Share

Bab 62

Author: Ajeng padmi
last update Last Updated: 2024-10-14 19:16:00

Dia melakukannya bukan untuk Sekar atau Pandu tapi untuk bayi dalam kandungan wanita itu.

“Apa mas masih ingin bicara padaku?” tanya Alisya pada Pandu yang belum juga memutus panggilan teleponnya.

Sekar sudah pergi beberapa saat yang lalu setelah Alisya berjanji akan memasakkan makanan untuk wanita itu, entah apa yang membuat Sekar sama sekali tak suka makanan bibi.

Seberapapun kesal Alisya pada wanita itu, tapi hati nuraninyalah yang akhirnya menang, dia tak tega melihat Sekar harus menahan lapar yang tentunya berimbas pada bayi yang ada dalam kandungan wanita itu.

Niat awal Alisya hanya ingin Pandu mendengar pengakuan langsung dari mulut Sekar kalau dia sama sekali tidak bersalah dalam hal itu, tapi ternyata wanita itu sudah bertindak lebih jauh, bahkan bisa Alisya duga tidak peduli dengan bayinya. Sungguh miris bukan.

Alisya menurunkan ponselnya memastikan sambungan masih terhubung dengan suaminya tapi tidak ada suara dari seberan
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Nainamira
tanya juga balikin, kamu sanggup mengembalikan lagi kakiku yang kamu tabrak? kamu sanggup mengembalikan keperawanan ku yang kamu renggut? kalau sanggup, akan kukembalikan semua uang kamu
goodnovel comment avatar
Flowers riah
tambah bab Thor, jadi penasaran
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 63

    Alisya bertahan menatap hamparan langit yang mulai berwarna jingga. Sebenarnya dari kamar ini dia bisa menatap pemandangan yang sangat indah, rumah Pandu berdiri di kaki bukit yang akses untuk melihat pemandangan yang menakjubkan. Andai saja nasibnya lebih baik di rumah ini, dia akan betah sekali tinggal di sini, akan tetapi dengan keadaaan hati yang kacau balau seperti ini tentu pemandangan seindah apapun tak akan menarik minatnya. “Kamu harus mengembalikan uang yang ak gunakan untuk pengobatan ibumu selama ini jika ingin perpisahan,” kalimat Pandu masih teringat jelas dalam otak Alisya. Tidak ada ucapan duka cita atau empati yang ditunjukkan Pandu, membuat Alisya hanya bisa tersenyum masam. Alisya memang berkeinginan mengembalikan semua uang Pandu yang digunakan untuk pengobatan ibunya, tapi tentu saja dia harus bekerja dan bebas dari rumah yang serasa neraka ini. Akan tetapi Alisya tak menyangka Pandu akan mengatakan hal itu. Orang tuanya bukan orang kaya yang memiliki wari

    Last Updated : 2024-10-15
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 64

    Alisya tetap bekerja. Dia tak peduli larangan Pandu yang tidak masuk akal itu. Ini suatu pembangkangan memang, Alisya yang sejak kecil mendapat didikan moral yang ketat dari kedua orang tuanya sedikit merasa bersalah pada Pandu, tapi jika mengingat ibunya terakhir kali yang sudah putus asa dan selalu menatapnya dengan rasa kasihan Alisya makin membulatkan tekadnya. Bahkan janin dalam kandungannya pun tak mampu untuk membuatnya untuk bertahan, dia akan membesarkan anaknya sendiri, Alisya sangat yakin dia mampu untuk menjadi ayah dan ibu untuk anaknya. Meski begitu dia akan tetap memberitahukan pada Pandu soal anak ini, keduanya berhak tahu jika mereka memiliki hubungan sebagai ayah dan anak. Alisya tidak ingin egois. “Kamu tetap akan pergi meski aku melarangmu,” kata Pandu setelah dia menyelesaikan sarapannya dan siap untuk berangkat kerja. Sekar yang seperti biasa mengantar suami mereka sampai ke mobil Pandu menatap Alisya dengan sinis. “Tentu aku perlu uang, aku tidak

    Last Updated : 2024-10-16
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 65

