"Hentikan ucapanmu, Maya. Kalau kamu tidak bisa membantu Elsa, paling tidak jangan menghinanya," tegur Hani yang tidak tahan dengan ucapan Maya. Maya hanya diam ketika melihat Wulan meliriknya sambil tersenyum. Dia sudah biasa dengan kelakukan Hani yang selalu membela Wulan. Jadi, tidak amslaah apa pun ucapan Hani, Maya tidak akan menyimpannya dalam hati. "Kalau begitu, Tante harus segera ke rumah sakit! Terima kasih, Wulan. Kamu memang orang yang paling dapat diandalkan," ujar Utami sambil menggenggam tangan Wulan. "Ya, Tante. Semoga apa yang terjadi pada Elsa cepat selesai. Maaf aku tidak bisa ikut ke rumah sakit karena masih lelah setelah bekerja," balas Wulan dengan penuh senyuman. "Biar aku mengantar, Tante!" tukas Aris yang mengambil kunci mobilnya. Hani pun lekas ikut bersama dengan Aris dan Utami meninggalkan Maya di rumah dengan Wulan. Wulan memandang Maya yang masih memakai baju kerja lengkap. "Jadi, apa mbak sudah mendapatkan pekerjaan?" "Tentu! Aku sudah menda
Maya telah sampai di Perusahan tempatnya bekerja. Dengan penuh semangat, perempuan itu menginginkan hal yang terbaik untuk dirinya sendiri. Dia ingin mengembangkan kembali kariernya yang telah lama tenggelam. Perempuan itu menuju ruang HRD untuk mengetahui posisinya. Pada saat terakhir yang akhirnya diputuskan bahwa Maya diterima di Perusahaan, dia tidak mengetahui posisi yang didapatkannya. Putri tidak lagi menjemputnya karena dia tahu diri untuk tidak merepotkan sahabatnya itu. "Posisi kamu adalah menjadi sekretaris Pak Gilang," ucap Poppy yang memang menunggu Maya. "Apa? Bukankah saya melamar sebagai editor atau Staff biasa? Mengapa harus menjadi sekretaris?" ujar Maya terkejut. Dia sudah berjanji pada Putri untuk menjauhi Gilang walau diterima di perusahan keluarga Gilang. Namun, nampaknya pria itu melakukan sesuatu hingga Maya harus menjadi sekretarisnya. "Beberapa waktu lalu, sekretaris Pak Gilang mengundurkan diri karena ingin fokus pada buah hatinya. Jadi, kamu yang pali
"Lho, Wulan juga berkerja lagi pula dia sedang hamil. Tidak mungkin Ibu meminta Wulan untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Ibu memiliki kamu sebagai menantu. Jadi, Ibu harap kamu tidak perlu bekerja dan melakukan pekerjaan yang dialihkan Bi Marni!" tukas Hani. "Jadi, Ibu memintaku untuk menggantikan tugas Bi Marni? Aku baru saja bekerja, Bu. Tidak mungkin aku langsung mengundurkan diri karena Bi Marni dipecat. Lagi pula aku yakin Bi Marni tidak melakukan hal yang Ibu tuduhkan. Mungkin saja Ibu lupa menaruh kalung Ibu," ucap Maya berusaha untuk menolak keinginan Hani.Entah mengapa jauh dalam lubuk hatinya, Maya menyangkan kalau pemecatan yang dilakukan oleh Bi Marni merupakan rekayasa. Mertuanya itu sedari dulu tidak menyukai dirinya bekerja. Bagi Hani, seorang istri harusnya berada di rumah untuk melakukan pekerjaan rumah. Namun, yang menjadi pertanyaan mengapa Hani menginginkan Wulan menjadi madunya.Wulan selama ini ikut membantu kebutuhan rumah tangga ketika telah disindir oleh May
"Tidak! Tarik kembali ucapanmu, Maya. Sampai kapan pun aku tidak akan berpisah darimu!" balas Aris terkejut dengan ucapan Maya. "Lalu, untuk apa mempertahankan pernikahan ini, Mas? Kamu pun tidak bisa bersikap adil seperti yang kamu janjikan. Semua ucapanmu hanya isapan belaka, manis di bibir. Namun, kenyataannya aku hanya menjadi istri pajanganmu atau bahkan babu di rumah ini," ujar Maya dengan menggebu-gebu. Maya sudah berusaha bersabar empat bulan ini dengan semua perlakukan Aris. Pria yang berjanji untuk bersikap adil itu tidak dapat menepati janjinya. Jadi, dia memilih untuk pergi saja dari rumah tangga penuh derita ini. Lebih baik sendiri, dibandingkan berdua tetapi selalu merasa sendirian. "Maya, jangan gegabah seperti itu! Kamu harus bisa mengerti kondisiku. Saat ini aku tidak mungkin bisa membagi nafkah dengan adil karena satu dan lain hal. Apa yang bisa aku lakukan agar kamu tidak meminta berpisah?" ujar Aris dengan wajah memelas. "Sudahlah Aris! Bukankah lebih baik
