Share

Aku Akan Mengajarimu

Author: Yurriansan
last update Last Updated: 2023-10-11 22:13:19

Madeline merasakan penyesalan yang mendalam karena dia sudah melakukannya untuk pertama kalinya dengan pria pengecut seperti Darren. Ini sebuah kesalahan besar. Seharusnya, dia tidak membiarkan dirinya kelepasan melakukan itu.

"Di matamu aku begitu?" Darren menanyakan dirinya.

Madeline melihat Darren. Ya ... dia adalah sosok yang tidak memiliki keberanian untuk mendekati dan menyatakan cintanya sejak awal.

"Terus saja sembunyi, jangan pernah tunjukkan perasaanmu." Madeline mengejek. Perempuan itu merasa frustasi dan kecewa. Baginya, perasaan ini salah karena dia semakin terpesona dengan Darren.

"Aku akan berubah." Darren berujar.

"Kau kira aku akan percaya?" Madelin tersenyum sinis. "Bahkan, yang semalam terjadi juga bukti kalau kau pengecut!"

Darren menyesali itu. Dia mabuk dan melakukan hal yang tidak seharusnya ia lakukan. Dia menyesal setengah mati karena Madeline, wanita yang ia cintai, masih perawan.

"Maaf," ucap Darren dengan suara parau dan mata sembab. "Aku tidak bermaksud begitu. Aku mabuk dan ...."

Madeline memandang Darren dengan tatapan kosong. Ia merasa hancur mendengar pengakuan dari pria itu.

"Ya, kau mabuk semalam," balas Madeline dengan suara getir. "Aku tahu itu dan harusnya aku tidak terbawa suasana."

Darren menundukkan kepalanya sedikit. Dia tahu sudah merusak kepercayaan Madeline padanya.

"Aku sungguh menyesal, Madeline," lanjut Darren sambil berusaha mencari kata-kata untuk menjelaskan perasaannya. "Aku benar-benar tidak bermaksud melukaimu."

Madeline diam seribu bahasa sambil menatap kosong ke arah yang lain. Hatinya begitu sakit hingga sulit baginya untuk mengucapkan sepatah kata.

"Lupakan saja!" Madeline berujar dingin. "Anggap saja apa yang terjadi antara kita itu tidak pernah ada."

"Tidak!" Darren membuat Madeline memelotot. Meski dipenuhi penyesalan, Darren tidak ingin melupakan apa yang terjadi. Dia tahu bahwa Madeline juga menikmati malam itu. Momen intim mereka semalam begitu manis dan hangat, seolah keduanya sudah mendambakan itu begitu lama. "Aku tahu aku salah dan aku menyesal. Tapi, aku juga tahu kamu menikmati malam itu sama sepertiku."

Madeline terdiam, matanya berkaca-kaca kala memandang Darren. Dia berusaha keras untuk tidak menangis.

"Akui saja, Mady ...." Darren memohon. "Aku tahu kau menyukainya."

Madeline mengangguk pelan. "Tapi, bukan berarti kau harus mengingatnya!"

Darren senang mendengar pengakuan Madeline. Meski dia tahu bahwa pengakuan tersebut tidak akan menghapus kesalahannya, setidaknya dia merasa sedikit lebih baik.

Darren sambil meraih tangan Madeline dengan lembut. "Kau mencintaiku, Mady ...."

"Bagaimana dengan Sean?" tanya Madeline, mengingatkan Darren bahwa dia sudah memilih adiknya itu. Wajah gadis itu tampak pucat dan matanya berkaca-kaca.

Darren menatap Madeline dengan tatapan yang tajam. "Kau tidak benar-benar mencintai Sean." Dia mencoba membaca ekspresi di wajah Madeline.

Madeline terdiam, tidak mampu menjawab pertanyaan Darren. Hatinya sendiri bingung dan tidak yakin dengan perasaannya sendiri.

Darren merasakan kebingungan dalam diri Madeline dan membuatnya semakin yakin bahwa perempuan itu tidak benar-benar mencintai Sean.

