Share

Bab 56

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-08 18:05:30

Bruk!

Tiba-tiba kursi roda yang dinaiki Alisya hilang kendali dan membuat wanita itu jatuh terguling, dia berusaha keras untuk bangkit.

“Apa yang nyonya lakukan?”

“Bisa bantu saya untuk bangun.” Alisya mengulurkan tangannya dan wanita itu langsung membantunya untuk duduk di lantai lalu memperbaiki posisi kursi rodanya yang terguling.

“Ponsel anda.”

“Astaga tidak bisa menyala lagi,” gumam Alisya yang menatap sedih ponsel malangnya yang baru saja tertimpa kursi roda.

“Biar saya bantu naik lagi ke kursi anda,” kata Wanita itu sambil mengulurkan tangan pada Alisya dan membantunya duduk kembali ke kursi rodanya.

“Padahal saya ingin menghubungi dokter,” kata Alisya dengan wajah bingung.

“Apa saya boleh meminjam ponsel bu Titin, ibu punya nomer dokter Anwar bukan?” tanya Alisya dengan tatapan memohon.

“Tentu saja saya punya. Biar saya saja yang menghubunginya, apa yang nyonya inginkan?” tanya wanita itu terlihat sedikit bingung dan curiga.

“Saya hanya ingin mengkonfirmasi kunjunga
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Roroh Siti Rochmah
nenek lampir merepotkan,, sekar rokok. hee
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 57

    Itu perintah bukan permintaan. Dan Alisya merasa dia tidak harus mematuhi perintah itu. Pandu telah melanggar janjinya dengan memberikan biaya pengobatan ibunya. Dan Alisya merasa sangat kecewa, dia tahu waktu itu Pandu sedang marah padanya, apalagi dia yang melanggar perintah laki-laki itu. Akan tetapi Alisya tidak bersalah. Sama dengan kecelakaan yang membuatnya lumpuh, dia juga tidak merencanakan ini semua. Tapi di mata Pandu dia hanya monster yang selalu menyusahkannya. Karena itu Alisya ingin sekali memberontak dan mengatakan keberatannya. Andai saja Sekar memintanya dengan manis dan sopan tentu Alisya akan membuatkannya meski harus menahan mual, tapi dia tahu Sekar meminta hal itu bukan karena dia ingin makan buatan Alisya tapi karena ingin merendahkannya. “Lihat aku saja makan makanan buatan bibi, jadi maaf aku tidak bisa memasak,” jawab Alisya sambil mengangkat tangannya yang masih memegang ayam goreng beraroma lezat buatan bibi. “Kamu bisa makan lagi nanti,” kata Pand

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 58

    Malam itu juga Alisya mendapatkan ponsel keluaran terbaru yang dia yakin tak akan dia beli dengan uangnya sendiri. Ada satu bagian dari diri Alisya yang tidak bisa menerima hal itu. Apalagi saat kerinduan pada orang tuanya terasa mencekiknya. Dia menyesal tidak mencetak foto kedua orang tuanya dan hanya membiarkannya dalam bentuk softcopy, akan tetapi jika dia dalam keadaan normal Alisya selalu berpikir kalau meski tak bisa melihat foto mereka tapi kenangan akan mereka sudah melekat kuat dalam hati dan pikiran Alisya. Wanita itu sama sekali tak tahu alasan tak masuk akal Pandu untuk menahan ponselnya. Selain nomer-nomer teman-teman lamanya yang sudah tak pernah lagi Alisya hubungi hanya ada foto-foto lama bersama kedua orang tuanya. Orang kaya memang kadang sulit untuk dipahami dan itu membuat Alisya pusing sendiri. Alisya masih duduk menatap kegelapan malam saat ponsel jadulnya berbunyi nyaring, membuat wanita itu kelabakan dan takut ada yang mendengar. “Aku tahu kamu belum t

