Kukembalikan Suamiku pada Istri Pertamanya

Kukembalikan Suamiku pada Istri Pertamanya

last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-01
Oleh:  Siska_ayu  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
4 Peringkat. 4 Ulasan-ulasan
86Bab
51.6KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Aluna, wanita cantik yang siang tadi melangsungkan pernikahan dengan kekasihnya, Rayan, mendapati suaminya itu sedang menelpon seseorang di malam pertama mereka. Tanpa diduga, orang yang ditelpon laki-laki yang sudah sah menjadi suaminya itu adalah seorang wanita yang merupakan istri pertama dari Rayan. Aluna pun tak terima hingga pergi dari hotel tempat mereka akan menghabiskan malam pertama. Tanpa sepengetahuan Rayan, Aluna pun menemui istri pertama suaminya yang ternyata cacat alias tidak bisa berjalan. Aluna pun memutuskan untuk berpisah dengan Rayan dan membiarkan suaminya itu kembali lagi pada istri pertamanya yang bernama Rumaisha. Siapa sangka, di balik pernikahan Rayan dengan Rumaisha, ternyata banyak hal yang tak terduga. Apakah Aluna akan tetap memutuskan untuk bercerai? Bagaimana kehidupan selanjutnya Aluna, Rayan, dan Rumaisha?

Lihat lebih banyak

Bab terbaru

Pratinjau Gratis

Bab 1

"Maafkan, Mas, ya. Untuk beberapa hari ke depan, sepertinya Mas belum bisa mengunjungimu. Kamu jaga diri baik-baik. Jangan lupa makan yang bener, biar cepat sehat!" Mas Rayan, suamiku, menyimpan gawainya dengan senyum yang masih mengembang di bibirnya.Aku tertegun di ambang pintu kamar mandi. Mengenakan pakaian resmi khas istri di malam hari. Jantungku berdegup kencang mendengar perbincangkan laki-laki yang siang tadi baru saja mengucap ijab qobul di depan penghulu dengan seseorang di sebrang sana yang entah siapa. Namun, satu hal yang pasti. Aku yakin bahwa yang baru saja dihubunginya itu seorang perempuan.Mas Rayan, yang baru menjadi lelaki halalku beberapa jam lalu sempat terlihat terkejut saat memandang ke arahku. Namun, sesaat kemudian, dia berusaha mengendalikan keadaan dengan berpura-pura tidak ada apa-apa."Sayang, sudah selesai mandinya?" tanyanya seraya berjalan hendak menghampiriku.Aku menatapnya tajam. Debaran di dada masih begitu kuat hingga gemuruhnya seakan terdengar

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
b_lily04
Ceritanya bagus. Ada banyak hal yg bisa dijadikan pelajaran. Tentang ikhlas yg mudah diucapkan tapi sulit dilaksanakan. Tentang sabar... dan jangan lupa melibatkan Allah Ta'ala dalam setiap aspek kehidupan kita. Sukses terus buat author.
2023-03-03 12:44:44
0
user avatar
Alkherissa Arini Rachmawan
keren banget sih ceritanyaaa
2022-10-14 23:31:51
0
user avatar
Deni Ahyani
keren keliatan bgt ini penulis udh profesional, jarang bgt skrg Nemu novel yg bgs
2022-08-28 06:37:36
2
user avatar
Maulina Fikriyah
Recommended, wajib baca ini.
2022-08-11 10:44:48
0
86 Bab

Bab 1

"Maafkan, Mas, ya. Untuk beberapa hari ke depan, sepertinya Mas belum bisa mengunjungimu. Kamu jaga diri baik-baik. Jangan lupa makan yang bener, biar cepat sehat!" Mas Rayan, suamiku, menyimpan gawainya dengan senyum yang masih mengembang di bibirnya.Aku tertegun di ambang pintu kamar mandi. Mengenakan pakaian resmi khas istri di malam hari. Jantungku berdegup kencang mendengar perbincangkan laki-laki yang siang tadi baru saja mengucap ijab qobul di depan penghulu dengan seseorang di sebrang sana yang entah siapa. Namun, satu hal yang pasti. Aku yakin bahwa yang baru saja dihubunginya itu seorang perempuan.Mas Rayan, yang baru menjadi lelaki halalku beberapa jam lalu sempat terlihat terkejut saat memandang ke arahku. Namun, sesaat kemudian, dia berusaha mengendalikan keadaan dengan berpura-pura tidak ada apa-apa."Sayang, sudah selesai mandinya?" tanyanya seraya berjalan hendak menghampiriku.Aku menatapnya tajam. Debaran di dada masih begitu kuat hingga gemuruhnya seakan terdengar
Baca selengkapnya