"Aku tahu kau tidak mencintai Sean," kata Darren dengan lembut sambil mengangkat dagu Madeline agar dia bisa menatap matanya. "Aku bisa melihatnya dalam matamu."

Madeline masih terdiam, tetap cahaya matanya menunjukkan bahwa dia lebih memilih Darren.

Tanpa berpikir panjang lagi, Darren mendekatkan wajahnya ke wajah Madeline dan mengajaknya untuk berciuman. Mereka saling bertukar pandangan sejenak sebelum bibir mereka akhirnya bertemu dalam sebuah ciuman yang lembut dan penuh emosi.

Madeline kembali melupakan tentang Sean, tentang pernikahan yang akan datang, tentang semua masalah yang ada. Untuk saat ini, dia hanya ingin menikmati momen bersama Darren..

Suara dering ponsel memecah keheningan ruangan, membuat Madeline dan Darren terlonjak kaget. Madeline dengan cepat mendorong Darren menjauh dan mengakhiri ciuman yang sedang membara di antara mereka.

"Biarkan!" Darren tidak mau Madeline pergi darinya saat ini.

"Bagaimana kalau itu Sean?" tanya Madeline dengan napas terengah-engah, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berlari kencang.

Darren hanya bisa menatap Madeline dengan tatapan bingung dan kecewa. Dia membiarkan perempuan itu meraih ponselnya yang tergeletak di meja samping sofa. Layar ponsel menunjukkan nama 'Sean' berkedip-kedip, memberi tahu bahwa dia adalah orang yang menelepon.

Madeline tampak ragu sejenak sebelum akhirnya dia mengangkat telepon tersebut. "Hai, Sean," ucapnya dengan suara gemetar.

Darren diaml memperhatikan ekspresi wajah Madeline saat berbicara dengan Sean. Rasa cemburu dan penyesalan mulai menyelimuti hatinya.

"Bagaimana kabarmu pagi ini, Madeline? Apakah tidurmu semalam nyenyak?" tanya Sean dengan suaranya yang hangat dan penuh perhatian.

Madeline menelan ludahnya. Ia merasa seperti berdiri di tepi jurang, di mana setiap kata yang diucapkannya bisa menjadi langkah terakhirnya. Dia melirik Darren yang berdiri diam sambil menatapnya dengan tatapan penuh harap.

"Aku baik-baik saja, Sean," jawab Madeline dengan suara gemetar. "Tidurku semalam nyenyak."

Sebuah kebohongan putih. Bagaimana mungkin dia bisa tidur nyenyak setelah apa yang terjadi semalam bersama Darren? Madeline tidak punya pilihan lain selain berbohong.

"Aku harap kau memimpikanku semalam." Sean menggoda.

"Hemh ... aku memimpikanmu." Kembali Madeline harus membohonginya.

Sementara itu, Darren memilih untuk duduk di dekat Madeline. Padahal, semestinya dia pergi menjauh karena dengan berada di dekatnya begini, Madeline jadi tidak nyaman. Bayangan yang mereka lakukan semalam kembali berputar di kepalanya.

Madeline merasa canggung dan kikuk saat berbicara dengan Sean. "Kenapa kau meneleponku?" tanyanya dengan suara ragu.

Sean tertawa kecil di ujung telepon. "Tidak ada yang spesial, Madeline," jawabnya santai. "Aku hanya ingin mengajakmu pergi berkuda hari ini. Kau mau?"

"Berkuda?" Madeline sampai mendelik.

"Keluargaku mengadakan acara berkuda di GreenHaven Equestrian Retreat," kata Sean dengan semangat. "Mereka semua akan ada di sana dan aku pikir akan menyenangkan jika kamu ikut."

"Aku tidak bisa berkuda. Mungkin akan memalukan kalau aku datang ke sana." Madeline mencari alasan untuk menolak.

"Ikutlah, aku yang akan melatihmu berkuda. Bahkan, Darren bisa mengajarimu."

