Home / Romansa / Madeline dan Dua Pewaris Tampan / 1. Petaka Itu Begitu Manis

Share

Madeline dan Dua Pewaris Tampan
Madeline dan Dua Pewaris Tampan
Author: Yurriansan

1. Petaka Itu Begitu Manis

Author: Yurriansan
last update Last Updated: 2023-10-11 22:12:06

"Darren?" Perempuan itu terkejut.

"Mady." Dia menyapa dengan napas bau alkohol

"Kau mabuk?"

Darren menegakkan tubuhnya. "Aku hanya minum sedikit untuk menghangatkan badan."

Madeline mengibas udara. "Mulutmu bau sekali!" Perempuan itu agak kesal. "Duduklah dulu, kau tidak bisa menyetir dalam keadaan mabuk begini. Aku akan telepon Sean untuk menjemputmu."

Brak!

Darren mendorong Madeline masuk ke dalam dan memojokkannya ke tembok.

"Daren, tenanah!" Madeline mendorongnya. "Aku akan–"

"Sst!" Darren membekap mulut Madeline. "Jangan sebut nama itu di depanku. Apa … apa kau tidak bisa menghargai aku yang ada di depanmu ini?"

"Lepaskan aku, Darren!" Madeline menarik kuat tangan pria itu. "Beraninya kau memperlakukan aku seperti ini!"

"Kau membenciku?" Darren sempoyongan ketika bertanya.

"Darren, diamlah." Madeline menyuruhnya menjauh. "Aku akan telepon Sean untuk menjemputmu."

Darren memerosot lalu memegang kaki Madeline.

"Kenapa … kenapa bukan aku yang kau pilih?"

Madeline tertegun, dia tidak bisa menebak apa yang terjadi dengan Darren sampai-sampai sikapnya begini.

"Kau mabuk!" Madeline tidak mau menjawab, memilih untuk langsung membawanya ke sofa.

Darren berjalan dibopong Madeline. Saat seperti ini, dari tubuhnya tercium mau alkohol yang sangat menyengat.

"Harusnya kau tidak minum! Memangnya kau mau celaka saat mengendarai mobil?"

Madeline menghempas Darren ke sofa.

"Dasar payah!" Perempuan itu merutuk.

Madeline akan ambilkan air dingin untuk meredakan pengar. Namun, langkahnya terhenti saat Darren meraih tangannya.

Tubuh wanita itu terhuyung dan jatuh di atas Darren.

"Kau ini!" Madeline hampir memukulnya. Akan tetapi, Darren lebih cepat menangkap tangannya. Dia membuka mata lebar karena sentuhan itu.

"Kau cantik …."

Jantung Madeline berdegup hebat mendengarnya. "Ya … dan kau baru sadar sekarang?"

Darren menggeleng. "Dari dulu."

"Lalu, kenapa kau membenciku? Kau selalu bilang buruk semua pakaian yang aku gunakan, kau bilang riasanku jelek."

"Karena kau bukan pergi denganku!" Darren menjawab jujur. "Kau pergi dengan Sean dan adikku ktu juga menyukaimu!"

Lidah Madeline kelu.

"Aku mencintaimu, Madeline. Sangat mencintaimu …." Sorot matanya begitu dalam saat mengatakannya.

Madeline bangun, hendak menghindar. Namun, Darren menangkapnya kemudian mengunci dalam pelukan.

"Lepaskan aku!"

"Satu malam saja, Madeline. Temani aku malam ini. Hatiku hancur karena kau akan menikah dengan adikku …."

"Itu adalah salahmu!" Madeline meneriakinya. "Salahmu karena menjadi pengecut!"

"Arggh!" Perempuan itu geram sendiri. Jika saja Darren tahu bahwa Madeline menyukainya juga. Sikap laki-laki itu selalu dingin membuatnya berpikir kalau Darren tidak menyukainya.

Harapan gadis itu pupus saat, Darren terlihat dekat dengan beberapa orang gadis. Kemudian, Sean yang tampan dan baik hati itu menyatakan cinta padanya. Madeline bukan gadis bodoh yang hanya mengandalkan cinta. Mana mungkin dia menolak Sean.

Dan … hubungan itu sudah berlangsung sangat lama. Tinggal menghitung hari mereka akan melangsungkan pernikahan.

"Kau pria terhormat. Jangan lakukan apa-apa yang bisa membuatmu menyesal!"

