Share

Bab 42

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Andai saja dia bebas menggunakan kruk.

Alisya duduk kelelahan di atas ranjangnya. Semangatnya untuk bisa berjalan lagi tak pernah padam.

Tapi Alisya tahu ada yang tidak menginginkan kesembuhannya jadi dia harus hati-hati.

Tok!tok!

"Al kenapa pintunya di kunci?"

Gawat.

Buru-buru Alisya kembali ke kursi rodanya.

Itu suara suaminya untuk apa laki-laki itu datang ke kamarnya?

"Al?" ketukan tak sabar itu terdengar lagi.

Alisya menghela napas panjang dan merapikan penampilannya. Bukan karena dia ingin tampil cantik di depan Pandu, tapi dia tidak ingin laki-laki itu tahu apa yang barusan dia lakukan.

"Kenapa dikunci?" katanya begitu Alisya membuka pintu.

Alisya belum menjawab pertanyaan Pandu saat laki-laki itu langsung nyelonong masuk ke dalam kamar Alisya dan tidur di ranjang.

"Mas tidak ke kantor?" tanya Alisya.

Tidak lagi bekerja bukan berarti dia melupakan hari.

Ini hari Rabu, artinya masih hari kerja dan setahunya Pandu yang gila kerja, tidak akan pulang da
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 43

    "Bubur ayam?" Pandu menatap bubur ayam di depannya dengan alis terangkat.Apalagi saat Alisya hanya meletakkan mangkuk berisi bubur ayam buatannya di depannya dan Sekar. "Kamu makan apa?" tanya Pandu penasaran. Alisya yang baru saja menggeser kursi rodanya untuk duduk di sisi lain Pandu menatap suaminya dengan bingung. "Aku minum susu sama makan roti," kata Alisya sambil mengambil satu buah roti tawar dari dalam toast. "Hanya itu? memangnya kenyang?" "Sayang, kamu katanya ada meeting pagi ini?" tanya Sekar dengan lembut, tapi matanya menatap tajam pada Alisya. Sebagai sesama wanita tentu Alisya tahu kalau Sekar cemburu padanya, meski dia sama sekali tidak habis pikir kenapa Sekar mau menjadi yang kedua jika tidak siap berbagi. Alisya menggelengkan kepalanya dan melanjutkan makan rotinya, mungkin Pandu hanya heran saja. "Meetingnya di undur," jawab Pandu cepat lalu pada Sekar, lalu pandangannya kembali pada Alisya. "Apa tidak ada bahan makanan?" Alisya menghela napas, ada a

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 44

    “Aku tidak melakukannya! sungguh!” Alisya menatap sekelilingnya dengan tubuh gemetar, dia memang tidak menyukai Sekar, tapi dengan sengaja membunuh janin tak berdosa dalam kandungan wanita itu tentu saja tidak pernah ada dalam pikirannya sama sekali. Pandangan mencemooh dari para pelayan yang datang karena mendengar teriakan Sekar dan Pandu tadi membuat Alisya makin merasa bersalah. “Saya tidak mengira anda sekeji ini, kasihan sekali nyonya Sekar,” kata Bu Titin yang langsung diangguki oleh pelayan yang lain. Dia menatap bibi juru masak yang beberapa hari terakhir ini bersikap lebih baik padanya, tapi wanita itu hanya diam dengan pandangan kecewa. Apa sekali lagi dia akan jatuh dalam jebakan Sekar?Otak Alisya seakan buntu untuk menghadapi semua ini, bayangan Sekar yang berdarah membuatnya menggigil. Demi Tuhan dia tidak ingin terjadi hal yang buruk pada janin yang dikandung Sekar. “Sebaiknya nyonya menenangkan diri dulu, semua pasti baik-baik saja.” Kepala Alisya yang menundu

