“Alisya keluar kamu pelakor!”
Berada di dekat orang yang dicintai, diperhatikan dan ditraktir makan gratis lagi ada nggak sih orang yang akan menolak hal seperti ini?Jawabnya tentu saja yaitu Alisya.Rasa takut selalu hadir dalam dirinya sejak dia tahu Pandu menghadirkan orang lain dalam pernikahan mereka dan tak tanggung-tanggung wanita itu kini menjadi ratu di hati dan istana suaminya.Rasa takut jika hatinya akan kembali terluka saat Sekar kembali hadir di antara mereka dan rasa itu terbukti benar.Alisya mengenal suara itu dengan baik dan andai bisa dia lebih memilih tetap di dalam rumahnya yang nyaman saja dari pada harus meladeni Sekar.Kucing cantik yang manja itu kini telah menunjukkan watak aslinya sebagai harimau yang siap menerkam mangsanya.Alisya memejamkan mata saat suara itu terdengar lagi, ini memang belum terlalu malam. Alisya bahkan baru saja menyelesaikan makan malamnya dan akan mencuci piringBekerja di sini membuat Alisya tidak sempat merasa galau."Mbak Alisya jam sembilan diminta pak Firman ikut meeting di luar," kata Laras sekretaris Pak Firman. Meeting dadakan bukan hal yang baru untuk Alisya, sebagai pegawai bagian keuangan dia terbiasa ikut kemanapun jika atasannya meminta untuk melakukan perincian harga proyek yang akan mereka kerjakan. Devisi keuangan memang hanya memiliki tiga orang pegawai termasuk dirinya. Tak jarang mereka harus lembur untuk memenuhi tuntutan kerja. Seharusnya memang menambah pegawai di bagian ini. Akan tetapi sebagai pegawai baru tentu saja Alisya hanya bisa diam. Gaji yang mereka berikan memang besar sangat sesuai dengan apa yang mereka kerjakan, jika saja Alisya bukan wanita yang sedang mengandung bayi kembar tentu dia tidak akan keberatan dengan itu semua tapi lagi-lagi dia tak bisa berbuat banyak karena memang sangat membutuhkan pekerjaan ini. "Kamu sibuk banget, Al?" Alisya yang sedang bersiap dengan beberapa dokumen penunjang yan
Sekar seperti bensin yang berusaha mencari api, tanpa peduli nantinya dirinya dan juga sekitarnya terbakar. "Kamu tenangkan diri dulu, Al. Tidak usah ikut meeting. Ras, panggil Sigit menggantikan Alisya." Alisya dididik untuk menjadi orang yang mandiri dan bertanggung jawab, melimpahkan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya pada orang lain jelas tak akan dia lakukan. Akan tetapi suara pak Firman yang tegas membuat Alisya tak memiliki pilihan, dia memang belum melihat wajahnya di cermin tapi dari cara pandang teman-temannya dia tahu wajahnya berantakan, belum lagi pipinya yang terasa perih kena cakaran. "Ayo, Al. Aku bantu kembali ke ruangamu dan jelaskan pada Sigit tentang proyek ini." "Maafkan saya, Pak," kata wanita itu menunduk dalam sambil meremas tangannya merasa bersalah, jika pak Firman menganggap dia biang keributan dan dipecat dia tak akan mampu membela diri. "Pak Panji bilang dia akan datang kemari, aku tahu bagaimana kamu Al dan siapa wanita itu, yang aku heraan...
“Aku tidak akan terkejut kalau kamu membelanya lagi tapi aku penasaran apa yang kamu katakan kali ini?” Suara itu terdengar dingin, membuat ruangan itu seolah membeku. Tidak ada yang salah dengan AC ruangan itu, karena tentu saja akan diset normal seperti biasa. “Apa sekarang kamu jadi bisu!” suara itu kembali terdengar, ada kemarahan yang kental di sana, seperti lahar yang siap untuk dimuntahkan. Terdengar helaan napas dati laki-laki yang lebih muda, dia lalu mendongak menatap ayahnya. Penyesalan melumuri hatinya. Apa ini karma? Rasanya tidak juga, dia hanya ingin setia pada gadis yang dicintainya, takdirlah yang membuatnya menikah dengan wanita itu. Akan tetapi takdir tak mampu menghadirkan cinta di hatinya. Dia menyadari telah banyak menorehkan luka di hati wanita yang dengan terpaksa dia nikahi, tapi bukankah dia menebus semuanya dengan membiayai pengobatan ibu mertunya, meski akhirnya dia harus tutup usia. “Maaf,” hanya itu kata yang keluar dari mulutnya setelah cukup lam