Darren tertawa ringan. "Apa yang akan aku sesali kalau nyatanya malam ini aku habiskan denganmu, Mady?"

Madeline paling luluh setiap kali ada yang memanggilnya demikian.

Darren menegakkan sedikit tubuhnya, bernapas lebih dekat di wajah Madeline. Matanya yang biru indah, pipinya putih kemerahan. Mabuk atau sadar, wajah cantik inilah yang terus menghantui pikiran pria itu.

"Mady …." Dia memanggilnya lembut. Menyentuh wajah Madeline dengan tangannya yang dingin.

Bibir pria itu begitu lembut saat menyentuh bibir Madeline. Membawa gadis itu pada kenangan di musim gugur saat dia menikmati satu scoop es krim rasa vanila.

Manis … lembut dan meleleh di mulut. Bibirnya tersenyum, hatinya bergembira.

Madeline larut dalam sentuhan itu, membiarkan semuanya. Di matanya saat ini Darren adalah musim gugur itu dan dia adalah gadis kecil yang duduk di sebuah bangku panjang menikmati indahnya daun berguguran.

Ketika kenangan itu begitu mengelabuhi pikiran, kelopak merah di bawah mereka menjadi tanda sesuatu telah terjadi.

*

Madeline meraup wajahnya berkali-kali untuk apa yang sudah terjadi semalam.

"Bodoh, bodoh!" Dia memukul kepalanya. "Apa yang kau lakukan, Mady!"

Madeline berjongkok. Meringkuk sendiri karena merasa bersalah sudah mengkhinati Sean.

"Mady!" Darren mengetuk pintu kamar mandi.

Madeline melihat ke arah pintu dia mencebik.

"Mady, buka pintunya. Kau sudah lama di dalam!"

Tidak suka dengan Darren yang berisik memanggilnya, Madeline membuka pintu.

"Berhenti memanggilku begitu!"

Tatalan Darren menyiratkan kalau dia khawatir dengannya. "Kau sakit?"

"Pergilah!" Madeline mengabaikan Darren. "Kau sudah dapat tumpangan semalam."

"Noda itu …." Darren melihatnya dengan jelas di sofa putih. "Itu artinya, kau masih–"

"Ya … aku perawan." Madeline menunduk malu. Perempuan itu menutup mata sejenak, menahan amarah. "Kau tahu betapa susahnya aku menjaga itu demi hari pernikahanku nanti. Bahkan, Sean pun tidak aku izinkan untuk melakukannya. Kau, malah …."

Darrean memegang wajah Madeline. "Kalau begitu batalkan saja pernikahanmu dengannya."

"Kau gila!"

"Mady, antara aku dengan Sean tidak ada bedanya. Kami berdua sama-sama pewaris Eternity Group. Kau memilihku hidupmu akan bahagia juga."

Madeline memutar mata. "Enyahlah! Aku tidak mencintaimu!"

Darrean tidak percaya. Dia menarik Madeline, memojokkannya kembali ke tembok dengan satu kakinya terangkat mengunci.

"Kau bohong!" tuding Darren. Madeline tidak berani menatap matanya.

Darren tidak sungkan menunjukkan di mana saja jejak cinta yang dia tinggalkan semalam di tubuhnya dan juga tubuh Madeline.

"Kamu sadar saat melakukan ini!"

Madeline menelan saliva. Itulah kenapa pagi ini dia terbangun dengan penyesalan luar biasa. Apalagi kalau bukan karena dengan sadar dia melakukannya dan menikmati permainan mereka semalam.

"Aku akan menciummu lagi, tampar aku kalau kau tidak mencintaiku!" Darren menantang.

Jantung Madeline seperti balon yang dipompa dan sebentar lagi meletus saat Darren begitu dekat dengannya.

"Aku akan menikah dengan Sean …." Kata-kata itu membuat Darren berpikir seribu kali untuk bisa menyentuh Madeline kedua kalinya. "Tolong pikirkan perasaanku yang begitu hancur karena mengkhianatinya dengan kakaknya sendiri."

Darren mengendur sedikit.

Madeline mengusap wajahnya. "Kau benar, aku menyukai apa yang kita lakukan semalam, kau begitu indah, tampan, hatiku sangat tersentuh."

