“Aku sudah memeluknya dengan erat mereka pasti baik-baik saja kan,” kata Alisya dengan suara yang makin lama makin melemah.Disebelahnya Laras menangis terisak-isak merasa sangat bersalah andai saja dia tidak perlu ke kamar mandi dan membiarkan Alisya berjalan sendiri...Gadis itu menggeleng dengan putus asa, tangannya menggenggam erat tangan Alisya dan berusaha mencegah wanita itu pingsan, darah mengalir dari luka di pundaknya juga... jalan lahirnya.“Si kembar pasti baik-baik saja, Al. kamu harus kuat jangan menyerah,”kata Laras di sela tangisnya.Tadi saat baru berjalan beberapa langkah Laras terkejut mendengar suara benturan di belakangnya, dia sama sekali tak tahu bagaimana kejadiannya tahu-tahu Alisya sudah terkapar dengan tangan yang memeluk erat perutnya dan Pram yang berlari dengan panik menghampiri wanita itu.Lutut Laras
Laki-laki terlihat begitu terpukul mendengar apa yang dikatakan Pram. Itu bukan kepura-puraan, Laras bisa melihat hal itu dengan jelas. Laras memang tidak menyukai Pandu karena laki-laki itu yang sama saja dengan ayahnya yang tega berkhianat dan menelantarkan anak dan istrinya demi wanita baru, tapi pemendangan yang dia saksikan tidak bisa dia tampik, Pandu menyesali semuanya, meski sudah terlambat. Apa suatu suatu saat nanti ayahnya juga akan menyesal? “Kamu bisa bertanya pada dokter jika tidak percaya,” kalimat Pram yang dikatakan lebih baik dari sebelumnya, mungkin dia juga melihat penyesalan Pandu yang terlihat jelas. “Benar, pak. Sebaiknya pak Pandu menemui dokter dulu dan menanyakan semuanya,” kata Laras membenarkan ucapan Pram. Meski Pram yang sejak tadi menandatangani semuanya tapi bagaimanapun laki-laki ini merupakan ayah kandung dari bayi yang dilahirkan Alisya. Sejahat apapun sikapnya dia berhak atas anaknya. “Tolong jaga Alisya sebentar,” kata laki-laki itu lalu be
Alisya mendekap bayinya erat di dadanya menimangnya dengan lembut dan mendendangkan sebuah lagu yang membuat empat orang dewasa di ruangan itu teriris hatinya. “Kamu tahu sayang, mama sudah menyiapkan semua untukmu, kamu akan mama dandani supaya cantik, yuk bangun sayang,” katanya sambil terus menimang bayi itu. Merasa bayi itu tak mau bangun, Alisya ganti menciumi wajah pucat bayinya. “Sayang bangun mama mohon,” kata wanita itu dengan memelas, tapi bayi itu tetap diam. “Sudah Al, bayi kita sudah tenang, aku mohon ikhlaskan dia,” kata Pandu tak sanggup lagi melihat Alisya seperti itu.Alisya langsung menoleh pada Pandu perlahan dia letakkan bayi dalam pelukannya itu, dia lalu menatap laki-laki itu dengan tajam. “Tolong putriku, Mas. aku akan melakukan apa saja asal putriku bisa kembali, mas pasti kenal dokter yang bisa melakukannya,” kata wanita itu sambil mengguncang tubuh Pandu dengan keras. “Lis jangan konyol kamu,” kata Pram.
