“Kamu keterlaluan, Ras.” Laras menghela napas dia juga merasa sangat bersalah pada wanita paruh baya itu, dia tadinya hanya ingin melampiaskan kekesalannya saja sekaligus memberi pelajaran pada orang yang menuduhnya sama bejatnya dengan sang ayah. “Maaf, aku tidak tahu.” Tidak ada dalam benak Laras kalau wanita itu ternyata memiliki penyakit jantung dan dia telah membuatnya terkena serangan jatung tadi. Untung saja... Dia masih selamat. Pram yang sigap menahan tubuh wanita itu dan menggeledah sakunya, dan menemukan sebuah botol kecil lalu meminumkannya pada wanita itu dan membawanya ke rumah sakit terdekat, syukurlah wanita itu baik-baik saja. Pram menyelamatkan wanita itu dan dirinya. Hampir saja. Hampir saja dia menjadi pembunuh seperti yang dituduhkan pada orang-orang padanya. Hari sudah malam saat mereka sampai lagi di villa ini, Laras sebenarnya ingin langsung pulang saja naik taksi ke kota, tapi rasa bersalah membuatnya menurut pada Pram dan kembali lagi ke tempat ini.
"Percaya diri sekali aku. Pram tidak akan masuk ke kamar ini, kami tidak perlu pura-pura di sini." Laras memilih baju-baju yang tergantung di sana, bukan seleranya memang tapi dia tidak mungkin memakai baju yang tadi untuk tidur. Lagi pula ada selimut, dia bisa menggulung tubuhnya seperti kepompong dan tidur nyenyak sampai pagi. Laras mengangguk itu rencana yang sangat bagus menurutnya. Dia segeraa mengambil satu baju asal saja, dan membawanya ke kamar mandi saat keluar dari kamar mandi Laras langsung berlari ke atas ranjang dan menggulung dirinya dengan selimut tebal, tapi tak lama dia kembali membuka selimut itu karena panas dan pengap, akhirnya dia hanya menutupi tubuhnya dengan selimut meski masih kepanasan tapi dia harus bisa bertahan, menurunkan suhu ruangan menjadi pilihannya. Laras menunggu dengan tegang di dalam kamar, dia memang sudah mengunci pintu kamar ini khawatir Pram tiba-tiba masuk dan melihatnya yang sedang berpakaian tak layak. Sampai jauh malam Laras sama se
"Apa kamu bermaksud ingin menggodaku." Laras berbalik untung saja dia tidak refleks menyiramkan air yang dia pegang pada Pram. "Apa maksudmu dengan menggoda, aku sedang minum?" Pram tersenyum miring dan menatap Laras dari atas ke bawah terang-terangan, Laras yang mengikuti arah pandangan Pram langsung sadar kalau sekarang dia hanya menggunakan baju tidur kurang bahan. "Sialan! Mau aku colok matamu," jawab Laras ketus. Laras meletakkan gelasnya dengan kasar dan buru-buru lari ke kamar sial kenapa dia bisa lupa. Tapi Pram tak membiarkan sang istri untuk pergi dari hadapannya. "Siapa yang menyuruhmu pergi, kamu harus tanggung jawab." "Apa maksudmu?" tanya Laras sambil menelan ludah. "Tentu saja karena membuat aku menginginkanmu," kata Pram sambil tersenyum jahil. Laki-laki itu menarik tangan sang istri kuat. Kalah tenaga, Laras teerhuyung ke depan dan jatuh tepat dipelukan suaminya. "Lepas! ini pelecehan!" "Hahaha... kamu lupa kita suami istri bahkan aku berhak m
