“Kamu sengaja melakukannya?” tanya Pandu dengan pandangan marah, dia menghela napas dalam berusaha meredakan api yang ada dalam dadanya.
Sekar butuh pertolongan. Segera. “Minta siapkan mobil!” perintah Pandu pada Bu Titin yang berdiri dengan wajah ketakutan di belakangnya. Wanita itu langsung berlari keluar. Pemandangan yang ada di hadapannya cukup mengiris hati, Sekar terduduk di lantai dengan darah yang membasahi baju bawahanya, dengan banyak barang yang berserakan di lantai dan tepat di bawah kaki Sekar ada sebuah botol parfum yang tergeletak mengenaskan, dia yakin botol itu salah satu korban yang dilempar Sekar semalam melihat ada sisi yang pecah di sana. Bau kosmetik pecah yang bercampur membuat Pandu tahu Sekar tadi malam melampiaskan semua amarahnya dengan brutal, dan tempat tidur pun tak luput dari sasaran. Dia menduga Sekar menginjak botol itu dan terpeleset jatuh terduduk. Entah jatuhnya disengaKulitnya yang kemerahan bulu matanya yang lentik seperti Sekar. Hidungnya mancung dan rambutnya tebal tapi yang membuat Pandu mengernyit biingung adalah warna rambutnya yang... pirang. “Apa memang bayi yang baru lahir warna rambutnya seperti itu?” tanya Pandu pada perawat yang menemaninya. “Eh?” perawat itu menatap Pandu bingung dan sekilas mengamati rambut laki-laki itu yang hitam legam sama seperti orang Indonesia pada umumnya, dia lalu mengingat wanita yang melahirkan bayi ini. Sebuah pengertian marasuki otaknya. “Bayi tuan berambut pirang,” kata sang perawat lugas. “Tapi bagaimana rambutnya bisa seperti itu?” tanya Pandu bingung. Sang perawat yang sudah menduga sebelumnya ikut bingung saat menjawab laki-laki di sampingnya itu. “Bapak bisa bertanya lebih jauh pada dokter nantinya,” jawabnya tak ingin mengungkapkan dugaan yang ada di kepalanya. “Baiklah saya akan mengadzaninya dulu, boleh?” “Silahkan pak tapi ti
Sekar kembali berulah. Wanita itu sudah sadar beberapa jam yang lalu dan dokter menyatakan kondisinya sudah stabil. “Maaf ibu memang itu bisa dilakukan tapi bayi ibu lahir premtur akan sangat bagus kalau minum asi dari ibu,” kata sang suster berusaha memberi pengertian pada ibu muda yang menatapnya dengan pandangan mengancam. Ini bukan pertama kalinya sang perawat menemukan seorang ibu yang tidak mau memberikan asinya pada anaknya sendiri, alasan tidak ingin betuk tubuhnya rusak adalah yang biasa terjadi tapi kali ini kondisi bayi itu sangat membutuhkan asi ibunya. “Aku tidak mau ya tidak mau! Berani sekali kamu memaksaku! Kamu kira kamu siapa!” bentak Sekar dengan kasar. Sang perawat menghela napas dengan jengkel. “Maaf ibu saya hanya ingin menjelaskan yang terbaik untuk-“ “Pergi!” belum juga selesai sang perawat menjelaskan Sekar sudah melempar gelas di nakas pada perawat itu, untung saja wanita itu bisa menghindar tepat