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 45

    Alisya tahu dia tidak akan dibiarkan bebas begitu saja, penjara memang akan menjadi rumahnya untuk sementara. Kekuasaan dan juga nama baik keluarga suaminya tidak akan membiarkan ada anggota keluarga mereka yang meringkuk di balik jeruji besi. Mereka punya cara tersendiri untuk menghukum orang yang mereka anggap bersalah. Seperti yang terjadi pada dirinya kini. Bahkan tanpa mendengar penjelasannya terlebih dahulu. Setelah tangisnya mereda dan permohonannya berakhir sia-sia, kini otak Alisya kembali bekerja dengan baik, dia tidak bisa hanya terkurung di sini tanpa menemui ibunya. Dua kali dalam sebulan sudah cukup sulit baginya, apalagi jika dia tidak bisa keluar sama sekali, belum lagi dia juga harus mengunjungi dokter Adam. Alisya menggeleng, apa Pandu masih memberinya kesempatan untuk mendatangi dokter Anwar? Bukankah laki-laki itu tadi tidak mengatakan apapun soal itu. Itu bisa dimanfaatkan. Jadwal kontrolnya pada sang dokter tinggal beberapa hari lagi, sebenarnya dia mema

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 46

    “Papa bisakah papa membantuku.” Itu kata pertama yang diucapkan Alisya begitu panggilan terhubung dengan ayah mertunya. Sesaat keheningan melingkupi mereka berdua, Alisya tak tahu ada di mana ayah mertuanya saat ini. “Apa yang kamu inginkan? Maaf dari Pandu? Itukah yang kamu inginkan?” terdengar nada suara dingin ayah mertuanya. Alisya menelan ludahnya dengan pahit. Selama ini ayah mertuanya adalah satu-satunya orang yang membelanya jika Pandu dan ibu mertunya menindasnya. Ayah mertuanya juga yang meminta Pandu untuk lebih adil pada kedua istrinya, meski Alisya juga sempat kecewa saat laki-laki itu juga menyetujui pernikahan suaminya dengan Sekar. Akan tetapi mendengar nada suara ayah mertuanya, Alisya tak yakin lagi untuk bisa meminta bantuan. Itu, tapi dia tidak akan kalah sebelum berperang bukan?“Maafkan saya papa, tapi saya tak bisa meminta maaf pada mas Pandu untuk kondisi Sekar sekarang, karena saya tidak be

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 47

    Alisya tak sempat lagi mencopot sprei yang tergantung di pagar balkonSemua orang setelah ini pasti akan tahu kalau dia nekad turun dari balkon kamarnya. Perut Alisya terasa sakit tapi tak ada waktu untuk mengeluh. Tak ada kesempatan lagi, dengan langkah tertatih dia menaiki kursi rodanya, untunglah rodanya tidak macet meski di jalankan di jalan berumput. “Nyonya Alisya!” Dia ketahuan. Tukang kebun itu memang sudah tua, tapi dia tidak buta apalagi satu-satunya orang yang menggunakan kursi roda di rumah ini hanyalah Alisya.“Tunggu! Nyonya mau kemana!” Alisya tak menggubris teriakan itu, dia berjuang untuk mencapai pagar rumah. masih ada satpam tentu saja di sana, dia harus memikirkan cara untuk melalui mereka. Dan benar saja teriakan tukang kebun itu membuat semua orang di dalam rumah keluar. Alisya tak memiliki kesempatan lagi dia harus berpikir cepat. Sebuah mobil asing terlihat terparkir di halaman rumah, Alisya tak tahu itu mobil siapa tapi dia tentu tidak punya banyak pili

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 48

    Uang di Atm Alisya tidak cukup untuk uang muka operasi ibunya. Uang bulanan dari Pandu memang besar tapi dia memilih menjadikannya perhiasan. Keputusan yang tidak tepat di saat seperti ini, karena dia butuh pergi ke toko emas dulu untuk menjadikannya uang lagi. Alisya memegang ponselnya berusaha menghubungi Pram, tapi dia membatalkannya, dia tak ingin merepotkan Pram. Dia yakin masih bisa mengatasi semua ini. Sahabatnya itu sudah banyak membantunya, dan Alisya tidak tahu bagaimana cara membalas kebaikan laki-laki itu. “Saya akan pergi sebentar,” kata Alisya pada petugas administrasi. Wanita itu mengangguk. Alisya menggulir kursi rodanya keluar dari rumah sakit.  pukul tiga sore, dia hanya berharap toko emas itu masih buka. “Toko emas terdekat,” kata Alisya begitu sopir taksi bertanya kemana mereka akan pergi.  Alisya tersenyum lega saat uang sudah ada di tangannya. Dia harus segera kembali ke rumah sakit

