Share

Bab 100

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-06 19:20:49

Pintu kamar terbuka dan Sekar masuk dengan senyuman manisnya.

“Mas mau makan apa biar aku siapkan?”

Pandu menatap istrinya dengan seksama. Ini masih pagi dan Sekar masih dalam masa hukumannya tidak boleh pergi sesuka hatinya, tapi sekarang wanita itu sudah tampil cantik dengan dandanan yang bisa dibilang berlebihan untuk pagi hari dan... di rumah saja.

“Kamu mau kemana?” tanyanya.

“Oh ini. tidak kemana-mana, aku hanya ingin menyenangkan suamiku,” kata wanita itu dengan kedua tangan yang sudah melingkari pinggang Pandu dan kepala yang rebah di dada bidangnya.

Setelah apa yang terjadi tadi malam dan bahkan wanita itu mengusirnya dari kamar mereka, bukankah aneh Sekar bersikap seperti ini.

“Apa yang kamu inginkan?” tanya Pandu langsung dia sudah hapal sifat Sekar yang akan bermanis-manis dengannya jika ada yang diinginkan, setelah semalam Pandu dengan tegas mengatakan  tidak lagi mengijinkan wanita itu mengikuti arisan konyol
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Srihartati
penyesalan mu Uda tak berguna pandu semoga alisya menikah dengan Pram si muka datar yang tampan dn baik hati
goodnovel comment avatar
Roroh Siti Rochmah
pst bkln nyesel bngt setelah tau Alisyalah ug mnlongny waktu kcl, si sekar emg dr kecil slalu bkin rusuh sm kluarga Alisya
goodnovel comment avatar
Icha Majhaf
nasi sudah jadi bubur Pandu....makanya cinta itu tidak hanya Rasa tapi juga logika
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 101

    Yang ditunggu Alisya akhirnya datang juga. “Pos!” Alisya mengerutkan kening saat terdengar suara tukang pos di depan teras rumahnya, dia tidak sedang menunggu pesanan online memlalui pos, pun dia tidak ingat punya teman yang akan mengirim barang lewat pos. “Iya pak?” “Ibu Alisya?” “iya saya sendiri.” “Ini surat untuk anda, tolong di tanda tangani bukti terimanya.” Senyum masam langsungtersungging di bibir Alisya begitu petugas pos meninggalkan rumahnya. ada yang menggores di hatinya. Air mata tiba-tiba saja mengaliri pipinya tapi dengan cepat dia mengusapnya. Ini memang tidak mudah tapi ini jalan terbaik untuknya. Banyak hal yang akan berubah dengan datangnya surat ini, dan Alisya harus siap menghadapinya. Dia tahu urusan seperti ini sangat mudah untuk Pandu, Alisya bahkan tak perlu untuk datang ke pengadilan tapi surat itu sudah datang. Alisya memasukkan kembali surat dalam amplop berlogo pengadilan agama itu, dan menyimpannya di kamar. Dia berusaha tersenyum, meski tak

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 102

    Baru sekarang Alisya merasa sangat letih menghadapi ini semua. “Wah kelihatannya enak, ayo Al. bagi juga buatku,” kata Laras dengan antusias. Ada lima kotak makanan kiriman Pandu. Apa ini bentuk syukuran untuk perceraian mereka? Alisya menggeleng, Pandu tak mungkin sekeji itu. “Yuk aku bantu bawakan kita makan di ruanganmu saja,” kata Laras setelah Alisya memintanya memberikan  satu pada sang resepsionis yang diterima dengan suka cita. Makan siang mewah dan gratis lagi siapa juga yang tidak suka. “Kenapa kamu tidak suka makan siangnya? Masih ngidam lalapan di depan?” tanya Laras yang bingung Alisya tidak terlihat senang dengan makanan yang diberikan suaminya, bahkan wanita itu terlihat kebingungan. “Bukan begitu,” kata Alisya dengan nada mengambang. “Kenapa mas Pandu mengirim makanan?” tanyanya seperti pada dirinya sendiri.“Aduh si eneng mah, itu namanya perhatian, nggak semua suami perhatian s

