Share

Bab 74

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-22 19:04:15

“Anak siapa yang kamu kandung?”

Dunia seakan membeku, Alisya bahkan tak mampu untuk membuka mulutnya untuk menjawab.

“Apa teman laki-lakimu itu atau Alan, sopirmu. Jawab!” teriakan Pandu mampu membuat Alisya yang begitu beku oleh rasa kecewa terlonjak.

Bagaimana Pandu bisa mengatakan hal sekejam itu, bukankah laki-laki itu sendiri yang merenggut kesucian dengan paksa, apa Pandu lupa.

“Tentu saja ini anak mas Pandu,” kata Alisya dengan suara dingin dan datar tanpa harapan.

Laki-laki itu tiba-tiba tertawa keras sekali. “Kamu jangan mengada-ada kita hanya melakukannya sekali, tak mungkin menghasilkan bayi.”

“Aku tahu mas Pandu bukan orang bodoh,” kata Alisya memalingkan wajahnya lagi, sakit sekali hatinya saat Pandu menolak anak ini.

“Hanya karena kamu iri pada Sekar yang sedang hamil anakku, kamu membuat sandiwara ini sungguh menjijikkan. Aku benar-benar tak menyangka kamu sebusuk itu.”

Air mata Alisya lan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (7)
goodnovel comment avatar
Srihartati
bagus itu pilihan paling terbaik meski Uda terlalu terlambat bercerai dari pandu laki pengecut tinggalkan aj gk perlu bertemu selamanya dn biarkan pandu dn keluarga nya hidup dalam penyesalan tak berkelanjutan
goodnovel comment avatar
Ummatul Khoiriyah
kok belum up lagi ya
goodnovel comment avatar
Icha Majhaf
ayoo alysia bangkit Perlihatkan ke Pandu ...lu bisa tanpa dia he...he..he... semangat thor lanjut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 75

    “Bantu saya bercerai dari putra anda, bukankah anda mengikat kami hanya karena kontrak itu?”“Kamu sedang tidak sehat dan tidak bisa berpikir jernih.” Laki-laki tua itu menggeleng menyembunyikan segala keterkejutannya, ditatapnya sang menantu dengan seksama. Wajah Alisya memang masih pucat tapi tekad yang dimatanya tak bisa dia sembunyikan, dan diam-diam Panji Wardhana ketakutan akan hal itu. Dia sudah mengatur semuanya sebaik mungkin untuk kebaikan keluarganya nyatanya, hati dan perasaan memang tak bisa dipaksakan. “Saya sangat sadar dengan apa yang saya ucapkan, jika ayah takut saya akan melakukan sesuatu yang buruk pada mas Pandu saya bersedia berjanji secara hukum tidak akan mengungkit masalah ini lagi.” Tiba-tiba sang ayah mertua tertawa pelan mendengar perkataan Alisya, laki-laki itu melangkah mendekati Alisya dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celana.“Apa kamu kira janji secara hukum bisa menghindarkan orang yang bersalah dari hukuman, Nak?” sejenak Alisya bingung den

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-23
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 76

    “Aku akan membebaskanmu.” Keterkejutan melumuri diri Alisya, dia memang meminta ini semua tapi disaat yang bersamaan dia juga tidak rela akan berpisah dari Pandu. Perasaannya sungguh labil saat ini, tapi bukankah dia harus mempertanggung jawabkan apa yang sudah dia mulai. Masih jelas dalam ingatananya bagaimana hari-harinya dulu sejak mengenal Pandu. Cinta membuat hidupnya yang selalu suram menjadi lebih berwarna dan tapi keindahan itu hanya fatamorgana setelah pernikahan mereka berlangsung. Alisya pernah sangat berharap mimpi indahnya itu suatu hari jadi kenyataan tapi sekarang semua pupus sudah. “Te-terima kasih,” kata Alisya dengan bibir bergetar. “Mungkin dengan begitu kamu tidak akan merasa tertekan lagi, tapi untuk menceraikanmu aku tidak bisa,” lanjut Pandu lirih. “Apa maksud, mas?” tanya Alisya cepat. Apa Pandu bermaksud mempermainkannya? Pandu mendongak dan menatap wajah cantik wanita di depanny

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-23
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 77

