Share

Bab 49

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-03 17:55:34

“Apa yang terjadi?”

Itu bukan Alisya yang bertanya tapi Pram. Laki-laki itu juga terlihat kebingungan, suster mendorong kursi roda Alisya lebih cepat dan diikuti Pram di belakangnya.

“Ibu tunggu di sin dulu,” kata sang perawat.

Wajah Alisya sudah memucat di tempatnya. Apa mereka memutuskan mengoperasi ibunya sekarang tanpa menunggu pembayaran uang muka?

Atau tanpa sepengetahuan Alisya, Pandu sudah mengirim uang langsung ke rumah sakit.

“Apa ibu akan dioperasi sekarang?” tanya Alisya.

Sang suster menatapnya dengan pandangan yang tak dapat Alisya artikan, tapi satu yang pasti Alisya tak suka dengan pandangan itu.

“Suster?” tanya Alisya lagi dengna tidak sabar. “Apa saya bisa bertemu ibu dulu sebelum operasi?”

Remasan lembut di bahunya membuat Alisya menoleh dan mendapati Pram yang menatapnya dengan senyum sedih.

“Lis tenang dulu, dokter sedang berusaha sebaik mungkin. Kamu hanya perlu berdoa.”

Alisya tak menjawab dia hanya menunduk dengan tangan gemetar. Sama dengan Pram yang
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Srihartati
tinggalkan pandu selamanya mending ngontrak dirumah sendiri drpd hidup serumah dengan laki pengecut seperti pandu semoga penyesalan berkelanjutan yang akan dialami pandu Sekar dn keluarga nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 50

    Tubuh Alisya luruh begitu  jasad ibunya sedikit demi sedikit tertutup tanah. “Ikhlaskan, Nak.” Seorang wanita  tua yang merupakan saudara jauh ayahnya mendekapnya dengan erat. Wanita tua itu juga yang telah berbaik hati mengizinkan rumahnya untuk tempat bersemayam jenazah sang ibu untuk sementara sebelum di kebumikan. Alisya tak sanggup melihat ini semua, kekuatan tubuhnya seolah  hilang. Kakinya yang beberapa saat lalu mampu sedikit menompang tubuhnya kini seolah hilang entah kemana. Alisya memang meninggalkan kursi rodanya di mobil Pram. Jalan tanah di area pemakanam membuatnya kesulitan untuk menggunakan kursi roda. Wanita itu sedikit menyeret Alisya menjauh, saat Alisya terlihat seperti akan pingsan. Dalam ketidakberdayaan yang menderanya, Alisya masih ingin mengikuti semua proses pemakanan ibunya, tangannya mencengkeram tanah pekuburan dengan erat seolah itu lah satu-satunya pegangan yang dia punya saat ini. 

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-03
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 51

    “Apa kamu sama sekali tidak tahu sebelumnya?” tanya Pram dengan tatapan tajamnya. Pengajian meninggalnya sang ibu memang sudah usai untuk hari ini di rumah wanita tua itu, dan rencananya akan diadakan sampai tujuh hari ke depan. Dengan Alasan kesehatannya yang tidak memungkinkan Alisya meminta pengertian pada wanita tua itu untuk tidak hadir, tentu saja setelah memberikan sejumlah uang dan apa saja yang diperlukan nantinya. Bukan Alisya tidak ingin di sana, mendoakan ayah dan ibunya tapi dia punya kewajiban lain yang harus dia penuhi. Tugasnya sebagai seorang istri di rumah besar itu belum usai ada banyak misteri dan kesalah pahaman di sana. Sebenarnya Alisya ingin pergi saja dari sana, alasannya untuk ada di sana tak ada lagi. Kehidupannya di sana bukan memberikan kebahagiaan tapi hanya sakit hati dan duka yang berkepanjangan tapi apa yang baru saja dia ketahui membuatnya berubah pikiran. Dia tak boleh egois. Anak yang dia kandung berhak diketahui ayahnya, meski mereka melakuk

