"Hebat sekali apa dia yang akan mendukungmu untuk melawanku?" "Apa aku memang perlu melawanmu, Mas?" Pandu sedikit tersentak dengan pertanyaan Alisya, laki-laki itu sudah akan membuka mulutnya lagi saat muncul Sekar dan langsung menggelendot manja di lengannya. "Aku kangen banget," kata wanita itu. Alisya tahu sekali Sekar sengaja melakukan itu di depannya. "Sebentar aku mau bicara dengan Alisya dulu," kata Pandu sambil melepaskan tangannya dari belitan Sekar. "Bicara apa? ah soal kamar untukku, tentu." Alisya langsung memutar bola matanya, dia pikir masalah konyol itu sudah selesai tapi ternyata tidak demikian. "Bukan, ehm soal itu aku tetap tidak setuju kamu pindah ke kamar atas," kata Pandu pada Sekar. Wajah sumringah wanita itu langsung berubah masam. "Mas, kamu ingin anakmu ileran," katanya tak terima. "Aku bisa pergi dari sana kok, tenang saja," jawab Alisya dengan tenang tapi tatapan Pandu malah menajam sekarang padanya. "Tidak kamu tetap di sana," kata Pandu ta
Alisya mengerutkan kening melihat berita yang dia temukan melalui ponselnya. Perubahan sikap Pandu dan kalimat ambigunya membuat kantuk Alisya lenyap sudah, dan dia malah penasaran dengan apa yang menimpa laki-laki itu dulu dan tentu saja berkaitan dengannya. Seorang laki-laki tampan dengan baju orange di apit beberapa polisi terlihat di sana, dia mantan pemilik PT Adi Karya dan kasus yang membelitnya tak main-main korupsi dan narkoba. Tangan Alisya bergetar saat membaca berita itu, apa laki-laki ini yang katanya teman Pandu? Apa Pandu ada hubungannya dengan itu?Dari beberapa info yang dia kumpulkan memang pemesanan barang itu tak jadi dilakukan, tapi kenapa dia dan Pandu harus dipindah? Ketukan pintu membuat Alisya yang sedang berpikir keras langsung menghela napas kesal. “Siapa?” “Ini bibi nyonya.” Alisya mengerutkan kening, ini sudah jam sembilan lebih tidak biasanya para asisten rumah tangga itu masih ada di rumah utama. “Ada apa, Bi?” “Apa nyonya mau saya buatkan susu
“Kamu sudah diberitahu bukan kalau siang ini kita akan meeting dengan pak Amin.” “Sudah pak. Bersiaplah kamu sangat beruntung.” Pak Firman melangkah pergi diikuti oleh asistennya. “Beruntung?” tapi Alisya hanya bisa terdiam kebingungan sendiri karena pak Firman langsung melanjutkan langkahnya. Apa ini soal saham yang dibicarakan Sasti?Entahlah tapi Alisya tidak berharap hal itu, apalagi mereka baru bertemu. sangat konyol kalau memang hal itu benar-benar terjadi. Menjadi istri Pandu membuat Alisya banyak tahu bahwa orang-orang kaya itu tak sebaik kelihatannya. Sebelum jam makan siang Alisya menerima telepon dari resepsionis kalau ada sopir yang dikirim untuk menjemputnya. “Mbak kelihatan sibuk banget setiap hari ke lapangan,” kata salah satu rekan kerjanya. “iya kemarin pak Firman meminta bantuanku untuk menghandle kawan lamanya yang akan mendirikan vila dan taman bermain.” “Mbak beruntung, tidak bekerja
Alisya bangun pagi ini dengan mood yang sangat berantakan. Tubuhnya terasa sakit dan perutnya terasa mual, dia menyesal kemarin tidak menyempatkan diri memeriksakan diri ke dokter. Setelah keluar dari rumah ini Pandu bahkan belum pernah datang lagi ke sini. “Nyonya ini bibi, apa nyonya tidak bekerja hari ini?” Alisya berusaha menegakkan kepalanya yang terasa sangat berat dan menoleh pada jam di dinding. Jam delapan pagi. Banyak pikiran membuat jadwal tidurnya kacau. Alisya berusaha keras untuk mempertahankan otak warasnya, dia sedang hamil dan dia butuh makanan sehat juga istirahat yang cukup, tapi sekali lagi hal itu tak bisa mencegahnya untuk bekerja seperti biasa. Dia tidak ingin lagi tergantung pada Pandu. “Iya bi sebentar!” sahut Alisya dari atas ranjang. Terdengar suara langkah kaki yang menjauh dan Alisya kembali menjatuhkan kepalanya yang berat ke atas bantal. Sepertinya masuk kerja hal yang mustahil dia lakukan hari ini. Alisya mengambil ponsel dan menghub
