“Aku tidak akan terkejut kalau kamu membelanya lagi tapi aku penasaran apa yang kamu katakan kali ini?” Suara itu terdengar dingin, membuat ruangan itu seolah membeku. Tidak ada yang salah dengan AC ruangan itu, karena tentu saja akan diset normal seperti biasa. “Apa sekarang kamu jadi bisu!” suara itu kembali terdengar, ada kemarahan yang kental di sana, seperti lahar yang siap untuk dimuntahkan. Terdengar helaan napas dati laki-laki yang lebih muda, dia lalu mendongak menatap ayahnya. Penyesalan melumuri hatinya. Apa ini karma? Rasanya tidak juga, dia hanya ingin setia pada gadis yang dicintainya, takdirlah yang membuatnya menikah dengan wanita itu. Akan tetapi takdir tak mampu menghadirkan cinta di hatinya. Dia menyadari telah banyak menorehkan luka di hati wanita yang dengan terpaksa dia nikahi, tapi bukankah dia menebus semuanya dengan membiayai pengobatan ibu mertunya, meski akhirnya dia harus tutup usia. “Maaf,” hanya itu kata yang keluar dari mulutnya setelah cukup lam
“Itu dia!” Padahal Pandu sudah berusaha berbaur dengan rombongan pengacara yang akan membantunya menangani kasus ini. Kasus yang menimpanya sudah banyak menarik perhatian publik meski dirinya belum tentu bersalah ditambah lagi dengan masalah pribadinya yang membuat semua orang jadi penasaran, dia tahu perbuatan Sekar makin menyulitkan posisinya, pantas saja ayahnya begitu marah pada sang istri. Bahkan ada wartawan infotemen juga. Sial dia bukan artis kenapa juga mereka ingin mengorek hidupnya? “Pak Pandu sebaiknya cepat masuk ke ruang sidang, biar kami menghalau para wartawan itu,” kata salah satu tim yang memang ditugaskan untuk menjaga keamanannya. Pandu berjalan cepat menuju arah ruangan yang ditunjukkan oleh kepala keamanan tapi ucapan ayahnya kemarin terngiang kembali di telinganya. “Kamu bukan hanya putraku tapi juga pewaris kerajaan bisnis ini, jika kamu tumbag maka semuanya akan hancur. Papa sudah tua. Waktunya kamu
Baiklah mari kita bercerai. Alisya memejamkan mata, saat sedang tak ada pekerjaan seperti ini membuatnya sebal karena otaknya akan berpikir hal yang tidak-tidak. “Kalian masih banyak pekerjaan. Mau aku bantu?” tanya Alisya menawarkan diri. Sigit dan Anton teman satu tim Alisya di devisi keuangan langsung mengangkat kepalanya dan menatap wanita satu-satunya di ruangan itu seolah wanita itu gila. “kamu baik-baik saja, Al. kamu demam, sebaiknya kamu ke klinik gih,” kata Sigit yang diangguki Anton dengan yakin. “Aku menawarkan bantuan kok malah dibilang sakit,” sewot Alisya. “ini sudah jam pulang, sebaiknya kamu pulang gih nggak baik ibu hamil pulang kemalaman,” kata Anton yang merupakan kepala keuangan, usianya memang sepantaran Alisya dan dia sudah sejak lulus kuliah bekerja di sini. Alisya menghela napas panjang, sejujurnya dia tidak ingin sendiri, berada di rumah akan kembali mengingatkannya pada kenangan menyakitkan tiga hari yang lalu. Kenangan yang membuat Alisya berjuang