Madeline jadi kepikiran tanyakan soal Darren. "Kakakmu akan ikut juga?"

Sean tertawa kecil. "Ya, seharusnya dia ikut," jawabnya santai. "Tapi aku belum bisa menghubunginya pagi ini. Aku pikir dia masih tidur di hotel setelah bersenang-senang dengan wanita."

Madeline jadi memegang tengkuk mendengarnya.

"Kau mau, kan?" Sean menanyakan kembali.

Madeline membuang napas panjang. Kalau dia tidak ikut, Sean bisa sangat curiga. Meski perasaannya saat ini sedang tidak baik, dia tetap akan pergi.

"Ya, aku akan pergi."

"Satu jam lagi aku datang." Sean terdengar semangat.

"Aku akan siap-siap." Madeline berujar sebelum menutup panggilan.

Setelah telepon ditutup, Madeline segera bangkit dari tempat duduknya dan mulai bersiap-siap untuk hari ini. Selain itu, dia juga perlu membersihkan sofa bekasnya bercinta dengan Darren.

"Kau akan pergi?" Darren yang memperhatikan bertanya dengan nada tidak suka.

Madelin menggelung rambut coklatnya yang ikal dan panjang. Lalu, dia berkata, "Kau dengan sendiri apa yang adikmu katakan tadi. Aku harus pergi."

Darren beranjak dari tempatnya memeluk Madeline dari arah belakang. Dia menghidu kembali aroma tubuh perempuan itu, begitu dalam, hingga memejamkan mata. Dia tidak mau melepaskan perempuan itu lagi.

Madeline terdiam sejenak, mencoba untuk menenangkan diri. Dia tidak boleh lagi terbawa suasana seperti yang sudah-sudah.

"Pergilah!" Madeline berusaha untuk menyingkirkan tangan Darren. "Kalau kau bertengkar dengan Sean, aku yang akan disalahkan nanti."

"Satu hal lagi." Madeline berbalik menatapnya lekat. " Aku mohon, jangan katakan apa pun tentang hal ini. Kalau itu kau lakukan, aku akan menghilang dari hadapanmu!"

Related chapters

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Pilihan Untukmu

    Madeline berjalan menuju dapur dan mengambil sebotol jus apel dari dalam kulkas. Dengan tangan yang gemetar, dia membuka tutup botol tersebut dan kemudian berjalan kembali ke ruang tamu.Tanpa memberi peringatan apa pun, Madeline tiba-tiba menyiramkan jus apel tersebut ke sofa tempat mereka melakukannya semalam. Sofa tersebut langsung basah oleh jus apel dan aroma manis dari jus tersebut mulai mengisi ruangan.Darren terkejut melihat aksi Madeline dan tidak bisa berkata-kata selama beberapa detik. "Kau ini kenapa?" tanyanya dengan suara gemetar.Madeline menatap Darren dengan tatapan kosong. "Aku tidak.mau bau tubuhmu masih menempel," jawabnya dingin. "Jika kau masih peduli padaku, pergilah sekarang!""Mady!'Madeline menatap Darren dengan tatapan yang tajam dan penuh kemarahan. "Apa lagi yang kau tunggu, Darren?" tanyanya dengan suara yang keras dan jelas.Kemarahan Madeline membuat Darren seolah terjebak dalam mimpi buruk. "Kau mau melihatku lompat dari apartemen ini dulu baru mau

    Last Updated : 2023-10-11
  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Bersenang-senang?