"Satu hal yang membuatku menyesal pagi ini adalah …." Madeline menggantung ucapannya sejenak. "Kenapa aku harus melakukannya dengan pengecut sepertimu!"

Related chapters

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Aku Akan Mengajarimu

    Madeline merasakan penyesalan yang mendalam karena dia sudah melakukannya untuk pertama kalinya dengan pria pengecut seperti Darren. Ini sebuah kesalahan besar. Seharusnya, dia tidak membiarkan dirinya kelepasan melakukan itu."Di matamu aku begitu?" Darren menanyakan dirinya.Madeline melihat Darren. Ya ... dia adalah sosok yang tidak memiliki keberanian untuk mendekati dan menyatakan cintanya sejak awal."Terus saja sembunyi, jangan pernah tunjukkan perasaanmu." Madeline mengejek. Perempuan itu merasa frustasi dan kecewa. Baginya, perasaan ini salah karena dia semakin terpesona dengan Darren."Aku akan berubah." Darren berujar."Kau kira aku akan percaya?" Madelin tersenyum sinis. "Bahkan, yang semalam terjadi juga bukti kalau kau pengecut!"Darren menyesali itu. Dia mabuk dan melakukan hal yang tidak seharusnya ia lakukan. Dia menyesal setengah mati karena Madeline, wanita yang ia cintai, masih perawan."Maaf," ucap Darren dengan suara parau dan mata sembab. "Aku tidak bermaksud be

    Last Updated : 2023-10-11
  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Pilihan Untukmu

    Madeline berjalan menuju dapur dan mengambil sebotol jus apel dari dalam kulkas. Dengan tangan yang gemetar, dia membuka tutup botol tersebut dan kemudian berjalan kembali ke ruang tamu.Tanpa memberi peringatan apa pun, Madeline tiba-tiba menyiramkan jus apel tersebut ke sofa tempat mereka melakukannya semalam. Sofa tersebut langsung basah oleh jus apel dan aroma manis dari jus tersebut mulai mengisi ruangan.Darren terkejut melihat aksi Madeline dan tidak bisa berkata-kata selama beberapa detik. "Kau ini kenapa?" tanyanya dengan suara gemetar.Madeline menatap Darren dengan tatapan kosong. "Aku tidak.mau bau tubuhmu masih menempel," jawabnya dingin. "Jika kau masih peduli padaku, pergilah sekarang!""Mady!'Madeline menatap Darren dengan tatapan yang tajam dan penuh kemarahan. "Apa lagi yang kau tunggu, Darren?" tanyanya dengan suara yang keras dan jelas.Kemarahan Madeline membuat Darren seolah terjebak dalam mimpi buruk. "Kau mau melihatku lompat dari apartemen ini dulu baru mau

    Last Updated : 2023-10-11
  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Bersenang-senang?

    Untuk kesekian kalinya, Sean mengangguk dan menjawab pertanyaan Madeline. "Aku kan sudah bilang dari tadi kalau Darren memang akan datang. Kau ini kenapa kelihatannya bingung begitu?"Madeline menggeleng. "Aku cuma tanya." Dia berusaha menyembunyikan ekspresi gugupnya. "Umh, maksudku tadi kau bilang dia datang dengan siapa?""Cressida," ujar Sean. Mendengar nama Cressida membuat mata Madeline membesar.Pria itu kemudian menjelaskan kembali soal Cressida. "Dia itu satu-satunya wanita yang bisa dekat dengan kakakku. Aku rasa, kalau Darren tidak juga berani menyatakan cinta padanya, orang tua kami akan menjodohkannya."Madeline tersenyum kecut. "Apa dia selalu pengecut begitu?"Sean mengerutkan alis. "Maksudmu?"Madeline enggan menjelaskan. "Lupakan saja."Sean menunjukkan ekspresi bingung yang jelas terlihat di wajahnya. Dia memandang Madeline dengan tatapan tajam, mencoba mencari jawaban atas reaksi kagetnya."Ada apa dengan sikapmu ini?"Madeline juga bingung dengan sikapnya sendiri.