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 103

    “Jadi kamu sudah diceraikan sekarang.” Alisya yang baru saja dari kamar mandi terkejut saat mendapati seseorang berdiri di balik pintu seperti sedang menunggunya. Dia tak yakin wanita ini berbicara dengannya, mereka memang satu kantor tapi bisa dibilang tidak pernah bertegur sapa. Laras bilang wanita ini salah satu marketing, pantas saja Alisya tidak begitu kenal, karena biasanya lebih banyak kepala marketing sendiri yang berhubungan dengannya. “Mbak bicara dengan saya?” tanya Alisya sedikit bingung, kenapa orang yang tak begitu dia kenal membicarakan masalah pribadinya dan sengaja menunggunya pula. “Ckk ternyata kamu lemot juga,” kata wanita itu kesal. “Tapi maklum sih kamu baru saja bercerai pasti sangat sedih. Yang sabar ya,” lanjut wanita itu tapi entah mengapa Alisya tak melihat nada empati dalam ucapannya. “Kamu bisa bercerita padaku untuk mengurangi bebanmu.” Wanita itu tiba-tiba tersenyum dan merentangkan kedua tangannya, siap memeluk Alisya. Tapi Alisya bukannya meneri

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-08
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 104

    Pandu tak jua mengangkat panggilannya. Alisya sudah membuka blokirannya dan menghubungi laki-laki itu meminta penjelasan tentang apa yang terjadi. “Kemana sih ini orang, aku hanya butuh lima menit waktunya tidak lebih,” gerutunya dengan kesal. Sekali lagi dicobanya melakukan panggilan, tapi tidak diangkat juga, apa Pandu sengaja melakukan semua ini padanya. Melepasnya pergi tapi sekaligus menggenggamnya dengan erat. Kadang dia tergoda untuk pergi dan menghilang dari kota ini, tapi dia  punya ikatan yang sangat erat dengan kota ini, kenangan akan ayah dan ibunya ada di kota ini. Pun keduanya dimakamkan di kota ini, meski berbeda desa dengan tempat tinggal Alisya sekarang. Alisya tak ingin kemanapun tapi dia juga tidak ingin terbelenggu pada Pandu. Dia tidak masalah jika harus menjadi ayah sekaligus ibu untuk anak-anaknya, dia akan melindungi anak-anaknya itu dari ayah kandungnya sendiri.Sangat  jelas dala

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-08
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 105

    Bohong jika Alisya bilang baik-baik saja melihat itu semua."Apa yang kamu lakukan?" tanya Alisya terkejut saat Pram mengeluarkan ponsel mahalnya dan membidik dua orang itu. "Mengabadikan momen indah," kata laki-laki itu dengan senyum miring. Alisya mengangkat bahunya acuh. "Mungkin dia teman atau saudaranya," katanya tak terlalu menganggap serius kehadiran Sekar dan laki-laki itu. "Memang kamu mau manggil aku sayang?" "Apa!" "Sudah jelas nggak mau bukan, aku tahu bukannya kamu nggak curiga tapi nggak peduli." Alisya menghela napas dalam. "Aku hanya ingin hidup tenang." "Aku juga tapi tidak akan melewatkan jika ada tontonan seru, anggap saja hiburan," kata Pram yang masih serius memfokuskan ponsel mahalnya pada objek yang sedang dia bidik. "Nggak percuma kamu beli ponsel mahal kameranya bisa digunakan," ejek Alisya. Pram melotot tak suka dengan kalimat temanya itu tapi memutuskan tak peduli lagi. "Dari pada nganggu aku lebih baik kamu pikirkan apa yang aku katakan tadi," k

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-09
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 106

    "Ingatlah, Lis. Perkataan dan perbuatan yang baik akan menimbulkan kebaikan pula." TIba-tiba saja kata-kata yang sering ayahnya ucapkan bertahun-tahun yang lalu kembali terngiang di telinganya. Alisya memejamkan mata dan sedikit mendorong tubuh Pandu yang memeluknya. Laki-laki itu terlihat kecewa, Alisya malah mendorongnya, tapi tentu saja dia juga tak bisa memaksa. Mereka bukan lagi suami istri yang bebas berpelukan setiap saat. "Sebenarnya apa tujuan mas datang kemari?" tanya Alisya setelah menghela napas berusaha menumpuk rasa sabar.Satu pertanyaan menggelitik benak Alisya. Apa Pandu sudah tahu istri tersayangnya itu punya selingkuhan dan karena itu memberi perhatian lebih padanya. Laki-laki itu berbuat baik padanya karena sedang patah hati, dan tidak ada jaminan kalau Sekar tidak akan kembali pada Pandu dan laki-laki itu menerimanya. "Meminta maaf padamu atas semua kesalahanku." "Kesalahan yang mana?" tanya Alisya. Laki-laki itu menghela napas dan menatap Alisya den