“Ayo kita pulang mama yakin anak itu bukan anakmu, kamu tidak perlu mengorbankan diri seperti itu!” Pandu menghela napas menatap ibunya yang sudah bersedekap dengan wajah marah sejak tadi, seharusnya ibunya ikut saja pulang bersama sang ayah, tapi wanita yang melahirkannya itu malah ingin menemaninya. Pandu bukannya terharu sang mama melakukan hal itu, dia malah curiga akan ada permintaan ajaib sang ibu yang harus dia lakukan. Dan sungguh saat ini dia sudah sangat kelelahan untuk menghadapai para wanita rumit dalam keluarganya. “Kita belum melihat hasil test DNA itu,” kata Pandu. “Kamu tidak butakan, Nak. Bayi itu jelas tidak mirip denganmu bahkan saat membuka mata tadi mama lihat warna matanya biru bukan hitam.” Sang ibu melotot marah melihat anaknya yang bebal ini, untuk apa juga mengurusi wanita yang sudah berkhianat padanya bahkan melahirkan benih laki-laki lain.“Itu belum pasti, Ma. Lagi pula jika bukan aku y
“Apa kamu sudah mengucapkan selamat untuk mantan suamimu yang sedang berbahagia itu?” tanya Pram dengan nada mengejek yang membuat Alisya gemas ingin menggeplak kepalanya. “Memangnya kamu mau menemani?” tantang Alisya. “Ogah kurang kerjaan banget,” jawab laki-laki itu ketus. “Ye gitu kok resek,” kesal Alisya. Dia lalu meneruskan membaca berita online yang tadi ditunjukkan oleh Pram. Banyak hakim dadakan di sana, usia pernikahan mereka bahkan belum genap enam bulan tapi Sekar sudah melahirkan. “Boleh kok kalau kamu juga mau komentar, katakan saja suamimu dp duluan ke gundiknya,” kata Pram sambil menyesap kopinya. Alisya terdiam, mencoba mencari tahu rasa yang muncul di hatinya, sakit. marah atau malah tidak peduli. Dia mencoba menelaah semuanya tapi sama sekali tidak ditemukannya rasa itu, rasa yang kini muncul di hatinya hanya kehampaan. Apa cintanya pada Pandu telah benar-benar padam? Tapi kenapa saat malam tiba
“Nyonya minum vitaminya dulu, ini dibeli khusus oleh tuan di luar negeri agar nyonya cepat sembuh,” kata Bu Titin, tangannya terulur memberikan satu butir pil berwarna bening. Sekar menerimanya dengan senyum lebar di bibirnya. “Mas Pandu belum datang, Bu?” tanyanya. “Tuan harus ke kantor, jadi tidak sempat mampir kemari,” kata bu Titin dengan ketengangan seperti biasa. “Tadi malam dia juga tidak datang,” jawab Sekar dengan kesal. Bu Titin terdiam tak tahu apa yang harus dia katakan karena sejak kemarin Pandu memang tak menampakkan batang hidungnya. Dia yang sejak kemarin menjaga Sekar tanpa ada yang menggantikan, sebenarnya sebagai kepala rumah tangga di rumah Pandu, bu Titin bisa meminta salah satu asisten rumah tangga menunggui Sekar di sini, tapi Pandu sudah berpesan kalau dia sendiri yang harus menjaga sang nyonya.Bukannya dia mengeluh menjaga istri tercinta Pandu, tapi usianya yang tak lagi muda membuatnya cepat lelah dan Sekar
‘Nyonya memaksa melihat bayinya tuan.’ Pandu sudah menduga ini akan terjadi, bukan karena wanita itu ingin tahu seperti apa anaknya layaknya ibu-ibu lain yang baru saja melahirkan tapi Pandu curiga ada tujuan lain wanita itu. Sekar memang belum tahu kalau bayinya sangat berbeda dari mereka, memang cepat atau lambat wanita itu akan tahu tapi tentu saja tidak sekarang, sebelum Pandu menyiapkan semua. “Lalu bagaimana tindakan pihak rumah sakit?” “Seperti yang tuan minta mereka melarang dengan alasan kesehatan bayi tak memungkinkan, tapi nyonya mengamuk dan sempat membuatnya hampir pingsan.” Wow! Sepertinya dia harus segera menjalankan rencananya. Begitu sambungan dengan anak buahnya di rumah sakit terputus, Pandu langsung menghubungi pengacaranya. “Apa sudah siap semuanya?” tanyanya setelah mengucap salam. “Bagus lakukan apa yang aku pinta.” Senyum lega menghiasi wajah Pandu, dia meraih jasnya dan melangkah keluar kantor dan menu