Otaknya pasti bermasalah karena kini Pandu malah menjadi penguntit mantan istrinya. Pandu tak pernah menduga kejadian tiga hari yang lalu mempengaruhinya sedemikian rupa. Harusnya dia bahagia bukan, hidup bersama Sekar, wanita yang dia cintai selama ini, tapi kenapa bayangan luka di mata Alisya hari itu membuatnya bahkan tak bisa berhenti memikirkannya barang sedetik pun. “Nyonya ada di taman kota sepulang kerja, Pak bersama temannya. Kami akan terus mengawasi sekitarnya.” “Bagaimana dengan orang-orang itu?” tanya Pandu pada laki-laki berbadan tegap di depannya. “Sepertinya mereka masih mencari kesempatan.” Tak menghiraukan ucapan anak buahnya lagi Pandu berjalan cepat menyebrangi jalan dan benar saja dia melihat Alisya di sana bersama temannya sedang menikmati jajan kaki lima. Keningnya mengernyit tak suka, bukankah jajan di sini tak higienis, Alisya sedang mengandung bagaimana kalau dia sakit perut dan anak mereka....Pan
“Alisya menolak,” kata Pandu dengan nada rendah, ada kegetiran dalam suaranya. Akumulasi dari rasa bersalah dan juga kebingungan yang sedang melandanya. Dia menyesal kenapa hubungannya dengan Alisya jadi seperti ini, semua salahnya memang yang tidak bisa menghargai wanita itu saat menjadi istrinya, dan sekarang setelah Alisya lelah dan memilih lepas darinya rasa tak rela itu mengguyurkanya, membuatnya sesak dalam rasa bersalah. “Sudah papa duga, sejak awal dia bukan wanita gila harta. Dia hanya butuh uang untuk pengobatan ibunya,” kata sang ayah dengan datar. Pandu tahu itu sindiran untuknya yang lebih memilih Sekar. Dia tahu sang ayah sangat menyayangi Alisya meski rasa sayang itu juga dilakukan dengan salah. Tak pernah dia kira ayahnya malah bekerja sama dengan sang dokter untuk membuat Alisya tak kunjung sembuh. Keduanya bertatapan ada penyesalan yang begitu kental dalam mata keduanya, sebagai orang yang sejak kecil bergelut dengan bisnis yang tidak selamanya bersih. Tidak ad
Pintu kamar terbuka dan Sekar masuk dengan senyuman manisnya. “Mas mau makan apa biar aku siapkan?” Pandu menatap istrinya dengan seksama. Ini masih pagi dan Sekar masih dalam masa hukumannya tidak boleh pergi sesuka hatinya, tapi sekarang wanita itu sudah tampil cantik dengan dandanan yang bisa dibilang berlebihan untuk pagi hari dan... di rumah saja. “Kamu mau kemana?” tanyanya. “Oh ini. tidak kemana-mana, aku hanya ingin menyenangkan suamiku,” kata wanita itu dengan kedua tangan yang sudah melingkari pinggang Pandu dan kepala yang rebah di dada bidangnya. Setelah apa yang terjadi tadi malam dan bahkan wanita itu mengusirnya dari kamar mereka, bukankah aneh Sekar bersikap seperti ini. “Apa yang kamu inginkan?” tanya Pandu langsung dia sudah hapal sifat Sekar yang akan bermanis-manis dengannya jika ada yang diinginkan, setelah semalam Pandu dengan tegas mengatakan tidak lagi mengijinkan wanita itu mengikuti arisan konyol