    Untuk kesekian kalinya, Sean mengangguk dan menjawab pertanyaan Madeline. "Aku kan sudah bilang dari tadi kalau Darren memang akan datang. Kau ini kenapa kelihatannya bingung begitu?"Madeline menggeleng. "Aku cuma tanya." Dia berusaha menyembunyikan ekspresi gugupnya. "Umh, maksudku tadi kau bilang dia datang dengan siapa?""Cressida," ujar Sean. Mendengar nama Cressida membuat mata Madeline membesar.Pria itu kemudian menjelaskan kembali soal Cressida. "Dia itu satu-satunya wanita yang bisa dekat dengan kakakku. Aku rasa, kalau Darren tidak juga berani menyatakan cinta padanya, orang tua kami akan menjodohkannya."Madeline tersenyum kecut. "Apa dia selalu pengecut begitu?"Sean mengerutkan alis. "Maksudmu?"Madeline enggan menjelaskan. "Lupakan saja."Sean menunjukkan ekspresi bingung yang jelas terlihat di wajahnya. Dia memandang Madeline dengan tatapan tajam, mencoba mencari jawaban atas reaksi kagetnya."Ada apa dengan sikapmu ini?"Madeline juga bingung dengan sikapnya sendiri.

    Last Updated : 2023-10-11
  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Amatir

    Darren mendekati Bella. Dia mengulurkan tangannya dan mulai mengelus-elus leher Bella dengan lembut."Kau tampak cantik hari ini."Bella merespons dengan mengangguk-anggukkan kepalanya, seolah dia memahami apa yang dikatakan oleh Darren.Sean mendengkus. Dia memperhatikan bagaimana Bella tampak begitu tenang di bawah sentuhan Darren. Dengan nada setengah berkelakar, dia berkata, "Semua wanita tampaknya takluk di hadapanmu. Tidak terkecuali Bella."Dengan ekspresi yang sulit diartikan, Darren mendecih pelan. Matanya kemudian kembali melirik Madeline, mencoba untuk menangkap reaksi wanita itu. Namun, Madeline tampaknya telah menyadari tatapan Darren dan dengan cepat mengalihkan perhatiannya.Madeline merasa jantungnya berdebar kencang. Dia bisa merasakan tatapan Darren yang begitu tajam dan dalam, seolah mencoba untuk membaca apa yang ada di dalam pikirannya. Perempuan itu berusaha untuk mengabaikan.Darren, yang masih berdiri di samping Bella, membalas decihan Sean dengan nada datar. "

    Last Updated : 2023-10-11
  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Daren Cemburu

    Bella dengan gerakan yang liar dan cepat, melompat-lompat dan berlari tanpa arah. Gerakan tubuhnya yang besar dan kuat menimbulkan kekacauan di sekitarnya.Madeline berusaha mempertahankan kendalinya dengan berpegangan erat pada tali kekang. Wajahnya tampak tegang dan penuh ketegaran saat dia mencoba meredam gerakan kuda tersebut. Dia sudah berada posisi paling bahaya saat ini, tergantung pada satu sisi tubuh kuda."Sean!" Madeline tidak yakin dia bisa bertahan lebih lama lagi.Darren menunggangi Brown dengan cepat mengarahkan kuda tersebut menuju Madeline dan Bella. Setelah berhasil mendekati, Darren memegang tali kekang Bella, menariknya kuat bertahan dengan posisi yang sangat bahaya lalu melompat ke Bella. Brown jadi berlarian sendiri, sedangkan Darren sudah berada di atas Bella.Pria itu memegang kuat tali kekang Bella, kemudian membantu Madeline untuk duduk lagi dalam posisi yang aman. Darren memegang perempuan itu erat, membuktikan dia sudah aman sekarang."Bella!" Darren memang

    Last Updated : 2023-10-21
  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Siasat Licik Wanita yang Kecewa