    “Kalian akan membusuk dipenjara jika melakukan ini! ingat ini rumah sakit!” jerit Alisya, berusaha menganggalkan apapun yang ingin dilakukan dua orang ini padanya. Tidak dia tidak sudi melayani dua orang bejat ini, dia harus menyelamatkan diri dan anaknya. Dengan sekuat tenaga Alisya mendorong laki-laki yang sudah menindihnya. “Sialan!” umpat laki-laki itu saat jatuh dari tempat tidur dan itu dimanfaatkan dengan baik oleh Alisya dengan mengambil tiang infus dan memukulkannya pada siapapun yang berani mendekat, sambil mulutnya tak berhenti berteriak. Alisya tahu saat ini hanya sendirian dan mau tak mau harus mengandalkan kekuatannya sendiri untuk bisa lepas dari dua bajingan ini. “Mau kemana kamu!” salah satu dari mereka langsung menangkap lengan Alisya yang sudah sampai dekat pintu dan menyeretnya kasar membuat wanita itu menjerit kesakitan. “Alisya!” suara itu Alisya langsung menoleh itu suara Pandu. “To-!“Akan kubunuh kamu kalau bersuara!” tubuh Alisya didorong keras ke d

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-24
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 78

    Suara Pram terdengar sangat geram saat menghubunginya. “Kamu memang bodoh, Lis. Apalagi yang kamu tunggu, kamu ingin jadi mayat baru keluar dari sana!” Alisya memejamkan matanya, dia tahu apa yang dikatakan Pram benar adanya, tapi tentu saja dia tidak bisa gegabah pergi begitu saja yang dia hadapi bukan orang sembarangan. Dalam hal kekayaan dan kekuasaan mungkin Pram setara dengan Pandu tapi, dia hanya orang lain untuk Pram bukan saudara atau orang yang patut dia bela hingga mengabaikan kemungkinan kekacauan yang akan terjadi antara kedua keluarga. Dari kedatangan Pram di pesta waktu itu dia bisa menarik kesimpulan kalau keluarga keduanya terikat hubungan bisnis yang saling menguntungkan. “Aku tahu, Pram. Maaf sudah membuatmu selalu khawatir.” “Ckk setelah kamu sehat lagi aku akan mebawamu pergi suka atau tidak suka!” kata Pram dengan tegas. Telinga Alisya sampai berdenging saat suara laki-laki itu melengking tinggi. 

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-24
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 79

    “Maaf! Maafkan aku.” Alisya menatap Pandu yang masih tertidur pulas. Dia kira selama ini dia yang paling menderita dalam hubungan pernikahan mereka. Alisya merasa Pandu yang dia kenal sebagai laki-laki yang baik telah berbuat jahat padanya. Menyakiti hatinya hingga tak berbentuk lagi, tapi dia salah mendengar gumaman penuh keputuasaan Pandu tadi malam, Alisya merasa dia yang memang harus mengalah dari kisah ini, dia tak seharusnya ada di antara mereka. Jalan takdirnya dengan Sekar memang selalu bersinggungan, dia memang sangat membenci Sekar karena peristiwa masa lalu mereka. Sekar wanita yang licik dan penuh tipu muslihat, tapi dia juga berhak bersama laki-laki yang dia cintai dan mencintainya. Apalagi mereka akan memiliki anak yang tentu saja sangat diharapkan kedua orang tuanya. Lagi pula Pandu bukan orang bodoh, dia pasti sudah tahu bagaimana sebenarnya Sekar, dan terbukti rasa cinta laki-laki itu tak juga pudar. Alisya tak perlu mengkhawatirkan laki-laki itu dia pasti bi

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-25
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 80

    Benar perkiraan Alisya tidak ada hukuman untuk perempuan itu. “Dasar Benalu! Kenapa kamu tidak mati saja seperti ibumu!” Plak! Tangan Alisya terasa panas sakit kuatnya dia menampar pipi wanita itu, Pandu yang ada di sana hanya bisa ternganga melihat kedua istrinya bertengkar. “Sebaiknya bawa wanita ini pergi, sebelum ada pembunuhan di sini!” Dada Alisya turun naik tak beraturan saking emosinya, Pandu yang tersadar dari rasa terpakunya langsung memeluk tubuh Sekar dan menatap Alisya dengan tajam. “Kenapa? Apa mas marah karena aku menamparnya! bukankah dia seharusnya membusuk di penjara karena perbuatannya kemarin! Aku yakin suatu saat kamu akan mendapat kesulitan yang tidak bisa kamu atasi karena perbuatannya!” Udara dingin yang menusuk tiba-tiba saja memenuhi ruangan itu. Rasa dingin yang menusuk hingga membuat dua orang itu bergidik. Alisya bukan hanya sedang meluapkan amarahnya, wanita itu seperti sedang bersump