Yang ditunggu Alisya akhirnya datang juga. “Pos!” Alisya mengerutkan kening saat terdengar suara tukang pos di depan teras rumahnya, dia tidak sedang menunggu pesanan online memlalui pos, pun dia tidak ingat punya teman yang akan mengirim barang lewat pos. “Iya pak?” “Ibu Alisya?” “iya saya sendiri.” “Ini surat untuk anda, tolong di tanda tangani bukti terimanya.” Senyum masam langsungtersungging di bibir Alisya begitu petugas pos meninggalkan rumahnya. ada yang menggores di hatinya. Air mata tiba-tiba saja mengaliri pipinya tapi dengan cepat dia mengusapnya. Ini memang tidak mudah tapi ini jalan terbaik untuknya. Banyak hal yang akan berubah dengan datangnya surat ini, dan Alisya harus siap menghadapinya. Dia tahu urusan seperti ini sangat mudah untuk Pandu, Alisya bahkan tak perlu untuk datang ke pengadilan tapi surat itu sudah datang. Alisya memasukkan kembali surat dalam amplop berlogo pengadilan agama itu, dan menyimpannya di kamar. Dia berusaha tersenyum, meski tak
Baru sekarang Alisya merasa sangat letih menghadapi ini semua. “Wah kelihatannya enak, ayo Al. bagi juga buatku,” kata Laras dengan antusias. Ada lima kotak makanan kiriman Pandu. Apa ini bentuk syukuran untuk perceraian mereka? Alisya menggeleng, Pandu tak mungkin sekeji itu. “Yuk aku bantu bawakan kita makan di ruanganmu saja,” kata Laras setelah Alisya memintanya memberikan satu pada sang resepsionis yang diterima dengan suka cita. Makan siang mewah dan gratis lagi siapa juga yang tidak suka. “Kenapa kamu tidak suka makan siangnya? Masih ngidam lalapan di depan?” tanya Laras yang bingung Alisya tidak terlihat senang dengan makanan yang diberikan suaminya, bahkan wanita itu terlihat kebingungan. “Bukan begitu,” kata Alisya dengan nada mengambang. “Kenapa mas Pandu mengirim makanan?” tanyanya seperti pada dirinya sendiri.“Aduh si eneng mah, itu namanya perhatian, nggak semua suami perhatian s
Alisya mendekap bayinya erat di dadanya menimangnya dengan lembut dan mendendangkan sebuah lagu yang membuat empat orang dewasa di ruangan itu teriris hatinya. “Kamu tahu sayang, mama sudah menyiapkan semua untukmu, kamu akan mama dandani supaya cantik, yuk bangun sayang,” katanya sambil terus menimang bayi itu. Merasa bayi itu tak mau bangun, Alisya ganti menciumi wajah pucat bayinya. “Sayang bangun mama mohon,” kata wanita itu dengan memelas, tapi bayi itu tetap diam. “Sudah Al, bayi kita sudah tenang, aku mohon ikhlaskan dia,” kata Pandu tak sanggup lagi melihat Alisya seperti itu.Alisya langsung menoleh pada Pandu perlahan dia letakkan bayi dalam pelukannya itu, dia lalu menatap laki-laki itu dengan tajam. “Tolong putriku, Mas. aku akan melakukan apa saja asal putriku bisa kembali, mas pasti kenal dokter yang bisa melakukannya,” kata wanita itu sambil mengguncang tubuh Pandu dengan keras. “Lis jangan konyol kamu,” kata Pram.