Laras tak bisa tidur malam ini, bahkan setelah meminum pil pereda nyeri. Padahal badannya sakit semua serasa baru dipukuli orang satu kampung.Tapi...Perutnya lapar dan itu berbahaya. Karena Laras tidak suka kelaparan. Tapi kali ini dia akan bertahan di dalam kamar ini. Dia tidak pernah kembali kekamar utama dan memilih tidur di kamar bibi, agak sempit memang dan tentu saja fasilitasnya tidak seperti kamar utama, tapi tentu saja kamar ini lebih baik dari kontrakan Laras dan ibunya dulu paling tidak kasurnya sangat empuk dan atapnya tidak bocor dan yangpaling penting... tempat tidurnya kecil. Pram tidak akan mau tidur di sini. Bukan Laras terlalu percaya diri kalau sekarang Pram memang mau tidur dengannya. Laki-laki itu sendiri yang mengatakan, terutama setelah kejadian tadi. Sayangnya perutnya benar-benar tak bisa kompromi, dengan kesal Laras bangun dan mengendap masuk ke dapur, dia tidak tahu apa masih ada sisa bahan makanan atau tidak. “Sabar ya, Sayang. Kita cari dulu,” ka
Pram tahu kalau sang istri ingin sekali pergi dari tempat ini secepatnya, tapi dia tidak akan membiarkan hal itu. Pram tak perlu obat tidur untuk membuat sang istri tidur lelap. Kekenyangan adalah obat tidur paling mujarab untuk Laras, Pram bahkan yakin istrinya itu tidak akan bangun meski ada gempa saat sudah tidur. Hidup bersama dalam satu atap beberapa bulan ini membuat Pram tahu sekali kebiasaan istrinya itu. Setelah yakin Laras tertidur Pram masuk ke kamar bibi yang ditempati wanita itu, bukan masalah jika kamar itu terkunci, Pram tahu dimana letak kunci cadangannya. “Wah kamu benar-benar seperti beruang yang sedang hibernasi,” gumam Pram yang melihat Laras sudah pulas padahal baru saja mereka berdebat. Perlahan dia mengangkat tubuh sang istri dan memindahkannya ke kamar utama, benar dugaannya jangankan terbangun saat dipindahkan terganggu saja tidak. “Astaga benar-benar kamu ini,” kata Pram sambil menggeleng
“Aku suka caramu membuat format laporan simple dan praktis, aku minta kamu melakukan hal yang sama untuk laporan yang masuk siang ini.” Ini pengalaman pertamanya bekerja dengan Pram, ternyata suaminya itu sangat teliti dan perfecsionis, untung saja Laras bukan tipe orang yang menye-menye bahkan tadi Pram menegurnya dengan keras saat membuat kesalahan tapi tak segan memuji jika pekerjaan Laras memuaskan. Pram di kantor dan di rumah sangat berbeda, Laras tak tahu dia lebih menyukai versi suaminya yang mana, tapi yang jelas Laras sangat tidak menyukai suaminya saat ada di dekat wanita ini. “Pram apa semua baik-baik saja? kamu sepertinya sangat sibuk apa perlu aku juga bekerja di sini?” Laras langsung mengangkat kepalanya dan menatap Clara yang tiba-tiba datang lalu memeluk Pram seolah mereka sepasang kekasih. Pram yang tak enak hati langsung melepaskan pelukan Clara tapi wanita itu sepertinya urat malunya sudah putus bahkan beberapa karyawan yang melintas sempat menoleh pada ruangan
Pram menatap Alisya yang makan dengan tenang. “Tumben suamimu membiarkanmu lepas seperti ini.” Alisya tak menanggapi dia mengaduk jusnya dan menyerutnya dengan tenang, Clara sudah pergi sepuluh menit yang lalu tak tahan dengan sikap dingin Alisya dan juga sikap Laras yang menganggap wanita itu tak ada di sana. Hanya Pram yang masih sesekali berbicara dengannya, meski itu juga seolah terpaksa, wanita itu merajuk. Pram tahu itu tapi dia tidak wajib membujuknya, tentu saja jadi yang dia lakukan adalah meneruskan makan siang mereka dengan tenang. Baik Laras maupun Alisya seperti tak peduli dengan kepergian Clara, hanya saja saat Laras pergi ke kamar mandi Pram tidak tahan dalam keadaan seperti ini, hubungan keduanya sangat baik dan hangat tentu saja Pram tak ingin membuat masalah dengan Alisya. Karena bagaimanapun dia menyayangi wanita itu. Alisya melambaikan tangan pada pelayan yang lewat dan memesan dua mangkuk ice cream strawberry dan setelah pelayan menghidangkannya dia memberika