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-10
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 107

    Alisya tidak akan pernah tahu dia akan menyaksikan momen langka ini. Pandu menangis haru dan itu karena janin dalam kandungannya. “Mereka sangat indah,” bisikan itu membuat Alisya menoleh pada laki-laki di samping. Sifat pemaksa sepertinya memang sudah ada dalam DNA Pandu, meski mereka sudah resmi berpisah dan dengan tegas Alisya menolak keinginan laki-laki itu untuk pergi ke dokter, nyatanya lagi-lagi Alisya kalah dan hanya bisa menurut supaya tidak terjadi perdebatan yang akan membuatnya makin kelelahan dan di sinilah mereka sekarang di sebuah klinik bersalin yang tak jauh dari tempat tinggal Alisya. Entah apa yang dilakukan Pandu, meski mereka mendaftar tiba-tiba, tapi namanya dipanggil terlebih dahulu membuat Alisya tak enak hati pada pasien lain yang pastinya telah lama antri di sana. Begitu masuk ruang periksa lagi-lagi Alisya yang meminta Pandu tetap diluar tak diindahkan oleh laki-laki itu dengan alasan kalau dia ingin memastikan perkembangan janin dalam perut Alisy

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-11
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 108

    Bu Atik meletakkan barang belanjaannya yang berat dan tergopoh-gopoh mencari Alisya di dapur. “Mbak Alisya!” Untung saja wanita itu tidak sedang mengiris sesuatu dengan pisau dan melukai dirinya, karena suara bu Atik ternyata mampu membuatnya melompat kaget. “Hehe maaf, mbak nggak sengaja,” kata wanita itu yang langsung buru-buru mengambilkan minum untuk Alisya. “Ada apa bu?” tanya Alisya setelah menandaskan isi gelas dan meletakkannya di wastafel. “Mbak tahu nggak?” “Enggak,” jawab Alisya enteng. “Ih mbak Alisya pasti marah sama saya,” kata Bu Atik. Alisya memang memperlakukan aisten rumah tangganya itu seperti saudaranya sendiri, jadi wanita paruh baya itu juga tak sungkan bicara dengan Alisya termasuk apa yang terjadi di kampung ini, hal yang tentu saja jarang Alisya ketahui karena dia lebih sering ada di rumah jika tidak ke kantor. Alisya menghela napas, padahal jawabannya tadi tidak ketus meski terk

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-11

Bab terbaru

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 219

    "Apa anda akan melaporkan saya ke polisi untuk itu?" Wanita paruh baya itu mengerjap kaget dengan perkataan sang menantu, dia bukannya tidak tahu kalau Alisya wanita yang baik, dan suaminya menyukai menantu mereka itu. Akan tetapi sebagai orang yang melahirkan Pandu dia merasa memiliki hak untuk menentukan wanita mana yang cocok untuk menjadi menantunya. Bukan tanpa alasan dirinya menerima Sekar begitu saja dengan tangan terbuka, wanita itu bisa mengimbanginya dalam berbagai hal dan yang lebih penting Sekar juga bukan tipikal wanita rumahan yang menghabiskan waktu untuk mengurus suami dan anaknya di rumah. Bagi wanita itu, pernikahan tak bisa membatasi kebebasannya, bukankah itu tugas suami untuk memastikan semua kebutuhannya terpenuhi. Oh dia bukan tipe wanita yang akan meninggalkan suaminya yang sedang bangkrut dan terjatuh dia akan mendukungnya dengan baik, karena sebelum menikah dia harus memastikan dulu seberapa kaya laki-laki itu. Akan tetapi pengkhianatan Sekar membuat di

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 218

    Bibi kadang bisa sangat menyebalkan. Seperti kali ini, padahal Alisya ingin bertanya siapa yang datang tapi si bibi sudah hilang entah kemana, bahkan Pandu yang turun lebih dulu untuk melihat siapa yang datang belum juga kembali. Alisya penasaran, tapi rambutnya masih basah. Rumah ini memang mewah dengan berbagai fasilitasnya tapi alat pengering rambutnya rusak dan dulu Alisya merasa belum perlu untuk membeli lagi. Dia di rumah seharian, tidak akan ada yang peduli kalau rambutnya basah atau tidak, tapi sekarang beda cerita. Dengan tak sabar Alisya mengambi satu lagi handuk dan menggosok rambutnya lagi, begitu rambutnya setengah kering dia langsung mengganti pakaian dan turun ke bawah. Alisya terdiam sesaat begitu dia mendengar suara orang yang sedang berbicara dengan Pandu di ruang tengah. Bagaimana mungkin mertuanya tahu kalau mereka sedang ada di sini? atau mungkin bibi yang menghubungi. Alisya membelokkan langkahnya menjauhi ruang tengah dan mencari bibi di dapur tapi... "Al