Bab 2

Mas Rayan terlihat tersentak dengan kata-kataku. Tajam dan penuh penekanan. Bagiku, pernikahan yang diawali dengan kebohongan tidak akan berlangsung bahagia. Pernikahan itu suatu ikatan yang sakral dan suci. Dimulainya harus dengan kejujuran dan keterbukaan. "Mas mohon, Lun. Jangan tinggalkan, Mas. Mas benar-benar mencintaimu. Mas menikahinya hanya karena tanggung jawab. Demi Tuhan, Mas tidak pernah menyentuhnya!" Mas Rayan memandangku sendu. Mas Rayan tidak mau melepaskan tangannya dari tanganku. Aku sudah berusaha, tapi tenaganya jauh lebih besar. "Omong kosong. Mana ada udah nikah berbulan-bulan tapi tidak pernah disentuh. Kebohongan apalagi yang kamu buat, Mas? Drama apa lagi yang sedang kamu rencanakan?" Aku memandangnya dengan tatapan menghujam."Aku berani bersumpah. Aku masih suci dan belum pernah menyentuhnya. Hanya kamu satu-satunya wanita yang kuinginkan. Bukan yang lain." Mas Rayan terus mengiba. Namun, hatiku terlanjur sakit dengan pengakuannya. Apa pun yang dikatakann
Baca selengkapnya

Bab 3

Aku menunduk. Menyembunyikan wajah yang pasti terlihat menyedihkan dan berantakan."Kamu kenapa? Bukannya ini malam pertama kamu?" tanya Mas Zidan dengan nada heran."Karina ada, Mas?" Aku malah balik bertanya. Tanpa sanggup mengangkat wajah."Ada. Dia ada di kamarnya. Yuk, masuk!" Mas Zidan memberikan jalan. Membiarkan aku masuk ke dalam rumahnya."Kamu duduk dulu, ya. Biar aku panggil dulu Karin-nya." Aku hanya mengangguk lalu duduk di atas sofa. Sementara Mas Zidan, naik tangga hendak memanggil Karin yang kamarnya memang di lantai dua.Karin adalah satu-satunya sahabatku. Kami bersahabat sejak masuk SMA kemudian kuliah di universitas yang sama. Sedangkan Mas Zidan adalah kakaknya. Yang juga bos di tempatku bekerja.Namaku Aluna. Usiaku baru dua puluh dua tahun. Setelah lulus kuliah beberapa bulan yang lalu, aku langsung melamar pekerjaan ke perusahaan milik keluarga Karin. Kebetulan memang sedang ada lowongan sebagai staf akunting sesuai jurusan yang kuambil saat kuliah.Sementara
Baca selengkapnya

Bab 4

Mas Zidan menggeser tubuhnya. Membiarkan aku berhadapan langsung dengan suamiku itu.Mas Rayan melangkah. Matanya yang memerah menatap mataku lekat. Sepertinya pria di hadapanku itu tidak tidur semalaman. Atau mungkin ... menangis? Rasa iba seketika menggelayut di hati."Lun. Tolong ikut pulang sama Mas! Kita baru satu hari menikah. Masa sudah berjauhan seperti ini?" pintanya mengiba.Aku menghela napas berat. Sebenarnya malu harus berdebat di rumah orang seperti ini. Namun, apalah daya. Aku belum ingin ikut pulang bersamanya. Nyeri di dadaku masih begitu hebat. Rasa kecewaku masih membumbung tinggi."Maaf, Mas. Aku tidak bisa. Pulanglah. Gak perlu temui aku lagi," jawabku pelan."Gak bisa gitu dong, Lun. Kamu itu istri aku. Tanggung jawabku. Kenapa malah tinggal di rumah orang lain yang gak ada hubungan apa-apa sama kamu?" protes Mas Rayan melirik Mas Zidan yang berdiri tak jauh dariku.Memang benar apa yang dia katakan. Aku pun sebetulnya sungkan tinggal di sini lebih lama lagi."Ma
Baca selengkapnya