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 59

    Alisya menatap bangunan megah di depannya itu dengan tatapan tak terbaca. Dulu sekali dia ditempatkan di kantor ini, selama hampir dua tahun, tapi di tahun ketiga tiba-tiba dia mendapat mutasi ke anak cabang yang membuatnya sedikit kesal karena letaknya lumayan jauh dengan rumah kontrakan tempat dia dan sang ibu tinggal. Bukan hanya Alisya satu-satunya karyawan yang dimutasi ke kantor cabang ini, karena Pandu juga dimutasi ke kantor yang sama. Dulu secara personal Alisya memang tidak mengenal Pandu dengan baik, dia hanya tahu laki-laki itu selama kesehariannya sebagai bosnya di kantor. Dan menurut Alisya dedikasi dan tanggung jawab Pandu pada pekerjaan sudah cukup menjadi tolak ukur seberapa bertanggung jawabnya seorang lelaki, apalagi secara tak sengaja Alisya melihat laki-laki itu beberapa kali membagikan makanan gratis pada orang-orang yang kurang beruntung. Alisya merasa Pandu adalah laki-laki sempurna untuk menjadi suami hingga dia lupa tidak ada sosok sempurna di dunia i

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-12
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 60

    "Kenapa papa melakukan ini?" tanya Alisya dengan air mata kekcewaan yang mengalir deras di pipinya. Andai saja dia sedikit saja berpura-pura baru datang tentu ayah mertuanya tak akan tahu kalau rahasianya sudah tersingkap, tapi sayang.... "Kupikir Papa orang yang tulus membelaku, tapi kenapa pa?" tanya Alisya yang sama sekali tak menutupi kekecewaannya. Laki-laki paruh baya itu menghela napas berat, meraih pegangan kursi roda Alisya dan mendorongnya ke arah ruangannya. "Tolong cancel semua jadwalku hari ini," kata laki-laki itu pada sekretarisnya yang menatap bingung pada Alisya yang bercucuran air mata. "Tapi, Pak jam tiga nanti ada meetin penting dan tidak bisa dicancel." "Kalau begitu minta wakil direktur atau menager pemasaran mewakili saya." Tak memberi kesempatan sekretarisnya untuk protes lagi, laki-laki itu kembali mendorong kursi roda Alisya. "Kamu salah paham," kata sang ayah mertua begitu pintu ruangan telah ditutup dan laki-laki itu duduk tenang di ku

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-13
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 61

    “Anda baik-baik saja nyonya?” tanya Alan sambil sesekali melirik pada kaca spion tengah. Majikannya itu memang tidak menangis atau apa, tapi hanya diam bengong dengan pandangan kosong, membuat Alan ingat pada orang yang pernah kesurupan di desanya. “Nyonya?” panggilnya lagi dengan lebih keras, kalau kali ini sang nyonya tidak menjawab Alan bertekad akan membawanya ke orang yang bisa mengusir mahluk halus dan semacamnya. “Aku baik-baik saja,” kata Alisya sambil memejamkan matanya. “Apa anda sakit? apa kita kembali ke rumah sakit saja?” tanya laki-laki itu. Alisya menggeleng dan berusaha dengan keras untuk menampilkan senyum tulus pada sopir yang telah banyak membantunya ini, tapi entah mengapa senyumnya bukannya dibalas oleh Alan tapi malah membuat laki-laki itu menatapnya keheranan, untung saja lampu lalu lintas menyala merah saat laki-laki itu melongokkan kepalanya ke belakang kursi yang dia duduki. “Aku baik-baik saja,” kata Alisya sekali lagi. Alan menatap wanita itu sejenak

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-14
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 62

    Dia melakukannya bukan untuk Sekar atau Pandu tapi untuk bayi dalam kandungan wanita itu. “Apa mas masih ingin bicara padaku?” tanya Alisya pada Pandu yang belum juga memutus panggilan teleponnya. Sekar sudah pergi beberapa saat yang lalu setelah Alisya berjanji akan memasakkan makanan untuk wanita itu, entah apa yang membuat Sekar sama sekali tak suka makanan bibi. Seberapapun kesal Alisya pada wanita itu, tapi hati nuraninyalah yang akhirnya menang, dia tak tega melihat Sekar harus menahan lapar yang tentunya berimbas pada bayi yang ada dalam kandungan wanita itu. Niat awal Alisya hanya ingin Pandu mendengar pengakuan langsung dari mulut Sekar kalau dia sama sekali tidak bersalah dalam hal itu, tapi ternyata wanita itu sudah bertindak lebih jauh, bahkan bisa Alisya duga tidak peduli dengan bayinya. Sungguh miris bukan. Alisya menurunkan ponselnya memastikan sambungan masih terhubung dengan suaminya tapi tidak ada suara dari seberan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-14
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 63

