Share

Bab 43

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-29 19:01:06

"Bubur ayam?"

Pandu menatap bubur ayam di depannya dengan alis terangkat.

Apalagi saat Alisya hanya meletakkan mangkuk berisi bubur ayam buatannya di depannya dan Sekar.

"Kamu makan apa?" tanya Pandu penasaran.

Alisya yang baru saja menggeser kursi rodanya untuk duduk di sisi lain Pandu menatap suaminya dengan bingung.

"Aku minum susu sama makan roti," kata Alisya sambil mengambil satu

buah roti tawar dari dalam toast.

"Hanya itu? memangnya kenyang?"

"Sayang, kamu katanya ada meeting pagi ini?" tanya Sekar dengan lembut, tapi matanya menatap tajam pada Alisya.

Sebagai sesama wanita tentu Alisya tahu kalau Sekar cemburu padanya, meski dia sama sekali tidak habis pikir kenapa Sekar mau menjadi yang kedua jika tidak siap berbagi.

Alisya menggelengkan kepalanya dan melanjutkan makan rotinya, mungkin Pandu hanya heran saja.

"Meetingnya di undur," jawab Pandu cepat lalu pada Sekar, lalu pandangannya kembali pada Alisya.

"Apa tidak ada bahan makanan?"

Alisya menghela napas, ada a
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Cahyaningsih Nuri
Alisya ngidam... aduh author kok jahat ama Alisya ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 44

    “Aku tidak melakukannya! sungguh!” Alisya menatap sekelilingnya dengan tubuh gemetar, dia memang tidak menyukai Sekar, tapi dengan sengaja membunuh janin tak berdosa dalam kandungan wanita itu tentu saja tidak pernah ada dalam pikirannya sama sekali. Pandangan mencemooh dari para pelayan yang datang karena mendengar teriakan Sekar dan Pandu tadi membuat Alisya makin merasa bersalah. “Saya tidak mengira anda sekeji ini, kasihan sekali nyonya Sekar,” kata Bu Titin yang langsung diangguki oleh pelayan yang lain. Dia menatap bibi juru masak yang beberapa hari terakhir ini bersikap lebih baik padanya, tapi wanita itu hanya diam dengan pandangan kecewa. Apa sekali lagi dia akan jatuh dalam jebakan Sekar?Otak Alisya seakan buntu untuk menghadapi semua ini, bayangan Sekar yang berdarah membuatnya menggigil. Demi Tuhan dia tidak ingin terjadi hal yang buruk pada janin yang dikandung Sekar. “Sebaiknya nyonya menenangkan diri dulu, semua pasti baik-baik saja.” Kepala Alisya yang menundu

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-30
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 45

    Alisya tahu dia tidak akan dibiarkan bebas begitu saja, penjara memang akan menjadi rumahnya untuk sementara. Kekuasaan dan juga nama baik keluarga suaminya tidak akan membiarkan ada anggota keluarga mereka yang meringkuk di balik jeruji besi. Mereka punya cara tersendiri untuk menghukum orang yang mereka anggap bersalah. Seperti yang terjadi pada dirinya kini. Bahkan tanpa mendengar penjelasannya terlebih dahulu. Setelah tangisnya mereda dan permohonannya berakhir sia-sia, kini otak Alisya kembali bekerja dengan baik, dia tidak bisa hanya terkurung di sini tanpa menemui ibunya. Dua kali dalam sebulan sudah cukup sulit baginya, apalagi jika dia tidak bisa keluar sama sekali, belum lagi dia juga harus mengunjungi dokter Adam. Alisya menggeleng, apa Pandu masih memberinya kesempatan untuk mendatangi dokter Anwar? Bukankah laki-laki itu tadi tidak mengatakan apapun soal itu. Itu bisa dimanfaatkan. Jadwal kontrolnya pada sang dokter tinggal beberapa hari lagi, sebenarnya dia mema

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-01
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 46