Bab 5

"Gak perlu dipikirkin. Mungkin aku yang salah lihat. Makanya aku gak cerita sama kamu." Karin kembali berkata.Mana mungkin Karin salah lihat. Sedangkan dia juga sudah kenal Mas Rayan cukup lama."Lalu, sekarang apa yang akan kamu lakukan?" tanya Karin."Entahlah, Rin. Aku gak mau punya suami yang juga suami orang. Sedikit pun aku tidak bermimpi untuk menjadi istri kedua. Sepertinya, aku akan meminta cerai saja." Aku menunduk. Menggigit bibir kuat-kuat menahan nyeri yang begitu menusuk hati. Tak sedikit pun terbersit di benakku dulu, harus menjadi janda di usia pernikahan yang bahkan baru hitungan jam."Jangan gegabah, Lun. Apalagi pernikahan kalian baru satu hari. Cari tau dulu apa yang sebenarnya terjadi. Aku kenal Mas Rayan. Dia benar. Dia gak mungkin menyakitimu dengan sengaja. Kamu pasti jauh lebih mengenal dia daripada aku. Mungkin ada suatu hal yang mendesak yang membuatnya melakukan semua itu. Saranku, lebih baik kalian duduk bertiga. Bicara dengan kepala dingin." Luna menaseh
Baca selengkapnya

Bab 6

Aku memandang wajah ibu yang sudah mulai terlihat kerutan di beberapa bagian. Tak tega rasanya menghancurkan perasaannya dengan masalah yang sedang menimpaku."Mas Rayan ...." Aku bingung untuk melanjutkan ucapan. Hanya bisa menunduk untuk menyembunyikan kebohongan.Tiba-tiba saja terdengar deru mesin mobil memasuki halaman. Aku menoleh. Mas Rayan. Kenapa dia tau kalau aku pulang ke sini? Apa Karin memberitahunya?"Itu suamimu, Lun," ucap ibu saat Mas Rayan turun dari mobilnya dan memamerkan senyum hangat.Mas Rayan berjalan mendekat. Mengulurkan tangannya pada ibu lalu mencium punggung tangan ibu."Mobil Rayan tadi pecah ban, Bu. Ditambal dulu sebentar. Jadi Luna minta jalan kaki duluan karena udah dekat. Iya kan, Sayang?" Mas Rayan merangkul bahuku mesra."I-iya, Bu," jawabku sedikit tergagap. Pintar sekali suamiku itu mencari alasan. Apalagi di dekat sini memang ada tukang tambal ban."Oh, gitu. Ya sudah. Ayo pada masuk!" Ibu menggeser tubuhnya. Memberi jalan padaku dan Mas Rayan u
Baca selengkapnya

Bab 7

Aku terbangun saat suara adzan subuh dari masjid terdekat berkumandang. Rupanya semalam aku langsung tertidur. Mungkin gara-gara kemarin malam aku kurang tidur, jadinya malam ini begitu nyenyak. Aku menoleh ke samping. Tempat Mas Rayan semalam membaringkan tubuhnya di sisiku. Sudah kosong. Itu artinya dia sudah bangun. Aku pun segera beranjak dari ranjang, lalu berjalan menuju kamar mandi."Sudah bangun, Lun?" tanya ibu yang baru keluar dari kamar mandi."Iya, Bu," jawabku. "Mas Rayan ke mana ya, Bu? Kok gak ada? Kirain di kamar mandi?" lanjutku."Oh. Nak Rayan pergi ke mesjid sama bapak. Mau solat subuh berjamaah katanya. Dia udah bangun dari jam tiga tadi. Solat tahajud sama tadarus. Kamu beruntung punya suami seperti dia. Sekarang sudah jarang banget laki-laki yang mau melaksanakan solat tahajud. Apalagi solat berjamaah di mesjid. Yang ada masih melingkar di kasur dibungkus selimut," tutur ibu panjang lebar.Aku mengernyitkan dahi. Benarkah itu semua? Atau hanya pencitraan agar di
Baca selengkapnya