    "Aku akan membawamu ke klinik." Cressida membantu Darren berjalan. Dia memanggil pengawas kuda untuk mengurus Brown dan juga Chloe.Ben, dokter yang ditugaskan di klinik itu cukup terkejut saat melihat Darren masuk ke ruangannya dengan bantuan Cressida. "Darren, apa yang terjadi?" tanya dokter yang cukup mengenal Darren sebagai seorang penunggang kuda profesional dan mengetahui bahwa dia sangat terampil dalam olahraganya."Dia cedera." Cressida yang menjelaskan."Bagaimana bisa?" Ben bertanya kembali."Tentu saja bisa." Cressida yang masih mewakili Darren untuk menjawab. "Hari ini dia mau jadi pahlawan bagi seorang gadis."Darren mencebik. "Mulutku tidak cedera. Masih bisa dipakai untuk bicara. Jadi, kau tidak perlu mewakiliku untuk menjawab pertanyaan Ben!"Wah, sepertinya mereka sedang bertengkar. "Mari aku periksa." Ben meminta Darren agar duduk dan dia akan memeriksa cedera tangan pada pria itu.Ben melakukan serangkaian pemeriksaan awal pada Darren. Dia memeriksa gerakan send

    Last Updated : 2023-10-21
  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Mencium Aroma Lain di Sofa

    Madeline tiba di apartemen bersama Sean. Mereka berdiri di depan pintu apartemen, lampu lorong yang redup menciptakan suasana yang sedikit tegang."Kau mau mampir?" tanya Madeline sambil menoleh ke arah Sean. Suaranya terdengar ragu dan gugup."Kenapa harus tanya?" balas Sean dengan senyum tipis di wajahnya. Dia tampak tenang dan santai, seolah-olah memang sudah seharusnya Madeline membiarkan dia masuk. Madeline tampak ragu untuk membuka pintu apartemen. Tangannya berhenti di gagang pintu, tidak yakin apakah harus membukanya atau tidak.Sean kemudian memegang tangan Madeline. "Aku mengganggumu?" "Tidak, bukan begitu." Madeline menggeleng cepat. Segera dia tepis pikirannya dan segera memasukkan kode kunci."Ayo masuk." Pintu terbuka, Madeline empersilakan Sean untuk masuk lebih dulu.Sean pun masuk dan langsung duduk di sofa yang ada di ruang tamu. Sofa berwarna putih yang terlihat agak kotor."Aku akan buatkan minuman untukmu," kata Madeline sambil bergerak menuju dapur kecil di bel

    Last Updated : 2023-10-23
  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Ketika Wanita Cemburu

    Madeline duduk termenung sendiri setelah Sean pergi. Dia menyadari kalau ada pria yang datang ke sini. Lantas apakah Sean juga bisa mereka kalau aroma tubuh yang tertinggal ini adalah aroma tubuhnya Darren?"Apa yang harus aku lakukan?" Madeline bergumam sendiri. Dia tidak masalah kalau Sean benar marah dan meninggalkannya. Namun, yang sudah-sudah pria itu bisa bersikap begitu baik. Ini yang membuat Madeline akan semakin merasa bersalah. Bagaimana dia harus menjelaskannya nanti jika Sean mau memaafkan? Haruskah dia mengatakannya langsung dan membiarkan hati laki-laki itu hancur lalu hubungan mereka ini berakhir?Tidak. Madeline rasa itu bukan ide baik. Sebaiknya Madeline menunggu waktu yang tepat untuk bisa menjelaskan. Pasti akan ada kesempatan untuknya dan dia akan pilih momen di mana itu tidak akan menghancurkan perasaan Sean.*Setelah melalui hari yang panjang, Cressida kembali ke rumahnya. Setidaknya, dia tahu di rumahnya yang mewah di pusat kota Manhattan, New York, akan me

    Last Updated : 2023-10-24
  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   10. Dia Tahu, tetapi Dia Diam

    Sean memegang setir mobil, termenung cukup lama. Dia memandangi mansion Darren yang megah dari balik kaca mobilnya, menimbang-nimbang apa yang harus dia katakan dan bagaimana dia harus bertindak.Setelah mengumpulkan cukup keberanian, Sean akhirnya membuka pintu mobil dan berjalan menuju mansion tersebut. Langkahnya terasa berat.Begitu masuk ke dalam mansion, seorang wanita berseragam kerja berwarna putih dengan apron hitam dan dasi kupu-kupu kecil di lehernya menyambut Sean.Dia Josy. Wanita bermata biru cerah dan selalu tampak penuh semangat. Wajahnya tampak awet muda meski kerutan sudah mulai tampak di beberapa bagian wajahnya."Kakakku ada?" tanya Sean."Ada, Tuan Muda," jawab Josy sambil memberikan senyum hormat kepada Sean. Dia kemudian membungkukkan badannya sedikit sebagai tanda hormat sebelum mempersilakan Sean untuk masuk lebih jauh ke dalam mansion.Darren duduk dengan tenang di ruang santainya yang luas dan nyaman bergaya klasik Eropa, dengan dinding-dindingnya dilapisi