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 49

    “Apa yang terjadi?” Itu bukan Alisya yang bertanya tapi Pram. Laki-laki itu juga terlihat kebingungan, suster mendorong kursi roda Alisya lebih cepat dan diikuti Pram di belakangnya. “Ibu tunggu di sin dulu,” kata sang perawat. Wajah Alisya sudah memucat di tempatnya. Apa mereka memutuskan mengoperasi ibunya sekarang tanpa menunggu pembayaran uang muka? Atau tanpa sepengetahuan Alisya, Pandu sudah mengirim uang langsung ke rumah sakit. “Apa ibu akan dioperasi sekarang?” tanya Alisya. Sang suster menatapnya dengan pandangan yang tak dapat Alisya artikan, tapi satu yang pasti Alisya tak suka dengan pandangan itu. “Suster?” tanya Alisya lagi dengna tidak sabar. “Apa saya bisa bertemu ibu dulu sebelum operasi?” Remasan lembut di bahunya membuat Alisya menoleh dan mendapati Pram yang menatapnya dengan senyum sedih. “Lis tenang dulu, dokter sedang berusaha sebaik mungkin. Kamu hanya perlu berdoa.” Alisya tak menjawab dia hanya menunduk dengan tangan gemetar. Sama dengan Pram yang

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 50

    Tubuh Alisya luruh begitu  jasad ibunya sedikit demi sedikit tertutup tanah. “Ikhlaskan, Nak.” Seorang wanita  tua yang merupakan saudara jauh ayahnya mendekapnya dengan erat. Wanita tua itu juga yang telah berbaik hati mengizinkan rumahnya untuk tempat bersemayam jenazah sang ibu untuk sementara sebelum di kebumikan. Alisya tak sanggup melihat ini semua, kekuatan tubuhnya seolah  hilang. Kakinya yang beberapa saat lalu mampu sedikit menompang tubuhnya kini seolah hilang entah kemana. Alisya memang meninggalkan kursi rodanya di mobil Pram. Jalan tanah di area pemakanam membuatnya kesulitan untuk menggunakan kursi roda. Wanita itu sedikit menyeret Alisya menjauh, saat Alisya terlihat seperti akan pingsan. Dalam ketidakberdayaan yang menderanya, Alisya masih ingin mengikuti semua proses pemakanan ibunya, tangannya mencengkeram tanah pekuburan dengan erat seolah itu lah satu-satunya pegangan yang dia punya saat ini. 

Bab terbaru

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 127

    “Aku sudah memeluknya dengan erat mereka pasti baik-baik saja kan,” kata Alisya dengan suara yang makin lama makin melemah.Disebelahnya Laras menangis terisak-isak merasa sangat bersalah andai saja dia tidak perlu ke kamar mandi dan membiarkan Alisya berjalan sendiri...Gadis itu menggeleng dengan putus asa, tangannya menggenggam erat tangan Alisya dan berusaha mencegah wanita itu pingsan, darah mengalir dari luka di pundaknya juga... jalan lahirnya.“Si kembar pasti baik-baik saja, Al. kamu harus kuat jangan menyerah,”kata Laras di sela tangisnya.Tadi saat baru berjalan beberapa langkah Laras terkejut mendengar suara benturan di belakangnya, dia sama sekali tak tahu bagaimana kejadiannya tahu-tahu Alisya sudah terkapar dengan tangan yang memeluk erat perutnya dan Pram yang berlari dengan panik menghampiri wanita itu.Lutut Laras

