Darren Sinclair dan Sean Sinclair, kedua pewaris tampan dari Sinclaire Enterprise harus terjebak cinta segitiga dengan gadis yang sangat cantik bernama Madeline Walker. Semula, Madeline jatuh cinta pada Darren. Akan tetapi sikap pria itu selalu cuek dan dingin, tidak pernah mau memperhatikannya. Sehingga, Madeline berpikir bahwa Darren tidak menyukainya. Namun, semua berubah ketika adik Sean menyatakan cinta pada Madeline dan perempuan itu menerimanya dengan harapan bisa melupakan perasaannya pada Darren. Dipenuhi kecewa dan penyesalan, Darren mabuk berat malam itu, mendatangi Madeline di apartemennya dan mereka terjebak melakukan hubungan intim. Situasi menjadi semakin rumit ketika Madeline harus menghadapi Cressida Anderson. Seorang wanita dari keluarga terhormat yang dipilih oleh keluarga Sinclair untuk menjadi pasangan Darren. Ketegangan semakin meningkat saat Madeline terjebak antara cinta dan perhatian dari dua saudara tersebut dan juga dia harus menghadapi kecemburuan Cressida yang membabi buta. Keadaan menjadi semakin sulit saat Madeline mengetahui bahwa dia hamil anak dari Darren. Dia tahu akan menyakiti Sean, tetapi tidak sanggup juga membiarkan pria itu masih peduli padanya.
View MoreDarren sontak berdiri dengan ekspresi terkejut. "Sial!" Dia tanpa pamit langsung pergi begitu saja.Lulu menatap kepergian bosnya hingga hilang dari pandangannya. "Kamu ke mana saja, sih? Aku khawatir di sini, tapi kamu malah mengabaikanku!" teriak Crasida di telepon saat Darren mencoba menghubunginya di dalam perjalanan menuju ke Rumah sakit."Maaf, sayang. Aku akan segera ke sana." Darren segera menuju ke rumah sakit. Dalam perjalanan menuju tempat tujuan, ia masih memikirkan Michael. Ia tak percaya Michael akan mengalami kecelakaan karena tidak ada tanda-tanda akan terjadi hal buruk. Ia berdoa semoga Michael dalam keadaan baik-baik saja. Setelah terdiam sambil mengemudi beberapa menit kemudian akhirnya ia tiba di Rumah sakit. Darren bergegas menemui Crasida yang telah menunggunya. Ternyata Sean telah lebih dahulu berada di sana. Walau sempat kesal dan masih marah pada adiknya itu, ia tak ingin dulu mengungkit masalah itu. "Bagaimana keadaan putra kita?" "Dia butuh banyak darah.
Madeline memeluk erat putranya, ia enggan meninggalkan mobil karena memikirkan keselamatan putra dan dirinya sementara Sean bergeming tanpa memberikan rasa kasihan padanya. Madeline menunggu beberapa saat untuk memohon agar Sean berubah pikiran, hanya lewat tatapannya yang tak berdaya, tetapi Sean masih sama, tidak peduli padanya. Akhirnya Madeline terpaksa turun dari mobil dan tidak butuh waktu lama Sean benar-benar meninggalkannya di jalan sepi itu.Madeline menangis ketika putranya bertanya, "Mama, apa kita akan menunggu di sini? Dylan takut, Ma." Madeline, mencoba menahan suara isaknya agar dapat menjawab Sean, "Sebentar lagi kita pulang. Kita tunggu taksi dulu, ya? Untuk sementara kita jalan dulu ke tempat yang ramai." "Apa Mama, bisa?" Ia menatap luka di lutut ibunya.Madeline tersenyum, sembari menganggukkan kepala. "Ayo, kita jalan!" Darren kehilangan jejak mobil Sean. Hampir saja ia memutuskan untuk kembali ke rumah, tapi saat melihat seorang perempuan dengan putra kecil
"Om, mau ketemu mama, boleh?" tanya Darren, sambil melirik ke kaca mobil. Dia melihat samar-samar sosok Madeline di sana, sedang bersandar pada bangku mobil. Sikap duduk perempuan itu masih sama, masih melindungi identitasnya. "Mama, lagi sakit, Om. Tidak bisa." "Sebentar saja. Om, cuma mau berkenalan sama mamamu." Setelah berkata, dia langsung menuju ke lain sisi pintu mobil, di mana tempat Madeline duduk. "Tapi kata Om Sean, mama sedang terluka." Ia tidak ingin ibunya diganggu apalagi ia mengira Ibunya kini tengah tidur. Ia juga cemas kalau sikap Sean mungkin sama seperti Crasida yang tidak setuju anaknya berteman dengan sembarangan orang. Ia tidak mau ibunya dimarahi lagi. Meski tadi Darren telah bersikap baik padanya, tapi dia perlu waspada. "Dia lagi tidur, Dar," kata Sean, saat Darren akan mengetuk kaca pintu mobil, tapi Darren tidak peduli, Darren membungkuk melihat kaca. "Aku cuma mau melihatnya. Bisa kamu buka?" "Kami sedang terburu-buru," jawab Sean agak kesal.Darren