    Alisya bertahan menatap hamparan langit yang mulai berwarna jingga. Sebenarnya dari kamar ini dia bisa menatap pemandangan yang sangat indah, rumah Pandu berdiri di kaki bukit yang akses untuk melihat pemandangan yang menakjubkan. Andai saja nasibnya lebih baik di rumah ini, dia akan betah sekali tinggal di sini, akan tetapi dengan keadaaan hati yang kacau balau seperti ini tentu pemandangan seindah apapun tak akan menarik minatnya. “Kamu harus mengembalikan uang yang ak gunakan untuk pengobatan ibumu selama ini jika ingin perpisahan,” kalimat Pandu masih teringat jelas dalam otak Alisya. Tidak ada ucapan duka cita atau empati yang ditunjukkan Pandu, membuat Alisya hanya bisa tersenyum masam. Alisya memang berkeinginan mengembalikan semua uang Pandu yang digunakan untuk pengobatan ibunya, tapi tentu saja dia harus bekerja dan bebas dari rumah yang serasa neraka ini. Akan tetapi Alisya tak menyangka Pandu akan mengatakan hal itu. Orang tuanya bukan orang kaya yang memiliki wari

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-15
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 64

    Alisya tetap bekerja. Dia tak peduli larangan Pandu yang tidak masuk akal itu. Ini suatu pembangkangan memang, Alisya yang sejak kecil mendapat didikan moral yang ketat dari kedua orang tuanya sedikit merasa bersalah pada Pandu, tapi jika mengingat ibunya terakhir kali yang sudah putus asa dan selalu menatapnya dengan rasa kasihan Alisya makin membulatkan tekadnya. Bahkan janin dalam kandungannya pun tak mampu untuk membuatnya untuk bertahan, dia akan membesarkan anaknya sendiri, Alisya sangat yakin dia mampu untuk menjadi ayah dan ibu untuk anaknya. Meski begitu dia akan tetap memberitahukan pada Pandu soal anak ini, keduanya berhak tahu jika mereka memiliki hubungan sebagai ayah dan anak. Alisya tidak ingin egois. “Kamu tetap akan pergi meski aku melarangmu,” kata Pandu setelah dia menyelesaikan sarapannya dan siap untuk berangkat kerja. Sekar yang seperti biasa mengantar suami mereka sampai ke mobil Pandu menatap Alisya dengan sinis. “Tentu aku perlu uang, aku tidak

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-16

Bab terbaru

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 219

    "Apa anda akan melaporkan saya ke polisi untuk itu?" Wanita paruh baya itu mengerjap kaget dengan perkataan sang menantu, dia bukannya tidak tahu kalau Alisya wanita yang baik, dan suaminya menyukai menantu mereka itu. Akan tetapi sebagai orang yang melahirkan Pandu dia merasa memiliki hak untuk menentukan wanita mana yang cocok untuk menjadi menantunya. Bukan tanpa alasan dirinya menerima Sekar begitu saja dengan tangan terbuka, wanita itu bisa mengimbanginya dalam berbagai hal dan yang lebih penting Sekar juga bukan tipikal wanita rumahan yang menghabiskan waktu untuk mengurus suami dan anaknya di rumah. Bagi wanita itu, pernikahan tak bisa membatasi kebebasannya, bukankah itu tugas suami untuk memastikan semua kebutuhannya terpenuhi. Oh dia bukan tipe wanita yang akan meninggalkan suaminya yang sedang bangkrut dan terjatuh dia akan mendukungnya dengan baik, karena sebelum menikah dia harus memastikan dulu seberapa kaya laki-laki itu. Akan tetapi pengkhianatan Sekar membuat di

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 218

    Bibi kadang bisa sangat menyebalkan. Seperti kali ini, padahal Alisya ingin bertanya siapa yang datang tapi si bibi sudah hilang entah kemana, bahkan Pandu yang turun lebih dulu untuk melihat siapa yang datang belum juga kembali. Alisya penasaran, tapi rambutnya masih basah. Rumah ini memang mewah dengan berbagai fasilitasnya tapi alat pengering rambutnya rusak dan dulu Alisya merasa belum perlu untuk membeli lagi. Dia di rumah seharian, tidak akan ada yang peduli kalau rambutnya basah atau tidak, tapi sekarang beda cerita. Dengan tak sabar Alisya mengambi satu lagi handuk dan menggosok rambutnya lagi, begitu rambutnya setengah kering dia langsung mengganti pakaian dan turun ke bawah. Alisya terdiam sesaat begitu dia mendengar suara orang yang sedang berbicara dengan Pandu di ruang tengah. Bagaimana mungkin mertuanya tahu kalau mereka sedang ada di sini? atau mungkin bibi yang menghubungi. Alisya membelokkan langkahnya menjauhi ruang tengah dan mencari bibi di dapur tapi... "Al

