Pandu ikut tersenyum saat melihat wanita itu tersenyum, tapi dia buru-buru bersembunyi saat tanpa sengaja Alisya menoleh ke belakang.Yah dia merindukan Alisya dan tak puas dengan hanya melihat laporan atau video yang dikirimkan anak buahnya tentang wanita itu.Wajah wanita itu makin cantik saja dimatanya, apalagi dengan perut membesar yang berisi anak-anaknya.Entah pikiran dari mana dulu Pandu meragukan anak yang dikandung wanita itu, padahal jelas-jelas dia merasakan dadanya berdebar kencang saat melihat wanita itu mengelus perutnya, dia juga ingin melakukan hal yang sama. Hal yang tak pernah dia rasakan pada kehamilan Sekar.Dia sudah berjanji pada Alisya memang untuk tidak menemui wanita itu tanpa diminta, tapi rasa rindu ini membuatnya mengabaikan semua, dia tidak menemui Alisya dia hanya ingin melihat wanita itu... meski dari jauh.
“Bajingan sialan kamu! Pembunuh!” Pandu baru saja membuka pintu ruangan privat yang sudah dia pesan tapi bukannya sambutan hangat yang dia terima tapi makian dan juga bogeman mentah di wajahnya. Pandu yang tidak siap langsung terhuyung ke luar ruangan dan pegangannya pada gagang pintu terlepas untung saja seorang pelayan yang sedang membawa minuman sigap menghindar sehingga tidak tertabrak olehnya. Para pengunjung wanita yang kaget menjerit histeris. Andrew bahkan merangsek keluar menghampiri lawannya, wajahnya merah padam menahan amarah. Dia memang bukan laki-laki suci, dia bahkan memiliki kelainan yang tak banyak diketahui orang. Jiwanya gelap segelap malam yang sebentar lagi akan datang, tapi sebrengseknya dia dia tidak akan tega menyakiti bayi yang masih dalam kandungan ibunya. Dan laki-laki yang baru saja mendapat bogeman darinya tidak pantas sama sekali disebut manusia dia lebih rendah dari binatang. Membayangkan bayinya yang saat ini menderita karena lahir belum waktunya
“Dimana bosmu!”Suara itu terdengar penuh kemarahan, membuat Pandu buru-buru berdiri dari duduknya. Kepalanya sedikit pusing karena semalaman tidak tidur dan menenggelamkan diri di ruangan ini tapi suara yang di dengarnya tak bisa dia abaikan begitu saja.Pekerjaan adalah caranya melarikan diri saat ini. supaya tidak lepas kendali dan melakukan hal-hal yang nantinya akan dia sesali.“Pa?”Pintu terjeblak dan sang ayah berdiri di sana dengan wajah merah dan sang sekretaris yang berdiri ketakutan di belakangnya.Ada apa lagi? tidakkah dia diberi kesempatan untuk bernapas barang sejenak saja?“Pergilah!” usir sang ayah pada sekeretarisnya, Pandu hanya mengangguk dan mempersilahkan ayahnya duduk, laki-laki paruh baya itu menghela napas dalam dan menatap putranya dengan putus asa.
Sekar menolak Andrew mengambil anaknya dengan alasan anak itu masih membutuhkan asinya. “Kamu yang membuat anakku jadi seperti itu, perempuan gila!” maki Andrew pada perempuan yang telah melahirkan anaknya itu. Setelah konferensi pers yang mereka lakukan, laki-laki itu memaksa Pandu untuk mempertemukannya dengan bayinya. Dan Pandu yang tidak punya alasan untuk menolak tentu saja menyetujuinya lagi pula dia punya tujuan lain dengan membawa Andrew melihat bayi itu. Mata laki-laki itu berkaca-kaca saat melihat bayinya untuk pertama kali, hal yang membuat Pandu tertegun sejenak. Laki-laki ini memang brengsek dan kejam pada orang-orang disekitarnya tapi dia sudah sering bertemu orang dan mata itu tak mungkin bohong. Pandu melihat ketulusan di sana, hal yang membuatnya sedikit lega paling tidak ada orang yang benar-benar menyayangi anak itu. Bahkan laki-laki itu secara serius memohon pada Pandu untuk memberikan bayi itu padanya. “Jangan salahkan aku kamu yang mengajakku ketempat itu!”