    Last Updated : 2023-10-11
  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Amatir

    Darren mendekati Bella. Dia mengulurkan tangannya dan mulai mengelus-elus leher Bella dengan lembut."Kau tampak cantik hari ini."Bella merespons dengan mengangguk-anggukkan kepalanya, seolah dia memahami apa yang dikatakan oleh Darren.Sean mendengkus. Dia memperhatikan bagaimana Bella tampak begitu tenang di bawah sentuhan Darren. Dengan nada setengah berkelakar, dia berkata, "Semua wanita tampaknya takluk di hadapanmu. Tidak terkecuali Bella."Dengan ekspresi yang sulit diartikan, Darren mendecih pelan. Matanya kemudian kembali melirik Madeline, mencoba untuk menangkap reaksi wanita itu. Namun, Madeline tampaknya telah menyadari tatapan Darren dan dengan cepat mengalihkan perhatiannya.Madeline merasa jantungnya berdebar kencang. Dia bisa merasakan tatapan Darren yang begitu tajam dan dalam, seolah mencoba untuk membaca apa yang ada di dalam pikirannya. Perempuan itu berusaha untuk mengabaikan.Darren, yang masih berdiri di samping Bella, membalas decihan Sean dengan nada datar. "

    Last Updated : 2023-10-11
  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Daren Cemburu

    Bella dengan gerakan yang liar dan cepat, melompat-lompat dan berlari tanpa arah. Gerakan tubuhnya yang besar dan kuat menimbulkan kekacauan di sekitarnya.Madeline berusaha mempertahankan kendalinya dengan berpegangan erat pada tali kekang. Wajahnya tampak tegang dan penuh ketegaran saat dia mencoba meredam gerakan kuda tersebut. Dia sudah berada posisi paling bahaya saat ini, tergantung pada satu sisi tubuh kuda."Sean!" Madeline tidak yakin dia bisa bertahan lebih lama lagi.Darren menunggangi Brown dengan cepat mengarahkan kuda tersebut menuju Madeline dan Bella. Setelah berhasil mendekati, Darren memegang tali kekang Bella, menariknya kuat bertahan dengan posisi yang sangat bahaya lalu melompat ke Bella. Brown jadi berlarian sendiri, sedangkan Darren sudah berada di atas Bella.Pria itu memegang kuat tali kekang Bella, kemudian membantu Madeline untuk duduk lagi dalam posisi yang aman. Darren memegang perempuan itu erat, membuktikan dia sudah aman sekarang."Bella!" Darren memang

    Last Updated : 2023-10-21
  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Siasat Licik Wanita yang Kecewa

    "Aku akan membawamu ke klinik." Cressida membantu Darren berjalan. Dia memanggil pengawas kuda untuk mengurus Brown dan juga Chloe.Ben, dokter yang ditugaskan di klinik itu cukup terkejut saat melihat Darren masuk ke ruangannya dengan bantuan Cressida. "Darren, apa yang terjadi?" tanya dokter yang cukup mengenal Darren sebagai seorang penunggang kuda profesional dan mengetahui bahwa dia sangat terampil dalam olahraganya."Dia cedera." Cressida yang menjelaskan."Bagaimana bisa?" Ben bertanya kembali."Tentu saja bisa." Cressida yang masih mewakili Darren untuk menjawab. "Hari ini dia mau jadi pahlawan bagi seorang gadis."Darren mencebik. "Mulutku tidak cedera. Masih bisa dipakai untuk bicara. Jadi, kau tidak perlu mewakiliku untuk menjawab pertanyaan Ben!"Wah, sepertinya mereka sedang bertengkar. "Mari aku periksa." Ben meminta Darren agar duduk dan dia akan memeriksa cedera tangan pada pria itu.Ben melakukan serangkaian pemeriksaan awal pada Darren. Dia memeriksa gerakan send

    Last Updated : 2023-10-21
  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Mencium Aroma Lain di Sofa

    Madeline tiba di apartemen bersama Sean. Mereka berdiri di depan pintu apartemen, lampu lorong yang redup menciptakan suasana yang sedikit tegang."Kau mau mampir?" tanya Madeline sambil menoleh ke arah Sean. Suaranya terdengar ragu dan gugup."Kenapa harus tanya?" balas Sean dengan senyum tipis di wajahnya. Dia tampak tenang dan santai, seolah-olah memang sudah seharusnya Madeline membiarkan dia masuk. Madeline tampak ragu untuk membuka pintu apartemen. Tangannya berhenti di gagang pintu, tidak yakin apakah harus membukanya atau tidak.Sean kemudian memegang tangan Madeline. "Aku mengganggumu?" "Tidak, bukan begitu." Madeline menggeleng cepat. Segera dia tepis pikirannya dan segera memasukkan kode kunci."Ayo masuk." Pintu terbuka, Madeline empersilakan Sean untuk masuk lebih dulu.Sean pun masuk dan langsung duduk di sofa yang ada di ruang tamu. Sofa berwarna putih yang terlihat agak kotor."Aku akan buatkan minuman untukmu," kata Madeline sambil bergerak menuju dapur kecil di bel