    “Papa bisakah papa membantuku.” Itu kata pertama yang diucapkan Alisya begitu panggilan terhubung dengan ayah mertunya. Sesaat keheningan melingkupi mereka berdua, Alisya tak tahu ada di mana ayah mertuanya saat ini. “Apa yang kamu inginkan? Maaf dari Pandu? Itukah yang kamu inginkan?” terdengar nada suara dingin ayah mertuanya. Alisya menelan ludahnya dengan pahit. Selama ini ayah mertuanya adalah satu-satunya orang yang membelanya jika Pandu dan ibu mertunya menindasnya. Ayah mertuanya juga yang meminta Pandu untuk lebih adil pada kedua istrinya, meski Alisya juga sempat kecewa saat laki-laki itu juga menyetujui pernikahan suaminya dengan Sekar. Akan tetapi mendengar nada suara ayah mertuanya, Alisya tak yakin lagi untuk bisa meminta bantuan. Itu, tapi dia tidak akan kalah sebelum berperang bukan?“Maafkan saya papa, tapi saya tak bisa meminta maaf pada mas Pandu untuk kondisi Sekar sekarang, karena saya tidak be

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-01
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 47

    Alisya tak sempat lagi mencopot sprei yang tergantung di pagar balkonSemua orang setelah ini pasti akan tahu kalau dia nekad turun dari balkon kamarnya. Perut Alisya terasa sakit tapi tak ada waktu untuk mengeluh. Tak ada kesempatan lagi, dengan langkah tertatih dia menaiki kursi rodanya, untunglah rodanya tidak macet meski di jalankan di jalan berumput. “Nyonya Alisya!” Dia ketahuan. Tukang kebun itu memang sudah tua, tapi dia tidak buta apalagi satu-satunya orang yang menggunakan kursi roda di rumah ini hanyalah Alisya.“Tunggu! Nyonya mau kemana!” Alisya tak menggubris teriakan itu, dia berjuang untuk mencapai pagar rumah. masih ada satpam tentu saja di sana, dia harus memikirkan cara untuk melalui mereka. Dan benar saja teriakan tukang kebun itu membuat semua orang di dalam rumah keluar. Alisya tak memiliki kesempatan lagi dia harus berpikir cepat. Sebuah mobil asing terlihat terparkir di halaman rumah, Alisya tak tahu itu mobil siapa tapi dia tentu tidak punya banyak pili

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-02
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 48

    Uang di Atm Alisya tidak cukup untuk uang muka operasi ibunya. Uang bulanan dari Pandu memang besar tapi dia memilih menjadikannya perhiasan. Keputusan yang tidak tepat di saat seperti ini, karena dia butuh pergi ke toko emas dulu untuk menjadikannya uang lagi. Alisya memegang ponselnya berusaha menghubungi Pram, tapi dia membatalkannya, dia tak ingin merepotkan Pram. Dia yakin masih bisa mengatasi semua ini. Sahabatnya itu sudah banyak membantunya, dan Alisya tidak tahu bagaimana cara membalas kebaikan laki-laki itu. “Saya akan pergi sebentar,” kata Alisya pada petugas administrasi. Wanita itu mengangguk. Alisya menggulir kursi rodanya keluar dari rumah sakit.  pukul tiga sore, dia hanya berharap toko emas itu masih buka. “Toko emas terdekat,” kata Alisya begitu sopir taksi bertanya kemana mereka akan pergi.  Alisya tersenyum lega saat uang sudah ada di tangannya. Dia harus segera kembali ke rumah sakit

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-02
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 49

    “Apa yang terjadi?” Itu bukan Alisya yang bertanya tapi Pram. Laki-laki itu juga terlihat kebingungan, suster mendorong kursi roda Alisya lebih cepat dan diikuti Pram di belakangnya. “Ibu tunggu di sin dulu,” kata sang perawat. Wajah Alisya sudah memucat di tempatnya. Apa mereka memutuskan mengoperasi ibunya sekarang tanpa menunggu pembayaran uang muka? Atau tanpa sepengetahuan Alisya, Pandu sudah mengirim uang langsung ke rumah sakit. “Apa ibu akan dioperasi sekarang?” tanya Alisya. Sang suster menatapnya dengan pandangan yang tak dapat Alisya artikan, tapi satu yang pasti Alisya tak suka dengan pandangan itu. “Suster?” tanya Alisya lagi dengna tidak sabar. “Apa saya bisa bertemu ibu dulu sebelum operasi?” Remasan lembut di bahunya membuat Alisya menoleh dan mendapati Pram yang menatapnya dengan senyum sedih. “Lis tenang dulu, dokter sedang berusaha sebaik mungkin. Kamu hanya perlu berdoa.” Alisya tak menjawab dia hanya menunduk dengan tangan gemetar. Sama dengan Pram yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-03
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 50