Alisya tahu banyak orang jahat di dunia ini, tapi dia tak percaya ada orang tega mencelakai bayi yang bahkan belum lahir. "Itu tidak mungkin aku tidak punya musuh," bantah Alisya Wanita itu menarik napas panjang untuk melonggarkan sesak di dadanya. "Memang sih belum ada bukti nyata, tapi apa kamu tidak curiga dengan motor yang katamu tiba-tiba muncul dengan kecepatan tinggi," kata Laras begitu mereka hanya tinggal berdua. Alisya terdiam, dari tadi dia sibuk dengan dukanya dan menyalahkan dirinya sendiri, dia merasa menjadi ibu yang sangat buruk. "Kamu yakin, Ras?" Alisya menatap Laras sekali lagi dan gadis itu mengangguk meyakinkannya. "Sangat yakin, aku rasa Pram juga berpikir demikian." "Putraku!" kata Alisya yang membuat Laras terkejut. "Apa yang kamu lakukan kamu tidak boleh turun dulu," kata Laras panik. "Jika perkiraanmu benar, putraku dalam bahaya, aku tidak bisa membiarkannya sendirian," kata Alisya sambil meringis karena tak sengaja dia mengambil selang infu
Apa dia sudah berubah jadi pendendam sekarang? Tidak Alisya menolak keras ide itu. Jika memang Sekar pelakunya dia berharap wanita itu merasakan penderitaan apa yang dia rasakan. Ucapan itu keluar begitu saja begitu dia mendengar penjelasan Pram tadi. Alisya hanya ibu yang terlalu sakit hati dan mengutuk siapa saja yang telah tega membuat bayi dalam kandungannya meninggal. Dia tak menampik kalau dia sendiri bukan wanita baik hati dan tidak sombong, tapi sebenci apapun orang padanya tidak mungkin sampai ingin melenyapkannya. "Kamu pulang saja ke rumah kita, di sana lebih aman," kata Pandu saat mengunjungi Alisya. Ini sudah lima hari Alisya dirawat dan luka dibahunya sudah sedikit membaik dan dia sudah diperbolehkan pulang selama dia dirawat di sini, Alisya kukuh bayinya juga tetap di sini, karena memang tak memiliki orang lain untuk menjaganya. Dan selama lima hari juga Pandu setiap hari datang berkunjung untuk memastikan keadaan Alisya juga bermain dengan putranya. Membu
Tahu pelakunya tidak membuat ini menjadi mudah. Mereka tak punya bukti yang diperlukan.Alisya bertatapan dengan Pandu begitu keluar dari ruang introgasi.“Kurasa mas ingat ciri-ciri orang yang disebutkan pelaku tadi,” kata Alisya dengan pandangan mata yang begitu tajam pada Pandu.“Tentu, tapi kita belum punya bukti hanya omongan pelaku tak bisa menjeratnya,” jawab Pandu.“Aku akan mencari buktinya, pembunuh anakku tidak boleh berkeliaran bebas,” kata Alisya dengan pandangan mata yang menyorot tajam pada Pandu membuat laki-laki tertegun menatap wanita yang biasanya sangat lemah dan cenderung memaafkan apa yang sudah terjadi.Semut pun akan menggigit jika diinjak, begitupun dengan Alisya. Selama ini dia sudah sangat mengalah dengan semua keadaan ini. dihina dan dicaci menjadi makanan sehari-harinya membuatnya
Alisya meragukannya.Tentu saja jika dia jadi Alisya akan melakukan hal yang sama.Dulu dia memang buta dan selalu membela Sekar sesalah apapun dia, tapi kini dia telah berubah matanya telah terbuka lebar dan dia akan membuktikan itu semua.“Tu-tuan sudah pulang?”Pandu mengerutkan keningnya mendengar bu Titin yang bicara dengan tergagap.Sejak perjanjian yang mereka sepakati Pandu hanya datang ke apartemennya yang ditempati Sekar, seminggu sekali, itu pun dia akan tidur di kamar tamu bukan kamarnya bersama Sekar.Berkali-kali Sekar merayu Pandu, tapi laki-laki itu tetap bergeming dan hanya mengatakan supaya Sekar intropeksi diri, tapi wanita itu begitu bebal dan sama sekali tak merasa bersalah.Mungkin dia menganggap Pandu masih laki-laki bodoh yang menerima begitu saja semua kesalaha