    Last Updated : 2023-10-25

Latest chapter

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Bersatu Kembali

    Darren sontak berdiri dengan ekspresi terkejut. "Sial!" Dia tanpa pamit langsung pergi begitu saja.Lulu menatap kepergian bosnya hingga hilang dari pandangannya. "Kamu ke mana saja, sih? Aku khawatir di sini, tapi kamu malah mengabaikanku!" teriak Crasida di telepon saat Darren mencoba menghubunginya di dalam perjalanan menuju ke Rumah sakit."Maaf, sayang. Aku akan segera ke sana." Darren segera menuju ke rumah sakit. Dalam perjalanan menuju tempat tujuan, ia masih memikirkan Michael. Ia tak percaya Michael akan mengalami kecelakaan karena tidak ada tanda-tanda akan terjadi hal buruk. Ia berdoa semoga Michael dalam keadaan baik-baik saja. Setelah terdiam sambil mengemudi beberapa menit kemudian akhirnya ia tiba di Rumah sakit. Darren bergegas menemui Crasida yang telah menunggunya. Ternyata Sean telah lebih dahulu berada di sana. Walau sempat kesal dan masih marah pada adiknya itu, ia tak ingin dulu mengungkit masalah itu. "Bagaimana keadaan putra kita?" "Dia butuh banyak darah.

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Tidak Bisa Diam Lagi

    Madeline memeluk erat putranya, ia enggan meninggalkan mobil karena memikirkan keselamatan putra dan dirinya sementara Sean bergeming tanpa memberikan rasa kasihan padanya. Madeline menunggu beberapa saat untuk memohon agar Sean berubah pikiran, hanya lewat tatapannya yang tak berdaya, tetapi Sean masih sama, tidak peduli padanya. Akhirnya Madeline terpaksa turun dari mobil dan tidak butuh waktu lama Sean benar-benar meninggalkannya di jalan sepi itu.Madeline menangis ketika putranya bertanya, "Mama, apa kita akan menunggu di sini? Dylan takut, Ma." Madeline, mencoba menahan suara isaknya agar dapat menjawab Sean, "Sebentar lagi kita pulang. Kita tunggu taksi dulu, ya? Untuk sementara kita jalan dulu ke tempat yang ramai." "Apa Mama, bisa?" Ia menatap luka di lutut ibunya.Madeline tersenyum, sembari menganggukkan kepala. "Ayo, kita jalan!" Darren kehilangan jejak mobil Sean. Hampir saja ia memutuskan untuk kembali ke rumah, tapi saat melihat seorang perempuan dengan putra kecil

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Menemukannya

    "Om, mau ketemu mama, boleh?" tanya Darren, sambil melirik ke kaca mobil. Dia melihat samar-samar sosok Madeline di sana, sedang bersandar pada bangku mobil. Sikap duduk perempuan itu masih sama, masih melindungi identitasnya. "Mama, lagi sakit, Om. Tidak bisa." "Sebentar saja. Om, cuma mau berkenalan sama mamamu." Setelah berkata, dia langsung menuju ke lain sisi pintu mobil, di mana tempat Madeline duduk. "Tapi kata Om Sean, mama sedang terluka." Ia tidak ingin ibunya diganggu apalagi ia mengira Ibunya kini tengah tidur. Ia juga cemas kalau sikap Sean mungkin sama seperti Crasida yang tidak setuju anaknya berteman dengan sembarangan orang. Ia tidak mau ibunya dimarahi lagi. Meski tadi Darren telah bersikap baik padanya, tapi dia perlu waspada. "Dia lagi tidur, Dar," kata Sean, saat Darren akan mengetuk kaca pintu mobil, tapi Darren tidak peduli, Darren membungkuk melihat kaca. "Aku cuma mau melihatnya. Bisa kamu buka?" "Kami sedang terburu-buru," jawab Sean agak kesal.Darren