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 52

    “Syukurlah, saya ikut lega,” jawab Alisya. Dia mengabaikan begitu saja kata-kata ‘sayang sekali’ yang tadi diucapkan oleh bibi. Entah wanita itu menyindirnya atau memang membenci Sekar, Alisya tak tahu. Akan tetapi dari sikap bibi saat dia dituduh mendorong Sekar, Alisya menyimpulkan, wanita ini bukan dipihaknya. Bibi baik padanya karena memang itu yang harus dia lakukan. Tidak seperti Alan yang terang-terangan membela dan membantunya. Alan? Bagaimana kabar laki-laki itu? Alisya sama sekali belum melihatnya sejak dia kembali ke rumah ini. “Jadi mereka minta bibi memasak untuk kepulangan Sekar?”Alisya melihat berbagai macam bahan makanan telah dikeluarkan wanita itu dari ruang penyimpanan. “Apa akan ada pesta?” tanya Alisya lagi. “Saya tidak tahu hanya diminta mempersiapkan makanan untuk merayakan kepulangan nyonya Sekar. Saya juga bingung mau masak apa.” Wanita paruh baya itu mengatak

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 53

    "Lihat kelakukan wanita ini makin membuatku muak saja!" Wanita paruh baya yang menjadi mama mertuanya itu, menatap Alisya dengan marah. Sangat berbeda perlakuannya saat menghadapi Sekar. "Seharusnya kamu dipenjara kelakuanmu seperti kriminal!" "Ma! cukup!" "Lihat inilah perempuan yang selalu papa bela, dia berniat membunuhnya." Wanita itu menatap putranya dengan tajam. "Ceraikan perempuan ini!" teriak wanita itu kalap. Di tempatnya Alisya hanya membeku menatap ibu mertunya lalu pada suaminya. "Ma, cukup! tidak ada perceraian di keluarga kita!" "Dia hampir saja membunuh cucu kita, kenapa papa-" "Siapa yang mama maksud dengan membunuh?" tanya Alisya gerah dengan perkataan ibu mertunya. "Alisya, diam lah dan kita akan makan!" Alisya hanya menatap datar Pandu yang baru saja membentaknya. Akan tetapi wanita itu memilih diam, dan mengambil tempat seperti biasa. Sejujurnya dia tidak lapar, karena sarapan paginya yang terlalu siang tadi, tapi akan sangat tidak sopan jika dia men

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-05
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 54

    Alisya terbangun dengan mata sembab dan wajah kuyu. Rasa pusing hebat melanda. Hal itu di perparah dengan rasa mual yang membuatnya harus buru-buru ke kamar mandi, bahkan dengan meninggalkan kursi rodanya. Sejak mengetahui kehamilannya. Janin dalam perut Alisya seolah menuntut untuk selalu diperhatikan. Bukan dengan makanan atau permintaan aneh-aneh yang disebut ngidam seperti halnya Sekar, tapi rasa pusing dan mual yang selalu melandanya di pagi hari atau bahkan saat memasak. Hal yang dulu menjadi kegemarannya ini, sekarang menjadi hal yang sangat dia benci. Pembicaraannya dengan Pandu tadi malam mampu membuat wanita itu makin terpuruk. Menangis, hanya itu yang bisa dia lakukan. Dia bahkan belum mengatakan tentang kehamilanya ataupun kematian ibunya. Laki-laki yang menjadi suaminya itu mencerca dan menghinanya tanpa mau melihat faktanya. “Saya sudah menyiapkan bahan untuk membuat nasi bakar,” kata bibi begitu Alisya masuk ke dapur. “Nasi bakar?” tanya wanita itu bingung. “Nyon

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-07
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 55

    “Bagaiman kabarmu dan si kecil?” Alisya tersenyum dan mengelus perutnya dengan sayang. Dia berusaha menjaga sebaik mungkin anugerah yang diberikan Tuhan padanya. Alisya merasa dengan adanya janin dalam perutnya kini dia tidak merasa sendirian lagi, paling tidak dia  masih punya keinginan untuk berjuang untuk kehidupan yang lebih baik. Ayah dan ibunya telah pergi tak ada lagi orang-orang yang benar-benar menyayangi lagi di dunia ini, dan kehadiran mahluk di dalam rahimnya seperti keajaiban yang akan menemaninya nanti. “Kami baik-baik saja,” jawab Alisya sambil tersenyum penuh syukur. “Kamu sudah memeriksakan diri ke dokter?” Alisya tertegun, elusan di perutnya berhenti. “Ah pasti belum ya.” Meski saat ini mereka tidak berhadapan secara langsung hanya melalui ponsel jadul Alisya, tapi Pram seolah-olah bisa  menebak rekasi Alisya. “Aku kemarin sudah periksa ke bidan, ingat saat kematian ibu dan ini belum sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-07
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 56