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 217

    Untuk kedua kalinya Alisya kembali menggosok giginya, lalu menghembuskan napasnya lagi ke tangan memastikan bahwa mulutnya sudah sangat bersih dan wangi. Dia menatap kaca wastafel yang besar dan bening di depannya, bibi pasti sangat rajin saat dia tidak ada di rumah ini. Tidak ada satupun sisa kotoran terselip di giginya, dia sangat beruntung dianugerahi gigi yang rapi, dan karena dia juga rajin menggunjungi dokter gigi, giginya tetap putih bersih. Pandangan Alisya jatuh pada bibirnya yang bengkak.Astaga! Wanita itu menepuk-nepuk pipinya, merasa wajahnya begitu panas saat mengingat apa yang terjadi beberapa saat yang lalu. Seharusnya dia merasa trauma dengan perlakuan kasar Pandu dulu, tapi kelembutan laki-laki itu tadi membuat Alisya bahkan melupakan rasa trauma terdahulu. Mereka memang akhirnya menyempurnakan pernikahan mereka, di ranjang tempat mereka pertama kali melakukannya dulu. Padahal ini masih siang hari, pembicaraan penuh emosi mereka membuat keduanya terhanyut dan t

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 216

    Pandu langsung masuk ke kamar Alisya dulu begitu sampai di rumah ini. Tak ingin menganggu Pandu yang sepertinya memang membutuhkan waktu untuk menyendiri. Dia memang dua kali menjadi istri Pandu tapi tidak tahu banyak tentang laki-laki itu. Alisya yakin jika dia bertanya pada Pandu sebenarnya ada apa yang terjadi di keluarganya tentu laki-laki itu akan mengatakannya."Itu minuman untuk saya kan, Bi?" tanya Alisya sambil mengambil teh hangat yang baru saja diletakan bibi di meja makan. Bisma sebenarnya sudah tak betah dalam gendongannya, sekarang merangkak adalah kegiatan kesukaannya. "Eh iya, nyonya biasanya suka minum teh kalau dari luar rumah, itu teh kesukaan nyonya, tuan sudah meminta saya belanja persediaan makanan kesukaan nyonya siapa tahu nyonya mau mampir," kata bibi. "Ah terima kasih, bi." Alisya menurunkan Bisma di ruang tengah yang luas dan membiarkan anaknya merangkak di karpet yang tebal di depan televisi, dia mengambil minumannya dan duduk sambil mengawasi anakny

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 215

    "Lho kita mau kemana harusnya luruskan?" Dalam hal mengemudi, bisa dibilang Alisya masih sangat awam. Baru beberapa bulan ini dia belajar tepatnya setelah melahirkan si kembar, itu pun atas paksaan Pram, yang memberikan hadiah mobil dengan semena-mena padahal tahu Alisya tak bisa menyetir. Keputusan Alisya untuk mengambil alih kemudi dari tangan sang suamin agak disesalinya, apalagi kalau ingat jalan yang akan mereka lalui nanti untuk pulang ke rumah, adalah jalan propinsi yang banyak dilalui mobil-mobil besar. Haduh! membayangkannya saja Alisya sudah ngeri duluan, seharusnya tadi dia ajak saja Pandu untuk berhenti di sebuah cafe yang cozy untuk menenangkan diri, atau memanggil sopir pribadi laki-laki itu untuk mengantar mereka pulang. "Kalau kamu nggak berani nyetir di jalan ramai biar mas saja yang nyetir, janji nggak bakal ngebut lagi," kata Pandu dengan cemas. Sekarang laki-laki itu yang terlihat ketakutan sambil memeluk Bisma. Alisya memang mengendarai mobilnya yang mahal i