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 126

    Alisya bangun dengan lebih bersemangat hari ini. Usia kandungannya sudah menginjak minggu ke tiga puluh enam dan dia juga sudah cuti dari tempat kerjanya. Sehari-hari dia hanya di rumah dan tak melakukan apapun, beberapa tetangga juga sudah tidak memesan kue dan makanan lagi padanya, bukannya dia butuh banget uang hasil penjualannya, bukan. Alisya hanya menyukai kesibukannya memasak dan repot di dapur. Tak adanya pekerjaan juga membuatnya mengingat saat masih tinggal di rumah Pandu. Akan tetapi hari ini berbeda baik Pram maupun Laras sama-sama berjanji mengantarnya membeli keperluan untuk anaknya, sedikit telat memang tapi bukan masalah juga selama bayinya belum lahir. “Mau aku jemput?” Alisya membenahi letak ponsel yang dia jepit dengan bahunya saat Pram mengatakan hal itu, tangannya sibuk membuat susu hamil yang biasa diminum. “Aku naik taksi saja kita ketemuan di sana,” kata Alisya yang tahu kalau Pram ada acara terlebih dahulu sebelum menemaninya belanja, sebenarnya bisa

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 125

    Pandu menatap cermin sambil melihat penampilannya secara keseluruhan. “Kamu mau kemana lagi mas?” tanya Sekar terlihat sangat tak terima. Ini hari libur seharusnya mereka bisa menghabiskan waktu bersama seperti sebelumnya, tapi ini bahkan sudah lebih dari lima bulan, Pandu tetap bersikap dingin padanya. Sekar juga sudah memenuhi permintaan Pandu untuk memberikan bayi merepotkan itu pada ayah kandungnya saja. Andrew.Dia memang jadi lebih bebas dan tak perlu lagi mendengar tangis bayi setiap malamnya, tapi dia juga tak punya alasan lagi untuk membuat Pandu tetap menemaninya, rengekan bayi itu terbukti mampu menahan Pandu di rumah meski bukan untuk menemaninya.Sekar kira dengan anak itu tidak ada lagi bersama mereka, sikap Pandu akan jadi seperti dulu, selalu memprioritaskannya dalam hal apapun tapi angannya ternyata terlalu tinggi. “Aku ada urusan,” kata Pandu singkat. Bersama Sekar memang terasa menyebalkan untukny

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 124

    Sekar menolak Andrew mengambil anaknya dengan alasan anak itu masih membutuhkan asinya. “Kamu yang membuat anakku jadi seperti itu, perempuan gila!” maki Andrew pada perempuan yang telah melahirkan anaknya itu. Setelah konferensi pers yang mereka lakukan, laki-laki itu memaksa Pandu untuk mempertemukannya dengan bayinya. Dan Pandu yang tidak punya alasan untuk menolak tentu saja menyetujuinya lagi pula dia punya tujuan lain dengan membawa Andrew melihat bayi itu. Mata laki-laki itu berkaca-kaca saat melihat bayinya untuk pertama kali, hal yang membuat Pandu tertegun sejenak. Laki-laki ini memang brengsek dan kejam pada orang-orang disekitarnya tapi dia sudah sering bertemu orang dan mata itu tak mungkin bohong. Pandu melihat ketulusan di sana, hal yang membuatnya sedikit lega paling tidak ada orang yang benar-benar menyayangi anak itu. Bahkan laki-laki itu secara serius memohon pada Pandu untuk memberikan bayi itu padanya. “Jangan salahkan aku kamu yang mengajakku ketempat itu!”

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 123

    “Dimana bosmu!”Suara itu terdengar penuh kemarahan, membuat Pandu buru-buru berdiri dari duduknya. Kepalanya sedikit pusing karena semalaman tidak tidur dan menenggelamkan diri di ruangan ini tapi suara yang di dengarnya tak bisa dia abaikan begitu saja.Pekerjaan adalah caranya melarikan diri saat ini. supaya tidak lepas kendali dan melakukan hal-hal yang nantinya akan dia sesali.“Pa?”Pintu terjeblak dan sang ayah berdiri di sana dengan wajah merah dan sang sekretaris yang berdiri ketakutan di belakangnya.Ada apa lagi? tidakkah dia diberi kesempatan untuk bernapas barang sejenak saja?“Pergilah!” usir sang ayah pada sekeretarisnya, Pandu hanya mengangguk dan mempersilahkan ayahnya duduk, laki-laki paruh baya itu menghela napas dalam dan menatap putranya dengan putus asa.

