Otaknya pasti bermasalah karena kini Pandu malah menjadi penguntit mantan istrinya.
Pandu tak pernah menduga kejadian tiga hari yang lalu mempengaruhinya sedemikian rupa. Harusnya dia bahagia bukan, hidup bersama Sekar, wanita yang dia cintai selama ini, tapi kenapa bayangan luka di mata Alisya hari itu membuatnya bahkan tak bisa berhenti memikirkannya barang sedetik pun.“Nyonya ada di taman kota sepulang kerja, Pak bersama temannya. Kami akan terus mengawasi sekitarnya.”“Bagaimana dengan orang-orang itu?” tanya Pandu pada laki-laki berbadan tegap di depannya.“Sepertinya mereka masih mencari kesempatan.”Tak menghiraukan ucapan anak buahnya lagi Pandu berjalan cepat menyebrangi jalan dan benar saja dia melihat Alisya di sana bersama temannya sedang menikmati jajan kaki lima. Keningnya mengernyit tak suka, bukankah jajan di sini tak higienis, Alisya sedang mengandung bagaimana kalau dia sakit perut dan anak mereka....Pan“Alisya menolak,” kata Pandu dengan nada rendah, ada kegetiran dalam suaranya. Akumulasi dari rasa bersalah dan juga kebingungan yang sedang melandanya. Dia menyesal kenapa hubungannya dengan Alisya jadi seperti ini, semua salahnya memang yang tidak bisa menghargai wanita itu saat menjadi istrinya, dan sekarang setelah Alisya lelah dan memilih lepas darinya rasa tak rela itu mengguyurkanya, membuatnya sesak dalam rasa bersalah. “Sudah papa duga, sejak awal dia bukan wanita gila harta. Dia hanya butuh uang untuk pengobatan ibunya,” kata sang ayah dengan datar. Pandu tahu itu sindiran untuknya yang lebih memilih Sekar. Dia tahu sang ayah sangat menyayangi Alisya meski rasa sayang itu juga dilakukan dengan salah. Tak pernah dia kira ayahnya malah bekerja sama dengan sang dokter untuk membuat Alisya tak kunjung sembuh. Keduanya bertatapan ada penyesalan yang begitu kental dalam mata keduanya, sebagai orang yang sejak kecil bergelut dengan bisnis yang tidak selamanya bersih. Tidak ad
Pintu kamar terbuka dan Sekar masuk dengan senyuman manisnya. “Mas mau makan apa biar aku siapkan?” Pandu menatap istrinya dengan seksama. Ini masih pagi dan Sekar masih dalam masa hukumannya tidak boleh pergi sesuka hatinya, tapi sekarang wanita itu sudah tampil cantik dengan dandanan yang bisa dibilang berlebihan untuk pagi hari dan... di rumah saja. “Kamu mau kemana?” tanyanya. “Oh ini. tidak kemana-mana, aku hanya ingin menyenangkan suamiku,” kata wanita itu dengan kedua tangan yang sudah melingkari pinggang Pandu dan kepala yang rebah di dada bidangnya. Setelah apa yang terjadi tadi malam dan bahkan wanita itu mengusirnya dari kamar mereka, bukankah aneh Sekar bersikap seperti ini. “Apa yang kamu inginkan?” tanya Pandu langsung dia sudah hapal sifat Sekar yang akan bermanis-manis dengannya jika ada yang diinginkan, setelah semalam Pandu dengan tegas mengatakan tidak lagi mengijinkan wanita itu mengikuti arisan konyol
Yang ditunggu Alisya akhirnya datang juga. “Pos!” Alisya mengerutkan kening saat terdengar suara tukang pos di depan teras rumahnya, dia tidak sedang menunggu pesanan online memlalui pos, pun dia tidak ingat punya teman yang akan mengirim barang lewat pos. “Iya pak?” “Ibu Alisya?” “iya saya sendiri.” “Ini surat untuk anda, tolong di tanda tangani bukti terimanya.” Senyum masam langsungtersungging di bibir Alisya begitu petugas pos meninggalkan rumahnya. ada yang menggores di hatinya. Air mata tiba-tiba saja mengaliri pipinya tapi dengan cepat dia mengusapnya. Ini memang tidak mudah tapi ini jalan terbaik untuknya. Banyak hal yang akan berubah dengan datangnya surat ini, dan Alisya harus siap menghadapinya. Dia tahu urusan seperti ini sangat mudah untuk Pandu, Alisya bahkan tak perlu untuk datang ke pengadilan tapi surat itu sudah datang. Alisya memasukkan kembali surat dalam amplop berlogo pengadilan agama itu, dan menyimpannya di kamar. Dia berusaha tersenyum, meski tak
Baru sekarang Alisya merasa sangat letih menghadapi ini semua. “Wah kelihatannya enak, ayo Al. bagi juga buatku,” kata Laras dengan antusias. Ada lima kotak makanan kiriman Pandu. Apa ini bentuk syukuran untuk perceraian mereka? Alisya menggeleng, Pandu tak mungkin sekeji itu. “Yuk aku bantu bawakan kita makan di ruanganmu saja,” kata Laras setelah Alisya memintanya memberikan satu pada sang resepsionis yang diterima dengan suka cita. Makan siang mewah dan gratis lagi siapa juga yang tidak suka. “Kenapa kamu tidak suka makan siangnya? Masih ngidam lalapan di depan?” tanya Laras yang bingung Alisya tidak terlihat senang dengan makanan yang diberikan suaminya, bahkan wanita itu terlihat kebingungan. “Bukan begitu,” kata Alisya dengan nada mengambang. “Kenapa mas Pandu mengirim makanan?” tanyanya seperti pada dirinya sendiri.“Aduh si eneng mah, itu namanya perhatian, nggak semua suami perhatian s