    Last Updated : 2023-10-23
  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Ketika Wanita Cemburu

    Madeline duduk termenung sendiri setelah Sean pergi. Dia menyadari kalau ada pria yang datang ke sini. Lantas apakah Sean juga bisa mereka kalau aroma tubuh yang tertinggal ini adalah aroma tubuhnya Darren?"Apa yang harus aku lakukan?" Madeline bergumam sendiri. Dia tidak masalah kalau Sean benar marah dan meninggalkannya. Namun, yang sudah-sudah pria itu bisa bersikap begitu baik. Ini yang membuat Madeline akan semakin merasa bersalah. Bagaimana dia harus menjelaskannya nanti jika Sean mau memaafkan? Haruskah dia mengatakannya langsung dan membiarkan hati laki-laki itu hancur lalu hubungan mereka ini berakhir?Tidak. Madeline rasa itu bukan ide baik. Sebaiknya Madeline menunggu waktu yang tepat untuk bisa menjelaskan. Pasti akan ada kesempatan untuknya dan dia akan pilih momen di mana itu tidak akan menghancurkan perasaan Sean.*Setelah melalui hari yang panjang, Cressida kembali ke rumahnya. Setidaknya, dia tahu di rumahnya yang mewah di pusat kota Manhattan, New York, akan me

    Last Updated : 2023-10-24

Latest chapter

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Bersatu Kembali

    Darren sontak berdiri dengan ekspresi terkejut. "Sial!" Dia tanpa pamit langsung pergi begitu saja.Lulu menatap kepergian bosnya hingga hilang dari pandangannya. "Kamu ke mana saja, sih? Aku khawatir di sini, tapi kamu malah mengabaikanku!" teriak Crasida di telepon saat Darren mencoba menghubunginya di dalam perjalanan menuju ke Rumah sakit."Maaf, sayang. Aku akan segera ke sana." Darren segera menuju ke rumah sakit. Dalam perjalanan menuju tempat tujuan, ia masih memikirkan Michael. Ia tak percaya Michael akan mengalami kecelakaan karena tidak ada tanda-tanda akan terjadi hal buruk. Ia berdoa semoga Michael dalam keadaan baik-baik saja. Setelah terdiam sambil mengemudi beberapa menit kemudian akhirnya ia tiba di Rumah sakit. Darren bergegas menemui Crasida yang telah menunggunya. Ternyata Sean telah lebih dahulu berada di sana. Walau sempat kesal dan masih marah pada adiknya itu, ia tak ingin dulu mengungkit masalah itu. "Bagaimana keadaan putra kita?" "Dia butuh banyak darah.

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Tidak Bisa Diam Lagi

    Madeline memeluk erat putranya, ia enggan meninggalkan mobil karena memikirkan keselamatan putra dan dirinya sementara Sean bergeming tanpa memberikan rasa kasihan padanya. Madeline menunggu beberapa saat untuk memohon agar Sean berubah pikiran, hanya lewat tatapannya yang tak berdaya, tetapi Sean masih sama, tidak peduli padanya. Akhirnya Madeline terpaksa turun dari mobil dan tidak butuh waktu lama Sean benar-benar meninggalkannya di jalan sepi itu.Madeline menangis ketika putranya bertanya, "Mama, apa kita akan menunggu di sini? Dylan takut, Ma." Madeline, mencoba menahan suara isaknya agar dapat menjawab Sean, "Sebentar lagi kita pulang. Kita tunggu taksi dulu, ya? Untuk sementara kita jalan dulu ke tempat yang ramai." "Apa Mama, bisa?" Ia menatap luka di lutut ibunya.Madeline tersenyum, sembari menganggukkan kepala. "Ayo, kita jalan!" Darren kehilangan jejak mobil Sean. Hampir saja ia memutuskan untuk kembali ke rumah, tapi saat melihat seorang perempuan dengan putra kecil