Laras menatap rantang yang dia bawa. Dia sengaja masak daging dan juga ayam hari ini. Sejujurnya dia sama sekali tak tahu apa makanan kesukaannya. Lebih dari seperempat abad dia mengenalnya tapi mereka bahkan bisa dibilang orang asing dalam satu rumah. Ini akan canggung, tentu saja. Laras tidak pernah bersikap baik pada ayahnya seumur hidupnya pun demikian dengan sang ayah. Yang dia ingat dari sosok itu hanya bentakan dan pukulan, tak ada yang lain. Tapi hari ini dia mau menyempatkan diri untuk menjenguk serta membawakan makanan. Bukan karena dia memaafkannya atau ingin minta maaf karena laki-laki itu harus terlibat masalah seperti ini. Laras tidak bersalah dia selalu menekankan hal itu pada dirinya sendiri. Ini salah ayahnya sendiri kenapa begitu lancang meminta uang pada mertuanya, kenapa ayahnya begitu tak tahu malu melakukan itu semua. Padahal uang milyaran yang diberikan Pram saja sudah dia berikan semua. Laras tahu meski kecil dalam hati kecilnya dia masih menyayang
Beberapa kali Pram menengok Arlojinya dengan gelisah. Ini sudah hampir jam sepuluh malam, dia lalu menengok ponselnya tidak ada pesan sama sekali. Kemana dia? Padahal Pram sudah ada di rumah tepatnya di ruang kerjanya sejak selesai makan malam, malam ini dia makan sendiri di meja makan besar itu. Laras belum kembali sejak minta izin meninggalkan kantor lebih cepat tadi siang. Dan Clara wanita yang katanya baru sembuh dari sakit itu menghilang entah kemana, bahkan dia juga tidak mengatakan apapun pada para pembantu. “Tuan, nyonya sudah pulang.” Pram menghela napas lega. “Baiklah terima kasih, Bi. Tolong siapkan makanan untuknya dan juga susu hangat dia pasti sangat lelah.” “Ehm... tuan. Tapi nyonya sama sekali tidak makan setelah jam tujuh malam, biasanya hanya makan buah saja itupun kalau benar-benar lapar.” “Apa maksudmu dia pemakan segala, bahkan kami pernah makan nasi goreng di pinggir jalan
Clara tak ingin seperti ini. Dia mencintai Pram. Belum pernah dia memiliki rasa cinta seperti pada laki-laki itu. Tapi dia juga realistis, dia tentu saja memilih ayah Pram yang lebih royal padanya dan memanjakannya dengan kasih sayang. Pram memang sesekali mengajaknya jalan tapi tak sekalipun memberikan barang-barang mahal, apalagi waktu itu sang papa butuh suntikan dana dan ayah Pram mau memberikannya asalkan mereka menikah. Clara tak punya pilihan lain, ayah Pram memang masih tampan meski sudah berumur. Clara tentu saja tak menolak, tapi lambat laun dia sadar kalau cintanya hanya untuk Pram seorang dan dia bertekad akan mengejarnya tak peduli kalau statusnya saat itu ibu tiri laki-laki yang dia cintai. “Kenapa kamu membuatnya mati lebih cepat! Seharusnya kamu memastikan dulu isi surat wasiatnya!” “Kenapa papa menyalahkan aku, surat wasiatnya semula aku menerima dua puluh lima persen kekayaannya tapi dia mengubahnya, dan pengacara itu sama sekali tidak bisa diandalkan, harusnya