Aku adalah penyebab meninggalnya putriku. Kata itu menggema di kepala Pandu seperti kaset rusak. Laki-laki itu terduduk dengan lemas di mobilnya. Kenapa dia bisa seceroboh itu, perasaan rindu yang tiba-tiba datang membuatnya mengabaikan logika sepenuhnya. Kamu memang bodoh kok kalau soal cinta, ejek batin Pandu. Tiba-tiba ponselnya menjerit dengan keras sebuah nomer baru yang menghubunginya tapi laki-laki itu tetap mengangkatnya. “Temui aku di depan kantor polisi Sekarang.” “Pramudya.” “Iya.” Dan sambungan ditutup. Depan kantor polisi apa yang terjadi? Dadanya berdebar dengan kencang, apa ada hal lain yang terjadi? Meski mereka rekan bisnis tak pernah sekalipun mereka saling menghubungi secara pribadi. Diantara mereka saling tidak menyukai, jika Sekarang Pram menghubunginya lebih dulu pasti ada alasan yang sangat penting. Pandu tiba lima belas menit kemudian dan mendapati Pr
Beberapa kali Pram menengok Arlojinya dengan gelisah. Ini sudah hampir jam sepuluh malam, dia lalu menengok ponselnya tidak ada pesan sama sekali. Kemana dia? Padahal Pram sudah ada di rumah tepatnya di ruang kerjanya sejak selesai makan malam, malam ini dia makan sendiri di meja makan besar itu. Laras belum kembali sejak minta izin meninggalkan kantor lebih cepat tadi siang. Dan Clara wanita yang katanya baru sembuh dari sakit itu menghilang entah kemana, bahkan dia juga tidak mengatakan apapun pada para pembantu. “Tuan, nyonya sudah pulang.” Pram menghela napas lega. “Baiklah terima kasih, Bi. Tolong siapkan makanan untuknya dan juga susu hangat dia pasti sangat lelah.” “Ehm... tuan. Tapi nyonya sama sekali tidak makan setelah jam tujuh malam, biasanya hanya makan buah saja itupun kalau benar-benar lapar.” “Apa maksudmu dia pemakan segala, bahkan kami pernah makan nasi goreng di pinggir jalan
Clara tak ingin seperti ini. Dia mencintai Pram. Belum pernah dia memiliki rasa cinta seperti pada laki-laki itu. Tapi dia juga realistis, dia tentu saja memilih ayah Pram yang lebih royal padanya dan memanjakannya dengan kasih sayang. Pram memang sesekali mengajaknya jalan tapi tak sekalipun memberikan barang-barang mahal, apalagi waktu itu sang papa butuh suntikan dana dan ayah Pram mau memberikannya asalkan mereka menikah. Clara tak punya pilihan lain, ayah Pram memang masih tampan meski sudah berumur. Clara tentu saja tak menolak, tapi lambat laun dia sadar kalau cintanya hanya untuk Pram seorang dan dia bertekad akan mengejarnya tak peduli kalau statusnya saat itu ibu tiri laki-laki yang dia cintai. “Kenapa kamu membuatnya mati lebih cepat! Seharusnya kamu memastikan dulu isi surat wasiatnya!” “Kenapa papa menyalahkan aku, surat wasiatnya semula aku menerima dua puluh lima persen kekayaannya tapi dia mengubahnya, dan pengacara itu sama sekali tidak bisa diandalkan, harusnya