    Bruk!Tiba-tiba kursi roda yang dinaiki Alisya hilang kendali dan membuat wanita itu jatuh terguling, dia berusaha keras untuk bangkit. “Apa yang nyonya lakukan?” “Bisa bantu saya untuk bangun.” Alisya mengulurkan tangannya dan wanita itu langsung membantunya untuk duduk di lantai lalu memperbaiki posisi kursi rodanya yang terguling. “Ponsel anda.” “Astaga tidak bisa menyala lagi,” gumam Alisya yang menatap sedih ponsel malangnya yang baru saja tertimpa kursi roda. “Biar saya bantu naik lagi ke kursi anda,” kata Wanita itu sambil mengulurkan tangan pada Alisya dan membantunya duduk kembali ke kursi rodanya. “Padahal saya ingin menghubungi dokter,” kata Alisya dengan wajah bingung. “Apa saya boleh meminjam ponsel bu Titin, ibu punya nomer dokter Anwar bukan?” tanya Alisya dengan tatapan memohon. “Tentu saja saya punya. Biar saya saja yang menghubunginya, apa yang nyonya inginkan?” tanya wanita itu terlihat sedikit bingung dan curiga. “Saya hanya ingin mengkonfirmasi kunjunga

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-08
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 57

    Itu perintah bukan permintaan. Dan Alisya merasa dia tidak harus mematuhi perintah itu. Pandu telah melanggar janjinya dengan memberikan biaya pengobatan ibunya. Dan Alisya merasa sangat kecewa, dia tahu waktu itu Pandu sedang marah padanya, apalagi dia yang melanggar perintah laki-laki itu. Akan tetapi Alisya tidak bersalah. Sama dengan kecelakaan yang membuatnya lumpuh, dia juga tidak merencanakan ini semua. Tapi di mata Pandu dia hanya monster yang selalu menyusahkannya. Karena itu Alisya ingin sekali memberontak dan mengatakan keberatannya. Andai saja Sekar memintanya dengan manis dan sopan tentu Alisya akan membuatkannya meski harus menahan mual, tapi dia tahu Sekar meminta hal itu bukan karena dia ingin makan buatan Alisya tapi karena ingin merendahkannya. “Lihat aku saja makan makanan buatan bibi, jadi maaf aku tidak bisa memasak,” jawab Alisya sambil mengangkat tangannya yang masih memegang ayam goreng beraroma lezat buatan bibi. “Kamu bisa makan lagi nanti,” kata Pand

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10

Bab terbaru

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 194

    Memang ya wanita meski bisa memaafkan tapi tak mudah untuk melupakan. "Apa kita bisa ke dokter lain saja," kata Alisya. Saat ini mereka memang akan menemui dokter dan juga terapis yang akan membantu Bisma untuk tidur seperti semula lagi, meski Alisya sedikit protes tadi karena di rumah saat ini sedang banyak orang yang sedang membantu mereka untuk persiapan pesta nanti malam. Akan tetapi si tuan muda selalu punya cara yang membuat Alisya tak bisa menolak keinginannya, yaitu dengan mendatangkan bibi juga beberapa orang juru masak dari rumah keluarganya. Jadi dari pada Pandu kembali berulah dia setuju saja untuk jalan sekarang setelah menyerahkan semuanya pada bulek Par dan bibi untuk memantau orang-orang bekerja. Masalah sebenarnya baru muncul saat Pandu mengatakan kalau dokter yang akan mereka datangi adalah kenalan ayah laki-laki itu, membuat Alisya menjadi curiga. "Memangnya kenapa? apa kamu kenal dengan dokter ini?" tanya Pandu penasaran. Jujur saja menghadapi ibu-i

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 193

    "Bolehkah saya pinjam istri saya sebentar kami harus pergi ke suatu tempat," kata Pandu sambil tersenyum pada ibu-ibu yang membantu Alisya memasak di dapur. Sejak pagi Pandu melihat istrinya begitu sibuk di dapur, memang sih sang istri tak melupakannya dan masih menyiapkan semua kebutuhannya tapi tetap saja dia tidak menyukai Alisya yang terlalu sibuk seperti itu. Acara ini tidak untuk menjadikan istrinya babu. Cukup dirinya dulu dia pernah tersesat dengan melakukannya. "Cie mbak Lisya dicari suaminya yang ganteng lho, kangen istrinya ya mas di sini tidak bisa bebas," kata seorang ibu dengan menggoda yang langsung disambut riuh oleh yang lain. Wajah Alisya langsung merah padam, apalagi tangan Pandu yang terulur membantunya untuk berdiri. Dia tidak pernah imun dengan pesona Pandu yang membuatnya tersipu malu seperti gadis perawan. Alisya tidak menampik kalau suaminya itu sangat menarik, meski tidak tergolong sangat tampan seperti Pram tapi Pandu punya daya tarik tersendiri y

