiliki mertua yang tidak menyukainya. "Ya sudah, tidak perlu kita membahas itu. Sekarang, fokus membahagiakan dirimu sendiri. Bekerja menghasilkan uang untuk menyiapkan masa depan!" balas Putri tidak ingin memperpanjang pembahasan tentang sang kakak. Gilang memang sangat menyukai Maya, tetapi dia tidak ingin memaksakan kehendak. Saat itu, Putri kesal karena G
"Aku tidak memiliki alasan apa pun. Hanya saja, aku ingin meningkatkan karierku. Seperti yang Kakak tahu aku telah berhenti bekerja setelah lama tidak bekerja. Aku rindu kembali bekerja," ucap Maya sambil tersenyum canggung. Gilang terdiam mendengar alasan Maya. Baginya, itu bukanlah merupakan alasan utama. Pasti terjadi sesuatu dengan rumah tangga Maya, hingga dia memutuskan untuk kembali bekerja. "Apa suamimu memperlakukanmu dengan baik? Kamu bahagia menikah dengannya?" tanya Gilang pada Maya yang mengejapkan matanya berulang kali. "Tentu saja Mas Aris bersikap baik padamu, tidak pernah dia memperlakukanku tidak baik. Untuk apa kamu mempertanyaakan kebahagiaanku? Tentu kamu dapat melihat kalau aku baik-baik saja!" jawab Maya dengan tenang. Perhatian Gilang tentu membuatnya berdebar dan merasa bersalah. Cukup menyesal Maya menolak pria sebaik Gilang. Namun, dia merasa tidak pantas untuk bersanding dengannya. Selain itu, Maya tidak pernah menganggap Gilang lebih dari sekada
"Tentu saja, tidak bisa, Kak," ucap Maya sambil melepaskan genggaman Gilang. Penolakan kembali dikatakan Maya, tetapi pria itu memilih untuk menatap Maya dengan intens. Gilang terdiam tidak berusaha untuk kembali meraih tangan Maya. Dia sudah mengira bila Maya dengan tegas akan menolak Gilang. Bila sebelum menikah saja Maya tidak menerimanya, apa lagi bila dia sudah menikah dengan Gilang. Maya adalah tipe perempuan yang setia, tidak mungkin dia akan mengkhianati Aris walau pria itu telah menduakannya. Pun Aris menikah lagi dengan persetujuan Maya. Jadi, perempuan itu tidak merasa bila Aris memang menginginkan pernikahan tersebut karena pada kenyatannya pria itu terpaksa menikahi Wulan. "Mengapa tidak bisa? Pria itu telah mengkhianatimu. Setahuku, kamu memiliki prinsip tidak ingin melanjutkan hubungan bila telah diduakan. Apa sekarang, Maya tidak lagi mempunyai prinsip?" tanya Gilang terus memandang Maya dengan intens. "Tentu saja aku tetap memiliki prinsip. Mas Aris tidak me
"Aku rasa itu semua bukan urusanmu, Kak! Aku permisi ingin pulang, selesai sudah urusanku di Perusahaan hari ini," ucap Maya tidak ingin menjawab pertanyaan Gilang. Mengungkapkan kejadian yang dialaminya saja sudah merupakan sebuah aib. Tidak ingin terlibat lebih jauh lagi, Maya memilih untuk diam tidak menjawab pertanyaan Gilang. Diamnya Maya diartikan bahwa selama ini Aris tidak memperlakukan wanita yang dicintainya itu dengan baik. "Ya, silakan saja kamu pergi dari sini! Aku harap kamu diterima bekerja." Maya tidak menanggapi perkataan Gilang. "Terima kasih, Kak," balas Maya kemudian hendak pergi dari ruangan Gilang Tidak baik terus berada satu ruangan dengan Gilang, dia menganggap bila pria itu terobsesi dengannya. Walau terkadang tidak semua yang dipikirkan Maya benar, tetapi tatapan Gilang padanya tetap sama. Ada pancaran cinta yang terlihat di kedua matanya. Setelah Maya menikah dengan Aris, Gilang sama sekali tidak memunculkan batang hidungnya dihadapan Maya. Sela