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Pertemuan

    Sean menatap wajah Madeline yang masih belum menjawab keinginannya untuk ikut menjemput Dylan ke rumah Michael. Terus terang ia begitu ingin lebih lama bersama perempuan itu dan bila bisa tidak akan terpisah lagi. "Kenapa Mady? Apa aku sudah mengganggumu sampai kamu tidak mau menerima bantuanku?""Tidak sama sekali." Madeline menggeleng lemah, sedikit merasa tidak nyaman dengan perkataan Sean barusan. "Lalu?" Sean mengerutkan keningnya, alisnya hampir bersatu karena merasa perempuan itu telah menyembunyikan sesuatu darinya. "Aku cuma tidak mau merepotkan kamu saja." Dia tersenyum hambar, berharap Sean tidak memaksanya lagi."Aku bertanggung jawab atas luka yang kau dapatkan itu. Daripada terjadi apa-apa, lebih baik aku antar kamu ke sana." "Tapi, Se--""Eits! Jangan membantah! Aku akan merasa bersalah bila kamu tidak mau menerima bantuanku," potong Sean sambil memelas.Madeline terdiam sejenak sebelum ia menganggukkan kepalanya. Ia menarik napas sedalam-dalamnya untuk mengurangi be

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Mantan

    Sosok lelaki yang tidak asing bagi Madeline.“Itu Sean…” lirih Madeline mengucek matanya merasa penglihatannya tidak baik-baik saja. Benarkah itu Sean? Lelaki bertubuh sempurna dengan balutan kemeja berwarna hitam digulung hingga bagian siku tersebut berjalan mendekati Madeline yang berdiri termenung. Mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat.“Mady,” panggil Sean dengan lembut, dia ingin memastikan wanita di depannya kini Madeline ataukah hanyalah halusinasinya saja. Ternyata matanya masih berfungsi dengan benar, itu beneran Madeline. Lelaki itu melayangkan sebuah senyum yang paling tulus, bibirnya merekah pertanda bahagianya bisa menemukan pujaan hatinya yang menghilang selama ini. Hatinya bersorak bahagia dipertemukan dengan sang penghuni hati. Madeline masih mematung, kakinya terasa berat untuk segera berlari menjauh dari hadapan Sean. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan Sean kembali di saat seperti ini. Keringat tiba-tiba mengucur deras bahkan punggungnya sudah mulai

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Pertemuan Tidak Terduga

    Dilan menatap lama Michael. “Emm, aku harus bilang semuanya kepada ibuku dengan siapa aku berteman, tapi kamu apakah benar ingin berteman denganku?” tanya Dilan bersungguh-sungguh tapi Michel langsung menyambut dengan anggukan kepala yang mantap. “Karena kau adalah orang yang mau membelaku saat Bobby dan teman-temannya nakal,” jawab Michael dengan sejujurnya. Belum sempat Dilan berbicara ternyata di seberang jalan, Madeline telah menunggu kedatangannya. “Aku duluan, besok kita bertemu lagi,” ucap Dilan berlari menemui ibunya. “Halo, Jagoan kecil,” sapa Madeline berjongkok agar mereka sama tingginya. “Hai, Mom, aku tadi kena hukuman dari Miss Neona.” Dilan tidak sabar ingin bercerita dia membuka percakapan tentang hukumannya tadi. “Oh, begitu, kita lanjut cerita di rumah, sekarang pulang dulu.” Bocah kecil sekolah TK tersebut menurut apa kata ibunya. Mereka pulang ke apartemen bersama-sama. Sore harinya. Madeline telah selesai membuat makan makan untuk mereka berdua. Dilan masi