Laras menatap rantang yang dia bawa. Dia sengaja masak daging dan juga ayam hari ini. Sejujurnya dia sama sekali tak tahu apa makanan kesukaannya. Lebih dari seperempat abad dia mengenalnya tapi mereka bahkan bisa dibilang orang asing dalam satu rumah. Ini akan canggung, tentu saja. Laras tidak pernah bersikap baik pada ayahnya seumur hidupnya pun demikian dengan sang ayah. Yang dia ingat dari sosok itu hanya bentakan dan pukulan, tak ada yang lain. Tapi hari ini dia mau menyempatkan diri untuk menjenguk serta membawakan makanan. Bukan karena dia memaafkannya atau ingin minta maaf karena laki-laki itu harus terlibat masalah seperti ini. Laras tidak bersalah dia selalu menekankan hal itu pada dirinya sendiri. Ini salah ayahnya sendiri kenapa begitu lancang meminta uang pada mertuanya, kenapa ayahnya begitu tak tahu malu melakukan itu semua. Padahal uang milyaran yang diberikan Pram saja sudah dia berikan semua. Laras tahu meski kecil dalam hati kecilnya dia masih menyayang
Pram menatap Alisya yang makan dengan tenang. “Tumben suamimu membiarkanmu lepas seperti ini.” Alisya tak menanggapi dia mengaduk jusnya dan menyerutnya dengan tenang, Clara sudah pergi sepuluh menit yang lalu tak tahan dengan sikap dingin Alisya dan juga sikap Laras yang menganggap wanita itu tak ada di sana. Hanya Pram yang masih sesekali berbicara dengannya, meski itu juga seolah terpaksa, wanita itu merajuk. Pram tahu itu tapi dia tidak wajib membujuknya, tentu saja jadi yang dia lakukan adalah meneruskan makan siang mereka dengan tenang. Baik Laras maupun Alisya seperti tak peduli dengan kepergian Clara, hanya saja saat Laras pergi ke kamar mandi Pram tidak tahan dalam keadaan seperti ini, hubungan keduanya sangat baik dan hangat tentu saja Pram tak ingin membuat masalah dengan Alisya. Karena bagaimanapun dia menyayangi wanita itu. Alisya melambaikan tangan pada pelayan yang lewat dan memesan dua mangkuk ice cream strawberry dan setelah pelayan menghidangkannya dia memberika
“Aku suka caramu membuat format laporan simple dan praktis, aku minta kamu melakukan hal yang sama untuk laporan yang masuk siang ini.” Ini pengalaman pertamanya bekerja dengan Pram, ternyata suaminya itu sangat teliti dan perfecsionis, untung saja Laras bukan tipe orang yang menye-menye bahkan tadi Pram menegurnya dengan keras saat membuat kesalahan tapi tak segan memuji jika pekerjaan Laras memuaskan. Pram di kantor dan di rumah sangat berbeda, Laras tak tahu dia lebih menyukai versi suaminya yang mana, tapi yang jelas Laras sangat tidak menyukai suaminya saat ada di dekat wanita ini. “Pram apa semua baik-baik saja? kamu sepertinya sangat sibuk apa perlu aku juga bekerja di sini?” Laras langsung mengangkat kepalanya dan menatap Clara yang tiba-tiba datang lalu memeluk Pram seolah mereka sepasang kekasih. Pram yang tak enak hati langsung melepaskan pelukan Clara tapi wanita itu sepertinya urat malunya sudah putus bahkan beberapa karyawan yang melintas sempat menoleh pada ruangan
Pram tahu kalau sang istri ingin sekali pergi dari tempat ini secepatnya, tapi dia tidak akan membiarkan hal itu. Pram tak perlu obat tidur untuk membuat sang istri tidur lelap. Kekenyangan adalah obat tidur paling mujarab untuk Laras, Pram bahkan yakin istrinya itu tidak akan bangun meski ada gempa saat sudah tidur. Hidup bersama dalam satu atap beberapa bulan ini membuat Pram tahu sekali kebiasaan istrinya itu. Setelah yakin Laras tertidur Pram masuk ke kamar bibi yang ditempati wanita itu, bukan masalah jika kamar itu terkunci, Pram tahu dimana letak kunci cadangannya. “Wah kamu benar-benar seperti beruang yang sedang hibernasi,” gumam Pram yang melihat Laras sudah pulas padahal baru saja mereka berdebat. Perlahan dia mengangkat tubuh sang istri dan memindahkannya ke kamar utama, benar dugaannya jangankan terbangun saat dipindahkan terganggu saja tidak. “Astaga benar-benar kamu ini,” kata Pram sambil menggeleng