"Aku tidak ingin kamu mempedulikan Kak Gilang. Tolong menjaga jarak darinya, dia akan terus teringat padamu bila kamu mempedulikannya. Bersikaplah seperti biasa yang acuh pada Kak Gilang setelah kamu menerima Aris sebagai suamimu." Deg Ada perasaan tidak rela ketika Putri mengajukan syarat seperti itu. Tentunya, Maya ingin kembali memiliki hubungan baik dengan Gilang. Tidak ingin dia terus bersikap acuh pada pria yang pernah berarti dalam hidupnya. Gilang pernah membantu perempuan yatim piatu itu. Di saat Maya merasa sendirian ketika kedua orang tuanya meninggal. Gilang mendukungnya untuk kembali bangkit. Semua itu tentu berada dalam ingatan Maya, tidak ingin dia lupa pada kebaikan Gilang. "Aku hanya menganggap Kak Gilang sebagai kakakku. Tidak ada yang aku rencanakan, bagiku Kak Gilang adalah kakak yang sangat aku sayangi. Perbuatanmu yang menyembunyikan kecelakaan yang dialami Kak Gilang sangat menyakitiku. Seharusnya, kamu dapat mengerti posisiku," balas Maya. "Tentu sa
"Ada apa ini, Bu?" tanya Aris yang berada di ambang pintu. Hani menatap Maya dengan sinis, dia merasa ini adalah kesempatan untuk menjatuhkan menantunya. Sedangkan, Maya sudah merasa bila Hani akan membuktikan ucapannya dengan mengadu pada sang suami. Tatapan Aris menyiratkan sesuatu. Pertengkaran antara Maya dan Hani selalu terjadi. Tidak pernah dia saksikan Hani memperlakukan Maya dengan baik. Belum lagi, kenyataan bahwa Wulan akan memberikan Aris cucu semakin membuat Maya terlihat rendah di mata Hani. "Istrimu ini tidak ingin melakukan tugasnya! Dia membiarkan Bi Marni memasak, padahal itu adalah tugasnya selama ini!" adu Hani yang kesal dengan penolakan Maya. "Wajar aku menolaknya karena saat ini aku sudah diterima bekerja. Ketika aku sampai di rumah, badanku sudah lelah. Bi Marni dipekerjakan untuk membantu meringankan pekerjaan rumah bukan? Jadi, aku harap kamu dapat memaklumi kalau aku tidak lagi bisa memasak," ujar Maya. "Tapi, aku sangat menyukai masakanmu. Kan bisa
"Baguslah kalau kamu tahu diri, lebih baik memang kalian bercerai. Sejak awal pernikahan kalian, Ibu sudah tidak menyukai sifat Maya. Kamu terlalu arogan untuk menjadi menantuku, baru membantu sedikit saja biaya rumah tangga sudah sering mengungkitnya. Berbeda sekali dengan Wulan yang tidak pernah membahas sedikit pun tentang semua yang telah dilakukan." Hani semakin menyulut emosi Maya."Bu! Hentikan! Sampai kapan pun aku tidak mungkin menceraikan Maya! Dia adalah istri yang sangat ku cintai. Tidak mungkin aku menceraikannya. Walau istri keduaku akan memberikanku keturunan. Tidak dapat kupungkiri bila hanya Maya yang bertahta di hatiku," ucap Aris. "Kalau kamu mencintaiku seharusnya kamu dapat mencegah semua yang terjadi di rumah tangga kita, Mas. Kamu tidak menghadirkan Wulan sebagai maduku. Aku baru menyadari satu hal, Mas. Perbuatanmu ini sebenarnya menjelaskan bila kamu tidak mencintaiku sebesar itu. Sama sekali kamu tidak memperdulikan perasaanku ketika kamu meminta izin untuk