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 214

    "Mas pelan-pelan, kamu tidak bisa seperti ini!" Alisya mencengkeram besi pegangan dengan kuat sampai tanganya mati rasa. Dia ingin memejamkan matanya, tapi dia tahu itu akan membuatnya tidak bisa merasakan apa yang terjadi saat ini. Tidak ini tidak benar, Pandu tak bisa melakukan ini padanya, mereka memang telah menjadi suami istri kembali tapi bukan berarti laki-laki itu berhak melakukan ini padanya. Nyawanya dan putranya bukan milik Pandu. Mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi sambil meliuk-liuk menyalip semua kendaraan yang ada di depannya jelas akan membahayakan nyawa mereka bertiga, meski mobil Pandu berharga milyaran tidak akan mampu melindungi mereka saat terjadi kecelakaan fatal. "Mas jika kamu tidak peduli denganku, tolong peduli sedikit pada anakmu, dia ketakutan!" sentak Alisya keras.Tangan kanan Alisya yang tidak mencengkeram besi pegangan, memeluk Bisma dengan erat. Anak itu seperti tahu akan adanya bahaya disekitarnya, dia yang biasanya berceloteh riang sekara

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 213

    Alisya mempelajari ini dari sang ibu yang memang memiliki bakat yang tak perlu diragukan dalam hal urusan perdapuran, termasuk dalam membuat kopi yang merupakan minuman kesukaan sang suami. Dan bakat itu bukan hanya diwarisi begitu saja, tapi dia juga dia pelajari langsung saat membantu sang ibu menyiapkan dagangannya. Demi membantu perekonomian keluarga sang ibu memang berjualan berbagai masakan di depan kontrakan mereka dulu dan menjadi satu-satunya sumber penghasilan uang mereka begitu sang ayah meninggal. Sekarang saat kakek dari Pandu memintanya membuatkan kopi alih-alih asisten rumah tangga yang berseliweran di rumah ini, Alisya dengan senang hati melakukannya. Akan tetapi masalah sebenarnya baru muncul saat dia diantar oleh salah satu asisten rumah tangga itu ke dapur, seseorang tiba-tiba muncul dan membuatnya ingin sekali menyiram muka cantik itu dengan kopi panas. "Aku nggak nyangka Pandu bakalan bawa kamu ke rumah ini, kemarin dia sudah dekat dengan Silvia setelah berce

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 212

    Alisya membawa anaknya ke ruang televisi diikuti asisten rumah tangga sang kakek. Setelah memberi tahu film kartun kesukaan Bisma, juga menenangkan sang anak saat tak mau turun. "Anak mama nonton tivi dulu ya, mama mau bicara sama buyut dulu," kata Alisya pada sang anak. Seolah mengerti dengan omongan sang mama, anak itu meraba wajah sang mama sebentar lalu menonton menunjuk televisi sambil tertawa. "Titip anak saya sebentar ya, Bu. Saya mau menemui kakek dulu," kata Alisya lalu menjelaskan beberapa kebiasaan Bisma juga menyerahkan tas Asip yang memang sengaja dia bawa. Tanpa Alisya ketahui sang kakek dari luar memperhatikan dengan seksama apa yang dia lakukan. "Dia istri pertama saya, yang dulu tidak saya akui," kata Pandu membuat sang kakek menatap padanya."Kenapa sekarang kamu membawanya kemari? karena dia sudah melahirkan anakmu?" tanya sang kakek tajam. Pandu menghela napas. dia menatap Alisya yang masih berbicara dengan asisten rumah tangga kakeknya. "Salah satunya." "L

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 211

    Seorang wanita tua dengan wajah ramah membukakan pintu untuk mereka. "Tuan muda, selamat datang. Tuan besar sudah menunggu," kata wanita itu sambil melempar senyum pada Alisya. "Terima kasih, Mbok. Apa kabar?" "Baik, Tuan. Apalagi saat lihat tuan muda simbok malah lima puluh tahun lebih muda," kata wanita itu dengan jenaka. "Simbok salah satu wanita tercantik menurut saya," kata Pandu menanggapi guyonan wanita itu. "Tapi tidak lebih cantik dari wanita di samping tuan kan, saya mbok Iroh, Nya," kata wanita itu sambil mengulurkan tangan. Alisya tersenyum dan menyambut uluran tangan itu. "Saya Alisya, mbok." "Ah nama yang cantik secantik orangnya, lalu?" tanya wanita itu yang pandangannya tertuju pada Bisma yang asik dengan empengnya. "Ini Bisma putra kami." "Putra!" tanya wanita itu terkejut dan menatap Alisya dengan seksama lalu Bisma, tapi secepat mungkin wanita itu menutupi keterkejutannya dan mempersilahkan mereka masuk. "Tuan besar ada di halaman samping, silahkan. Simb

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status