Laki-laki terlihat begitu terpukul mendengar apa yang dikatakan Pram. Itu bukan kepura-puraan, Laras bisa melihat hal itu dengan jelas. Laras memang tidak menyukai Pandu karena laki-laki itu yang sama saja dengan ayahnya yang tega berkhianat dan menelantarkan anak dan istrinya demi wanita baru, tapi pemendangan yang dia saksikan tidak bisa dia tampik, Pandu menyesali semuanya, meski sudah terlambat. Apa suatu suatu saat nanti ayahnya juga akan menyesal? “Kamu bisa bertanya pada dokter jika tidak percaya,” kalimat Pram yang dikatakan lebih baik dari sebelumnya, mungkin dia juga melihat penyesalan Pandu yang terlihat jelas. “Benar, pak. Sebaiknya pak Pandu menemui dokter dulu dan menanyakan semuanya,” kata Laras membenarkan ucapan Pram. Meski Pram yang sejak tadi menandatangani semuanya tapi bagaimanapun laki-laki ini merupakan ayah kandung dari bayi yang dilahirkan Alisya. Sejahat apapun sikapnya dia berhak atas anaknya. “Tolong jaga Alisya sebentar,” kata laki-laki itu lalu be
“Aku sudah memeluknya dengan erat mereka pasti baik-baik saja kan,” kata Alisya dengan suara yang makin lama makin melemah.Disebelahnya Laras menangis terisak-isak merasa sangat bersalah andai saja dia tidak perlu ke kamar mandi dan membiarkan Alisya berjalan sendiri...Gadis itu menggeleng dengan putus asa, tangannya menggenggam erat tangan Alisya dan berusaha mencegah wanita itu pingsan, darah mengalir dari luka di pundaknya juga... jalan lahirnya.“Si kembar pasti baik-baik saja, Al. kamu harus kuat jangan menyerah,”kata Laras di sela tangisnya.Tadi saat baru berjalan beberapa langkah Laras terkejut mendengar suara benturan di belakangnya, dia sama sekali tak tahu bagaimana kejadiannya tahu-tahu Alisya sudah terkapar dengan tangan yang memeluk erat perutnya dan Pram yang berlari dengan panik menghampiri wanita itu.Lutut Laras
Alisya bangun dengan lebih bersemangat hari ini. Usia kandungannya sudah menginjak minggu ke tiga puluh enam dan dia juga sudah cuti dari tempat kerjanya. Sehari-hari dia hanya di rumah dan tak melakukan apapun, beberapa tetangga juga sudah tidak memesan kue dan makanan lagi padanya, bukannya dia butuh banget uang hasil penjualannya, bukan. Alisya hanya menyukai kesibukannya memasak dan repot di dapur. Tak adanya pekerjaan juga membuatnya mengingat saat masih tinggal di rumah Pandu. Akan tetapi hari ini berbeda baik Pram maupun Laras sama-sama berjanji mengantarnya membeli keperluan untuk anaknya, sedikit telat memang tapi bukan masalah juga selama bayinya belum lahir. “Mau aku jemput?” Alisya membenahi letak ponsel yang dia jepit dengan bahunya saat Pram mengatakan hal itu, tangannya sibuk membuat susu hamil yang biasa diminum. “Aku naik taksi saja kita ketemuan di sana,” kata Alisya yang tahu kalau Pram ada acara terlebih dahulu sebelum menemaninya belanja, sebenarnya bisa
Pandu menatap cermin sambil melihat penampilannya secara keseluruhan. “Kamu mau kemana lagi mas?” tanya Sekar terlihat sangat tak terima. Ini hari libur seharusnya mereka bisa menghabiskan waktu bersama seperti sebelumnya, tapi ini bahkan sudah lebih dari lima bulan, Pandu tetap bersikap dingin padanya. Sekar juga sudah memenuhi permintaan Pandu untuk memberikan bayi merepotkan itu pada ayah kandungnya saja. Andrew.Dia memang jadi lebih bebas dan tak perlu lagi mendengar tangis bayi setiap malamnya, tapi dia juga tak punya alasan lagi untuk membuat Pandu tetap menemaninya, rengekan bayi itu terbukti mampu menahan Pandu di rumah meski bukan untuk menemaninya.Sekar kira dengan anak itu tidak ada lagi bersama mereka, sikap Pandu akan jadi seperti dulu, selalu memprioritaskannya dalam hal apapun tapi angannya ternyata terlalu tinggi. “Aku ada urusan,” kata Pandu singkat. Bersama Sekar memang terasa menyebalkan untukny
Sekar menolak Andrew mengambil anaknya dengan alasan anak itu masih membutuhkan asinya. “Kamu yang membuat anakku jadi seperti itu, perempuan gila!” maki Andrew pada perempuan yang telah melahirkan anaknya itu. Setelah konferensi pers yang mereka lakukan, laki-laki itu memaksa Pandu untuk mempertemukannya dengan bayinya. Dan Pandu yang tidak punya alasan untuk menolak tentu saja menyetujuinya lagi pula dia punya tujuan lain dengan membawa Andrew melihat bayi itu. Mata laki-laki itu berkaca-kaca saat melihat bayinya untuk pertama kali, hal yang membuat Pandu tertegun sejenak. Laki-laki ini memang brengsek dan kejam pada orang-orang disekitarnya tapi dia sudah sering bertemu orang dan mata itu tak mungkin bohong. Pandu melihat ketulusan di sana, hal yang membuatnya sedikit lega paling tidak ada orang yang benar-benar menyayangi anak itu. Bahkan laki-laki itu secara serius memohon pada Pandu untuk memberikan bayi itu padanya. “Jangan salahkan aku kamu yang mengajakku ketempat itu!”