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-25
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 81

    "Biar saya antar saja nyonya." "Aku bisa pergi sendiri, tapi terima kasih." Laki-laki itu menatap Alisya dengan tatapan memohon, tapi Alisya sudah tahu begitu dia keluar dari rumah ini, dia bukan lagi nyonya rumah yang pantas untuk dilayani. Di kamar yang dia tempati dia sudah menuliskan surat yang dia harapkan akan bisa diterima Pandu dengan lapang dada. Suaminya itu tak perlu khawatir tentang semua hal, sejak awal ikatan mereka memang rapuh dan jika Pandu tak mampu memutuskan Alisya tidak keberatan menjadi orang yang melakukannya. "Tapi nyonya akan kesulitan mendapatkan lokasi rumah yang akan nyonya tempati nanti." Kenapa Alan bicara seolah dia sudah tahu rumah yang akan Alisya tuju. "Aku bisa mengatasinya." "Tapi nyonya masih lemah, baru keluar dari rumah sakit." "Dokter bilang aku sudah baik-baik saja." "Sudah baik-baik saja bukan berarti bisa melakukan apa saja." Alisya langsung melotot, dia memang mengakui Alan sangat baik padanya dan perhatian, tapi tentu saja dia

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-26
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 82

    Diantara semua hari, juga puluhan restoran yang ada di kota ini. Kenapa mereka harus bertemu di sini."Al kamu kenal dengan orang itu? kenapa dari tadi dia melihat kemari?"Hari ini memang dia sedang ada meeting di luar dengan beberapa desainer dan pak Firman tentu saja, tapi bossnya itu sudah pulang lebih dulu karena ada urusan, meninggalkan anak buahnya yang tentu menagih pajak berupa makan siang di restoran seafood yang yang terkenal enak.Masa-masa mual Alisya memang sudah berkurang, bayi dalam kandungan Alisya ini ternyata sangat pengertian, dia tahu kalau mereka tak bisa bermanja-manja pada sang ayah, jadi mereka sangat penurut. Alisya memang mengandung anak kembar, dan itu merupakan anugerah yang tidak disangka-sangka."Palingan juga emak-emak yang pingin jodohin anaknya dengan Alisya," kata Rifky, salah satu desainer yang memang terkenal konyol."Yah perut Alisya sudah melendung gitu, memang tuh emak-emak nggak lihat," sangkal yang lainnya."Eh tapi meski sudah tua, masih cant

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-27

Bab terbaru

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 177

    "Ups maaf, sepertinya papa menganggu."Alisya buru-buru menyelesaikan kunyahannya. Astaga. Seharusnya tadi dia menolak keras Pandu yang ingin menyuapinya, dia sudah sembuh hanya tinggal sedikit pusing dan lemas. "Ma...ma!" jerit Bisma tak terima saat sang kakek ingin membawa anak itu keluar. "Biar Bisma sama saya, Pa," kata Alisya meminta putranya."Asip yang kamu berikan habis jadi papa bawa dia kemari."Alisya mengangguk dia bisa menduganya."Terima kasih, Pa. Sudah menjaga Bisma.""Sama-sama, Nak. Papa dan mama senang bisa menjaga Bisma."Rengekan Bisma yang terlihat sangat kehausan membuat laki-laki paruh baya itu tersenyum dan berpamitan menunggu di luar.Alisya menatap Pandu yang masih anteng duduk di tempatnya. "Apa mas sudah tanya pada dokter aku boleh menyusui Bisma apa tidak?" tanyanya. "Oh iya, aku lupa bilang, kamu boleh menyusui Bisma, obat yang kamu minum tidak berpengaruh padanya." Alisya mengangguk, menunggu sampai Pandu berdiri dan keluar api sepertinya laki-lak