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 217

    Untuk kedua kalinya Alisya kembali menggosok giginya, lalu menghembuskan napasnya lagi ke tangan memastikan bahwa mulutnya sudah sangat bersih dan wangi. Dia menatap kaca wastafel yang besar dan bening di depannya, bibi pasti sangat rajin saat dia tidak ada di rumah ini. Tidak ada satupun sisa kotoran terselip di giginya, dia sangat beruntung dianugerahi gigi yang rapi, dan karena dia juga rajin menggunjungi dokter gigi, giginya tetap putih bersih. Pandangan Alisya jatuh pada bibirnya yang bengkak.Astaga! Wanita itu menepuk-nepuk pipinya, merasa wajahnya begitu panas saat mengingat apa yang terjadi beberapa saat yang lalu. Seharusnya dia merasa trauma dengan perlakuan kasar Pandu dulu, tapi kelembutan laki-laki itu tadi membuat Alisya bahkan melupakan rasa trauma terdahulu. Mereka memang akhirnya menyempurnakan pernikahan mereka, di ranjang tempat mereka pertama kali melakukannya dulu. Padahal ini masih siang hari, pembicaraan penuh emosi mereka membuat keduanya terhanyut dan t

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 216

    Pandu langsung masuk ke kamar Alisya dulu begitu sampai di rumah ini. Tak ingin menganggu Pandu yang sepertinya memang membutuhkan waktu untuk menyendiri. Dia memang dua kali menjadi istri Pandu tapi tidak tahu banyak tentang laki-laki itu. Alisya yakin jika dia bertanya pada Pandu sebenarnya ada apa yang terjadi di keluarganya tentu laki-laki itu akan mengatakannya."Itu minuman untuk saya kan, Bi?" tanya Alisya sambil mengambil teh hangat yang baru saja diletakan bibi di meja makan. Bisma sebenarnya sudah tak betah dalam gendongannya, sekarang merangkak adalah kegiatan kesukaannya. "Eh iya, nyonya biasanya suka minum teh kalau dari luar rumah, itu teh kesukaan nyonya, tuan sudah meminta saya belanja persediaan makanan kesukaan nyonya siapa tahu nyonya mau mampir," kata bibi. "Ah terima kasih, bi." Alisya menurunkan Bisma di ruang tengah yang luas dan membiarkan anaknya merangkak di karpet yang tebal di depan televisi, dia mengambil minumannya dan duduk sambil mengawasi anakny

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 215

    "Lho kita mau kemana harusnya luruskan?" Dalam hal mengemudi, bisa dibilang Alisya masih sangat awam. Baru beberapa bulan ini dia belajar tepatnya setelah melahirkan si kembar, itu pun atas paksaan Pram, yang memberikan hadiah mobil dengan semena-mena padahal tahu Alisya tak bisa menyetir. Keputusan Alisya untuk mengambil alih kemudi dari tangan sang suamin agak disesalinya, apalagi kalau ingat jalan yang akan mereka lalui nanti untuk pulang ke rumah, adalah jalan propinsi yang banyak dilalui mobil-mobil besar. Haduh! membayangkannya saja Alisya sudah ngeri duluan, seharusnya tadi dia ajak saja Pandu untuk berhenti di sebuah cafe yang cozy untuk menenangkan diri, atau memanggil sopir pribadi laki-laki itu untuk mengantar mereka pulang. "Kalau kamu nggak berani nyetir di jalan ramai biar mas saja yang nyetir, janji nggak bakal ngebut lagi," kata Pandu dengan cemas. Sekarang laki-laki itu yang terlihat ketakutan sambil memeluk Bisma. Alisya memang mengendarai mobilnya yang mahal i