    Tubuh Alisya luruh begitu  jasad ibunya sedikit demi sedikit tertutup tanah. “Ikhlaskan, Nak.” Seorang wanita  tua yang merupakan saudara jauh ayahnya mendekapnya dengan erat. Wanita tua itu juga yang telah berbaik hati mengizinkan rumahnya untuk tempat bersemayam jenazah sang ibu untuk sementara sebelum di kebumikan. Alisya tak sanggup melihat ini semua, kekuatan tubuhnya seolah  hilang. Kakinya yang beberapa saat lalu mampu sedikit menompang tubuhnya kini seolah hilang entah kemana. Alisya memang meninggalkan kursi rodanya di mobil Pram. Jalan tanah di area pemakanam membuatnya kesulitan untuk menggunakan kursi roda. Wanita itu sedikit menyeret Alisya menjauh, saat Alisya terlihat seperti akan pingsan. Dalam ketidakberdayaan yang menderanya, Alisya masih ingin mengikuti semua proses pemakanan ibunya, tangannya mencengkeram tanah pekuburan dengan erat seolah itu lah satu-satunya pegangan yang dia punya saat ini. 

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-03
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 51

    “Apa kamu sama sekali tidak tahu sebelumnya?” tanya Pram dengan tatapan tajamnya. Pengajian meninggalnya sang ibu memang sudah usai untuk hari ini di rumah wanita tua itu, dan rencananya akan diadakan sampai tujuh hari ke depan. Dengan Alasan kesehatannya yang tidak memungkinkan Alisya meminta pengertian pada wanita tua itu untuk tidak hadir, tentu saja setelah memberikan sejumlah uang dan apa saja yang diperlukan nantinya. Bukan Alisya tidak ingin di sana, mendoakan ayah dan ibunya tapi dia punya kewajiban lain yang harus dia penuhi. Tugasnya sebagai seorang istri di rumah besar itu belum usai ada banyak misteri dan kesalah pahaman di sana. Sebenarnya Alisya ingin pergi saja dari sana, alasannya untuk ada di sana tak ada lagi. Kehidupannya di sana bukan memberikan kebahagiaan tapi hanya sakit hati dan duka yang berkepanjangan tapi apa yang baru saja dia ketahui membuatnya berubah pikiran. Dia tak boleh egois. Anak yang dia kandung berhak diketahui ayahnya, meski mereka melakuk

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04

Bab terbaru

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 202

    "Biar saya bantu, bu. Ibu ingin masak apa?" Alisya menoleh ke belakang dan melihat kepala chef berdiri di sana, laki-laki berusia awal lima puluhan itu tersenyum ramah."Maaf ya, pak. Saya pinjam dapurnya untuk membuatkan suami saya makanan, dia sedang tidak bisa makan kalau tidak masakan saya," kata Alisya sambil meringis. Kalau dipikir-pikir konyol memang tapi Alisya tahu kalau Pandu tidak pura-pura, laki-laki itu memang sudah terbiasa makan masakan yang memang diperuntukkan untuknya, tapi tidak dapat dipungkiri keadaan ini juga sedikit meningkatkan rasa percaya dirinya, dia merasa dibutuhkan."Bu Alisya sedang hamil?" tanya si bapak yang membuat telur di tangan Alisya hampir saja tergelincir. "Hah! kok bapak bisa berpikir begitu, anak saya saja belum setahun," kata Alisya saking kagetnya. Pernikahannya dengan Pandu bahkan belum berumur satu minggu dan mereka bahkan belum pernah melakukan hubungan suami istri bagaimana mungkin dia bisa hamil? ada-ada saja. Tapi tentu saja selain

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 201

    Alisya tak menyangka kalau Pandu bisa sekejam ini. Ini keadaan yang sulit untuknya, belum pernah dia mengalami sesulit seperti ini."Kamu kenapa menangis? apa ada yang menyakitimu? Al ada apa?" nada suara Pandu yang panik membuat Alisya makin sesenggukan. Oh dia sebenarnya tak ingin menangis, apalagi untuk hal yang tidak jelas seperti ini. Tanpa sepengetahuannya Pandu benar-benar memasukkan nasi goreng buatannya tadi pagi ke dalam kotak yang dia tunjukkan dan saat ini mereka sedang melakukan video call dan laki-laki itu menunjukkan kotak bekal itu sebagai makan siang. Sontak saja hal itu membuat Alisya merasa bersalah, dia merasa makin menjadi istri terburuk di dunia, selama ini dia sibuk melindungi diri dan hatinya dari Pandu yang menurutnya adalah suami yang buruk, dan itu membuatnya tak bisa melihat kebaikan laki-laki itu. Dengan uang berlimpah yang dia miliki laki-laki itu bahkan bisa membeli makanan semewah apapun di restoran, tapi sekarang laki-laki itu lebih memilih makan

