Share

Bab 104

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-08 19:20:03

Pandu tak jua mengangkat panggilannya.

Alisya sudah membuka blokirannya dan menghubungi laki-laki itu meminta penjelasan tentang apa yang terjadi.

“Kemana sih ini orang, aku hanya butuh lima menit waktunya tidak lebih,” gerutunya dengan kesal.

Sekali lagi dicobanya melakukan panggilan, tapi tidak diangkat juga, apa Pandu sengaja melakukan semua ini padanya.

Melepasnya pergi tapi sekaligus menggenggamnya dengan erat.

Kadang dia tergoda untuk pergi dan menghilang dari kota ini, tapi dia  punya ikatan yang sangat erat dengan kota ini, kenangan akan ayah dan ibunya ada di kota ini. Pun keduanya dimakamkan di kota ini, meski berbeda desa dengan tempat tinggal Alisya sekarang.

Alisya tak ingin kemanapun tapi dia juga tidak ingin terbelenggu pada Pandu.

Dia tidak masalah jika harus menjadi ayah sekaligus ibu untuk anak-anaknya, dia akan melindungi anak-anaknya itu dari ayah kandungnya sendiri.

Sangat  jelas dala
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (6)
goodnovel comment avatar
Aisyah Rajab
mau anak pandu atau bukan yang jelas pandu sdh selingkun...bodoh kalau mau balik....Pram juga bodoh jika menyarankan balikan...biar saja si Pandu rasakan kalo mwmang bukan anaknya...kalo aku malah akan tertawa terbahak
goodnovel comment avatar
Wartini
kalau masih mau kembali itu berati wanita bodoh
goodnovel comment avatar
Srihartati
tetap pergi dari pandu alisya gk peduli anaknya si nyekar hasil dari bule gk jelas statusnya sebagai perempuan murahan gk punya malu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 105

    Bohong jika Alisya bilang baik-baik saja melihat itu semua."Apa yang kamu lakukan?" tanya Alisya terkejut saat Pram mengeluarkan ponsel mahalnya dan membidik dua orang itu. "Mengabadikan momen indah," kata laki-laki itu dengan senyum miring. Alisya mengangkat bahunya acuh. "Mungkin dia teman atau saudaranya," katanya tak terlalu menganggap serius kehadiran Sekar dan laki-laki itu. "Memang kamu mau manggil aku sayang?" "Apa!" "Sudah jelas nggak mau bukan, aku tahu bukannya kamu nggak curiga tapi nggak peduli." Alisya menghela napas dalam. "Aku hanya ingin hidup tenang." "Aku juga tapi tidak akan melewatkan jika ada tontonan seru, anggap saja hiburan," kata Pram yang masih serius memfokuskan ponsel mahalnya pada objek yang sedang dia bidik. "Nggak percuma kamu beli ponsel mahal kameranya bisa digunakan," ejek Alisya. Pram melotot tak suka dengan kalimat temanya itu tapi memutuskan tak peduli lagi. "Dari pada nganggu aku lebih baik kamu pikirkan apa yang aku katakan tadi," k

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-09
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 106

    "Ingatlah, Lis. Perkataan dan perbuatan yang baik akan menimbulkan kebaikan pula." TIba-tiba saja kata-kata yang sering ayahnya ucapkan bertahun-tahun yang lalu kembali terngiang di telinganya. Alisya memejamkan mata dan sedikit mendorong tubuh Pandu yang memeluknya. Laki-laki itu terlihat kecewa, Alisya malah mendorongnya, tapi tentu saja dia juga tak bisa memaksa. Mereka bukan lagi suami istri yang bebas berpelukan setiap saat. "Sebenarnya apa tujuan mas datang kemari?" tanya Alisya setelah menghela napas berusaha menumpuk rasa sabar.Satu pertanyaan menggelitik benak Alisya. Apa Pandu sudah tahu istri tersayangnya itu punya selingkuhan dan karena itu memberi perhatian lebih padanya. Laki-laki itu berbuat baik padanya karena sedang patah hati, dan tidak ada jaminan kalau Sekar tidak akan kembali pada Pandu dan laki-laki itu menerimanya. "Meminta maaf padamu atas semua kesalahanku." "Kesalahan yang mana?" tanya Alisya. Laki-laki itu menghela napas dan menatap Alisya den

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-10
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 107