Pandu menatap cermin sambil melihat penampilannya secara keseluruhan. “Kamu mau kemana lagi mas?” tanya Sekar terlihat sangat tak terima. Ini hari libur seharusnya mereka bisa menghabiskan waktu bersama seperti sebelumnya, tapi ini bahkan sudah lebih dari lima bulan, Pandu tetap bersikap dingin padanya. Sekar juga sudah memenuhi permintaan Pandu untuk memberikan bayi merepotkan itu pada ayah kandungnya saja. Andrew.Dia memang jadi lebih bebas dan tak perlu lagi mendengar tangis bayi setiap malamnya, tapi dia juga tak punya alasan lagi untuk membuat Pandu tetap menemaninya, rengekan bayi itu terbukti mampu menahan Pandu di rumah meski bukan untuk menemaninya.Sekar kira dengan anak itu tidak ada lagi bersama mereka, sikap Pandu akan jadi seperti dulu, selalu memprioritaskannya dalam hal apapun tapi angannya ternyata terlalu tinggi. “Aku ada urusan,” kata Pandu singkat. Bersama Sekar memang terasa menyebalkan untukny
Alisya bangun dengan lebih bersemangat hari ini. Usia kandungannya sudah menginjak minggu ke tiga puluh enam dan dia juga sudah cuti dari tempat kerjanya. Sehari-hari dia hanya di rumah dan tak melakukan apapun, beberapa tetangga juga sudah tidak memesan kue dan makanan lagi padanya, bukannya dia butuh banget uang hasil penjualannya, bukan. Alisya hanya menyukai kesibukannya memasak dan repot di dapur. Tak adanya pekerjaan juga membuatnya mengingat saat masih tinggal di rumah Pandu. Akan tetapi hari ini berbeda baik Pram maupun Laras sama-sama berjanji mengantarnya membeli keperluan untuk anaknya, sedikit telat memang tapi bukan masalah juga selama bayinya belum lahir. “Mau aku jemput?” Alisya membenahi letak ponsel yang dia jepit dengan bahunya saat Pram mengatakan hal itu, tangannya sibuk membuat susu hamil yang biasa diminum. “Aku naik taksi saja kita ketemuan di sana,” kata Alisya yang tahu kalau Pram ada acara terlebih dahulu sebelum menemaninya belanja, sebenarnya bisa
“Aku sudah memeluknya dengan erat mereka pasti baik-baik saja kan,” kata Alisya dengan suara yang makin lama makin melemah.Disebelahnya Laras menangis terisak-isak merasa sangat bersalah andai saja dia tidak perlu ke kamar mandi dan membiarkan Alisya berjalan sendiri...Gadis itu menggeleng dengan putus asa, tangannya menggenggam erat tangan Alisya dan berusaha mencegah wanita itu pingsan, darah mengalir dari luka di pundaknya juga... jalan lahirnya.“Si kembar pasti baik-baik saja, Al. kamu harus kuat jangan menyerah,”kata Laras di sela tangisnya.Tadi saat baru berjalan beberapa langkah Laras terkejut mendengar suara benturan di belakangnya, dia sama sekali tak tahu bagaimana kejadiannya tahu-tahu Alisya sudah terkapar dengan tangan yang memeluk erat perutnya dan Pram yang berlari dengan panik menghampiri wanita itu.Lutut Laras