“Anak siapa yang kamu kandung?” Dunia seakan membeku, Alisya bahkan tak mampu untuk membuka mulutnya untuk menjawab. “Apa teman laki-lakimu itu atau Alan, sopirmu. Jawab!” teriakan Pandu mampu membuat Alisya yang begitu beku oleh rasa kecewa terlonjak. Bagaimana Pandu bisa mengatakan hal sekejam itu, bukankah laki-laki itu sendiri yang merenggut kesucian dengan paksa, apa Pandu lupa. “Tentu saja ini anak mas Pandu,” kata Alisya dengan suara dingin dan datar tanpa harapan. Laki-laki itu tiba-tiba tertawa keras sekali. “Kamu jangan mengada-ada kita hanya melakukannya sekali, tak mungkin menghasilkan bayi.” “Aku tahu mas Pandu bukan orang bodoh,” kata Alisya memalingkan wajahnya lagi, sakit sekali hatinya saat Pandu menolak anak ini. “Hanya karena kamu iri pada Sekar yang sedang hamil anakku, kamu membuat sandiwara ini sungguh menjijikkan. Aku benar-benar tak menyangka kamu sebusuk itu.” Air mata Alisya lan
“Bantu saya bercerai dari putra anda, bukankah anda mengikat kami hanya karena kontrak itu?”“Kamu sedang tidak sehat dan tidak bisa berpikir jernih.” Laki-laki tua itu menggeleng menyembunyikan segala keterkejutannya, ditatapnya sang menantu dengan seksama. Wajah Alisya memang masih pucat tapi tekad yang dimatanya tak bisa dia sembunyikan, dan diam-diam Panji Wardhana ketakutan akan hal itu. Dia sudah mengatur semuanya sebaik mungkin untuk kebaikan keluarganya nyatanya, hati dan perasaan memang tak bisa dipaksakan. “Saya sangat sadar dengan apa yang saya ucapkan, jika ayah takut saya akan melakukan sesuatu yang buruk pada mas Pandu saya bersedia berjanji secara hukum tidak akan mengungkit masalah ini lagi.” Tiba-tiba sang ayah mertua tertawa pelan mendengar perkataan Alisya, laki-laki itu melangkah mendekati Alisya dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celana.“Apa kamu kira janji secara hukum bisa menghindarkan orang yang bersalah dari hukuman, Nak?” sejenak Alisya bingung den
“Aku akan membebaskanmu.” Keterkejutan melumuri diri Alisya, dia memang meminta ini semua tapi disaat yang bersamaan dia juga tidak rela akan berpisah dari Pandu. Perasaannya sungguh labil saat ini, tapi bukankah dia harus mempertanggung jawabkan apa yang sudah dia mulai. Masih jelas dalam ingatananya bagaimana hari-harinya dulu sejak mengenal Pandu. Cinta membuat hidupnya yang selalu suram menjadi lebih berwarna dan tapi keindahan itu hanya fatamorgana setelah pernikahan mereka berlangsung. Alisya pernah sangat berharap mimpi indahnya itu suatu hari jadi kenyataan tapi sekarang semua pupus sudah. “Te-terima kasih,” kata Alisya dengan bibir bergetar. “Mungkin dengan begitu kamu tidak akan merasa tertekan lagi, tapi untuk menceraikanmu aku tidak bisa,” lanjut Pandu lirih. “Apa maksud, mas?” tanya Alisya cepat. Apa Pandu bermaksud mempermainkannya? Pandu mendongak dan menatap wajah cantik wanita di depanny
“Kalian akan membusuk dipenjara jika melakukan ini! ingat ini rumah sakit!” jerit Alisya, berusaha menganggalkan apapun yang ingin dilakukan dua orang ini padanya. Tidak dia tidak sudi melayani dua orang bejat ini, dia harus menyelamatkan diri dan anaknya. Dengan sekuat tenaga Alisya mendorong laki-laki yang sudah menindihnya. “Sialan!” umpat laki-laki itu saat jatuh dari tempat tidur dan itu dimanfaatkan dengan baik oleh Alisya dengan mengambil tiang infus dan memukulkannya pada siapapun yang berani mendekat, sambil mulutnya tak berhenti berteriak. Alisya tahu saat ini hanya sendirian dan mau tak mau harus mengandalkan kekuatannya sendiri untuk bisa lepas dari dua bajingan ini. “Mau kemana kamu!” salah satu dari mereka langsung menangkap lengan Alisya yang sudah sampai dekat pintu dan menyeretnya kasar membuat wanita itu menjerit kesakitan. “Alisya!” suara itu Alisya langsung menoleh itu suara Pandu. “To-!“Akan kubunuh kamu kalau bersuara!” tubuh Alisya didorong keras ke d