    Alisya tidak akan pernah tahu dia akan menyaksikan momen langka ini. Pandu menangis haru dan itu karena janin dalam kandungannya. “Mereka sangat indah,” bisikan itu membuat Alisya menoleh pada laki-laki di samping. Sifat pemaksa sepertinya memang sudah ada dalam DNA Pandu, meski mereka sudah resmi berpisah dan dengan tegas Alisya menolak keinginan laki-laki itu untuk pergi ke dokter, nyatanya lagi-lagi Alisya kalah dan hanya bisa menurut supaya tidak terjadi perdebatan yang akan membuatnya makin kelelahan dan di sinilah mereka sekarang di sebuah klinik bersalin yang tak jauh dari tempat tinggal Alisya. Entah apa yang dilakukan Pandu, meski mereka mendaftar tiba-tiba, tapi namanya dipanggil terlebih dahulu membuat Alisya tak enak hati pada pasien lain yang pastinya telah lama antri di sana. Begitu masuk ruang periksa lagi-lagi Alisya yang meminta Pandu tetap diluar tak diindahkan oleh laki-laki itu dengan alasan kalau dia ingin memastikan perkembangan janin dalam perut Alisy

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-11
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 108

    Bu Atik meletakkan barang belanjaannya yang berat dan tergopoh-gopoh mencari Alisya di dapur. “Mbak Alisya!” Untung saja wanita itu tidak sedang mengiris sesuatu dengan pisau dan melukai dirinya, karena suara bu Atik ternyata mampu membuatnya melompat kaget. “Hehe maaf, mbak nggak sengaja,” kata wanita itu yang langsung buru-buru mengambilkan minum untuk Alisya. “Ada apa bu?” tanya Alisya setelah menandaskan isi gelas dan meletakkannya di wastafel. “Mbak tahu nggak?” “Enggak,” jawab Alisya enteng. “Ih mbak Alisya pasti marah sama saya,” kata Bu Atik. Alisya memang memperlakukan aisten rumah tangganya itu seperti saudaranya sendiri, jadi wanita paruh baya itu juga tak sungkan bicara dengan Alisya termasuk apa yang terjadi di kampung ini, hal yang tentu saja jarang Alisya ketahui karena dia lebih sering ada di rumah jika tidak ke kantor. Alisya menghela napas, padahal jawabannya tadi tidak ketus meski terk

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-11
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 109

    Pandu tak tahu perasaan macam apa yang sekarang menghinggapinya, seharusnya dia lega ketika sudah lepas dari Alisya. Akan tetapi sekarang dadanya terasa sangat sesak apalagi mengingat apa yang dia lakukan pada mantan istrinya itu, bahkan sepanjang matanya melihat semua nampak suram seolah semua cahaya telah mati. “Dia terlihat bahagia,” gumamnya pelan memperhatikan foto yang sengaja dikirimkan anak buahnya. Pandu memang berjanji tidak menemui Alisya secara langsung dan memaksanya kembali padanya, tapi bukan berarti dia melepas Alisya begitu saja. Wanita itu berhak mendapatkan kehidupan yang layak setelah pemderitaan panjang yang dia rasakan dan sialnya penyebab penderitaan itu salah satunya adalah dirinya. Pandu memang melepas ikatannya tapi akan terus memastikan dia bahagia. Setidaknya itulah salah satu keinginan Alisya yang dituruti oleh Pandu untuk meredam rasa bersalahnya. Pandu menghela napas dan menyimpan ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-12
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 110

    “Kamu mau kemana?” Nada mendesak dalam suara anak buahnya yang menelpon tadi membuat Pandu memutuskan menyusul ke sana.Tanpa dia sadari sang ayah  sedang menunggu di ruang tengah apartemennya. Sang  ayah duduk dengan tenang berhadapan dengan satu cangkir kopi. “Papa?”tanya Pandu seolah tak percaya ayahnya sudah ada di sini. Sejak kapan? “Aku tidak tahu papa datang, maaf.” Lalu melangkah mendekat.  “Aku memang sengaja tidak ingin menganggumu, kata bu Titin kamu terlihat suntuk,” kata laki-laki paruh baya itu sambil menyeruput kopinya. “Papa datang karena bu Titin menghubungi Papa?” tanya Pandu sambil menyipitkan mata pada wanita paruh baya yang baru saja menghidangkan kue kering di depan sang papa. Apa bu Titin mengira sang ayah akan membela Sekar seperti yang dilakukannya pada Alisya? Bodoh sekali.  Meski sang ayah terlihat tidak keberatan saat dia menikahi Sekar, tapi dia juga tidak mendukung wanita itu seperti y