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 122

    “Bajingan sialan kamu! Pembunuh!” Pandu baru saja membuka pintu ruangan privat yang sudah dia pesan tapi bukannya sambutan hangat yang dia terima tapi makian dan juga bogeman mentah di wajahnya. Pandu yang tidak siap langsung terhuyung ke luar ruangan dan pegangannya pada gagang pintu terlepas untung saja seorang pelayan yang sedang membawa minuman sigap menghindar sehingga tidak tertabrak olehnya. Para pengunjung wanita yang kaget menjerit histeris. Andrew bahkan merangsek keluar menghampiri lawannya, wajahnya merah padam menahan amarah. Dia memang bukan laki-laki suci, dia bahkan memiliki kelainan yang tak banyak diketahui orang. Jiwanya gelap segelap malam yang sebentar lagi akan datang, tapi sebrengseknya dia dia tidak akan tega menyakiti bayi yang masih dalam kandungan ibunya. Dan laki-laki yang baru saja mendapat bogeman darinya tidak pantas sama sekali disebut manusia dia lebih rendah dari binatang. Membayangkan bayinya yang saat ini menderita karena lahir belum waktunya

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 121

    Pandu ikut tersenyum saat melihat wanita itu tersenyum, tapi dia buru-buru bersembunyi saat tanpa sengaja Alisya menoleh ke belakang.Yah dia merindukan Alisya dan tak puas dengan hanya melihat laporan atau video yang dikirimkan anak buahnya tentang wanita itu.Wajah wanita itu makin cantik saja dimatanya, apalagi dengan perut membesar yang berisi anak-anaknya.Entah pikiran dari mana dulu Pandu meragukan anak yang dikandung wanita itu, padahal jelas-jelas dia merasakan dadanya berdebar kencang saat melihat wanita itu mengelus perutnya, dia juga ingin melakukan hal yang sama. Hal yang tak pernah dia rasakan pada kehamilan Sekar.Dia sudah berjanji pada Alisya memang untuk tidak menemui wanita itu tanpa diminta, tapi rasa rindu ini membuatnya mengabaikan semua, dia tidak menemui Alisya dia hanya ingin melihat wanita itu... meski dari jauh.

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 120

    Ini Tidak benar. Kenapa anak itu juga harus menambah kesialan Sekar. Sekar menarik napas panjang berusaha menenangkan dirinya, perjanjian kemarin dia baca sangat merugikannya dan tentu saja dia tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Dia harus menghubungi Andrew dan mengatakan semua. Bagaimanapun laki-laki itu ayah bayinya dia harus bertanggung jawab, meski bukan dengan menikahinya. “Drew!!! Hu...hu...” Seperti biasanya Andrew langsung mengangkat panggilannya di dering pertama, seolah panggilannya memang sudah ditunggu, meski itu tidak mungkin bukan Andrew orang sibuk.Andai saja laki-laki ini tidak menganut paham ‘no Marriage’ dan bisa bersikap lebih lembut , tentu Sekar akan mengejarnya meski hatinya tak memiliki rasa cinta. “Kamu kenapa?” tanya Andrew di seberang sana terdengar khawatir.“Aku di rumah sakit.. hu..hu... jatuh...di kamar karena mas Pandu cemburu kita bertemu... dan anak kita...hu...hu.” “Apa yang terjadi pada anak kita! Katakan Sekar!” kata Andrew di ujung

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 119

    "Baiklah aku akan membawamu kesana."Pandu berdiri dan meraih kursi roda yang ada di sudut ruangan dan mendorongnya mendekati ranjang Sekar.Wanita itu menatap benci pada benda yang ada di tangan suaminya, dia bukan orang lumpuh."Naiklah.""Aku tidak mau naik itu!" kata Sekar keras kepala."Lalu?""Mas kan bisa gendong aku," kata Sekar tanpa rasa bersalah sedikitpun."Maaf aku sedang capek, jika kamu tidak mau ya sudah," kata Pandu tak mau repot-repot menuruti perintah istrinya.Sekar menatap Pandu dengan kesal. Tapi dia tidak punya pilihan lain, perlahan dia bangkit, dia berharap Pandu membantunya atau setidaknya menggendongnya ke kursi roda tapi laki-laki itu hanya menatap datar padanya yang terlihat kesusahan."Kenapa mas tidak

DMCA.com Protection Status