Bab 8

"Luna di sini saja dulu, Pak. Dia juga masih cuti kerja kan. Nanti sore baru saya jemput ke sini," jawab Mas Rayan sambil memegangi kedua bahuku mesra."Oh. Gitu," timpal bapak.Aku hanya mengangguk sambil tersenyum kikuk."Saya berangkat ya, Pak, Bu!" Mas Rayan mencium punggung tangan bapak dan ibu bergantian."Sayang, Mas berangkat ya," tuturnya sambil mengulurkan tangannya. Meski berat, akhirnya aku pun menyalami tangan Mas Rayan sambil menciumnya. Setelah itu, ia menciumi keningku lembut.Aku tidak bisa menolak karena ada ibu dan bapak yang memperhatikan kami."Kamu jaga diri baik-baik, ya. Assalamu'alaikum," ujarnya sambil berlalu keluar rumah."Wa'alaikum salam," jawabku sambil mengikuti langkahnya. Memperhatikan ia sampai duduk di balik kemudi. Dan mobilnya hilang membelah jalanan.Aku menghela napas lega. Syukurlah sekarang dia sudah pergi. Aku pun kembali masuk ke dalam. Menghampiri bapak dan ibu yang masih berada di ruang depan."Kamu kenapa, Lun? Baru nikah dua hari kok mal
Baca selengkapnya

Bab 9

Dering ponsel milik Mas Rayan tak kunjung berhenti. Aku menatapnya. Laki-laki dengan rahang kokoh itu seperti tak terganggu dengan nada yang mengalun dari ponsel pintarnya. Terus fokus mengemudi menatap jalanan."Kenapa tidak diangkat?" tanyaku ketus."Di jalan mana boleh menerima telepon, Sayang. Bahaya. Sepenting apapun itu, lebih penting lagi keselamatan jiwa. Apalagi ada orang yang kusayangi sedang bersamaku. Mana mungkin aku membiarkanmu celaka," jawab Mas Rayan tenang. Tatapannya tetap lurus ke depan.Aku tak menjawab lagi. Tak ingin berdebat dengan sesuatu yang memang hal itu benar. Namun, suara dering telepon untuk kesekian kalinya membuatku penasaran."Biar aku yang angkat," tuturku pada Mas Rayan sambil meraih benda pipih itu.Aku menatap layar ponsel Mas Rayan. Wajah cantik Bu Ida, mertuaku terpampang di sana. Ternyata kecurigaanku salah. Aku pun segera menggeser tombol hijau itu lalu mendekatkannya ke telinga."Assalamualaikum," sapa seseorang yang begitu kukenal suaranya
Baca selengkapnya

Bab 10

Setelah mengecek Wa milik Mas Rayan, aku pun beralih ke galeri. Mungkin Mas Rayan menyimpan salah satu foto wanita itu. Nihil, tak kutemukan satu foto pun di sana. Galeri itu hanya dipenuhi oleh fotoku juga dirinya sendiri.Mas Rayan tiba-tiba bergerak dalam tidurnya. Lekas aku simpan kembali benda pipih itu. Setidaknya aku sudah mempunyai nomor wanita yang bernama Rumaisha.Aku pun naik kembali ke atas ranjang. Memejamkan mata dan tertidur.Selepas solat subuh, aku bergegas turun ke bawah. Menuju ke dapur di mana sudah mulai terdengar suara-suara khas perdapuran. "Pagi, Mbok," sapaku pada Mbok Acih yang sedang menyiapkan sarapan."Pagi, Nyony eh, Luna," jawab Mbok Acih serba salah.Aku hanya tersenyum. "Luna bantu ya, Mbok?" "Gak usah. Biar Mbok aja. Luna duduk saja," tolak Mbok Acih."Gak apa-apa. Soalnya Luna juga bingung mau ngapain. Di rumah juga biasanya suka bantuin ibu masak."Mbok Acih hanya mengangguk sambil tersenyum."Duh, mantu ibu yang cantik udah di dapur aja," tutu
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status