"Baiklah aku akan membawamu kesana."Pandu berdiri dan meraih kursi roda yang ada di sudut ruangan dan mendorongnya mendekati ranjang Sekar.Wanita itu menatap benci pada benda yang ada di tangan suaminya, dia bukan orang lumpuh."Naiklah.""Aku tidak mau naik itu!" kata Sekar keras kepala."Lalu?""Mas kan bisa gendong aku," kata Sekar tanpa rasa bersalah sedikitpun."Maaf aku sedang capek, jika kamu tidak mau ya sudah," kata Pandu tak mau repot-repot menuruti perintah istrinya.Sekar menatap Pandu dengan kesal. Tapi dia tidak punya pilihan lain, perlahan dia bangkit, dia berharap Pandu membantunya atau setidaknya menggendongnya ke kursi roda tapi laki-laki itu hanya menatap datar padanya yang terlihat kesusahan."Kenapa mas tidak
Ini Tidak benar. Kenapa anak itu juga harus menambah kesialan Sekar. Sekar menarik napas panjang berusaha menenangkan dirinya, perjanjian kemarin dia baca sangat merugikannya dan tentu saja dia tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Dia harus menghubungi Andrew dan mengatakan semua. Bagaimanapun laki-laki itu ayah bayinya dia harus bertanggung jawab, meski bukan dengan menikahinya. “Drew!!! Hu...hu...” Seperti biasanya Andrew langsung mengangkat panggilannya di dering pertama, seolah panggilannya memang sudah ditunggu, meski itu tidak mungkin bukan Andrew orang sibuk.Andai saja laki-laki ini tidak menganut paham ‘no Marriage’ dan bisa bersikap lebih lembut , tentu Sekar akan mengejarnya meski hatinya tak memiliki rasa cinta. “Kamu kenapa?” tanya Andrew di seberang sana terdengar khawatir.“Aku di rumah sakit.. hu..hu... jatuh...di kamar karena mas Pandu cemburu kita bertemu... dan anak kita...hu...hu.” “Apa yang terjadi pada anak kita! Katakan Sekar!” kata Andrew di ujung
Alisya mendekap bayinya erat di dadanya menimangnya dengan lembut dan mendendangkan sebuah lagu yang membuat empat orang dewasa di ruangan itu teriris hatinya. “Kamu tahu sayang, mama sudah menyiapkan semua untukmu, kamu akan mama dandani supaya cantik, yuk bangun sayang,” katanya sambil terus menimang bayi itu. Merasa bayi itu tak mau bangun, Alisya ganti menciumi wajah pucat bayinya. “Sayang bangun mama mohon,” kata wanita itu dengan memelas, tapi bayi itu tetap diam. “Sudah Al, bayi kita sudah tenang, aku mohon ikhlaskan dia,” kata Pandu tak sanggup lagi melihat Alisya seperti itu.Alisya langsung menoleh pada Pandu perlahan dia letakkan bayi dalam pelukannya itu, dia lalu menatap laki-laki itu dengan tajam. “Tolong putriku, Mas. aku akan melakukan apa saja asal putriku bisa kembali, mas pasti kenal dokter yang bisa melakukannya,” kata wanita itu sambil mengguncang tubuh Pandu dengan keras. “Lis jangan konyol kamu,” kata Pram.