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Menemukannya

    "Om, mau ketemu mama, boleh?" tanya Darren, sambil melirik ke kaca mobil. Dia melihat samar-samar sosok Madeline di sana, sedang bersandar pada bangku mobil. Sikap duduk perempuan itu masih sama, masih melindungi identitasnya. "Mama, lagi sakit, Om. Tidak bisa." "Sebentar saja. Om, cuma mau berkenalan sama mamamu." Setelah berkata, dia langsung menuju ke lain sisi pintu mobil, di mana tempat Madeline duduk. "Tapi kata Om Sean, mama sedang terluka." Ia tidak ingin ibunya diganggu apalagi ia mengira Ibunya kini tengah tidur. Ia juga cemas kalau sikap Sean mungkin sama seperti Crasida yang tidak setuju anaknya berteman dengan sembarangan orang. Ia tidak mau ibunya dimarahi lagi. Meski tadi Darren telah bersikap baik padanya, tapi dia perlu waspada. "Dia lagi tidur, Dar," kata Sean, saat Darren akan mengetuk kaca pintu mobil, tapi Darren tidak peduli, Darren membungkuk melihat kaca. "Aku cuma mau melihatnya. Bisa kamu buka?" "Kami sedang terburu-buru," jawab Sean agak kesal.Darren

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Pertemuan

    Sean menatap wajah Madeline yang masih belum menjawab keinginannya untuk ikut menjemput Dylan ke rumah Michael. Terus terang ia begitu ingin lebih lama bersama perempuan itu dan bila bisa tidak akan terpisah lagi. "Kenapa Mady? Apa aku sudah mengganggumu sampai kamu tidak mau menerima bantuanku?""Tidak sama sekali." Madeline menggeleng lemah, sedikit merasa tidak nyaman dengan perkataan Sean barusan. "Lalu?" Sean mengerutkan keningnya, alisnya hampir bersatu karena merasa perempuan itu telah menyembunyikan sesuatu darinya. "Aku cuma tidak mau merepotkan kamu saja." Dia tersenyum hambar, berharap Sean tidak memaksanya lagi."Aku bertanggung jawab atas luka yang kau dapatkan itu. Daripada terjadi apa-apa, lebih baik aku antar kamu ke sana." "Tapi, Se--""Eits! Jangan membantah! Aku akan merasa bersalah bila kamu tidak mau menerima bantuanku," potong Sean sambil memelas.Madeline terdiam sejenak sebelum ia menganggukkan kepalanya. Ia menarik napas sedalam-dalamnya untuk mengurangi be

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Mantan

    Sosok lelaki yang tidak asing bagi Madeline.“Itu Sean…” lirih Madeline mengucek matanya merasa penglihatannya tidak baik-baik saja. Benarkah itu Sean? Lelaki bertubuh sempurna dengan balutan kemeja berwarna hitam digulung hingga bagian siku tersebut berjalan mendekati Madeline yang berdiri termenung. Mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat.“Mady,” panggil Sean dengan lembut, dia ingin memastikan wanita di depannya kini Madeline ataukah hanyalah halusinasinya saja. Ternyata matanya masih berfungsi dengan benar, itu beneran Madeline. Lelaki itu melayangkan sebuah senyum yang paling tulus, bibirnya merekah pertanda bahagianya bisa menemukan pujaan hatinya yang menghilang selama ini. Hatinya bersorak bahagia dipertemukan dengan sang penghuni hati. Madeline masih mematung, kakinya terasa berat untuk segera berlari menjauh dari hadapan Sean. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan Sean kembali di saat seperti ini. Keringat tiba-tiba mengucur deras bahkan punggungnya sudah mulai

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Pertemuan Tidak Terduga

    Dilan menatap lama Michael. “Emm, aku harus bilang semuanya kepada ibuku dengan siapa aku berteman, tapi kamu apakah benar ingin berteman denganku?” tanya Dilan bersungguh-sungguh tapi Michel langsung menyambut dengan anggukan kepala yang mantap. “Karena kau adalah orang yang mau membelaku saat Bobby dan teman-temannya nakal,” jawab Michael dengan sejujurnya. Belum sempat Dilan berbicara ternyata di seberang jalan, Madeline telah menunggu kedatangannya. “Aku duluan, besok kita bertemu lagi,” ucap Dilan berlari menemui ibunya. “Halo, Jagoan kecil,” sapa Madeline berjongkok agar mereka sama tingginya. “Hai, Mom, aku tadi kena hukuman dari Miss Neona.” Dilan tidak sabar ingin bercerita dia membuka percakapan tentang hukumannya tadi. “Oh, begitu, kita lanjut cerita di rumah, sekarang pulang dulu.” Bocah kecil sekolah TK tersebut menurut apa kata ibunya. Mereka pulang ke apartemen bersama-sama. Sore harinya. Madeline telah selesai membuat makan makan untuk mereka berdua. Dilan masi

