"Ada apa ini, Bu?" tanya Aris yang berada di ambang pintu. Hani menatap Maya dengan sinis, dia merasa ini adalah kesempatan untuk menjatuhkan menantunya. Sedangkan, Maya sudah merasa bila Hani akan membuktikan ucapannya dengan mengadu pada sang suami. Tatapan Aris menyiratkan sesuatu. Pertengkaran antara Maya dan Hani selalu terjadi. Tidak pernah dia saksikan Hani memperlakukan Maya dengan baik. Belum lagi, kenyataan bahwa Wulan akan memberikan Aris cucu semakin membuat Maya terlihat rendah di mata Hani. "Istrimu ini tidak ingin melakukan tugasnya! Dia membiarkan Bi Marni memasak, padahal itu adalah tugasnya selama ini!" adu Hani yang kesal dengan penolakan Maya. "Wajar aku menolaknya karena saat ini aku sudah diterima bekerja. Ketika aku sampai di rumah, badanku sudah lelah. Bi Marni dipekerjakan untuk membantu meringankan pekerjaan rumah bukan? Jadi, aku harap kamu dapat memaklumi kalau aku tidak lagi bisa memasak," ujar Maya. "Tapi, aku sangat menyukai masakanmu. Kan bisa
"Baguslah kalau kamu tahu diri, lebih baik memang kalian bercerai. Sejak awal pernikahan kalian, Ibu sudah tidak menyukai sifat Maya. Kamu terlalu arogan untuk menjadi menantuku, baru membantu sedikit saja biaya rumah tangga sudah sering mengungkitnya. Berbeda sekali dengan Wulan yang tidak pernah membahas sedikit pun tentang semua yang telah dilakukan." Hani semakin menyulut emosi Maya."Bu! Hentikan! Sampai kapan pun aku tidak mungkin menceraikan Maya! Dia adalah istri yang sangat ku cintai. Tidak mungkin aku menceraikannya. Walau istri keduaku akan memberikanku keturunan. Tidak dapat kupungkiri bila hanya Maya yang bertahta di hatiku," ucap Aris. "Kalau kamu mencintaiku seharusnya kamu dapat mencegah semua yang terjadi di rumah tangga kita, Mas. Kamu tidak menghadirkan Wulan sebagai maduku. Aku baru menyadari satu hal, Mas. Perbuatanmu ini sebenarnya menjelaskan bila kamu tidak mencintaiku sebesar itu. Sama sekali kamu tidak memperdulikan perasaanku ketika kamu meminta izin untuk
"Kalau begitu kita tuntut saja istri sah dari kekasih Elsa!" tukas Aris yang merasa kasihan dengan adik sepupunya. "Perempuan itu mengancam akan menuntut balik Elsa dengan pasal perzinahan bila kita melaporkan kasus ini ke ranah hukum. Yang Tante permasalahkan saat adalah biaya pengobatan Elsa. Pria yang menjadi kekasih Elsa pun angkat tangan karena semua asetnya diambil oleh istrinya," ucap Utami masih dengan wajah yang penuh air mata. Maya mendengarkan setiap ucapan Utami tanpa ekspresi. Sejak dulu, dia sudah mengatakan pada Aris untuk berhenti membantu biaya kuliah Elsa. Perempuan itu tahu bahwa Elsa tidak memiliki sama sekali keinginan untuk kuliah. Percuma saja rasanya membiayai seseorang yang tidak memiliki keinginan belajar. Namun, Utami dengan paksa tetap meminta agar Aris membantunya. Hadapan Utami hanya pada Elsa, tidak mungkin dia membiarkan anak satu-satunya itu berhenti melanjutkan kuliahnya. "Salah Elsa sendiri, Tante. Seharusnya, dia tidak berpacaran dengan suami
"Hentikan ucapanmu, Maya. Kalau kamu tidak bisa membantu Elsa, paling tidak jangan menghinanya," tegur Hani yang tidak tahan dengan ucapan Maya. Maya hanya diam ketika melihat Wulan meliriknya sambil tersenyum. Dia sudah biasa dengan kelakukan Hani yang selalu membela Wulan. Jadi, tidak amslaah apa pun ucapan Hani, Maya tidak akan menyimpannya dalam hati. "Kalau begitu, Tante harus segera ke rumah sakit! Terima kasih, Wulan. Kamu memang orang yang paling dapat diandalkan," ujar Utami sambil menggenggam tangan Wulan. "Ya, Tante. Semoga apa yang terjadi pada Elsa cepat selesai. Maaf aku tidak bisa ikut ke rumah sakit karena masih lelah setelah bekerja," balas Wulan dengan penuh senyuman. "Biar aku mengantar, Tante!" tukas Aris yang mengambil kunci mobilnya. Hani pun lekas ikut bersama dengan Aris dan Utami meninggalkan Maya di rumah dengan Wulan. Wulan memandang Maya yang masih memakai baju kerja lengkap. "Jadi, apa mbak sudah mendapatkan pekerjaan?" "Tentu! Aku sudah menda
Maya telah sampai di Perusahan tempatnya bekerja. Dengan penuh semangat, perempuan itu menginginkan hal yang terbaik untuk dirinya sendiri. Dia ingin mengembangkan kembali kariernya yang telah lama tenggelam. Perempuan itu menuju ruang HRD untuk mengetahui posisinya. Pada saat terakhir yang akhirnya diputuskan bahwa Maya diterima di Perusahaan, dia tidak mengetahui posisi yang didapatkannya. Putri tidak lagi menjemputnya karena dia tahu diri untuk tidak merepotkan sahabatnya itu. "Posisi kamu adalah menjadi sekretaris Pak Gilang," ucap Poppy yang memang menunggu Maya. "Apa? Bukankah saya melamar sebagai editor atau Staff biasa? Mengapa harus menjadi sekretaris?" ujar Maya terkejut. Dia sudah berjanji pada Putri untuk menjauhi Gilang walau diterima di perusahan keluarga Gilang. Namun, nampaknya pria itu melakukan sesuatu hingga Maya harus menjadi sekretarisnya. "Beberapa waktu lalu, sekretaris Pak Gilang mengundurkan diri karena ingin fokus pada buah hatinya. Jadi, kamu yang pali
"Lho, Wulan juga berkerja lagi pula dia sedang hamil. Tidak mungkin Ibu meminta Wulan untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Ibu memiliki kamu sebagai menantu. Jadi, Ibu harap kamu tidak perlu bekerja dan melakukan pekerjaan yang dialihkan Bi Marni!" tukas Hani. "Jadi, Ibu memintaku untuk menggantikan tugas Bi Marni? Aku baru saja bekerja, Bu. Tidak mungkin aku langsung mengundurkan diri karena Bi Marni dipecat. Lagi pula aku yakin Bi Marni tidak melakukan hal yang Ibu tuduhkan. Mungkin saja Ibu lupa menaruh kalung Ibu," ucap Maya berusaha untuk menolak keinginan Hani.Entah mengapa jauh dalam lubuk hatinya, Maya menyangkan kalau pemecatan yang dilakukan oleh Bi Marni merupakan rekayasa. Mertuanya itu sedari dulu tidak menyukai dirinya bekerja. Bagi Hani, seorang istri harusnya berada di rumah untuk melakukan pekerjaan rumah. Namun, yang menjadi pertanyaan mengapa Hani menginginkan Wulan menjadi madunya.Wulan selama ini ikut membantu kebutuhan rumah tangga ketika telah disindir oleh May
"Tidak! Tarik kembali ucapanmu, Maya. Sampai kapan pun aku tidak akan berpisah darimu!" balas Aris terkejut dengan ucapan Maya. "Lalu, untuk apa mempertahankan pernikahan ini, Mas? Kamu pun tidak bisa bersikap adil seperti yang kamu janjikan. Semua ucapanmu hanya isapan belaka, manis di bibir. Namun, kenyataannya aku hanya menjadi istri pajanganmu atau bahkan babu di rumah ini," ujar Maya dengan menggebu-gebu. Maya sudah berusaha bersabar empat bulan ini dengan semua perlakukan Aris. Pria yang berjanji untuk bersikap adil itu tidak dapat menepati janjinya. Jadi, dia memilih untuk pergi saja dari rumah tangga penuh derita ini. Lebih baik sendiri, dibandingkan berdua tetapi selalu merasa sendirian. "Maya, jangan gegabah seperti itu! Kamu harus bisa mengerti kondisiku. Saat ini aku tidak mungkin bisa membagi nafkah dengan adil karena satu dan lain hal. Apa yang bisa aku lakukan agar kamu tidak meminta berpisah?" ujar Aris dengan wajah memelas. "Sudahlah Aris! Bukankah lebih baik
"Kabulkan saja permohonannya yang menginginkan perpisahan. Bukan kamu yang menginginkannya, Aris! Ibu rasa sudah cukup jelas bila dia tidak lagi memiliki perasaan yang sama denganmu!" ucap Hani mulai mengompori Aris. "Mbak Maya yakin ingin bercerai dari Mas Aris?" tanya Wulan. Pertanyaan Wulan memang terdengar biasa, tetapi Maya tahu perempuan itu menginginkan jawaban yang pasti. Mungkin, inilah yang ditunggu-tunggu Wulan. Ucapan pisah dari Maya dengan penuh suka cita. Tidak menampik bila Wulan menunggu Maya menyerah dengan rumah tangganya dan Aris. Pun Maya telah bertahan selama ini merupakan sesuatu yang melebihi ekspektasi. Bahkan, Wulan awalnya yakin bila Maya tidak akan mengizinkan Aris berpoligami. Maya menatap Wulan dengan senyum di wajah. "Bukankah ini yang kamu inginkan? Bila aku bercerai dari Mas Aris, kamu akan menjadi istri satu-satunya. Belum lagi kamu dapat mengurus surat pernikahan kalian untuk memberikan status pada anakmu!" jawab Maya membuat Wulan tersentak. S