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 176

    "Mas pulang saja, di sini pasi tidak nyaman," kata Alisya yang melihat Pandu masih duduk dengan tablet di tanganya, laki-laki itu memang tak banyak bicara setelah bulek Par meninggalkan mereka tadi. Pandu meletakkan tabletnya dan mendekati Alisya, dia lalu mengambil botol air mineral dan memberikannya pada Alisya. "Aku tidak ingin minum," kata wanita itu dengan nada protes. "Kata dokter kamu harus banyak minum kalau mau cepat sembuh." "Susah kalau bolak balik ke kamar mandi," bantah wanita itu. "Aku akan menggendongmu ke kamar mandi tenang saja," Alisya menghela napas lalu menerima air itu dan meminumnya sedikit. "Aku serius, mas. Aku tidak masalh di sini sendiri ada suster yang bisa aku panggil kalau butuh bantuan, lagi pula aku takut Bisma nangis dan kasihan papa dan mama." Pandu malah menarik kursi di samping ranjang Alisya dan duduk di sana. "Kenapa kamu hobi sekali mengusirku, ini bukan di rumahmu tidak akan ada tetangga yang usil, lagi pula seperti kata bulek aku akan be

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 175

    Pandu sudah mendengar kasus itu tapi tentu saja dia sama sekali tidak bisa membantu sama sekali. Kekhawatiran menguasai hatinya sejak mendengar kasus itu, meski sekretarisnya bilang semuanya bisa teratasi dengan baik tapi tetap saja dia sangat khawatir pada ibu dari anaknya itu. Entah  apa yang dilakukan Alisya, sehingga wanita itu terus saja bercokol dalam benak Pandu, sehari saja tak bertemu membuat lagi-lagi itu dilanda kegelisahan. Apa ini normal? Ayahnya bahkan mengatakan dia seperti ABG yang sedang jatuh cinta. Mungkin memang benar, saat ini dia bisa merasakan jantungnya berdebar saat berhadapan dengan Alisya bahkan ikut tersenyum saat wanita itu tersenyum. Dengan menenggelamkan diri pada pekerjaan sedikit mengalihkan pikiran Pandu dari keinginan untuk menemui Alisya juga putranya. “Pak ada telepon dari ibu Sasti, apa bapak mau menerimanya?” Suara sang sekretaris terdengar dari interkom di depannya

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 174

    “Apa aku bisa mempercayai ucapanmu sekarang?” tanya Sasti dengan penuh intimidasi. Alisya yang ada di ruangan yang sama langsung membeku mendengar ledakan kemarahan Sasti, dia tahu Sasti wanita yang dingin dan bertangan besi, tapi tidak pernah melihat wanita itu semarah sekarang ini. “Aku awalnya juga tidak percaya tapi semakin aku menyangkalnya semakin banyak bukti yang menunjukkan keterlibatan beliau,” kata Fahri dengan frustasi. Sasti terduduk di kursinya dia sama sekali tak menyangka hal ini akan terjadi. “Kenapa?” tanyanya dengan kekecewaan yang tidak dia tutup-tutupi. “Karena beliau merasa dialah yang pantas ada di posisi puncak.” “Lalu kenapa dia tidak mengambilnya, merebutnya dan bersaing sehat jika dia merasa punya kemampuan.” Fahri hanya menunduk diam tak sanggup menjawab cercaan Sasti karena dia sendiri memang tidak tahu alasannya. “Bagaimana dengan kamu sendiri? Apa kamu juga berpikir hal yang sama?” tanya Sasti tajam. Fahri langsung mengangkat wajahnya dan menatap

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 173

    “Ma...ma,” rengek Bisma minta digendong saat Alisya sudah rapi. Rencana mengajukan cuti hari ini batal sudah saat telepon dari Dara membuatnya mau tak mau harus datang ke kantor. “Sayang, Bisma sama mbak Rani dan nenek dulu ya, Nak,” kata Alisya sambil memeluk anaknya yang gembul itu. Bahkan untuk menggendong Bisma pun Alisya tak punya tenaga, kepalanya begitu pusing dan wajahnya pucat, efek dari tidak tidur semalam. Tapi mau tak mau dia harus tetap ke kantor, tidak mungkin dia lepas tangan begitu saja karena sejak awal dia yang bertanggung jawab untuk hal itu. “Kamu yakin mau pergi ke kantor, Lis. Dengan wajah seperti itu, apa tidak bisa ijin saja,” tanya bulek dia terlihat sangat khawatir pada Alisya. “Ada sedikit masalah di kantor, saya harus ke sana.” “Oalah, Lis, memangnya tak ada orang lain yang bisa gantikan?” “Ini masalah tanggung jawab saya bulek jadi tak bisa diwakilkan,” kata Alisya berusaha m