Laras menatap rantang yang dia bawa. Dia sengaja masak daging dan juga ayam hari ini. Sejujurnya dia sama sekali tak tahu apa makanan kesukaannya. Lebih dari seperempat abad dia mengenalnya tapi mereka bahkan bisa dibilang orang asing dalam satu rumah. Ini akan canggung, tentu saja. Laras tidak pernah bersikap baik pada ayahnya seumur hidupnya pun demikian dengan sang ayah. Yang dia ingat dari sosok itu hanya bentakan dan pukulan, tak ada yang lain. Tapi hari ini dia mau menyempatkan diri untuk menjenguk serta membawakan makanan. Bukan karena dia memaafkannya atau ingin minta maaf karena laki-laki itu harus terlibat masalah seperti ini. Laras tidak bersalah dia selalu menekankan hal itu pada dirinya sendiri. Ini salah ayahnya sendiri kenapa begitu lancang meminta uang pada mertuanya, kenapa ayahnya begitu tak tahu malu melakukan itu semua. Padahal uang milyaran yang diberikan Pram saja sudah dia berikan semua. Laras tahu meski kecil dalam hati kecilnya dia masih menyayang
Pram menatap Alisya yang makan dengan tenang. “Tumben suamimu membiarkanmu lepas seperti ini.” Alisya tak menanggapi dia mengaduk jusnya dan menyerutnya dengan tenang, Clara sudah pergi sepuluh menit yang lalu tak tahan dengan sikap dingin Alisya dan juga sikap Laras yang menganggap wanita itu tak ada di sana. Hanya Pram yang masih sesekali berbicara dengannya, meski itu juga seolah terpaksa, wanita itu merajuk. Pram tahu itu tapi dia tidak wajib membujuknya, tentu saja jadi yang dia lakukan adalah meneruskan makan siang mereka dengan tenang. Baik Laras maupun Alisya seperti tak peduli dengan kepergian Clara, hanya saja saat Laras pergi ke kamar mandi Pram tidak tahan dalam keadaan seperti ini, hubungan keduanya sangat baik dan hangat tentu saja Pram tak ingin membuat masalah dengan Alisya. Karena bagaimanapun dia menyayangi wanita itu. Alisya melambaikan tangan pada pelayan yang lewat dan memesan dua mangkuk ice cream strawberry dan setelah pelayan menghidangkannya dia memberika
“Aku suka caramu membuat format laporan simple dan praktis, aku minta kamu melakukan hal yang sama untuk laporan yang masuk siang ini.” Ini pengalaman pertamanya bekerja dengan Pram, ternyata suaminya itu sangat teliti dan perfecsionis, untung saja Laras bukan tipe orang yang menye-menye bahkan tadi Pram menegurnya dengan keras saat membuat kesalahan tapi tak segan memuji jika pekerjaan Laras memuaskan. Pram di kantor dan di rumah sangat berbeda, Laras tak tahu dia lebih menyukai versi suaminya yang mana, tapi yang jelas Laras sangat tidak menyukai suaminya saat ada di dekat wanita ini. “Pram apa semua baik-baik saja? kamu sepertinya sangat sibuk apa perlu aku juga bekerja di sini?” Laras langsung mengangkat kepalanya dan menatap Clara yang tiba-tiba datang lalu memeluk Pram seolah mereka sepasang kekasih. Pram yang tak enak hati langsung melepaskan pelukan Clara tapi wanita itu sepertinya urat malunya sudah putus bahkan beberapa karyawan yang melintas sempat menoleh pada ruangan
Pram tahu kalau sang istri ingin sekali pergi dari tempat ini secepatnya, tapi dia tidak akan membiarkan hal itu. Pram tak perlu obat tidur untuk membuat sang istri tidur lelap. Kekenyangan adalah obat tidur paling mujarab untuk Laras, Pram bahkan yakin istrinya itu tidak akan bangun meski ada gempa saat sudah tidur. Hidup bersama dalam satu atap beberapa bulan ini membuat Pram tahu sekali kebiasaan istrinya itu. Setelah yakin Laras tertidur Pram masuk ke kamar bibi yang ditempati wanita itu, bukan masalah jika kamar itu terkunci, Pram tahu dimana letak kunci cadangannya. “Wah kamu benar-benar seperti beruang yang sedang hibernasi,” gumam Pram yang melihat Laras sudah pulas padahal baru saja mereka berdebat. Perlahan dia mengangkat tubuh sang istri dan memindahkannya ke kamar utama, benar dugaannya jangankan terbangun saat dipindahkan terganggu saja tidak. “Astaga benar-benar kamu ini,” kata Pram sambil menggeleng