Sean menatap wajah Madeline yang masih belum menjawab keinginannya untuk ikut menjemput Dylan ke rumah Michael. Terus terang ia begitu ingin lebih lama bersama perempuan itu dan bila bisa tidak akan terpisah lagi. "Kenapa Mady? Apa aku sudah mengganggumu sampai kamu tidak mau menerima bantuanku?""Tidak sama sekali." Madeline menggeleng lemah, sedikit merasa tidak nyaman dengan perkataan Sean barusan. "Lalu?" Sean mengerutkan keningnya, alisnya hampir bersatu karena merasa perempuan itu telah menyembunyikan sesuatu darinya. "Aku cuma tidak mau merepotkan kamu saja." Dia tersenyum hambar, berharap Sean tidak memaksanya lagi."Aku bertanggung jawab atas luka yang kau dapatkan itu. Daripada terjadi apa-apa, lebih baik aku antar kamu ke sana." "Tapi, Se--""Eits! Jangan membantah! Aku akan merasa bersalah bila kamu tidak mau menerima bantuanku," potong Sean sambil memelas.Madeline terdiam sejenak sebelum ia menganggukkan kepalanya. Ia menarik napas sedalam-dalamnya untuk mengurangi be
Sosok lelaki yang tidak asing bagi Madeline.“Itu Sean…” lirih Madeline mengucek matanya merasa penglihatannya tidak baik-baik saja. Benarkah itu Sean? Lelaki bertubuh sempurna dengan balutan kemeja berwarna hitam digulung hingga bagian siku tersebut berjalan mendekati Madeline yang berdiri termenung. Mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat.“Mady,” panggil Sean dengan lembut, dia ingin memastikan wanita di depannya kini Madeline ataukah hanyalah halusinasinya saja. Ternyata matanya masih berfungsi dengan benar, itu beneran Madeline. Lelaki itu melayangkan sebuah senyum yang paling tulus, bibirnya merekah pertanda bahagianya bisa menemukan pujaan hatinya yang menghilang selama ini. Hatinya bersorak bahagia dipertemukan dengan sang penghuni hati. Madeline masih mematung, kakinya terasa berat untuk segera berlari menjauh dari hadapan Sean. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan Sean kembali di saat seperti ini. Keringat tiba-tiba mengucur deras bahkan punggungnya sudah mulai
Dilan menatap lama Michael. “Emm, aku harus bilang semuanya kepada ibuku dengan siapa aku berteman, tapi kamu apakah benar ingin berteman denganku?” tanya Dilan bersungguh-sungguh tapi Michel langsung menyambut dengan anggukan kepala yang mantap. “Karena kau adalah orang yang mau membelaku saat Bobby dan teman-temannya nakal,” jawab Michael dengan sejujurnya. Belum sempat Dilan berbicara ternyata di seberang jalan, Madeline telah menunggu kedatangannya. “Aku duluan, besok kita bertemu lagi,” ucap Dilan berlari menemui ibunya. “Halo, Jagoan kecil,” sapa Madeline berjongkok agar mereka sama tingginya. “Hai, Mom, aku tadi kena hukuman dari Miss Neona.” Dilan tidak sabar ingin bercerita dia membuka percakapan tentang hukumannya tadi. “Oh, begitu, kita lanjut cerita di rumah, sekarang pulang dulu.” Bocah kecil sekolah TK tersebut menurut apa kata ibunya. Mereka pulang ke apartemen bersama-sama. Sore harinya. Madeline telah selesai membuat makan makan untuk mereka berdua. Dilan masi