"Kabulkan saja permohonannya yang menginginkan perpisahan. Bukan kamu yang menginginkannya, Aris! Ibu rasa sudah cukup jelas bila dia tidak lagi memiliki perasaan yang sama denganmu!" ucap Hani mulai mengompori Aris. "Mbak Maya yakin ingin bercerai dari Mas Aris?" tanya Wulan. Pertanyaan Wulan memang terdengar biasa, tetapi Maya tahu perempuan itu menginginkan jawaban yang pasti. Mungkin, inilah yang ditunggu-tunggu Wulan. Ucapan pisah dari Maya dengan penuh suka cita. Tidak menampik bila Wulan menunggu Maya menyerah dengan rumah tangganya dan Aris. Pun Maya telah bertahan selama ini merupakan sesuatu yang melebihi ekspektasi. Bahkan, Wulan awalnya yakin bila Maya tidak akan mengizinkan Aris berpoligami. Maya menatap Wulan dengan senyum di wajah. "Bukankah ini yang kamu inginkan? Bila aku bercerai dari Mas Aris, kamu akan menjadi istri satu-satunya. Belum lagi kamu dapat mengurus surat pernikahan kalian untuk memberikan status pada anakmu!" jawab Maya membuat Wulan tersentak. S
Maya menatap penuh permohonan pada pria yang sudah lima tahun membersamainya. Dia sudah tidak sanggup menahan semua perasaannya. Tidak ada lagi yang dapat membuatnya bertahan menjadi istri Aris. "Kamu yakin ingin berpisah denganku, Maya? Aku makan sangat mencintaimu. Tolong jangan memaksaku untuk melakukan hal ini," ucap Aris memandang sendu istri pertamanya itu. "Semua yang dikatakan Ibu benar, Mas. Tidak ada yang dapat kamu banggakan dariku. Bukankah aku tidak bisa memberikan anak? Tidak pula membantumu dalam keuangan rumah tangga. Hal itu dapat dilakukan oleh Wulan. Jadi, mungkin lebih baik kamu hanya memiliki seorang istri saja," ujar Maya dengan tenang. Cinta memang masih ada dalam hati Maya, tetapi semuanya telah terkikis dengan perilaku Aris. Lebih baik dia menjelaskan statusnya sebagai seorang janda. Dari pada hidup bersama dengan Aris sebagai istrinya, terapi diperlakukan layaknya janda. Tidak diberikan nafkah lahir maupun batin adalah salah satu alasan dari Maya u
Maya tidak merasa sebagai wanita paling merana karena telah diceraikan. Justru ada perasaan lega lepas dari belenggu pernikahan yang dihadirkan Aris. Selama menikah dengan Aris, dia memang bahagia. Namun, ada yang membuatnya tidak menerima kebahagiaan itu dengan semestinya. Kehadiran anak menjadi momok yang menakutkan untuk Maya. Budaya di Indonesia masih sangat memvalidasi kehadiran anak sebagai tolok ukur sebuah keluarga. Jadilah, Maya menerima poligami yang membuat hatinya kian terluka. "Selamat tinggal, Mas Aris," ucap Maya pada mantan suaminya itu. Tadinya, Aris bersikeras untuk mengantarkan Maya menuju rumahnya. Perjalanan menuju rumah Maya mamakan waktu tiga jam. Namun, Maya menolak, dia tidak ingin keteguhan hatinya goyah. "Ini sudah malam, Maya. Aku tidak tega membiarkanmu seorang diri pulang ke rumah," ujar Aris mencegah kepergian Maya. "Mas, kamu tenang saja. Aku duga memesan kendaraan online. Kamu tidak perlu mengkhawatirkanku," balas Maya dengan senyuman. Wanita
Kepergian Maya memberikan kesedihan pada Aris. Pria itu melihat Hani dan Wulan bersuka cita atas kepergian istri pertamanya itu. Lebih tepatnya telah menjadi mantan istri. "Jangan terlalu lama dalam mengurus perceraian. Maya tidak berhak mendapatkan apa pun karena dia tidak memiliki anak denganmu. Ibu bersyukur kamu lepas dari dirinya," ucap Hani. Wulan yang berada di samping Hani ikut tersenyum. Dia merasa sangat puas dan bangga menjadi istri satu-satunya bagi Aris. Tanpa campur tangannya, Maya menyerah hanya dalam kurun waktu beberapa bulan. Hal itu membuat Wulan di atas angin. Keberpihakan Hani juga merupakan yang sangat diinginkan oleh Wulan. Setiap menantu pasti ingin agar disukai oleh ibu mertua. Aris menatap Hani dengan sendu. Dia tidak habis pikir dengan sang ibu yang dapat mengucapkan hal tersebut dengan mudah. Ibunya itu seolah tidak memiliki hati dengan memintanya untuk segera mengurus perceraiannya dengan Maya. "Iya, Mas. Aku setuju dengan Ibu. Bila kalian telah