    Bukankan tidak ada kebetulan di dunia ini. Semua sudah ditakdirkan oleh yang kuasa. “PT Adi Karya yang ada di Jl bukit batu, perusahaan distributor kayu?” tanya Alisya. “Kamu tahu rupanya.” Alisya dulu sekilas mempelajari profil perusahaan itu, tidak ada yang aneh memang, mereka menyediakan kayu yang digunakan untuk bahan baku pembuatan berbagai peralatan kantor seperti meja kursi yang diproduksi kantor yang dipimpin ayah mertuanya. Dan kebetulan berita yang dia dengar Pandu kenal ownernya. “Saya pernah menangani kerja sama dengan perusahaan itu dulu.” Alisya terdiam sebentar, tunggu kenapa sekarang akan dibangun Villa? “Apa PT Adi Karya bangkrut?”  tanyanya tak dapat menahan diri. Mobil sudah dipersilahkan masuk oleh satpam di depan dan sekarang mereka sedang melewati jalanan menuju rumah yang kanan kirinya ditumbuhi pohon buah-buahan yang terlihat lezat. Jika saja pikiran Alisya tidak sibuk dengan berbagai asumsinya, tent

    Last Updated : 2024-10-16
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 66

    Alisya tahu beberapa kali laki-laki berusia sekitar akhir empat puluhan itu beberapa kali mencuri pandang padanya. Tubuhnya tegap berisi dan wajahnya tampan bau duit. Beberapa kali bahkan laki-laki itu seperti menatap iba padanya, terutama kakinya yang tidak bisa dia gunakan dengan benar. Pak Firman memutuskan memberikan kelonggoran pada Alisya untuk ijin tidak masuk kerja esok harinya, hal itu tentunya bukan tanpa alasan. Amin Wibowo meminta, atau lebih tepatnya setengah memaksa bos Alisya itu untuk mengijinkannya menemani laki-laki itu ke makam orang tuanya. “Tenang saja jika Dek Firman memecatmu aku bisa memberimu pekerjaan yang bagus,” kata Pak Amin sambil tertawa lebar. Guyonan khas orang kaya, tapi tentu saja baik pak Firman maupun Alisya sendiri tahu laki-laki itu bisa melakukannya kalau dia mau. “Dia putraku, Hari Wibowo dan yang dia cucuku yang pernah diselamatan ayahmu, Sasti.” Alisya tersenyum dan bersalaman pada anak dan cucu pak Amin yang baru saja bergabung deng

    Last Updated : 2024-10-17
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 67

    “Aku kecewa kamu sudah tidak mempercayaiku lagi.” Alisya menghela napas dengan berat, rasa bersalah menggulung dalam dadanya. Dia tahu tidak seharusnya dia melakukan ini semua. Selain akan berbahaya untuk dirinya sendiri, juga pasti akan melukai orang-orang yang baik padanya. Tapi dia bisa apa yang hanya manusia dengan segala nafsu keingintahuan yang semakin hari semakin mencengkeram erat dirinya. “Maaf,” hanya itu yang bisa dia katakan untuk saat ini. “Ah sudahlah, kamu pasti punya pertimbangan tersendiri sampai melakukannya.” Alisya menatap laki-laki di depannya itu dengan rasa bersalah yang begitu pekat melumuri hatinya. Dia memang merasa bersalah tapi sejujurnya dia tidak menyesal. Dia yakin Pram bisa menjaga dirinya sendiri dengan baik. Soal keselamatannya dia sangat yakin orang-orang itu tidak akan langsung membunuhnya paling tidak sekarang ini. “Mereka tidak akan membunuhku,” gumam Alisya pelan. “Dari mana kamu tahu!” kata laki-laki itu dengan berang. “Oh apa karena ra

    Last Updated : 2024-10-18
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 68

    Mereka bertengkar di sini soal pemandangan. Pemandangan apa? Lantai dua rumah ini memang bisa melihat pemandangan indah bahkan pada malam hari seperti ini. Semula Alisya hanya berpikir kalau Sekar ingin jalan-jalan ke suatu tempat tapi setelah menginjakkan kaki di sini apa wanita itu kembali menginginkan apa yang dia miliki sekarang?Alisya menatap sekeliling ruang santai di sini, tidak ada yang aneh seingatnya. Mungkin mereka hanya adu mulut saja tidak sampai saling melempar barang. Lantai dua ini bisa dibilang dihuni oleh Alisya sendiri, karena suaminya lebih sering bersama Sekar di lantai bawah atau lebih tepatnya hanya ke lantai atas jika ada keperluan dengannya saja. Sedangkan para pelayan memiliki tempat tinggal sendiri di paviliun belakang, mereka akan langsung kembali ke sana saat jam sembilan malam, tapi tentu saja Pandu bisa memanggil mereka sewaktu-waktu jika dibutuhkan. Akan tetapi setahu Alisya laki-la

    Last Updated : 2024-10-18
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 69

    Rasanya baru saja membaringkan tubuhnya yang lelah saat pintu kamarnya kembali diketuk."Ada tamu untuk anda nyonya."Tamu?Alisya belum beranjak dari ranjangnya. Selama tinggal di sini tidak pernah ada tamu untuknya, dia seperti dipisahkan dengan dunia luar. Apalagi teman-temannya yang dulu menatapnya dengan cara berbeda. Bukannnya dia tidak tahu banyak dari teman-temannya yang mengiranya menjebak Pandu supaya bisa hidup nyaman."Siapa, Bu?" tanya Alisya, setelah lama dia terdiam tapi tidak ada lagi sahutan dari luar dengan menghela napas dalam, Alisya bangun dari rebahannya dan segera bersiap menemui tamu yang dimaksud. Masih pukul delapan malam memang, belum terlalu larut bahkan para asisten belum kembali ke paviluan mereka, tapi tubuhnya yang begitu penat membuat Alisya ingin tidur lebih cepat. "Kamu teman kerjanya Alisya?" Alisya menghentikan laju kursi rodanya saat mendengar suara Sekar. "Iya." Alisya mengerutkan kening mendengar suara itu, bukankah baru saja mereka berte

    Last Updated : 2024-10-19
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 70

    "Hebat sekali apa dia yang akan mendukungmu untuk melawanku?" "Apa aku memang perlu melawanmu, Mas?" Pandu sedikit tersentak dengan pertanyaan Alisya, laki-laki itu sudah akan membuka mulutnya lagi saat muncul Sekar dan langsung menggelendot manja di lengannya. "Aku kangen banget," kata wanita itu. Alisya tahu sekali Sekar sengaja melakukan itu di depannya. "Sebentar aku mau bicara dengan Alisya dulu," kata Pandu sambil melepaskan tangannya dari belitan Sekar. "Bicara apa? ah soal kamar untukku, tentu." Alisya langsung memutar bola matanya, dia pikir masalah konyol itu sudah selesai tapi ternyata tidak demikian. "Bukan, ehm soal itu aku tetap tidak setuju kamu pindah ke kamar atas," kata Pandu pada Sekar. Wajah sumringah wanita itu langsung berubah masam. "Mas, kamu ingin anakmu ileran," katanya tak terima. "Aku bisa pergi dari sana kok, tenang saja," jawab Alisya dengan tenang tapi tatapan Pandu malah menajam sekarang padanya. "Tidak kamu tetap di sana," kata Pandu ta

    Last Updated : 2024-10-20

Latest chapter

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 177

    "Ups maaf, sepertinya papa menganggu."Alisya buru-buru menyelesaikan kunyahannya. Astaga. Seharusnya tadi dia menolak keras Pandu yang ingin menyuapinya, dia sudah sembuh hanya tinggal sedikit pusing dan lemas. "Ma...ma!" jerit Bisma tak terima saat sang kakek ingin membawa anak itu keluar. "Biar Bisma sama saya, Pa," kata Alisya meminta putranya."Asip yang kamu berikan habis jadi papa bawa dia kemari."Alisya mengangguk dia bisa menduganya."Terima kasih, Pa. Sudah menjaga Bisma.""Sama-sama, Nak. Papa dan mama senang bisa menjaga Bisma."Rengekan Bisma yang terlihat sangat kehausan membuat laki-laki paruh baya itu tersenyum dan berpamitan menunggu di luar.Alisya menatap Pandu yang masih anteng duduk di tempatnya. "Apa mas sudah tanya pada dokter aku boleh menyusui Bisma apa tidak?" tanyanya. "Oh iya, aku lupa bilang, kamu boleh menyusui Bisma, obat yang kamu minum tidak berpengaruh padanya." Alisya mengangguk, menunggu sampai Pandu berdiri dan keluar api sepertinya laki-lak

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 176

    "Mas pulang saja, di sini pasi tidak nyaman," kata Alisya yang melihat Pandu masih duduk dengan tablet di tanganya, laki-laki itu memang tak banyak bicara setelah bulek Par meninggalkan mereka tadi. Pandu meletakkan tabletnya dan mendekati Alisya, dia lalu mengambil botol air mineral dan memberikannya pada Alisya. "Aku tidak ingin minum," kata wanita itu dengan nada protes. "Kata dokter kamu harus banyak minum kalau mau cepat sembuh." "Susah kalau bolak balik ke kamar mandi," bantah wanita itu. "Aku akan menggendongmu ke kamar mandi tenang saja," Alisya menghela napas lalu menerima air itu dan meminumnya sedikit. "Aku serius, mas. Aku tidak masalh di sini sendiri ada suster yang bisa aku panggil kalau butuh bantuan, lagi pula aku takut Bisma nangis dan kasihan papa dan mama." Pandu malah menarik kursi di samping ranjang Alisya dan duduk di sana. "Kenapa kamu hobi sekali mengusirku, ini bukan di rumahmu tidak akan ada tetangga yang usil, lagi pula seperti kata bulek aku akan be

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 175

    Pandu sudah mendengar kasus itu tapi tentu saja dia sama sekali tidak bisa membantu sama sekali. Kekhawatiran menguasai hatinya sejak mendengar kasus itu, meski sekretarisnya bilang semuanya bisa teratasi dengan baik tapi tetap saja dia sangat khawatir pada ibu dari anaknya itu. Entah  apa yang dilakukan Alisya, sehingga wanita itu terus saja bercokol dalam benak Pandu, sehari saja tak bertemu membuat lagi-lagi itu dilanda kegelisahan. Apa ini normal? Ayahnya bahkan mengatakan dia seperti ABG yang sedang jatuh cinta. Mungkin memang benar, saat ini dia bisa merasakan jantungnya berdebar saat berhadapan dengan Alisya bahkan ikut tersenyum saat wanita itu tersenyum. Dengan menenggelamkan diri pada pekerjaan sedikit mengalihkan pikiran Pandu dari keinginan untuk menemui Alisya juga putranya. “Pak ada telepon dari ibu Sasti, apa bapak mau menerimanya?” Suara sang sekretaris terdengar dari interkom di depannya

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 174

    “Apa aku bisa mempercayai ucapanmu sekarang?” tanya Sasti dengan penuh intimidasi. Alisya yang ada di ruangan yang sama langsung membeku mendengar ledakan kemarahan Sasti, dia tahu Sasti wanita yang dingin dan bertangan besi, tapi tidak pernah melihat wanita itu semarah sekarang ini. “Aku awalnya juga tidak percaya tapi semakin aku menyangkalnya semakin banyak bukti yang menunjukkan keterlibatan beliau,” kata Fahri dengan frustasi. Sasti terduduk di kursinya dia sama sekali tak menyangka hal ini akan terjadi. “Kenapa?” tanyanya dengan kekecewaan yang tidak dia tutup-tutupi. “Karena beliau merasa dialah yang pantas ada di posisi puncak.” “Lalu kenapa dia tidak mengambilnya, merebutnya dan bersaing sehat jika dia merasa punya kemampuan.” Fahri hanya menunduk diam tak sanggup menjawab cercaan Sasti karena dia sendiri memang tidak tahu alasannya. “Bagaimana dengan kamu sendiri? Apa kamu juga berpikir hal yang sama?” tanya Sasti tajam. Fahri langsung mengangkat wajahnya dan menatap

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 173

    “Ma...ma,” rengek Bisma minta digendong saat Alisya sudah rapi. Rencana mengajukan cuti hari ini batal sudah saat telepon dari Dara membuatnya mau tak mau harus datang ke kantor. “Sayang, Bisma sama mbak Rani dan nenek dulu ya, Nak,” kata Alisya sambil memeluk anaknya yang gembul itu. Bahkan untuk menggendong Bisma pun Alisya tak punya tenaga, kepalanya begitu pusing dan wajahnya pucat, efek dari tidak tidur semalam. Tapi mau tak mau dia harus tetap ke kantor, tidak mungkin dia lepas tangan begitu saja karena sejak awal dia yang bertanggung jawab untuk hal itu. “Kamu yakin mau pergi ke kantor, Lis. Dengan wajah seperti itu, apa tidak bisa ijin saja,” tanya bulek dia terlihat sangat khawatir pada Alisya. “Ada sedikit masalah di kantor, saya harus ke sana.” “Oalah, Lis, memangnya tak ada orang lain yang bisa gantikan?” “Ini masalah tanggung jawab saya bulek jadi tak bisa diwakilkan,” kata Alisya berusaha m