Laki-laki terlihat begitu terpukul mendengar apa yang dikatakan Pram. Itu bukan kepura-puraan, Laras bisa melihat hal itu dengan jelas. Laras memang tidak menyukai Pandu karena laki-laki itu yang sama saja dengan ayahnya yang tega berkhianat dan menelantarkan anak dan istrinya demi wanita baru, tapi pemendangan yang dia saksikan tidak bisa dia tampik, Pandu menyesali semuanya, meski sudah terlambat. Apa suatu suatu saat nanti ayahnya juga akan menyesal? “Kamu bisa bertanya pada dokter jika tidak percaya,” kalimat Pram yang dikatakan lebih baik dari sebelumnya, mungkin dia juga melihat penyesalan Pandu yang terlihat jelas. “Benar, pak. Sebaiknya pak Pandu menemui dokter dulu dan menanyakan semuanya,” kata Laras membenarkan ucapan Pram. Meski Pram yang sejak tadi menandatangani semuanya tapi bagaimanapun laki-laki ini merupakan ayah kandung dari bayi yang dilahirkan Alisya. Sejahat apapun sikapnya dia berhak atas anaknya. “Tolong jaga Alisya sebentar,” kata laki-laki itu lalu be
Bahkan sudah beberapa kali Pandu membukakan pintu mobil untuknya dengan penuh perhatian tapi tetap saja membuat Alisya salah tingkah. Pernikahan mereka memang terjadi secara mendadak dan tanpa perencanaan sama sekali, tapi sebagai dua orang dewasa dan beradab tentu mereka harus menghargai komitmen yang telah mereka buat. Pandu sudah berusaha membuktikan dirinya untuk mau berkomitmen dengannya, setidaknya itu yang terlihat di depan Alisya saat ini, dan Alisya harus melakukan hal yang sama juga bukan. "Terima kasih, Mas," katanya sambil tersenyum. Pandu membalas senyum itu sambil mengelus rambut Alisya lalu mengambil Bisma yang seperti tak sabar untuk digendong papana. "Aku antar kalian sampai masuk ruanganmu," kata Pandu yang diangguki oleh Alisya, sejak mereka menjadi suami istri lagi Pandu selalu melakukan hal ini setiap mengantar Alisya ke kantor, mulanya wanita itu mencoba menolak tapi bukan Pandu namanya kalau menuruti apa maunya dengan mudah. "Bu Alisya, tunggu!" Alisya m
"Mas mau makan atau mandi dulu?" tanya Alisya sambil mengulurkan air putih dalam gelas pada Pandu, sedangkan tangan kirinya menggendong Bisma yang terlihat sangat senang melihat ayahnya datang. "Biar aku gendong Bisma dulu," kata Pandu yang siap mengulurkan tangannya tapi dengan sigap Alisya menjauhkan anak itu. "Mas cuci tangan dulu deh, baru dari luar," katanya. Tanpa banyak bicara Pandu mengembalikan gelas kosong ke tangan Alisya lagi dan masuk ke kamar mandi tak lama kemudian dia keluar lagi sambil mengeringkan tangannya. Benar-benar cuma cuci tangan ternyata. "Sudah boleh kan? Adek main sama papa ya," kata Pandu sambil mengambil Bisma dari gedongan sang istri. Alisya yang akan mencegah hanya menghela napas panjang, mungkin Pandu memang sangat merindukan putra mereka. "Mau disiapkan makan malam sekarang?" tanya Alisya. Pekerjaan Pandu memang sudah tidak terlalu sibuk jadi dia bisa tiba di rumah Alisya sebelum makan malam. "Boleh tadi juga aku belum makan siang sepertinya
"Kenapa Ran?" Rani menggigit bibirnya dengan resah, terlibat sekali dia tak enak hati ingin bicara sedangkan Bisma masih anteng dalam gendongan gadis itu. "Nggak sih, saya hanya khawatir pada mbak Alisya, atasan mbak tadi sampai bicara seperti itu, Rani sih nggak ngerti tapi permasalahannya pasti berat? apa mbak Lisya baik-baik saja?" Mereka memang kembali ke hotel diatar oleh Sasti langsung, dengan dalih dia adalah orang yang bertanggung jawab maka dia akan mengantar Alisya dan rombongannya kembali ke tempat kerjanya tapi selama perjalanan Alisya harus menebalkan telinga mendengar ocehan Sasti. Selama ini dia mengenal atasannya itu sebagai orang yang judes dan dingin tapi ternyata bila sudah kenal bisa menjadi cerewet juga. "Kamu jangan kasih kesempatan untuk wanita-wanita penggoda di luar sana untuk mendekati suamimu, kalau ada indikasi dia akan tergoda dengan mereka segera bertindak jangan diam saja," kata Sasti, untung saja Bisma ada di kursi belakang bersama Rani jadi di