Laki-laki terlihat begitu terpukul mendengar apa yang dikatakan Pram. Itu bukan kepura-puraan, Laras bisa melihat hal itu dengan jelas. Laras memang tidak menyukai Pandu karena laki-laki itu yang sama saja dengan ayahnya yang tega berkhianat dan menelantarkan anak dan istrinya demi wanita baru, tapi pemendangan yang dia saksikan tidak bisa dia tampik, Pandu menyesali semuanya, meski sudah terlambat. Apa suatu suatu saat nanti ayahnya juga akan menyesal? “Kamu bisa bertanya pada dokter jika tidak percaya,” kalimat Pram yang dikatakan lebih baik dari sebelumnya, mungkin dia juga melihat penyesalan Pandu yang terlihat jelas. “Benar, pak. Sebaiknya pak Pandu menemui dokter dulu dan menanyakan semuanya,” kata Laras membenarkan ucapan Pram. Meski Pram yang sejak tadi menandatangani semuanya tapi bagaimanapun laki-laki ini merupakan ayah kandung dari bayi yang dilahirkan Alisya. Sejahat apapun sikapnya dia berhak atas anaknya. “Tolong jaga Alisya sebentar,” kata laki-laki itu lalu be
“Aku sudah memeluknya dengan erat mereka pasti baik-baik saja kan,” kata Alisya dengan suara yang makin lama makin melemah.Disebelahnya Laras menangis terisak-isak merasa sangat bersalah andai saja dia tidak perlu ke kamar mandi dan membiarkan Alisya berjalan sendiri...Gadis itu menggeleng dengan putus asa, tangannya menggenggam erat tangan Alisya dan berusaha mencegah wanita itu pingsan, darah mengalir dari luka di pundaknya juga... jalan lahirnya.“Si kembar pasti baik-baik saja, Al. kamu harus kuat jangan menyerah,”kata Laras di sela tangisnya.Tadi saat baru berjalan beberapa langkah Laras terkejut mendengar suara benturan di belakangnya, dia sama sekali tak tahu bagaimana kejadiannya tahu-tahu Alisya sudah terkapar dengan tangan yang memeluk erat perutnya dan Pram yang berlari dengan panik menghampiri wanita itu.Lutut Laras
Alisya bangun dengan lebih bersemangat hari ini. Usia kandungannya sudah menginjak minggu ke tiga puluh enam dan dia juga sudah cuti dari tempat kerjanya. Sehari-hari dia hanya di rumah dan tak melakukan apapun, beberapa tetangga juga sudah tidak memesan kue dan makanan lagi padanya, bukannya dia butuh banget uang hasil penjualannya, bukan. Alisya hanya menyukai kesibukannya memasak dan repot di dapur. Tak adanya pekerjaan juga membuatnya mengingat saat masih tinggal di rumah Pandu. Akan tetapi hari ini berbeda baik Pram maupun Laras sama-sama berjanji mengantarnya membeli keperluan untuk anaknya, sedikit telat memang tapi bukan masalah juga selama bayinya belum lahir. “Mau aku jemput?” Alisya membenahi letak ponsel yang dia jepit dengan bahunya saat Pram mengatakan hal itu, tangannya sibuk membuat susu hamil yang biasa diminum. “Aku naik taksi saja kita ketemuan di sana,” kata Alisya yang tahu kalau Pram ada acara terlebih dahulu sebelum menemaninya belanja, sebenarnya bisa
Pandu menatap cermin sambil melihat penampilannya secara keseluruhan. “Kamu mau kemana lagi mas?” tanya Sekar terlihat sangat tak terima. Ini hari libur seharusnya mereka bisa menghabiskan waktu bersama seperti sebelumnya, tapi ini bahkan sudah lebih dari lima bulan, Pandu tetap bersikap dingin padanya. Sekar juga sudah memenuhi permintaan Pandu untuk memberikan bayi merepotkan itu pada ayah kandungnya saja. Andrew.Dia memang jadi lebih bebas dan tak perlu lagi mendengar tangis bayi setiap malamnya, tapi dia juga tak punya alasan lagi untuk membuat Pandu tetap menemaninya, rengekan bayi itu terbukti mampu menahan Pandu di rumah meski bukan untuk menemaninya.Sekar kira dengan anak itu tidak ada lagi bersama mereka, sikap Pandu akan jadi seperti dulu, selalu memprioritaskannya dalam hal apapun tapi angannya ternyata terlalu tinggi. “Aku ada urusan,” kata Pandu singkat. Bersama Sekar memang terasa menyebalkan untukny
Sekar menolak Andrew mengambil anaknya dengan alasan anak itu masih membutuhkan asinya. “Kamu yang membuat anakku jadi seperti itu, perempuan gila!” maki Andrew pada perempuan yang telah melahirkan anaknya itu. Setelah konferensi pers yang mereka lakukan, laki-laki itu memaksa Pandu untuk mempertemukannya dengan bayinya. Dan Pandu yang tidak punya alasan untuk menolak tentu saja menyetujuinya lagi pula dia punya tujuan lain dengan membawa Andrew melihat bayi itu. Mata laki-laki itu berkaca-kaca saat melihat bayinya untuk pertama kali, hal yang membuat Pandu tertegun sejenak. Laki-laki ini memang brengsek dan kejam pada orang-orang disekitarnya tapi dia sudah sering bertemu orang dan mata itu tak mungkin bohong. Pandu melihat ketulusan di sana, hal yang membuatnya sedikit lega paling tidak ada orang yang benar-benar menyayangi anak itu. Bahkan laki-laki itu secara serius memohon pada Pandu untuk memberikan bayi itu padanya. “Jangan salahkan aku kamu yang mengajakku ketempat itu!”