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-12
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 111

    “Nyonya sudah pulang dari tadi tuan,” kata bu Titin begitu wanita itu membukakan pintu untuk Pandu. Pandu menatap wanita itu dengan datar, membuat bu Titin menunduk dalam. “Maksud saya jam setengah sepuluh tadi,” lanjutnya lagi meski Pandu tidak bertanya. Dan ini sudah lewat jam dua belas malam memang. Sekar pasti juga sudah tidur bukankah memang tidak baik ibu hamil tidur terlalu malam. Pandu hanya mengangguk sekilas lalu melangkah masuk dan dia tertegun saat melihat Sekar ada di sana, duduk di kursi ruang keluarga dengan televisi besar yang menontonnya. “Nyonya dari tadi sudah menunggu tuan,” kata bu Titin dengan sopan, tapi malah membuat Pandu tak suka. “Bu Titin sudah bisa istirahat,” kata Pandu. “Maaf merepotkan.” Bu Titin yang tahu Pandu sedang mengusirnya secara halus segera beranjak ke pintu belakang dan menuju apartemen sebelah tempat dia dan para pembantu yang lain tinggal. “Tidurlah kita bicara besok,” tanpa menunggu jawaban Sekar, Pandu masuk ke dalam kamarnya dan m

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-13
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 112

    “Kamu sengaja melakukannya?” tanya Pandu dengan pandangan marah, dia menghela napas dalam berusaha meredakan api yang ada dalam dadanya. Sekar butuh pertolongan. Segera. “Minta siapkan mobil!” perintah Pandu pada Bu Titin yang berdiri dengan wajah ketakutan di belakangnya. Wanita itu langsung berlari keluar. Pemandangan yang ada di hadapannya cukup mengiris hati, Sekar terduduk di lantai dengan darah yang membasahi baju bawahanya, dengan banyak barang yang berserakan di lantai dan tepat di bawah kaki Sekar ada sebuah botol parfum yang tergeletak mengenaskan, dia yakin botol itu salah satu korban yang dilempar Sekar semalam melihat ada sisi yang pecah di sana. Bau kosmetik pecah yang bercampur membuat Pandu tahu Sekar tadi malam melampiaskan semua amarahnya dengan brutal, dan tempat tidur pun tak luput dari sasaran. Dia menduga Sekar menginjak botol itu dan terpeleset jatuh terduduk. Entah jatuhnya disenga

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-13

Bab terbaru

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 219

    "Apa anda akan melaporkan saya ke polisi untuk itu?" Wanita paruh baya itu mengerjap kaget dengan perkataan sang menantu, dia bukannya tidak tahu kalau Alisya wanita yang baik, dan suaminya menyukai menantu mereka itu. Akan tetapi sebagai orang yang melahirkan Pandu dia merasa memiliki hak untuk menentukan wanita mana yang cocok untuk menjadi menantunya. Bukan tanpa alasan dirinya menerima Sekar begitu saja dengan tangan terbuka, wanita itu bisa mengimbanginya dalam berbagai hal dan yang lebih penting Sekar juga bukan tipikal wanita rumahan yang menghabiskan waktu untuk mengurus suami dan anaknya di rumah. Bagi wanita itu, pernikahan tak bisa membatasi kebebasannya, bukankah itu tugas suami untuk memastikan semua kebutuhannya terpenuhi. Oh dia bukan tipe wanita yang akan meninggalkan suaminya yang sedang bangkrut dan terjatuh dia akan mendukungnya dengan baik, karena sebelum menikah dia harus memastikan dulu seberapa kaya laki-laki itu. Akan tetapi pengkhianatan Sekar membuat di

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 218

    Bibi kadang bisa sangat menyebalkan. Seperti kali ini, padahal Alisya ingin bertanya siapa yang datang tapi si bibi sudah hilang entah kemana, bahkan Pandu yang turun lebih dulu untuk melihat siapa yang datang belum juga kembali. Alisya penasaran, tapi rambutnya masih basah. Rumah ini memang mewah dengan berbagai fasilitasnya tapi alat pengering rambutnya rusak dan dulu Alisya merasa belum perlu untuk membeli lagi. Dia di rumah seharian, tidak akan ada yang peduli kalau rambutnya basah atau tidak, tapi sekarang beda cerita. Dengan tak sabar Alisya mengambi satu lagi handuk dan menggosok rambutnya lagi, begitu rambutnya setengah kering dia langsung mengganti pakaian dan turun ke bawah. Alisya terdiam sesaat begitu dia mendengar suara orang yang sedang berbicara dengan Pandu di ruang tengah. Bagaimana mungkin mertuanya tahu kalau mereka sedang ada di sini? atau mungkin bibi yang menghubungi. Alisya membelokkan langkahnya menjauhi ruang tengah dan mencari bibi di dapur tapi... "Al