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Keduanya Akan Berteman

    Madeline menatapnya dengan tajam, tidak sedikit pun menunjukkan rasa takut. "Beraninya aku? Oh, Cressida, kau pikir aku akan takut padamu?" Dia tertawa kecil, suaranya penuh dengan sinisme. "Aku tidak takut padamu, baik dulu atau sekarang."“Dasar pelacur murahan!” Cressida menghinanya. “Aku tahu kenapa kau bisa berani begini.”Madeline belum paham dengan tuduhan Cressida.“Sudah pasti kau menggoda suamiku lagi, kan?” tuduh Cressida tanpa bukti. “Kau menggoda suamiku dan mengemis padanya supaya dilindungi.”Madeline bergeming untuk sejenak. Entahlah bagaimana dia harus mengelak. Rasanya mengatakan apa pun akan percuma saat ini.Cressida menunjuk Madeline. “Dengar! Sebesar apa pun cinta kalian, akulah yang istrinya. Kau hanya jalang yang coba kembali untuk menghancurkan rumah tanggaku.”Tuduhan Cressida kali ini mengenai jantung Madeline seperti sebilah pisau yang menancap.“Anakmu itu, jangan coba-coba meminta hak pada Darren atau aku akan membunuhmu! Dia hanyalah anak haram!” Cressid

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Pertarunagn Dua Wanita

    Gini menarik napas dalam-dalam, berusaha menyusun kata-kata dengan hati-hati. "Darren, aku tahu ini sulit. Tapi percayalah, Mady bukanlah orang yang mudah dibujuk. Dia memiliki prinsip dan dia akan mempertahankannya sampai titik darah penghabisan. Aku tahu kau merasa berhak tahu, tapi apakah itu sebanding dengan risiko kehilangan Mady lagi?" Darren tampak ragu, matanya bergerak bolak-balik antara Gini dan latte-nya yang sudah mulai dingin. "Kau tidak akan mengerti dengan apa yang aku rasakan."Gini menggeleng. "Aku mengerti, Darren. Tapi, aku juga kenal betul dengan bagaimana Mady. Pikirkan juga soal istrimu. Kalau kau masih nekat mendekati Madeline, dia bisa dituduh yang bukan-bukan."Darren tampak terpaku, matanya menatap jauh ke luar jendela. Dia tahu semua ini terlalu rumit. Namun, bagaimana bisa dia berhenti mencari tahu? Bagaimana dia bisa berhenti mencintai Madeline?Darren berpikir keras, matanya menatap kosong ke depan. Dia terjepit antara cintanya pada Madeline dan tanggu

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Jika Kau Nekat

    Darren melewati malam dengan over thinking. Ada banyak hal yang mengganggu pikirannya. Entah itu soal Cressida atau Michael. Bahkan, dia masih merindukan Madeline.Paginya, ketika dia berada di kantor, Gisela sang sekretaris memberitahukan padanya kalau ada orang yang ingin bertemu. Ketika dikonfirmasi siapa dia, ternyata itu adalah Carlos. Anak buahnya yang ditugaskan untuk mencari tahu soal Madeline.Darren segera menyuruhnya segera ke ruangan."Pagi Pak Darren!" Carlos memyapa ketika dia sudah tiba di ruangan Darren."Masuklah!" Darren mempersilakannya.Carlos duduk di depan Darren. "Maaf mengganggu, Pak, aku datang ke sini untuk mengatakan kabar penting soal Madeline."Hanya alis Darren yang bertaut."Wanita yang Anda cari itu telah kembali," ujar Carlos.Dalam sekejap, semua kenangan tentang Madeline membanjiri pikirannya. "Di mana dia sekarang?" tanya Darren,"Aku rasa dia masih tinngal di apartemen lama, Pak. Aku sudah memperhatikannya selama beberapa hari ini."Darren memikirk

DMCA.com Protection Status