“Dimana bosmu!”Suara itu terdengar penuh kemarahan, membuat Pandu buru-buru berdiri dari duduknya. Kepalanya sedikit pusing karena semalaman tidak tidur dan menenggelamkan diri di ruangan ini tapi suara yang di dengarnya tak bisa dia abaikan begitu saja.Pekerjaan adalah caranya melarikan diri saat ini. supaya tidak lepas kendali dan melakukan hal-hal yang nantinya akan dia sesali.“Pa?”Pintu terjeblak dan sang ayah berdiri di sana dengan wajah merah dan sang sekretaris yang berdiri ketakutan di belakangnya.Ada apa lagi? tidakkah dia diberi kesempatan untuk bernapas barang sejenak saja?“Pergilah!” usir sang ayah pada sekeretarisnya, Pandu hanya mengangguk dan mempersilahkan ayahnya duduk, laki-laki paruh baya itu menghela napas dalam dan menatap putranya dengan putus asa.
“Bajingan sialan kamu! Pembunuh!” Pandu baru saja membuka pintu ruangan privat yang sudah dia pesan tapi bukannya sambutan hangat yang dia terima tapi makian dan juga bogeman mentah di wajahnya. Pandu yang tidak siap langsung terhuyung ke luar ruangan dan pegangannya pada gagang pintu terlepas untung saja seorang pelayan yang sedang membawa minuman sigap menghindar sehingga tidak tertabrak olehnya. Para pengunjung wanita yang kaget menjerit histeris. Andrew bahkan merangsek keluar menghampiri lawannya, wajahnya merah padam menahan amarah. Dia memang bukan laki-laki suci, dia bahkan memiliki kelainan yang tak banyak diketahui orang. Jiwanya gelap segelap malam yang sebentar lagi akan datang, tapi sebrengseknya dia dia tidak akan tega menyakiti bayi yang masih dalam kandungan ibunya. Dan laki-laki yang baru saja mendapat bogeman darinya tidak pantas sama sekali disebut manusia dia lebih rendah dari binatang. Membayangkan bayinya yang saat ini menderita karena lahir belum waktunya
Pandu ikut tersenyum saat melihat wanita itu tersenyum, tapi dia buru-buru bersembunyi saat tanpa sengaja Alisya menoleh ke belakang.Yah dia merindukan Alisya dan tak puas dengan hanya melihat laporan atau video yang dikirimkan anak buahnya tentang wanita itu.Wajah wanita itu makin cantik saja dimatanya, apalagi dengan perut membesar yang berisi anak-anaknya.Entah pikiran dari mana dulu Pandu meragukan anak yang dikandung wanita itu, padahal jelas-jelas dia merasakan dadanya berdebar kencang saat melihat wanita itu mengelus perutnya, dia juga ingin melakukan hal yang sama. Hal yang tak pernah dia rasakan pada kehamilan Sekar.Dia sudah berjanji pada Alisya memang untuk tidak menemui wanita itu tanpa diminta, tapi rasa rindu ini membuatnya mengabaikan semua, dia tidak menemui Alisya dia hanya ingin melihat wanita itu... meski dari jauh.