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 192

    Pandu langsung menerobos masuk ke rumah Alisya dengan khawatir saat melihat banyak orang di sana. Jantungnya berdebar kencang, bahkan dia bahkan tak peduli dengan beberapa orang yang menyapanya, dia hanya ingin memastikan kalau dua orang yang dia sayangi itu baik-baik saja. "Al, kalian kenapa? Apa yang terjadi? Apa ada orang jahat yang masuk kemari?" berondong Pandu dengan napas terengah penuh kekhawatiran. Alisya yang tengah berbicara dengan bulek Par dan beberapa ibu-ibu lainnya sontak menoleh terkejut apalagi Pandu yang langsung menghampirinya dan memutar tubuhnya untuk memastikan sesuatu, setelah puas wanita itu menatap Alisya tajam. "Mana Bisma?" tanyanya. "Sama Rani di kamar." "Apa dia baik-baik saja kenapa banyak orang di sini?" tanyanya. Alisya yang mulai paham dengan semua tindakan Pandu langsung meringis dan meminta maaf pada ibu-ibu yang dia ajak bicara dan segera menarik Pandu untuk ke kamar mereka. "Mas kenapa sih, datang-datang bikin heboh. Aku dan Bisma

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 191

    "Mas mau kemana?" Tanya Alisya begitu Pandu bangkit dari ranjang dan bersiap keluar kamar meninggalkan dirinya dan sang putra yang sedang tidur. Elusan tangan Pandu di kepalanya membuat Alisya merasa nyaman dan hampir tertidur tapi saat laki-laki itu menghentikan semuanya, Alisya merasa kehilangan. Ya ampun Lis, kamu murahan banget sih, batin Alisya. "Ternyata belum tidur ya," kata Pandu sambil terkekeh. "Ini sudah lewat tengah malam lho besok kerja kan?" lanjutnya. Dia menengok jam di dinding kamar yang sudah menunjukkan pukul satu dini hari dan mereka sama sekali belum tidur padahal harus bangun lebih awal karena lokasi yang jauh. "Iya tapi mas kenapa nggak tidur juga, mau lanjut kerja?" tanya wanita itu tak terpengaruh dengan ucapan Pandu. Pandu kembali duduk di samping Alisya dan membelai rambut sang istri dengan lembut. "Mas?" tuntut Alisya lagi saat Pandu sama sekali tak menjawab pertanyaannya. "Mas juga mau tidur, Al, ngantuk banget," kata laki-laki itu sambil m

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 190

    Alisya tahu kok kalau hal seperti ini pasti akan terjadi jika dia memutuskan menerima kembali Pandu dalam hidupnya. "Kalau mau dengan anaknya kamu juga harus mau dengan orang tuanya, mereka satu paket, meski nanti kamu tidak tiap hari bertemu orang tuanya." Bulek Par pernah mengatakan hal itu sih saat dia curhat tentang sikap ibu Pandu yang tak bisa menerimanya dengan tangan terbuka. Alisya sedikit menyesal tidak menolak kedatangan mertuanya ini, meski ini tempat umum yang siapa saja boleh datang sebenarnya, tapi setidaknya mereka bisa menghindar. "Aku kira setelah kalian menikah Pandu akan lebih terurus, ternyata kamu malah menjadikan anakku tukang angkut barang," kata wanita itu dengan tatapan tajam penuh penghakiman pada Alisya. "Ma! mereka hanya belanja," tegur sang ayah. Alisya meringis merasa bersalah saat melihat sang suami yang berjalan ke arah mereka sambil membawa dua kantong besar belanjaan mereka tadi, sedangkan Alisya menggendong si gembul Bisma. "Ada apa?" tanya