“Dimana bosmu!”Suara itu terdengar penuh kemarahan, membuat Pandu buru-buru berdiri dari duduknya. Kepalanya sedikit pusing karena semalaman tidak tidur dan menenggelamkan diri di ruangan ini tapi suara yang di dengarnya tak bisa dia abaikan begitu saja.Pekerjaan adalah caranya melarikan diri saat ini. supaya tidak lepas kendali dan melakukan hal-hal yang nantinya akan dia sesali.“Pa?”Pintu terjeblak dan sang ayah berdiri di sana dengan wajah merah dan sang sekretaris yang berdiri ketakutan di belakangnya.Ada apa lagi? tidakkah dia diberi kesempatan untuk bernapas barang sejenak saja?“Pergilah!” usir sang ayah pada sekeretarisnya, Pandu hanya mengangguk dan mempersilahkan ayahnya duduk, laki-laki paruh baya itu menghela napas dalam dan menatap putranya dengan putus asa.
“Bajingan sialan kamu! Pembunuh!” Pandu baru saja membuka pintu ruangan privat yang sudah dia pesan tapi bukannya sambutan hangat yang dia terima tapi makian dan juga bogeman mentah di wajahnya. Pandu yang tidak siap langsung terhuyung ke luar ruangan dan pegangannya pada gagang pintu terlepas untung saja seorang pelayan yang sedang membawa minuman sigap menghindar sehingga tidak tertabrak olehnya. Para pengunjung wanita yang kaget menjerit histeris. Andrew bahkan merangsek keluar menghampiri lawannya, wajahnya merah padam menahan amarah. Dia memang bukan laki-laki suci, dia bahkan memiliki kelainan yang tak banyak diketahui orang. Jiwanya gelap segelap malam yang sebentar lagi akan datang, tapi sebrengseknya dia dia tidak akan tega menyakiti bayi yang masih dalam kandungan ibunya. Dan laki-laki yang baru saja mendapat bogeman darinya tidak pantas sama sekali disebut manusia dia lebih rendah dari binatang. Membayangkan bayinya yang saat ini menderita karena lahir belum waktunya
Pandu ikut tersenyum saat melihat wanita itu tersenyum, tapi dia buru-buru bersembunyi saat tanpa sengaja Alisya menoleh ke belakang.Yah dia merindukan Alisya dan tak puas dengan hanya melihat laporan atau video yang dikirimkan anak buahnya tentang wanita itu.Wajah wanita itu makin cantik saja dimatanya, apalagi dengan perut membesar yang berisi anak-anaknya.Entah pikiran dari mana dulu Pandu meragukan anak yang dikandung wanita itu, padahal jelas-jelas dia merasakan dadanya berdebar kencang saat melihat wanita itu mengelus perutnya, dia juga ingin melakukan hal yang sama. Hal yang tak pernah dia rasakan pada kehamilan Sekar.Dia sudah berjanji pada Alisya memang untuk tidak menemui wanita itu tanpa diminta, tapi rasa rindu ini membuatnya mengabaikan semua, dia tidak menemui Alisya dia hanya ingin melihat wanita itu... meski dari jauh.