"Sekarang katakan padaku, apa ini karena kejadian kamu pingsan itu?" tanya Sasti to the point. Tiba-tiba saja Sasti datang ke kantor Alisya dan menyeret wanita itu untuk pergi makan siang di mall yang memiliki fasilitas taman bermain untuk Bisma. Kemarin malam memang Alisya sengaja mengundang atasannya itu dan dia datang bersama sang kakek. Kalau dipikir-pikir lucu juga melihat para konglomerat yang biasanya berada di tempat mewah tiba-tiba berkumpul di rumahnya yang sangat sederhana, tapi syukurlah baik Pandu maupun orang tuanya bersikap sangat baik mereka bisa mengimbangi obrolan tamu yang datang. "Atau kalian memang sudah berencana rujuk waktu itu?" tanya Sasti tak sabar. Padahal aroma dan rasaa soto ayam pesanananya ini sangat menggugah seleranya, Alisya bahkan sudah hampir menghabiskannya, tapi kalimat Sasti membuat napsu makannya hilang, padahal dia harus banyak makan karena Bisma membutuhkan asinya. "Maaf, bu. Apa ini nanti ada hubungannya dengan kerier saya?" tanya Ali
"Oalah, syukurlah kalian cpat pulang, bulek sudah mau lapor polisi saja tadi." Alisya langsung meringis lalu melirik sedikit pada Pandu yang terlihat sekali juga tidak enak hati. Ini pertama kalinya memang mereka menghabiskan waktu bersama sebagai keluarga. Setelah mengunjungi dokter tadi mereka memutuskan untuk mengajak bermain Bisma di wahana bermain, keputusan yang tidak tepat karena di rumah mereka pasti sudah ditunggu. Akan tetapi senyum dan tawa sang buah hati membuat pasangan itu lupa segalanya. "Maaf, bulek," kata Alisya sambil menunduk merasa bersalah, ini sudah jam enam sore dan di depan sudah banyak warga yang datang padahal tuan rumah sendiri belum sampai rumah. "Ya sudahlah, kamu langsung temui para bapak-bapak undangan saja, Nak Pandu, dan Alisya sebaiknya lewat belakang saja," kata bulek. Tak ingin membuat masalah yang berpotensi mempermalukan dirinya sendiri Pandu langsung masuk ke dalam ruang tamu dan bersaalaman dengan para tamu. Satu hal yang sangat berbeda
Memang ya wanita meski bisa memaafkan tapi tak mudah untuk melupakan. "Apa kita bisa ke dokter lain saja," kata Alisya. Saat ini mereka memang akan menemui dokter dan juga terapis yang akan membantu Bisma untuk tidur seperti semula lagi, meski Alisya sedikit protes tadi karena di rumah saat ini sedang banyak orang yang sedang membantu mereka untuk persiapan pesta nanti malam. Akan tetapi si tuan muda selalu punya cara yang membuat Alisya tak bisa menolak keinginannya, yaitu dengan mendatangkan bibi juga beberapa orang juru masak dari rumah keluarganya. Jadi dari pada Pandu kembali berulah dia setuju saja untuk jalan sekarang setelah menyerahkan semuanya pada bulek Par dan bibi untuk memantau orang-orang bekerja. Masalah sebenarnya baru muncul saat Pandu mengatakan kalau dokter yang akan mereka datangi adalah kenalan ayah laki-laki itu, membuat Alisya menjadi curiga. "Memangnya kenapa? apa kamu kenal dengan dokter ini?" tanya Pandu penasaran. Jujur saja menghadapi ibu-i