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 214

    "Mas pelan-pelan, kamu tidak bisa seperti ini!" Alisya mencengkeram besi pegangan dengan kuat sampai tanganya mati rasa. Dia ingin memejamkan matanya, tapi dia tahu itu akan membuatnya tidak bisa merasakan apa yang terjadi saat ini. Tidak ini tidak benar, Pandu tak bisa melakukan ini padanya, mereka memang telah menjadi suami istri kembali tapi bukan berarti laki-laki itu berhak melakukan ini padanya. Nyawanya dan putranya bukan milik Pandu. Mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi sambil meliuk-liuk menyalip semua kendaraan yang ada di depannya jelas akan membahayakan nyawa mereka bertiga, meski mobil Pandu berharga milyaran tidak akan mampu melindungi mereka saat terjadi kecelakaan fatal. "Mas jika kamu tidak peduli denganku, tolong peduli sedikit pada anakmu, dia ketakutan!" sentak Alisya keras.Tangan kanan Alisya yang tidak mencengkeram besi pegangan, memeluk Bisma dengan erat. Anak itu seperti tahu akan adanya bahaya disekitarnya, dia yang biasanya berceloteh riang sekara

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 213

    Alisya mempelajari ini dari sang ibu yang memang memiliki bakat yang tak perlu diragukan dalam hal urusan perdapuran, termasuk dalam membuat kopi yang merupakan minuman kesukaan sang suami. Dan bakat itu bukan hanya diwarisi begitu saja, tapi dia juga dia pelajari langsung saat membantu sang ibu menyiapkan dagangannya. Demi membantu perekonomian keluarga sang ibu memang berjualan berbagai masakan di depan kontrakan mereka dulu dan menjadi satu-satunya sumber penghasilan uang mereka begitu sang ayah meninggal. Sekarang saat kakek dari Pandu memintanya membuatkan kopi alih-alih asisten rumah tangga yang berseliweran di rumah ini, Alisya dengan senang hati melakukannya. Akan tetapi masalah sebenarnya baru muncul saat dia diantar oleh salah satu asisten rumah tangga itu ke dapur, seseorang tiba-tiba muncul dan membuatnya ingin sekali menyiram muka cantik itu dengan kopi panas. "Aku nggak nyangka Pandu bakalan bawa kamu ke rumah ini, kemarin dia sudah dekat dengan Silvia setelah berce

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 212

    Alisya membawa anaknya ke ruang televisi diikuti asisten rumah tangga sang kakek. Setelah memberi tahu film kartun kesukaan Bisma, juga menenangkan sang anak saat tak mau turun. "Anak mama nonton tivi dulu ya, mama mau bicara sama buyut dulu," kata Alisya pada sang anak. Seolah mengerti dengan omongan sang mama, anak itu meraba wajah sang mama sebentar lalu menonton menunjuk televisi sambil tertawa. "Titip anak saya sebentar ya, Bu. Saya mau menemui kakek dulu," kata Alisya lalu menjelaskan beberapa kebiasaan Bisma juga menyerahkan tas Asip yang memang sengaja dia bawa. Tanpa Alisya ketahui sang kakek dari luar memperhatikan dengan seksama apa yang dia lakukan. "Dia istri pertama saya, yang dulu tidak saya akui," kata Pandu membuat sang kakek menatap padanya."Kenapa sekarang kamu membawanya kemari? karena dia sudah melahirkan anakmu?" tanya sang kakek tajam. Pandu menghela napas. dia menatap Alisya yang masih berbicara dengan asisten rumah tangga kakeknya. "Salah satunya." "L

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 211

    Seorang wanita tua dengan wajah ramah membukakan pintu untuk mereka. "Tuan muda, selamat datang. Tuan besar sudah menunggu," kata wanita itu sambil melempar senyum pada Alisya. "Terima kasih, Mbok. Apa kabar?" "Baik, Tuan. Apalagi saat lihat tuan muda simbok malah lima puluh tahun lebih muda," kata wanita itu dengan jenaka. "Simbok salah satu wanita tercantik menurut saya," kata Pandu menanggapi guyonan wanita itu. "Tapi tidak lebih cantik dari wanita di samping tuan kan, saya mbok Iroh, Nya," kata wanita itu sambil mengulurkan tangan. Alisya tersenyum dan menyambut uluran tangan itu. "Saya Alisya, mbok." "Ah nama yang cantik secantik orangnya, lalu?" tanya wanita itu yang pandangannya tertuju pada Bisma yang asik dengan empengnya. "Ini Bisma putra kami." "Putra!" tanya wanita itu terkejut dan menatap Alisya dengan seksama lalu Bisma, tapi secepat mungkin wanita itu menutupi keterkejutannya dan mempersilahkan mereka masuk. "Tuan besar ada di halaman samping, silahkan. Simb

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status