“Itu dia!” Padahal Pandu sudah berusaha berbaur dengan rombongan pengacara yang akan membantunya menangani kasus ini. Kasus yang menimpanya sudah banyak menarik perhatian publik meski dirinya belum tentu bersalah ditambah lagi dengan masalah pribadinya yang membuat semua orang jadi penasaran, dia tahu perbuatan Sekar makin menyulitkan posisinya, pantas saja ayahnya begitu marah pada sang istri. Bahkan ada wartawan infotemen juga. Sial dia bukan artis kenapa juga mereka ingin mengorek hidupnya? “Pak Pandu sebaiknya cepat masuk ke ruang sidang, biar kami menghalau para wartawan itu,” kata salah satu tim yang memang ditugaskan untuk menjaga keamanannya. Pandu berjalan cepat menuju arah ruangan yang ditunjukkan oleh kepala keamanan tapi ucapan ayahnya kemarin terngiang kembali di telinganya. “Kamu bukan hanya putraku tapi juga pewaris kerajaan bisnis ini, jika kamu tumbag maka semuanya akan hancur. Papa sudah tua. Waktunya kamu
Baiklah mari kita bercerai. Alisya memejamkan mata, saat sedang tak ada pekerjaan seperti ini membuatnya sebal karena otaknya akan berpikir hal yang tidak-tidak. “Kalian masih banyak pekerjaan. Mau aku bantu?” tanya Alisya menawarkan diri. Sigit dan Anton teman satu tim Alisya di devisi keuangan langsung mengangkat kepalanya dan menatap wanita satu-satunya di ruangan itu seolah wanita itu gila. “kamu baik-baik saja, Al. kamu demam, sebaiknya kamu ke klinik gih,” kata Sigit yang diangguki Anton dengan yakin. “Aku menawarkan bantuan kok malah dibilang sakit,” sewot Alisya. “ini sudah jam pulang, sebaiknya kamu pulang gih nggak baik ibu hamil pulang kemalaman,” kata Anton yang merupakan kepala keuangan, usianya memang sepantaran Alisya dan dia sudah sejak lulus kuliah bekerja di sini. Alisya menghela napas panjang, sejujurnya dia tidak ingin sendiri, berada di rumah akan kembali mengingatkannya pada kenangan menyakitkan tiga hari yang lalu. Kenangan yang membuat Alisya berjuang
Otaknya pasti bermasalah karena kini Pandu malah menjadi penguntit mantan istrinya. Pandu tak pernah menduga kejadian tiga hari yang lalu mempengaruhinya sedemikian rupa. Harusnya dia bahagia bukan, hidup bersama Sekar, wanita yang dia cintai selama ini, tapi kenapa bayangan luka di mata Alisya hari itu membuatnya bahkan tak bisa berhenti memikirkannya barang sedetik pun. “Nyonya ada di taman kota sepulang kerja, Pak bersama temannya. Kami akan terus mengawasi sekitarnya.” “Bagaimana dengan orang-orang itu?” tanya Pandu pada laki-laki berbadan tegap di depannya. “Sepertinya mereka masih mencari kesempatan.” Tak menghiraukan ucapan anak buahnya lagi Pandu berjalan cepat menyebrangi jalan dan benar saja dia melihat Alisya di sana bersama temannya sedang menikmati jajan kaki lima. Keningnya mengernyit tak suka, bukankah jajan di sini tak higienis, Alisya sedang mengandung bagaimana kalau dia sakit perut dan anak mereka....Pan
“Alisya menolak,” kata Pandu dengan nada rendah, ada kegetiran dalam suaranya. Akumulasi dari rasa bersalah dan juga kebingungan yang sedang melandanya. Dia menyesal kenapa hubungannya dengan Alisya jadi seperti ini, semua salahnya memang yang tidak bisa menghargai wanita itu saat menjadi istrinya, dan sekarang setelah Alisya lelah dan memilih lepas darinya rasa tak rela itu mengguyurkanya, membuatnya sesak dalam rasa bersalah. “Sudah papa duga, sejak awal dia bukan wanita gila harta. Dia hanya butuh uang untuk pengobatan ibunya,” kata sang ayah dengan datar. Pandu tahu itu sindiran untuknya yang lebih memilih Sekar. Dia tahu sang ayah sangat menyayangi Alisya meski rasa sayang itu juga dilakukan dengan salah. Tak pernah dia kira ayahnya malah bekerja sama dengan sang dokter untuk membuat Alisya tak kunjung sembuh. Keduanya bertatapan ada penyesalan yang begitu kental dalam mata keduanya, sebagai orang yang sejak kecil bergelut dengan bisnis yang tidak selamanya bersih. Tidak ad
Pintu kamar terbuka dan Sekar masuk dengan senyuman manisnya. “Mas mau makan apa biar aku siapkan?” Pandu menatap istrinya dengan seksama. Ini masih pagi dan Sekar masih dalam masa hukumannya tidak boleh pergi sesuka hatinya, tapi sekarang wanita itu sudah tampil cantik dengan dandanan yang bisa dibilang berlebihan untuk pagi hari dan... di rumah saja. “Kamu mau kemana?” tanyanya. “Oh ini. tidak kemana-mana, aku hanya ingin menyenangkan suamiku,” kata wanita itu dengan kedua tangan yang sudah melingkari pinggang Pandu dan kepala yang rebah di dada bidangnya. Setelah apa yang terjadi tadi malam dan bahkan wanita itu mengusirnya dari kamar mereka, bukankah aneh Sekar bersikap seperti ini. “Apa yang kamu inginkan?” tanya Pandu langsung dia sudah hapal sifat Sekar yang akan bermanis-manis dengannya jika ada yang diinginkan, setelah semalam Pandu dengan tegas mengatakan tidak lagi mengijinkan wanita itu mengikuti arisan konyol