“Jadi kamu sudah diceraikan sekarang.” Alisya yang baru saja dari kamar mandi terkejut saat mendapati seseorang berdiri di balik pintu seperti sedang menunggunya. Dia tak yakin wanita ini berbicara dengannya, mereka memang satu kantor tapi bisa dibilang tidak pernah bertegur sapa. Laras bilang wanita ini salah satu marketing, pantas saja Alisya tidak begitu kenal, karena biasanya lebih banyak kepala marketing sendiri yang berhubungan dengannya. “Mbak bicara dengan saya?” tanya Alisya sedikit bingung, kenapa orang yang tak begitu dia kenal membicarakan masalah pribadinya dan sengaja menunggunya pula. “Ckk ternyata kamu lemot juga,” kata wanita itu kesal. “Tapi maklum sih kamu baru saja bercerai pasti sangat sedih. Yang sabar ya,” lanjut wanita itu tapi entah mengapa Alisya tak melihat nada empati dalam ucapannya. “Kamu bisa bercerita padaku untuk mengurangi bebanmu.” Wanita itu tiba-tiba tersenyum dan merentangkan kedua tangannya, siap memeluk Alisya. Tapi Alisya bukannya meneri
Pandu tak jua mengangkat panggilannya. Alisya sudah membuka blokirannya dan menghubungi laki-laki itu meminta penjelasan tentang apa yang terjadi. “Kemana sih ini orang, aku hanya butuh lima menit waktunya tidak lebih,” gerutunya dengan kesal. Sekali lagi dicobanya melakukan panggilan, tapi tidak diangkat juga, apa Pandu sengaja melakukan semua ini padanya. Melepasnya pergi tapi sekaligus menggenggamnya dengan erat. Kadang dia tergoda untuk pergi dan menghilang dari kota ini, tapi dia punya ikatan yang sangat erat dengan kota ini, kenangan akan ayah dan ibunya ada di kota ini. Pun keduanya dimakamkan di kota ini, meski berbeda desa dengan tempat tinggal Alisya sekarang. Alisya tak ingin kemanapun tapi dia juga tidak ingin terbelenggu pada Pandu. Dia tidak masalah jika harus menjadi ayah sekaligus ibu untuk anak-anaknya, dia akan melindungi anak-anaknya itu dari ayah kandungnya sendiri.Sangat jelas dala
Bohong jika Alisya bilang baik-baik saja melihat itu semua."Apa yang kamu lakukan?" tanya Alisya terkejut saat Pram mengeluarkan ponsel mahalnya dan membidik dua orang itu. "Mengabadikan momen indah," kata laki-laki itu dengan senyum miring. Alisya mengangkat bahunya acuh. "Mungkin dia teman atau saudaranya," katanya tak terlalu menganggap serius kehadiran Sekar dan laki-laki itu. "Memang kamu mau manggil aku sayang?" "Apa!" "Sudah jelas nggak mau bukan, aku tahu bukannya kamu nggak curiga tapi nggak peduli." Alisya menghela napas dalam. "Aku hanya ingin hidup tenang." "Aku juga tapi tidak akan melewatkan jika ada tontonan seru, anggap saja hiburan," kata Pram yang masih serius memfokuskan ponsel mahalnya pada objek yang sedang dia bidik. "Nggak percuma kamu beli ponsel mahal kameranya bisa digunakan," ejek Alisya. Pram melotot tak suka dengan kalimat temanya itu tapi memutuskan tak peduli lagi. "Dari pada nganggu aku lebih baik kamu pikirkan apa yang aku katakan tadi," k
"Ingatlah, Lis. Perkataan dan perbuatan yang baik akan menimbulkan kebaikan pula." TIba-tiba saja kata-kata yang sering ayahnya ucapkan bertahun-tahun yang lalu kembali terngiang di telinganya. Alisya memejamkan mata dan sedikit mendorong tubuh Pandu yang memeluknya. Laki-laki itu terlihat kecewa, Alisya malah mendorongnya, tapi tentu saja dia juga tak bisa memaksa. Mereka bukan lagi suami istri yang bebas berpelukan setiap saat. "Sebenarnya apa tujuan mas datang kemari?" tanya Alisya setelah menghela napas berusaha menumpuk rasa sabar.Satu pertanyaan menggelitik benak Alisya. Apa Pandu sudah tahu istri tersayangnya itu punya selingkuhan dan karena itu memberi perhatian lebih padanya. Laki-laki itu berbuat baik padanya karena sedang patah hati, dan tidak ada jaminan kalau Sekar tidak akan kembali pada Pandu dan laki-laki itu menerimanya. "Meminta maaf padamu atas semua kesalahanku." "Kesalahan yang mana?" tanya Alisya. Laki-laki itu menghela napas dan menatap Alisya den