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 200

    Alisya tahu dengan melibatkan Pandu untuk menghandle 'mantan teman' laki-laki itu adalah tindakan paling logis yang harus dia lakukan saat ini. Tindakan laki-laki itu yang menawarinya pekerjaan lain di tempat dan kerjanya bisa dibilang sangat kurang ajar, Sasti pasti akan sangat marah jika tahu, tapi Alisya tidak ingin wanita itu tahu. Beban Sasti sudah cukup banyak tanpa dia harus merengek seperti anak-anak karena masalah ini. "Mas berangkat saja ini sudah siang, aku yakin bisa menghandlenya," kata Alisya sambil mengetuk jam tangannya saat melihat Pandu tak juga pergi, malah laki-laki itu sudah duduk nyaman di sofa sambil membuka tabletnya dan sibuk dengan benda itu.Satu jam sudah berlalu sejak mereka datang dan jam kerja sudah dimulai tiga puluh menit yang lalu tapi Pandu tetap duduk santai di ruangan ini. "Aku bisa bekerja dari mana saja, tidak ada yang memecatku juga meski aku datang terlambat," kata Pandu datar, meski itu benar tapi kok ya menyebalkan ya. "Kamu kerja saja se

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 199

    Bahkan sudah beberapa kali Pandu membukakan pintu mobil untuknya dengan penuh perhatian tapi tetap saja membuat Alisya salah tingkah. Pernikahan mereka memang terjadi secara mendadak dan tanpa perencanaan sama sekali, tapi sebagai dua orang dewasa dan beradab tentu mereka harus menghargai komitmen yang telah mereka buat. Pandu sudah berusaha membuktikan dirinya untuk mau berkomitmen dengannya, setidaknya itu yang terlihat di depan Alisya saat ini, dan Alisya harus melakukan hal yang sama juga bukan. "Terima kasih, Mas," katanya sambil tersenyum. Pandu membalas senyum itu sambil mengelus rambut Alisya lalu mengambil Bisma yang seperti tak sabar untuk digendong papana. "Aku antar kalian sampai masuk ruanganmu," kata Pandu yang diangguki oleh Alisya, sejak mereka menjadi suami istri lagi Pandu selalu melakukan hal ini setiap mengantar Alisya ke kantor, mulanya wanita itu mencoba menolak tapi bukan Pandu namanya kalau menuruti apa maunya dengan mudah. "Bu Alisya, tunggu!" Alisya m

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 198

    "Mas mau makan atau mandi dulu?" tanya Alisya sambil mengulurkan air putih dalam gelas pada Pandu, sedangkan tangan kirinya menggendong Bisma yang terlihat sangat senang melihat ayahnya datang. "Biar aku gendong Bisma dulu," kata Pandu yang siap mengulurkan tangannya tapi dengan sigap Alisya menjauhkan anak itu. "Mas cuci tangan dulu deh, baru dari luar," katanya. Tanpa banyak bicara Pandu mengembalikan gelas kosong ke tangan Alisya lagi dan masuk ke kamar mandi tak lama kemudian dia keluar lagi sambil mengeringkan tangannya. Benar-benar cuma cuci tangan ternyata. "Sudah boleh kan? Adek main sama papa ya," kata Pandu sambil mengambil Bisma dari gedongan sang istri. Alisya yang akan mencegah hanya menghela napas panjang, mungkin Pandu memang sangat merindukan putra mereka. "Mau disiapkan makan malam sekarang?" tanya Alisya. Pekerjaan Pandu memang sudah tidak terlalu sibuk jadi dia bisa tiba di rumah Alisya sebelum makan malam. "Boleh tadi juga aku belum makan siang sepertinya