"Bolehkah saya pinjam istri saya sebentar kami harus pergi ke suatu tempat," kata Pandu sambil tersenyum pada ibu-ibu yang membantu Alisya memasak di dapur. Sejak pagi Pandu melihat istrinya begitu sibuk di dapur, memang sih sang istri tak melupakannya dan masih menyiapkan semua kebutuhannya tapi tetap saja dia tidak menyukai Alisya yang terlalu sibuk seperti itu. Acara ini tidak untuk menjadikan istrinya babu. Cukup dirinya dulu dia pernah tersesat dengan melakukannya. "Cie mbak Lisya dicari suaminya yang ganteng lho, kangen istrinya ya mas di sini tidak bisa bebas," kata seorang ibu dengan menggoda yang langsung disambut riuh oleh yang lain. Wajah Alisya langsung merah padam, apalagi tangan Pandu yang terulur membantunya untuk berdiri. Dia tidak pernah imun dengan pesona Pandu yang membuatnya tersipu malu seperti gadis perawan. Alisya tidak menampik kalau suaminya itu sangat menarik, meski tidak tergolong sangat tampan seperti Pram tapi Pandu punya daya tarik tersendiri y
Pandu langsung menerobos masuk ke rumah Alisya dengan khawatir saat melihat banyak orang di sana. Jantungnya berdebar kencang, bahkan dia bahkan tak peduli dengan beberapa orang yang menyapanya, dia hanya ingin memastikan kalau dua orang yang dia sayangi itu baik-baik saja. "Al, kalian kenapa? Apa yang terjadi? Apa ada orang jahat yang masuk kemari?" berondong Pandu dengan napas terengah penuh kekhawatiran. Alisya yang tengah berbicara dengan bulek Par dan beberapa ibu-ibu lainnya sontak menoleh terkejut apalagi Pandu yang langsung menghampirinya dan memutar tubuhnya untuk memastikan sesuatu, setelah puas wanita itu menatap Alisya tajam. "Mana Bisma?" tanyanya. "Sama Rani di kamar." "Apa dia baik-baik saja kenapa banyak orang di sini?" tanyanya. Alisya yang mulai paham dengan semua tindakan Pandu langsung meringis dan meminta maaf pada ibu-ibu yang dia ajak bicara dan segera menarik Pandu untuk ke kamar mereka. "Mas kenapa sih, datang-datang bikin heboh. Aku dan Bisma
"Mas mau kemana?" Tanya Alisya begitu Pandu bangkit dari ranjang dan bersiap keluar kamar meninggalkan dirinya dan sang putra yang sedang tidur. Elusan tangan Pandu di kepalanya membuat Alisya merasa nyaman dan hampir tertidur tapi saat laki-laki itu menghentikan semuanya, Alisya merasa kehilangan. Ya ampun Lis, kamu murahan banget sih, batin Alisya. "Ternyata belum tidur ya," kata Pandu sambil terkekeh. "Ini sudah lewat tengah malam lho besok kerja kan?" lanjutnya. Dia menengok jam di dinding kamar yang sudah menunjukkan pukul satu dini hari dan mereka sama sekali belum tidur padahal harus bangun lebih awal karena lokasi yang jauh. "Iya tapi mas kenapa nggak tidur juga, mau lanjut kerja?" tanya wanita itu tak terpengaruh dengan ucapan Pandu. Pandu kembali duduk di samping Alisya dan membelai rambut sang istri dengan lembut. "Mas?" tuntut Alisya lagi saat Pandu sama sekali tak menjawab pertanyaannya. "Mas juga mau tidur, Al, ngantuk banget," kata laki-laki itu sambil m