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 217

    Untuk kedua kalinya Alisya kembali menggosok giginya, lalu menghembuskan napasnya lagi ke tangan memastikan bahwa mulutnya sudah sangat bersih dan wangi. Dia menatap kaca wastafel yang besar dan bening di depannya, bibi pasti sangat rajin saat dia tidak ada di rumah ini. Tidak ada satupun sisa kotoran terselip di giginya, dia sangat beruntung dianugerahi gigi yang rapi, dan karena dia juga rajin menggunjungi dokter gigi, giginya tetap putih bersih. Pandangan Alisya jatuh pada bibirnya yang bengkak.Astaga! Wanita itu menepuk-nepuk pipinya, merasa wajahnya begitu panas saat mengingat apa yang terjadi beberapa saat yang lalu. Seharusnya dia merasa trauma dengan perlakuan kasar Pandu dulu, tapi kelembutan laki-laki itu tadi membuat Alisya bahkan melupakan rasa trauma terdahulu. Mereka memang akhirnya menyempurnakan pernikahan mereka, di ranjang tempat mereka pertama kali melakukannya dulu. Padahal ini masih siang hari, pembicaraan penuh emosi mereka membuat keduanya terhanyut dan t

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 216

    Pandu langsung masuk ke kamar Alisya dulu begitu sampai di rumah ini. Tak ingin menganggu Pandu yang sepertinya memang membutuhkan waktu untuk menyendiri. Dia memang dua kali menjadi istri Pandu tapi tidak tahu banyak tentang laki-laki itu. Alisya yakin jika dia bertanya pada Pandu sebenarnya ada apa yang terjadi di keluarganya tentu laki-laki itu akan mengatakannya."Itu minuman untuk saya kan, Bi?" tanya Alisya sambil mengambil teh hangat yang baru saja diletakan bibi di meja makan. Bisma sebenarnya sudah tak betah dalam gendongannya, sekarang merangkak adalah kegiatan kesukaannya. "Eh iya, nyonya biasanya suka minum teh kalau dari luar rumah, itu teh kesukaan nyonya, tuan sudah meminta saya belanja persediaan makanan kesukaan nyonya siapa tahu nyonya mau mampir," kata bibi. "Ah terima kasih, bi." Alisya menurunkan Bisma di ruang tengah yang luas dan membiarkan anaknya merangkak di karpet yang tebal di depan televisi, dia mengambil minumannya dan duduk sambil mengawasi anakny

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 215

    "Lho kita mau kemana harusnya luruskan?" Dalam hal mengemudi, bisa dibilang Alisya masih sangat awam. Baru beberapa bulan ini dia belajar tepatnya setelah melahirkan si kembar, itu pun atas paksaan Pram, yang memberikan hadiah mobil dengan semena-mena padahal tahu Alisya tak bisa menyetir. Keputusan Alisya untuk mengambil alih kemudi dari tangan sang suamin agak disesalinya, apalagi kalau ingat jalan yang akan mereka lalui nanti untuk pulang ke rumah, adalah jalan propinsi yang banyak dilalui mobil-mobil besar. Haduh! membayangkannya saja Alisya sudah ngeri duluan, seharusnya tadi dia ajak saja Pandu untuk berhenti di sebuah cafe yang cozy untuk menenangkan diri, atau memanggil sopir pribadi laki-laki itu untuk mengantar mereka pulang. "Kalau kamu nggak berani nyetir di jalan ramai biar mas saja yang nyetir, janji nggak bakal ngebut lagi," kata Pandu dengan cemas. Sekarang laki-laki itu yang terlihat ketakutan sambil memeluk Bisma. Alisya memang mengendarai mobilnya yang mahal i