Laras tak bisa tidur malam ini, bahkan setelah meminum pil pereda nyeri. Padahal badannya sakit semua serasa baru dipukuli orang satu kampung.Tapi...Perutnya lapar dan itu berbahaya. Karena Laras tidak suka kelaparan. Tapi kali ini dia akan bertahan di dalam kamar ini. Dia tidak pernah kembali kekamar utama dan memilih tidur di kamar bibi, agak sempit memang dan tentu saja fasilitasnya tidak seperti kamar utama, tapi tentu saja kamar ini lebih baik dari kontrakan Laras dan ibunya dulu paling tidak kasurnya sangat empuk dan atapnya tidak bocor dan yangpaling penting... tempat tidurnya kecil. Pram tidak akan mau tidur di sini. Bukan Laras terlalu percaya diri kalau sekarang Pram memang mau tidur dengannya. Laki-laki itu sendiri yang mengatakan, terutama setelah kejadian tadi. Sayangnya perutnya benar-benar tak bisa kompromi, dengan kesal Laras bangun dan mengendap masuk ke dapur, dia tidak tahu apa masih ada sisa bahan makanan atau tidak. “Sabar ya, Sayang. Kita cari dulu,” ka
"Apa kamu bermaksud ingin menggodaku." Laras berbalik untung saja dia tidak refleks menyiramkan air yang dia pegang pada Pram. "Apa maksudmu dengan menggoda, aku sedang minum?" Pram tersenyum miring dan menatap Laras dari atas ke bawah terang-terangan, Laras yang mengikuti arah pandangan Pram langsung sadar kalau sekarang dia hanya menggunakan baju tidur kurang bahan. "Sialan! Mau aku colok matamu," jawab Laras ketus. Laras meletakkan gelasnya dengan kasar dan buru-buru lari ke kamar sial kenapa dia bisa lupa. Tapi Pram tak membiarkan sang istri untuk pergi dari hadapannya. "Siapa yang menyuruhmu pergi, kamu harus tanggung jawab." "Apa maksudmu?" tanya Laras sambil menelan ludah. "Tentu saja karena membuat aku menginginkanmu," kata Pram sambil tersenyum jahil. Laki-laki itu menarik tangan sang istri kuat. Kalah tenaga, Laras teerhuyung ke depan dan jatuh tepat dipelukan suaminya. "Lepas! ini pelecehan!" "Hahaha... kamu lupa kita suami istri bahkan aku berhak m
"Percaya diri sekali aku. Pram tidak akan masuk ke kamar ini, kami tidak perlu pura-pura di sini." Laras memilih baju-baju yang tergantung di sana, bukan seleranya memang tapi dia tidak mungkin memakai baju yang tadi untuk tidur. Lagi pula ada selimut, dia bisa menggulung tubuhnya seperti kepompong dan tidur nyenyak sampai pagi. Laras mengangguk itu rencana yang sangat bagus menurutnya. Dia segeraa mengambil satu baju asal saja, dan membawanya ke kamar mandi saat keluar dari kamar mandi Laras langsung berlari ke atas ranjang dan menggulung dirinya dengan selimut tebal, tapi tak lama dia kembali membuka selimut itu karena panas dan pengap, akhirnya dia hanya menutupi tubuhnya dengan selimut meski masih kepanasan tapi dia harus bisa bertahan, menurunkan suhu ruangan menjadi pilihannya. Laras menunggu dengan tegang di dalam kamar, dia memang sudah mengunci pintu kamar ini khawatir Pram tiba-tiba masuk dan melihatnya yang sedang berpakaian tak layak. Sampai jauh malam Laras sama se