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 189

    Alisya memasukkan potongan apel ke dalam mulutnya untuk kesekian kalinya, sambil menatap Bisma yang berguling-guling malas di karpet sambil meminum ASIPnya. Ternyata membesarkan anak tak sesimpel yang dia duga, Alisya bahkan tidak mengerti dengan pola tidur Bisma sekarang ini. Apa anak ini bisa merasakan kalau hatinya sedang tak baik-baik saja dan tidak bisa tidur karena itu? tapi masak sih? Alisya ingin sekali membawa putranya ke dokter tapi berhubung hari ini tanggal merah dia memutuskan besok saja sekalian ke kota untuk bekerja."Kamu kenapa lihatin Bisma kayak gitu?" tanya Pandu yang sudah duduk di sampingnya sambil mencomot satu potong apel dalam mangkuk. Ini sudah sore dan mereka sekeluarga baru saja bangun tidur dan sekarang kelaparan, jadi Alisya hanya membuatkan mie instan untuk dirinya dan sang suami sebagai pengganjal perut dan menjadikan Apel sebagai pencuci mulut. "Kok Bisma sekarang kalau malam nggak mau tidur ya mas, sudah beberapa malam ini lho sejak aku keluar

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 188

    "Mbak Alisya katanya sduah menikah lagi kok nggak ada pestanya?" Alisya hanya meringis saat mendengar ucapan seorang ibu yang sedang berbelanja di warung dekat rumahnya. Hidup di pedesaan membuatnya jauh dari supermarket dengan segala keglamorannya, tapi Alisya tidak masalah sebenarnya toh di sini dia bisa membeli sayuran dan makanan fresh tanpa harus diawetkan atau dibekukan. Selain itu dia juga bisa lebih akrab dengan tetangga sekitar, tapi dengan begitu dia juga harus siap saat tetangga mulai julid padanya. Kadang kalau moodnya sedang baik, dia akan membalas hal itu dengan guyonan, tapi saat ini dia sedang capek setelah kerja rodi di rumahnya, Pandu memang dengan baik hati menawarkannya untuk memesan makan di luar tapi Alisya sedang tidak ingin makan dari restoran mewah manapun, dan karena stock bahan makanan di kulkasnya tinggal sedikit mau tak mau dia harus berbelanja. "Hanya syukuran saja, kemarin," kata Alisya berusaha keras masih tersenyum. "Lho katanya suaminya orang

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 187

    Alisya berdiri melongo di depan rumahnya. "Lis, kok berdiri bengong saja di situ," tegur Bulek Par, padahal Bisma sudah dibawa masuk oleh Rani, Alisya malah masih bengong di samping mobil yang tadi dikirim oleh Pandu untuk menjemputnya. "Eh iya bulek, memang barangnya harus sebanyak ini ya?" tanya Alisya bego. Tadi setelah bulek Par menghubunginya, Alisya langsung menghubungi ayah mertuanya untuk bertanya kiriman apa yang diberikan, tapi sayang sekali sudah beberapa kali dia melakukan panggilan tapi tidak diangkat membuat Alisya langsung menghubungi Pandu yang langsung dijawab pada deringan pertama. Kiriman barang-barang pribadi laki-laki di rumah orang tuanya, katanya. Akan tetapi Alisya sama sekali tidak memprediksi kalau barang-barang pribadi si tuan muda ternyata sebanyak ini. Tiga koper besar yang Alisya tebak berisi pakaian dan perlengkapan lainnya milik Pandu, ditambah lagi meja lengkap dengan kursi kerjanya juga buku-buku dan baru saja datang lagi seperangkat meja

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 186

    "Aku sedang meeting dengan klien dari Jepang lanjut makan siang nanti. Kamu dan Bisma akan makan siang di mana? Atau aku kirim saja makan siang dari restoran favoritku?" Pesan itu sudah diterima sekitar pukul sepuluh tadi tapi karena ada banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan Alisya baru bisa membukanya pada pukul sebelas, satu jam sebelum makan siang dan beberapa kali Pandu juga sudah menghubunginya/ Wanita itu tertegun menatap ponselnya, bukan karena berpikir ingin memesan menu apa melalui Pandu tapi karena hal ini adalah sesuatu yang asing untuknya. Selama hidupnya dia tidak pernah mendapat perhatian seperti ini dari laki-laki. Sejak muda dia sama sekali tidak punya waktu untuk mengenal istilah pacaran, hidupnya dulu dihabiskan dengan belajar giat supaya beasiswanya tidak lepas, pun setelah lulus kuliah dia konsentrasi untuk bekerja menggantikan ibunya, apalagi setelah itu sang ibu mulai sakit-sakitan. Laki-laki yang dekat dengannya hanya Pram, itupun tidak pernah melaku

DMCA.com Protection Status