Madeline menatapnya dengan tajam, tidak sedikit pun menunjukkan rasa takut. "Beraninya aku? Oh, Cressida, kau pikir aku akan takut padamu?" Dia tertawa kecil, suaranya penuh dengan sinisme. "Aku tidak takut padamu, baik dulu atau sekarang."“Dasar pelacur murahan!” Cressida menghinanya. “Aku tahu kenapa kau bisa berani begini.”Madeline belum paham dengan tuduhan Cressida.“Sudah pasti kau menggoda suamiku lagi, kan?” tuduh Cressida tanpa bukti. “Kau menggoda suamiku dan mengemis padanya supaya dilindungi.”Madeline bergeming untuk sejenak. Entahlah bagaimana dia harus mengelak. Rasanya mengatakan apa pun akan percuma saat ini.Cressida menunjuk Madeline. “Dengar! Sebesar apa pun cinta kalian, akulah yang istrinya. Kau hanya jalang yang coba kembali untuk menghancurkan rumah tanggaku.”Tuduhan Cressida kali ini mengenai jantung Madeline seperti sebilah pisau yang menancap.“Anakmu itu, jangan coba-coba meminta hak pada Darren atau aku akan membunuhmu! Dia hanyalah anak haram!” Cressid
Gini menarik napas dalam-dalam, berusaha menyusun kata-kata dengan hati-hati. "Darren, aku tahu ini sulit. Tapi percayalah, Mady bukanlah orang yang mudah dibujuk. Dia memiliki prinsip dan dia akan mempertahankannya sampai titik darah penghabisan. Aku tahu kau merasa berhak tahu, tapi apakah itu sebanding dengan risiko kehilangan Mady lagi?" Darren tampak ragu, matanya bergerak bolak-balik antara Gini dan latte-nya yang sudah mulai dingin. "Kau tidak akan mengerti dengan apa yang aku rasakan."Gini menggeleng. "Aku mengerti, Darren. Tapi, aku juga kenal betul dengan bagaimana Mady. Pikirkan juga soal istrimu. Kalau kau masih nekat mendekati Madeline, dia bisa dituduh yang bukan-bukan."Darren tampak terpaku, matanya menatap jauh ke luar jendela. Dia tahu semua ini terlalu rumit. Namun, bagaimana bisa dia berhenti mencari tahu? Bagaimana dia bisa berhenti mencintai Madeline?Darren berpikir keras, matanya menatap kosong ke depan. Dia terjepit antara cintanya pada Madeline dan tanggu
Darren melewati malam dengan over thinking. Ada banyak hal yang mengganggu pikirannya. Entah itu soal Cressida atau Michael. Bahkan, dia masih merindukan Madeline.Paginya, ketika dia berada di kantor, Gisela sang sekretaris memberitahukan padanya kalau ada orang yang ingin bertemu. Ketika dikonfirmasi siapa dia, ternyata itu adalah Carlos. Anak buahnya yang ditugaskan untuk mencari tahu soal Madeline.Darren segera menyuruhnya segera ke ruangan."Pagi Pak Darren!" Carlos memyapa ketika dia sudah tiba di ruangan Darren."Masuklah!" Darren mempersilakannya.Carlos duduk di depan Darren. "Maaf mengganggu, Pak, aku datang ke sini untuk mengatakan kabar penting soal Madeline."Hanya alis Darren yang bertaut."Wanita yang Anda cari itu telah kembali," ujar Carlos.Dalam sekejap, semua kenangan tentang Madeline membanjiri pikirannya. "Di mana dia sekarang?" tanya Darren,"Aku rasa dia masih tinngal di apartemen lama, Pak. Aku sudah memperhatikannya selama beberapa hari ini."Darren memikirk
"Darren?" Perempuan itu terkejut. "Mady." Dia menyapa dengan napas bau alkohol "Kau mabuk?" Darren menegakkan tubuhnya. "Aku hanya minum sedikit untuk menghangatkan badan." Madeline mengibas udara. "Mulutmu bau sekali!" Perempuan itu agak kesal. "Duduklah dulu, kau tidak bisa menyetir dalam keadaan mabuk begini. Aku akan telepon Sean untuk menjemputmu." Brak! Darren mendorong Madeline masuk ke dalam dan memojokkannya ke tembok. "Daren, tenanah!" Madeline mendorongnya. "Aku akan–" "Sst!" Darren membekap mulut Madeline. "Jangan sebut nama itu di depanku. Apa … apa kau tidak bisa menghargai aku yang ada di depanmu ini?""Lepaskan aku, Darren!" Madeline menarik kuat tangan pria itu. "Beraninya kau memperlakukan aku seperti ini!" "Kau membenciku?" Darren sempoyongan ketika bertanya. "Darren, diamlah." Madeline menyuruhnya menjauh. "Aku akan telepon Sean untuk menjemputmu." Darren memerosot lalu memegang kaki Madeline. "Kenapa … kenapa bukan aku yang kau pilih?" Madeline tertegu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments