Share

Bab 65

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-16 20:07:15

Bukankan tidak ada kebetulan di dunia ini.

Semua sudah ditakdirkan oleh yang kuasa.

“PT Adi Karya yang ada di Jl bukit batu, perusahaan distributor kayu?” tanya Alisya.

“Kamu tahu rupanya.” Alisya dulu sekilas mempelajari profil perusahaan itu, tidak ada yang aneh memang, mereka menyediakan kayu yang digunakan untuk bahan baku pembuatan berbagai peralatan kantor seperti meja kursi yang diproduksi kantor yang dipimpin ayah mertuanya. Dan kebetulan berita yang dia dengar Pandu kenal ownernya.

“Saya pernah menangani kerja sama dengan perusahaan itu dulu.” Alisya terdiam sebentar, tunggu kenapa sekarang akan dibangun Villa? “Apa PT Adi Karya bangkrut?”  tanyanya tak dapat menahan diri.

Mobil sudah dipersilahkan masuk oleh satpam di depan dan sekarang mereka sedang melewati jalanan menuju rumah yang kanan kirinya ditumbuhi pohon buah-buahan yang terlihat lezat.

Jika saja pikiran Alisya tidak sibuk dengan berbagai asumsinya, tent
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Wenyic Wenia
jangan2 alisya cucunya
goodnovel comment avatar
Dyana Dent
Hancurkan perusahaan Padu Alisya biar terbebas,Bocorkan rahasia perusahaanya.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 66

    Alisya tahu beberapa kali laki-laki berusia sekitar akhir empat puluhan itu beberapa kali mencuri pandang padanya. Tubuhnya tegap berisi dan wajahnya tampan bau duit. Beberapa kali bahkan laki-laki itu seperti menatap iba padanya, terutama kakinya yang tidak bisa dia gunakan dengan benar. Pak Firman memutuskan memberikan kelonggoran pada Alisya untuk ijin tidak masuk kerja esok harinya, hal itu tentunya bukan tanpa alasan. Amin Wibowo meminta, atau lebih tepatnya setengah memaksa bos Alisya itu untuk mengijinkannya menemani laki-laki itu ke makam orang tuanya. “Tenang saja jika Dek Firman memecatmu aku bisa memberimu pekerjaan yang bagus,” kata Pak Amin sambil tertawa lebar. Guyonan khas orang kaya, tapi tentu saja baik pak Firman maupun Alisya sendiri tahu laki-laki itu bisa melakukannya kalau dia mau. “Dia putraku, Hari Wibowo dan yang dia cucuku yang pernah diselamatan ayahmu, Sasti.” Alisya tersenyum dan bersalaman pada anak dan cucu pak Amin yang baru saja bergabung deng

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-17
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 67

    “Aku kecewa kamu sudah tidak mempercayaiku lagi.” Alisya menghela napas dengan berat, rasa bersalah menggulung dalam dadanya. Dia tahu tidak seharusnya dia melakukan ini semua. Selain akan berbahaya untuk dirinya sendiri, juga pasti akan melukai orang-orang yang baik padanya. Tapi dia bisa apa yang hanya manusia dengan segala nafsu keingintahuan yang semakin hari semakin mencengkeram erat dirinya. “Maaf,” hanya itu yang bisa dia katakan untuk saat ini. “Ah sudahlah, kamu pasti punya pertimbangan tersendiri sampai melakukannya.” Alisya menatap laki-laki di depannya itu dengan rasa bersalah yang begitu pekat melumuri hatinya. Dia memang merasa bersalah tapi sejujurnya dia tidak menyesal. Dia yakin Pram bisa menjaga dirinya sendiri dengan baik. Soal keselamatannya dia sangat yakin orang-orang itu tidak akan langsung membunuhnya paling tidak sekarang ini. “Mereka tidak akan membunuhku,” gumam Alisya pelan. “Dari mana kamu tahu!” kata laki-laki itu dengan berang. “Oh apa karena ra

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-18
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 68

    Mereka bertengkar di sini soal pemandangan. Pemandangan apa? Lantai dua rumah ini memang bisa melihat pemandangan indah bahkan pada malam hari seperti ini. Semula Alisya hanya berpikir kalau Sekar ingin jalan-jalan ke suatu tempat tapi setelah menginjakkan kaki di sini apa wanita itu kembali menginginkan apa yang dia miliki sekarang?Alisya menatap sekeliling ruang santai di sini, tidak ada yang aneh seingatnya. Mungkin mereka hanya adu mulut saja tidak sampai saling melempar barang. Lantai dua ini bisa dibilang dihuni oleh Alisya sendiri, karena suaminya lebih sering bersama Sekar di lantai bawah atau lebih tepatnya hanya ke lantai atas jika ada keperluan dengannya saja. Sedangkan para pelayan memiliki tempat tinggal sendiri di paviliun belakang, mereka akan langsung kembali ke sana saat jam sembilan malam, tapi tentu saja Pandu bisa memanggil mereka sewaktu-waktu jika dibutuhkan. Akan tetapi setahu Alisya laki-la

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-18
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 69

    Rasanya baru saja membaringkan tubuhnya yang lelah saat pintu kamarnya kembali diketuk."Ada tamu untuk anda nyonya."Tamu?Alisya belum beranjak dari ranjangnya. Selama tinggal di sini tidak pernah ada tamu untuknya, dia seperti dipisahkan dengan dunia luar. Apalagi teman-temannya yang dulu menatapnya dengan cara berbeda. Bukannnya dia tidak tahu banyak dari teman-temannya yang mengiranya menjebak Pandu supaya bisa hidup nyaman."Siapa, Bu?" tanya Alisya, setelah lama dia terdiam tapi tidak ada lagi sahutan dari luar dengan menghela napas dalam, Alisya bangun dari rebahannya dan segera bersiap menemui tamu yang dimaksud. Masih pukul delapan malam memang, belum terlalu larut bahkan para asisten belum kembali ke paviluan mereka, tapi tubuhnya yang begitu penat membuat Alisya ingin tidur lebih cepat. "Kamu teman kerjanya Alisya?" Alisya menghentikan laju kursi rodanya saat mendengar suara Sekar. "Iya." Alisya mengerutkan kening mendengar suara itu, bukankah baru saja mereka berte

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-19
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 70

    "Hebat sekali apa dia yang akan mendukungmu untuk melawanku?" "Apa aku memang perlu melawanmu, Mas?" Pandu sedikit tersentak dengan pertanyaan Alisya, laki-laki itu sudah akan membuka mulutnya lagi saat muncul Sekar dan langsung menggelendot manja di lengannya. "Aku kangen banget," kata wanita itu. Alisya tahu sekali Sekar sengaja melakukan itu di depannya. "Sebentar aku mau bicara dengan Alisya dulu," kata Pandu sambil melepaskan tangannya dari belitan Sekar. "Bicara apa? ah soal kamar untukku, tentu." Alisya langsung memutar bola matanya, dia pikir masalah konyol itu sudah selesai tapi ternyata tidak demikian. "Bukan, ehm soal itu aku tetap tidak setuju kamu pindah ke kamar atas," kata Pandu pada Sekar. Wajah sumringah wanita itu langsung berubah masam. "Mas, kamu ingin anakmu ileran," katanya tak terima. "Aku bisa pergi dari sana kok, tenang saja," jawab Alisya dengan tenang tapi tatapan Pandu malah menajam sekarang padanya. "Tidak kamu tetap di sana," kata Pandu ta

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-20
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 71

    Alisya mengerutkan kening melihat berita yang dia temukan melalui ponselnya. Perubahan sikap Pandu dan kalimat ambigunya membuat kantuk Alisya lenyap sudah, dan dia malah penasaran dengan apa yang menimpa laki-laki itu dulu dan tentu saja berkaitan dengannya. Seorang laki-laki tampan dengan baju orange di apit beberapa polisi terlihat di sana, dia mantan pemilik PT Adi Karya dan kasus yang membelitnya tak main-main korupsi dan narkoba. Tangan Alisya bergetar saat membaca berita itu, apa laki-laki ini yang katanya teman Pandu? Apa Pandu ada hubungannya dengan itu?Dari beberapa info yang dia kumpulkan memang pemesanan barang itu tak jadi dilakukan, tapi kenapa dia dan Pandu harus dipindah? Ketukan pintu membuat Alisya yang sedang berpikir keras langsung menghela napas kesal. “Siapa?” “Ini bibi nyonya.” Alisya mengerutkan kening, ini sudah jam sembilan lebih tidak biasanya para asisten rumah tangga itu masih ada di rumah utama. “Ada apa, Bi?” “Apa nyonya mau saya buatkan susu

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-21
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 72

    “Kamu sudah diberitahu bukan kalau siang ini kita akan meeting dengan pak Amin.” “Sudah pak. Bersiaplah kamu sangat beruntung.” Pak Firman melangkah pergi diikuti oleh asistennya. “Beruntung?” tapi Alisya hanya bisa terdiam kebingungan sendiri karena pak Firman langsung melanjutkan langkahnya. Apa ini soal saham yang dibicarakan Sasti?Entahlah tapi Alisya tidak berharap hal itu, apalagi mereka baru bertemu. sangat konyol kalau memang hal itu benar-benar terjadi.  Menjadi istri Pandu membuat Alisya banyak tahu bahwa orang-orang kaya itu tak sebaik kelihatannya. Sebelum jam makan siang Alisya menerima telepon dari resepsionis kalau ada sopir yang dikirim untuk menjemputnya. “Mbak kelihatan sibuk banget setiap hari ke lapangan,” kata salah satu rekan kerjanya. “iya kemarin pak Firman meminta bantuanku untuk menghandle kawan lamanya yang akan mendirikan vila dan taman bermain.” “Mbak beruntung, tidak bekerja

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-21
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 73

    Alisya bangun pagi ini dengan mood yang sangat berantakan. Tubuhnya terasa sakit dan perutnya terasa mual, dia menyesal kemarin tidak menyempatkan diri memeriksakan diri ke dokter. Setelah keluar dari rumah ini Pandu bahkan belum pernah datang lagi ke sini. “Nyonya ini bibi, apa nyonya tidak bekerja hari ini?” Alisya berusaha menegakkan kepalanya yang terasa sangat berat dan menoleh pada jam di dinding. Jam delapan pagi. Banyak pikiran membuat jadwal tidurnya kacau. Alisya berusaha keras untuk mempertahankan otak warasnya, dia sedang hamil dan dia butuh makanan sehat juga istirahat yang cukup, tapi sekali lagi hal itu tak bisa mencegahnya untuk bekerja seperti biasa. Dia tidak ingin lagi tergantung pada Pandu. “Iya bi sebentar!” sahut Alisya dari atas ranjang. Terdengar suara langkah kaki yang menjauh dan Alisya kembali menjatuhkan kepalanya yang berat ke atas bantal. Sepertinya masuk kerja hal yang mustahil dia lakukan hari ini. Alisya mengambil ponsel dan menghub

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22

Bab terbaru

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 219

    "Apa anda akan melaporkan saya ke polisi untuk itu?" Wanita paruh baya itu mengerjap kaget dengan perkataan sang menantu, dia bukannya tidak tahu kalau Alisya wanita yang baik, dan suaminya menyukai menantu mereka itu. Akan tetapi sebagai orang yang melahirkan Pandu dia merasa memiliki hak untuk menentukan wanita mana yang cocok untuk menjadi menantunya. Bukan tanpa alasan dirinya menerima Sekar begitu saja dengan tangan terbuka, wanita itu bisa mengimbanginya dalam berbagai hal dan yang lebih penting Sekar juga bukan tipikal wanita rumahan yang menghabiskan waktu untuk mengurus suami dan anaknya di rumah. Bagi wanita itu, pernikahan tak bisa membatasi kebebasannya, bukankah itu tugas suami untuk memastikan semua kebutuhannya terpenuhi. Oh dia bukan tipe wanita yang akan meninggalkan suaminya yang sedang bangkrut dan terjatuh dia akan mendukungnya dengan baik, karena sebelum menikah dia harus memastikan dulu seberapa kaya laki-laki itu. Akan tetapi pengkhianatan Sekar membuat di

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 218

    Bibi kadang bisa sangat menyebalkan. Seperti kali ini, padahal Alisya ingin bertanya siapa yang datang tapi si bibi sudah hilang entah kemana, bahkan Pandu yang turun lebih dulu untuk melihat siapa yang datang belum juga kembali. Alisya penasaran, tapi rambutnya masih basah. Rumah ini memang mewah dengan berbagai fasilitasnya tapi alat pengering rambutnya rusak dan dulu Alisya merasa belum perlu untuk membeli lagi. Dia di rumah seharian, tidak akan ada yang peduli kalau rambutnya basah atau tidak, tapi sekarang beda cerita. Dengan tak sabar Alisya mengambi satu lagi handuk dan menggosok rambutnya lagi, begitu rambutnya setengah kering dia langsung mengganti pakaian dan turun ke bawah. Alisya terdiam sesaat begitu dia mendengar suara orang yang sedang berbicara dengan Pandu di ruang tengah. Bagaimana mungkin mertuanya tahu kalau mereka sedang ada di sini? atau mungkin bibi yang menghubungi. Alisya membelokkan langkahnya menjauhi ruang tengah dan mencari bibi di dapur tapi... "Al

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 217

    Untuk kedua kalinya Alisya kembali menggosok giginya, lalu menghembuskan napasnya lagi ke tangan memastikan bahwa mulutnya sudah sangat bersih dan wangi. Dia menatap kaca wastafel yang besar dan bening di depannya, bibi pasti sangat rajin saat dia tidak ada di rumah ini. Tidak ada satupun sisa kotoran terselip di giginya, dia sangat beruntung dianugerahi gigi yang rapi, dan karena dia juga rajin menggunjungi dokter gigi, giginya tetap putih bersih. Pandangan Alisya jatuh pada bibirnya yang bengkak.Astaga! Wanita itu menepuk-nepuk pipinya, merasa wajahnya begitu panas saat mengingat apa yang terjadi beberapa saat yang lalu. Seharusnya dia merasa trauma dengan perlakuan kasar Pandu dulu, tapi kelembutan laki-laki itu tadi membuat Alisya bahkan melupakan rasa trauma terdahulu. Mereka memang akhirnya menyempurnakan pernikahan mereka, di ranjang tempat mereka pertama kali melakukannya dulu. Padahal ini masih siang hari, pembicaraan penuh emosi mereka membuat keduanya terhanyut dan t

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 216

    Pandu langsung masuk ke kamar Alisya dulu begitu sampai di rumah ini. Tak ingin menganggu Pandu yang sepertinya memang membutuhkan waktu untuk menyendiri. Dia memang dua kali menjadi istri Pandu tapi tidak tahu banyak tentang laki-laki itu. Alisya yakin jika dia bertanya pada Pandu sebenarnya ada apa yang terjadi di keluarganya tentu laki-laki itu akan mengatakannya."Itu minuman untuk saya kan, Bi?" tanya Alisya sambil mengambil teh hangat yang baru saja diletakan bibi di meja makan. Bisma sebenarnya sudah tak betah dalam gendongannya, sekarang merangkak adalah kegiatan kesukaannya. "Eh iya, nyonya biasanya suka minum teh kalau dari luar rumah, itu teh kesukaan nyonya, tuan sudah meminta saya belanja persediaan makanan kesukaan nyonya siapa tahu nyonya mau mampir," kata bibi. "Ah terima kasih, bi." Alisya menurunkan Bisma di ruang tengah yang luas dan membiarkan anaknya merangkak di karpet yang tebal di depan televisi, dia mengambil minumannya dan duduk sambil mengawasi anakny

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 215

    "Lho kita mau kemana harusnya luruskan?" Dalam hal mengemudi, bisa dibilang Alisya masih sangat awam. Baru beberapa bulan ini dia belajar tepatnya setelah melahirkan si kembar, itu pun atas paksaan Pram, yang memberikan hadiah mobil dengan semena-mena padahal tahu Alisya tak bisa menyetir. Keputusan Alisya untuk mengambil alih kemudi dari tangan sang suamin agak disesalinya, apalagi kalau ingat jalan yang akan mereka lalui nanti untuk pulang ke rumah, adalah jalan propinsi yang banyak dilalui mobil-mobil besar. Haduh! membayangkannya saja Alisya sudah ngeri duluan, seharusnya tadi dia ajak saja Pandu untuk berhenti di sebuah cafe yang cozy untuk menenangkan diri, atau memanggil sopir pribadi laki-laki itu untuk mengantar mereka pulang. "Kalau kamu nggak berani nyetir di jalan ramai biar mas saja yang nyetir, janji nggak bakal ngebut lagi," kata Pandu dengan cemas. Sekarang laki-laki itu yang terlihat ketakutan sambil memeluk Bisma. Alisya memang mengendarai mobilnya yang mahal i

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 214

    "Mas pelan-pelan, kamu tidak bisa seperti ini!" Alisya mencengkeram besi pegangan dengan kuat sampai tanganya mati rasa. Dia ingin memejamkan matanya, tapi dia tahu itu akan membuatnya tidak bisa merasakan apa yang terjadi saat ini. Tidak ini tidak benar, Pandu tak bisa melakukan ini padanya, mereka memang telah menjadi suami istri kembali tapi bukan berarti laki-laki itu berhak melakukan ini padanya. Nyawanya dan putranya bukan milik Pandu. Mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi sambil meliuk-liuk menyalip semua kendaraan yang ada di depannya jelas akan membahayakan nyawa mereka bertiga, meski mobil Pandu berharga milyaran tidak akan mampu melindungi mereka saat terjadi kecelakaan fatal. "Mas jika kamu tidak peduli denganku, tolong peduli sedikit pada anakmu, dia ketakutan!" sentak Alisya keras.Tangan kanan Alisya yang tidak mencengkeram besi pegangan, memeluk Bisma dengan erat. Anak itu seperti tahu akan adanya bahaya disekitarnya, dia yang biasanya berceloteh riang sekara

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 213

    Alisya mempelajari ini dari sang ibu yang memang memiliki bakat yang tak perlu diragukan dalam hal urusan perdapuran, termasuk dalam membuat kopi yang merupakan minuman kesukaan sang suami. Dan bakat itu bukan hanya diwarisi begitu saja, tapi dia juga dia pelajari langsung saat membantu sang ibu menyiapkan dagangannya. Demi membantu perekonomian keluarga sang ibu memang berjualan berbagai masakan di depan kontrakan mereka dulu dan menjadi satu-satunya sumber penghasilan uang mereka begitu sang ayah meninggal. Sekarang saat kakek dari Pandu memintanya membuatkan kopi alih-alih asisten rumah tangga yang berseliweran di rumah ini, Alisya dengan senang hati melakukannya. Akan tetapi masalah sebenarnya baru muncul saat dia diantar oleh salah satu asisten rumah tangga itu ke dapur, seseorang tiba-tiba muncul dan membuatnya ingin sekali menyiram muka cantik itu dengan kopi panas. "Aku nggak nyangka Pandu bakalan bawa kamu ke rumah ini, kemarin dia sudah dekat dengan Silvia setelah berce

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 212

    Alisya membawa anaknya ke ruang televisi diikuti asisten rumah tangga sang kakek. Setelah memberi tahu film kartun kesukaan Bisma, juga menenangkan sang anak saat tak mau turun. "Anak mama nonton tivi dulu ya, mama mau bicara sama buyut dulu," kata Alisya pada sang anak. Seolah mengerti dengan omongan sang mama, anak itu meraba wajah sang mama sebentar lalu menonton menunjuk televisi sambil tertawa. "Titip anak saya sebentar ya, Bu. Saya mau menemui kakek dulu," kata Alisya lalu menjelaskan beberapa kebiasaan Bisma juga menyerahkan tas Asip yang memang sengaja dia bawa. Tanpa Alisya ketahui sang kakek dari luar memperhatikan dengan seksama apa yang dia lakukan. "Dia istri pertama saya, yang dulu tidak saya akui," kata Pandu membuat sang kakek menatap padanya."Kenapa sekarang kamu membawanya kemari? karena dia sudah melahirkan anakmu?" tanya sang kakek tajam. Pandu menghela napas. dia menatap Alisya yang masih berbicara dengan asisten rumah tangga kakeknya. "Salah satunya." "L

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 211

    Seorang wanita tua dengan wajah ramah membukakan pintu untuk mereka. "Tuan muda, selamat datang. Tuan besar sudah menunggu," kata wanita itu sambil melempar senyum pada Alisya. "Terima kasih, Mbok. Apa kabar?" "Baik, Tuan. Apalagi saat lihat tuan muda simbok malah lima puluh tahun lebih muda," kata wanita itu dengan jenaka. "Simbok salah satu wanita tercantik menurut saya," kata Pandu menanggapi guyonan wanita itu. "Tapi tidak lebih cantik dari wanita di samping tuan kan, saya mbok Iroh, Nya," kata wanita itu sambil mengulurkan tangan. Alisya tersenyum dan menyambut uluran tangan itu. "Saya Alisya, mbok." "Ah nama yang cantik secantik orangnya, lalu?" tanya wanita itu yang pandangannya tertuju pada Bisma yang asik dengan empengnya. "Ini Bisma putra kami." "Putra!" tanya wanita itu terkejut dan menatap Alisya dengan seksama lalu Bisma, tapi secepat mungkin wanita itu menutupi keterkejutannya dan mempersilahkan mereka masuk. "Tuan besar ada di halaman samping, silahkan. Simb

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status