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 197

    "Kenapa Ran?" Rani menggigit bibirnya dengan resah, terlibat sekali dia tak enak hati ingin bicara sedangkan Bisma masih anteng dalam gendongan gadis itu. "Nggak sih, saya hanya khawatir pada mbak Alisya, atasan mbak tadi sampai bicara seperti itu, Rani sih nggak ngerti tapi permasalahannya pasti berat? apa mbak Lisya baik-baik saja?" Mereka memang kembali ke hotel diatar oleh Sasti langsung, dengan dalih dia adalah orang yang bertanggung jawab maka dia akan mengantar Alisya dan rombongannya kembali ke tempat kerjanya tapi selama perjalanan Alisya harus menebalkan telinga mendengar ocehan Sasti. Selama ini dia mengenal atasannya itu sebagai orang yang judes dan dingin tapi ternyata bila sudah kenal bisa menjadi cerewet juga. "Kamu jangan kasih kesempatan untuk wanita-wanita penggoda di luar sana untuk mendekati suamimu, kalau ada indikasi dia akan tergoda dengan mereka segera bertindak jangan diam saja," kata Sasti, untung saja Bisma ada di kursi belakang bersama Rani jadi di

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 196

    "Sekarang katakan padaku, apa ini karena kejadian kamu pingsan itu?" tanya Sasti to the point. Tiba-tiba saja Sasti datang ke kantor Alisya dan menyeret wanita itu untuk pergi makan siang di mall yang memiliki fasilitas taman bermain untuk Bisma. Kemarin malam memang Alisya sengaja mengundang atasannya itu dan dia datang bersama sang kakek. Kalau dipikir-pikir lucu juga melihat para konglomerat yang biasanya berada di tempat mewah tiba-tiba berkumpul di rumahnya yang sangat sederhana, tapi syukurlah baik Pandu maupun orang tuanya bersikap sangat baik mereka bisa mengimbangi obrolan tamu yang datang. "Atau kalian memang sudah berencana rujuk waktu itu?" tanya Sasti tak sabar. Padahal aroma dan rasaa soto ayam pesanananya ini sangat menggugah seleranya, Alisya bahkan sudah hampir menghabiskannya, tapi kalimat Sasti membuat napsu makannya hilang, padahal dia harus banyak makan karena Bisma membutuhkan asinya. "Maaf, bu. Apa ini nanti ada hubungannya dengan kerier saya?" tanya Ali

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 195

    "Oalah, syukurlah kalian cpat pulang, bulek sudah mau lapor polisi saja tadi." Alisya langsung meringis lalu melirik sedikit pada Pandu yang terlihat sekali juga tidak enak hati. Ini pertama kalinya memang mereka menghabiskan waktu bersama sebagai keluarga. Setelah mengunjungi dokter tadi mereka memutuskan untuk mengajak bermain Bisma di wahana bermain, keputusan yang tidak tepat karena di rumah mereka pasti sudah ditunggu. Akan tetapi senyum dan tawa sang buah hati membuat pasangan itu lupa segalanya. "Maaf, bulek," kata Alisya sambil menunduk merasa bersalah, ini sudah jam enam sore dan di depan sudah banyak warga yang datang padahal tuan rumah sendiri belum sampai rumah. "Ya sudahlah, kamu langsung temui para bapak-bapak undangan saja, Nak Pandu, dan Alisya sebaiknya lewat belakang saja," kata bulek. Tak ingin membuat masalah yang berpotensi mempermalukan dirinya sendiri Pandu langsung masuk ke dalam ruang tamu dan bersaalaman dengan para tamu. Satu hal yang sangat berbeda

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 194

    Memang ya wanita meski bisa memaafkan tapi tak mudah untuk melupakan. "Apa kita bisa ke dokter lain saja," kata Alisya. Saat ini mereka memang akan menemui dokter dan juga terapis yang akan membantu Bisma untuk tidur seperti semula lagi, meski Alisya sedikit protes tadi karena di rumah saat ini sedang banyak orang yang sedang membantu mereka untuk persiapan pesta nanti malam. Akan tetapi si tuan muda selalu punya cara yang membuat Alisya tak bisa menolak keinginannya, yaitu dengan mendatangkan bibi juga beberapa orang juru masak dari rumah keluarganya. Jadi dari pada Pandu kembali berulah dia setuju saja untuk jalan sekarang setelah menyerahkan semuanya pada bulek Par dan bibi untuk memantau orang-orang bekerja. Masalah sebenarnya baru muncul saat Pandu mengatakan kalau dokter yang akan mereka datangi adalah kenalan ayah laki-laki itu, membuat Alisya menjadi curiga. "Memangnya kenapa? apa kamu kenal dengan dokter ini?" tanya Pandu penasaran. Jujur saja menghadapi ibu-i

DMCA.com Protection Status