Laras tak bisa tidur malam ini, bahkan setelah meminum pil pereda nyeri. Padahal badannya sakit semua serasa baru dipukuli orang satu kampung.Tapi...Perutnya lapar dan itu berbahaya. Karena Laras tidak suka kelaparan. Tapi kali ini dia akan bertahan di dalam kamar ini. Dia tidak pernah kembali kekamar utama dan memilih tidur di kamar bibi, agak sempit memang dan tentu saja fasilitasnya tidak seperti kamar utama, tapi tentu saja kamar ini lebih baik dari kontrakan Laras dan ibunya dulu paling tidak kasurnya sangat empuk dan atapnya tidak bocor dan yangpaling penting... tempat tidurnya kecil. Pram tidak akan mau tidur di sini. Bukan Laras terlalu percaya diri kalau sekarang Pram memang mau tidur dengannya. Laki-laki itu sendiri yang mengatakan, terutama setelah kejadian tadi. Sayangnya perutnya benar-benar tak bisa kompromi, dengan kesal Laras bangun dan mengendap masuk ke dapur, dia tidak tahu apa masih ada sisa bahan makanan atau tidak. “Sabar ya, Sayang. Kita cari dulu,” ka
"Apa kamu bermaksud ingin menggodaku." Laras berbalik untung saja dia tidak refleks menyiramkan air yang dia pegang pada Pram. "Apa maksudmu dengan menggoda, aku sedang minum?" Pram tersenyum miring dan menatap Laras dari atas ke bawah terang-terangan, Laras yang mengikuti arah pandangan Pram langsung sadar kalau sekarang dia hanya menggunakan baju tidur kurang bahan. "Sialan! Mau aku colok matamu," jawab Laras ketus. Laras meletakkan gelasnya dengan kasar dan buru-buru lari ke kamar sial kenapa dia bisa lupa. Tapi Pram tak membiarkan sang istri untuk pergi dari hadapannya. "Siapa yang menyuruhmu pergi, kamu harus tanggung jawab." "Apa maksudmu?" tanya Laras sambil menelan ludah. "Tentu saja karena membuat aku menginginkanmu," kata Pram sambil tersenyum jahil. Laki-laki itu menarik tangan sang istri kuat. Kalah tenaga, Laras teerhuyung ke depan dan jatuh tepat dipelukan suaminya. "Lepas! ini pelecehan!" "Hahaha... kamu lupa kita suami istri bahkan aku berhak m
"Percaya diri sekali aku. Pram tidak akan masuk ke kamar ini, kami tidak perlu pura-pura di sini." Laras memilih baju-baju yang tergantung di sana, bukan seleranya memang tapi dia tidak mungkin memakai baju yang tadi untuk tidur. Lagi pula ada selimut, dia bisa menggulung tubuhnya seperti kepompong dan tidur nyenyak sampai pagi. Laras mengangguk itu rencana yang sangat bagus menurutnya. Dia segeraa mengambil satu baju asal saja, dan membawanya ke kamar mandi saat keluar dari kamar mandi Laras langsung berlari ke atas ranjang dan menggulung dirinya dengan selimut tebal, tapi tak lama dia kembali membuka selimut itu karena panas dan pengap, akhirnya dia hanya menutupi tubuhnya dengan selimut meski masih kepanasan tapi dia harus bisa bertahan, menurunkan suhu ruangan menjadi pilihannya. Laras menunggu dengan tegang di dalam kamar, dia memang sudah mengunci pintu kamar ini khawatir Pram tiba-tiba masuk dan melihatnya yang sedang berpakaian tak layak. Sampai jauh malam Laras sama se