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Keduanya Akan Berteman

    Madeline menatapnya dengan tajam, tidak sedikit pun menunjukkan rasa takut. "Beraninya aku? Oh, Cressida, kau pikir aku akan takut padamu?" Dia tertawa kecil, suaranya penuh dengan sinisme. "Aku tidak takut padamu, baik dulu atau sekarang."“Dasar pelacur murahan!” Cressida menghinanya. “Aku tahu kenapa kau bisa berani begini.”Madeline belum paham dengan tuduhan Cressida.“Sudah pasti kau menggoda suamiku lagi, kan?” tuduh Cressida tanpa bukti. “Kau menggoda suamiku dan mengemis padanya supaya dilindungi.”Madeline bergeming untuk sejenak. Entahlah bagaimana dia harus mengelak. Rasanya mengatakan apa pun akan percuma saat ini.Cressida menunjuk Madeline. “Dengar! Sebesar apa pun cinta kalian, akulah yang istrinya. Kau hanya jalang yang coba kembali untuk menghancurkan rumah tanggaku.”Tuduhan Cressida kali ini mengenai jantung Madeline seperti sebilah pisau yang menancap.“Anakmu itu, jangan coba-coba meminta hak pada Darren atau aku akan membunuhmu! Dia hanyalah anak haram!” Cressid

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Pertarunagn Dua Wanita

    Gini menarik napas dalam-dalam, berusaha menyusun kata-kata dengan hati-hati. "Darren, aku tahu ini sulit. Tapi percayalah, Mady bukanlah orang yang mudah dibujuk. Dia memiliki prinsip dan dia akan mempertahankannya sampai titik darah penghabisan. Aku tahu kau merasa berhak tahu, tapi apakah itu sebanding dengan risiko kehilangan Mady lagi?" Darren tampak ragu, matanya bergerak bolak-balik antara Gini dan latte-nya yang sudah mulai dingin. "Kau tidak akan mengerti dengan apa yang aku rasakan."Gini menggeleng. "Aku mengerti, Darren. Tapi, aku juga kenal betul dengan bagaimana Mady. Pikirkan juga soal istrimu. Kalau kau masih nekat mendekati Madeline, dia bisa dituduh yang bukan-bukan."Darren tampak terpaku, matanya menatap jauh ke luar jendela. Dia tahu semua ini terlalu rumit. Namun, bagaimana bisa dia berhenti mencari tahu? Bagaimana dia bisa berhenti mencintai Madeline?Darren berpikir keras, matanya menatap kosong ke depan. Dia terjepit antara cintanya pada Madeline dan tanggu

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Jika Kau Nekat

    Darren melewati malam dengan over thinking. Ada banyak hal yang mengganggu pikirannya. Entah itu soal Cressida atau Michael. Bahkan, dia masih merindukan Madeline.Paginya, ketika dia berada di kantor, Gisela sang sekretaris memberitahukan padanya kalau ada orang yang ingin bertemu. Ketika dikonfirmasi siapa dia, ternyata itu adalah Carlos. Anak buahnya yang ditugaskan untuk mencari tahu soal Madeline.Darren segera menyuruhnya segera ke ruangan."Pagi Pak Darren!" Carlos memyapa ketika dia sudah tiba di ruangan Darren."Masuklah!" Darren mempersilakannya.Carlos duduk di depan Darren. "Maaf mengganggu, Pak, aku datang ke sini untuk mengatakan kabar penting soal Madeline."Hanya alis Darren yang bertaut."Wanita yang Anda cari itu telah kembali," ujar Carlos.Dalam sekejap, semua kenangan tentang Madeline membanjiri pikirannya. "Di mana dia sekarang?" tanya Darren,"Aku rasa dia masih tinngal di apartemen lama, Pak. Aku sudah memperhatikannya selama beberapa hari ini."Darren memikirk

DMCA.com Protection Status