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 214

    "Mas pelan-pelan, kamu tidak bisa seperti ini!" Alisya mencengkeram besi pegangan dengan kuat sampai tanganya mati rasa. Dia ingin memejamkan matanya, tapi dia tahu itu akan membuatnya tidak bisa merasakan apa yang terjadi saat ini. Tidak ini tidak benar, Pandu tak bisa melakukan ini padanya, mereka memang telah menjadi suami istri kembali tapi bukan berarti laki-laki itu berhak melakukan ini padanya. Nyawanya dan putranya bukan milik Pandu. Mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi sambil meliuk-liuk menyalip semua kendaraan yang ada di depannya jelas akan membahayakan nyawa mereka bertiga, meski mobil Pandu berharga milyaran tidak akan mampu melindungi mereka saat terjadi kecelakaan fatal. "Mas jika kamu tidak peduli denganku, tolong peduli sedikit pada anakmu, dia ketakutan!" sentak Alisya keras.Tangan kanan Alisya yang tidak mencengkeram besi pegangan, memeluk Bisma dengan erat. Anak itu seperti tahu akan adanya bahaya disekitarnya, dia yang biasanya berceloteh riang sekara

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 213

    Alisya mempelajari ini dari sang ibu yang memang memiliki bakat yang tak perlu diragukan dalam hal urusan perdapuran, termasuk dalam membuat kopi yang merupakan minuman kesukaan sang suami. Dan bakat itu bukan hanya diwarisi begitu saja, tapi dia juga dia pelajari langsung saat membantu sang ibu menyiapkan dagangannya. Demi membantu perekonomian keluarga sang ibu memang berjualan berbagai masakan di depan kontrakan mereka dulu dan menjadi satu-satunya sumber penghasilan uang mereka begitu sang ayah meninggal. Sekarang saat kakek dari Pandu memintanya membuatkan kopi alih-alih asisten rumah tangga yang berseliweran di rumah ini, Alisya dengan senang hati melakukannya. Akan tetapi masalah sebenarnya baru muncul saat dia diantar oleh salah satu asisten rumah tangga itu ke dapur, seseorang tiba-tiba muncul dan membuatnya ingin sekali menyiram muka cantik itu dengan kopi panas. "Aku nggak nyangka Pandu bakalan bawa kamu ke rumah ini, kemarin dia sudah dekat dengan Silvia setelah berce

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 212

    Alisya membawa anaknya ke ruang televisi diikuti asisten rumah tangga sang kakek. Setelah memberi tahu film kartun kesukaan Bisma, juga menenangkan sang anak saat tak mau turun. "Anak mama nonton tivi dulu ya, mama mau bicara sama buyut dulu," kata Alisya pada sang anak. Seolah mengerti dengan omongan sang mama, anak itu meraba wajah sang mama sebentar lalu menonton menunjuk televisi sambil tertawa. "Titip anak saya sebentar ya, Bu. Saya mau menemui kakek dulu," kata Alisya lalu menjelaskan beberapa kebiasaan Bisma juga menyerahkan tas Asip yang memang sengaja dia bawa. Tanpa Alisya ketahui sang kakek dari luar memperhatikan dengan seksama apa yang dia lakukan. "Dia istri pertama saya, yang dulu tidak saya akui," kata Pandu membuat sang kakek menatap padanya."Kenapa sekarang kamu membawanya kemari? karena dia sudah melahirkan anakmu?" tanya sang kakek tajam. Pandu menghela napas. dia menatap Alisya yang masih berbicara dengan asisten rumah tangga kakeknya. "Salah satunya." "L

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 211

    Seorang wanita tua dengan wajah ramah membukakan pintu untuk mereka. "Tuan muda, selamat datang. Tuan besar sudah menunggu," kata wanita itu sambil melempar senyum pada Alisya. "Terima kasih, Mbok. Apa kabar?" "Baik, Tuan. Apalagi saat lihat tuan muda simbok malah lima puluh tahun lebih muda," kata wanita itu dengan jenaka. "Simbok salah satu wanita tercantik menurut saya," kata Pandu menanggapi guyonan wanita itu. "Tapi tidak lebih cantik dari wanita di samping tuan kan, saya mbok Iroh, Nya," kata wanita itu sambil mengulurkan tangan. Alisya tersenyum dan menyambut uluran tangan itu. "Saya Alisya, mbok." "Ah nama yang cantik secantik orangnya, lalu?" tanya wanita itu yang pandangannya tertuju pada Bisma yang asik dengan empengnya. "Ini Bisma putra kami." "Putra!" tanya wanita itu terkejut dan menatap Alisya dengan seksama lalu Bisma, tapi secepat mungkin wanita itu menutupi keterkejutannya dan mempersilahkan mereka masuk. "Tuan besar ada di halaman samping, silahkan. Simb

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status