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 172

    Alisya menatap tak percaya setelah membaca dokumen yang diberikan Pandu padanya, dia sampai butuh membaca beberapa kali untuk meyakinkan dirinya. “Mas sudah memverifikasi laporan ini?” tanya Alisya pada Pandu. Setelah mereka piknik di alun-alun kota, Pram harus pulang terlebih dahulu karena ada panggilan dari ayahnya, dia hanya bilang pada Alisya kalau nanti malam akan menghubungi lagi, dan itu dikatakan tanpa sepengetahuan Pandu, artinya akan ada hal serius yang ingin dibicarakan laki-laki itu. “Aku tidak akan memberikan padamu kalau belum membuktikannya sendiri.” “Kenapa mas mencari tahu tentang hal ini? apa karena kerja sama dengan galeri mas waktu itu?” tanya Alisya yang masih belum percaya kalau Pandu memiliki minat pada barang-barang seni. Selama mereka hidup bersama hal itu tidak terlihat sama sekali, rumah tempat mereka tinggal dulu Alisyalah yang menatanya dan laki-laki itu sama sekali tidak protes. “Salah satunya.” 

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 171

    Tak mudah jalan bersama dua orang laki-laki dewasa yang siap saling tonjok satu sama lain setiap saat. “Ayo Al, sudah mulai panas,” kata Pandu sedikit kesal melihat interaksi Alisya dan Pram. Suasana alun-alun kota memang mulai ramai, banyak orang yang berdatangan dan menikmati kebersamaan dengan keluarga mereka, para pedagang kaki lima di pinggir alun-alun juga tak mau ketinggalan. Secara umum  suasananya memang menyenangkan tapi tentu saja tidak untuk Pandu yang lebih memilih berhenti dan menunggu Alisya. “Kamu bawa tikar?” tanya Pram pada Alisya saat mereka memutuskan untuk memilih satu sudut yang lapang untuk duduk. “Ada dalam tas.” Pram membuka tas bekal yang dibawa Alisya dan mendapati tikar kecil di dalamnya. Duduk di atas tikar yang barusan dia gelar lalu tanpa permisi membuka tas bekal Alisya dan mencomot satu roti isi yang ada di sana. “Astaga Pram kamu bahkan tidak cuci tangan,” omel Alisya ya

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 170

    Bisma menangis kencang tapi Alisya malah tersenyum geli. “Tunggu ya, mama siapin Asip buat kamu dulu, anak mama yang ganteng tenang dulu ya,” kata Alisya kalem. Seperti mengerti ucapan sang mama, bayi mungil itu menatap Alisya yang membawa asi beku untuk dipanaskan sambil sesekali sesegukan. Lucu sekali. Setelah suhunya dirasa cukup, Alisya memberikannya pada Bisma dan anak itu menerimanya dengan tak sabar.“Makasih ya, nak sudah menyelamatkan mama dari papamu tadi malam,” kata Alisya sambil mengelus rambut Bisma yang begitu lembut. Secara keseluruhan wajah anaknya memang mengcopi wajah Pandu, bisa dibilang Bisma hanya numpang tumbuh di rahimnya saja. Tentu saja hal itu membuat Pandu ataupun keluarganya yang dulu sempat meragukan anak yang dia kandung tidak perlu melakukan test DNA. Ini hari libur untuk Alisya dan dia berencana mengajak Bisma untuk jalan-jalan bukan jalan yang jauh sih hanya ke alun-alun kota, tapi

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 169

    Nyamuk jaman sekarang memang nekad, tidak bisa melihat daging mulus sedikit saja langsung digigit. Bahkan tidak jarang mereka juga memilih bagian-bagian yang sengaja disembunyikan. Padahal ini di teras rumah, bukan di kebun atau bahkan di jalanan. “Pakai ini.” ini agak menggelikan tahu, untuk dua orang yang sudah bercerai karena salah satu melakukan  pengkhianatan dan merasa cinta mati pada wanita lain. Alisya jadi teringat dengan film yang dia tonton bersama Laras, film manis yang menurutnya yang telah mengalami pahitnya percintaan tentu saja tidak akan percaya hal itu akan ada di dunia nyata, begitu juga dengan Laras yang mengalami hal yang sama. Tapi...Astaga ini hanya jas... jangan baper Lis. “Terima kasih, mas. Tapi aku bisa masuk dan mengambil jaket dari dalam, aku malas kalau nanti harus mencuci bajumu,” kata Alisya dengan nada bercanda. “Padahal aku kangen kamu mengurusi baju yang aku p

DMCA.com Protection Status