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 172

    Alisya menatap tak percaya setelah membaca dokumen yang diberikan Pandu padanya, dia sampai butuh membaca beberapa kali untuk meyakinkan dirinya. “Mas sudah memverifikasi laporan ini?” tanya Alisya pada Pandu. Setelah mereka piknik di alun-alun kota, Pram harus pulang terlebih dahulu karena ada panggilan dari ayahnya, dia hanya bilang pada Alisya kalau nanti malam akan menghubungi lagi, dan itu dikatakan tanpa sepengetahuan Pandu, artinya akan ada hal serius yang ingin dibicarakan laki-laki itu. “Aku tidak akan memberikan padamu kalau belum membuktikannya sendiri.” “Kenapa mas mencari tahu tentang hal ini? apa karena kerja sama dengan galeri mas waktu itu?” tanya Alisya yang masih belum percaya kalau Pandu memiliki minat pada barang-barang seni. Selama mereka hidup bersama hal itu tidak terlihat sama sekali, rumah tempat mereka tinggal dulu Alisyalah yang menatanya dan laki-laki itu sama sekali tidak protes. “Salah satunya.” 

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 171

    Tak mudah jalan bersama dua orang laki-laki dewasa yang siap saling tonjok satu sama lain setiap saat. “Ayo Al, sudah mulai panas,” kata Pandu sedikit kesal melihat interaksi Alisya dan Pram. Suasana alun-alun kota memang mulai ramai, banyak orang yang berdatangan dan menikmati kebersamaan dengan keluarga mereka, para pedagang kaki lima di pinggir alun-alun juga tak mau ketinggalan. Secara umum  suasananya memang menyenangkan tapi tentu saja tidak untuk Pandu yang lebih memilih berhenti dan menunggu Alisya. “Kamu bawa tikar?” tanya Pram pada Alisya saat mereka memutuskan untuk memilih satu sudut yang lapang untuk duduk. “Ada dalam tas.” Pram membuka tas bekal yang dibawa Alisya dan mendapati tikar kecil di dalamnya. Duduk di atas tikar yang barusan dia gelar lalu tanpa permisi membuka tas bekal Alisya dan mencomot satu roti isi yang ada di sana. “Astaga Pram kamu bahkan tidak cuci tangan,” omel Alisya ya

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 170

    Bisma menangis kencang tapi Alisya malah tersenyum geli. “Tunggu ya, mama siapin Asip buat kamu dulu, anak mama yang ganteng tenang dulu ya,” kata Alisya kalem. Seperti mengerti ucapan sang mama, bayi mungil itu menatap Alisya yang membawa asi beku untuk dipanaskan sambil sesekali sesegukan. Lucu sekali. Setelah suhunya dirasa cukup, Alisya memberikannya pada Bisma dan anak itu menerimanya dengan tak sabar.“Makasih ya, nak sudah menyelamatkan mama dari papamu tadi malam,” kata Alisya sambil mengelus rambut Bisma yang begitu lembut. Secara keseluruhan wajah anaknya memang mengcopi wajah Pandu, bisa dibilang Bisma hanya numpang tumbuh di rahimnya saja. Tentu saja hal itu membuat Pandu ataupun keluarganya yang dulu sempat meragukan anak yang dia kandung tidak perlu melakukan test DNA. Ini hari libur untuk Alisya dan dia berencana mengajak Bisma untuk jalan-jalan bukan jalan yang jauh sih hanya ke alun-alun kota, tapi

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 169

    Nyamuk jaman sekarang memang nekad, tidak bisa melihat daging mulus sedikit saja langsung digigit. Bahkan tidak jarang mereka juga memilih bagian-bagian yang sengaja disembunyikan. Padahal ini di teras rumah, bukan di kebun atau bahkan di jalanan. “Pakai ini.” ini agak menggelikan tahu, untuk dua orang yang sudah bercerai karena salah satu melakukan  pengkhianatan dan merasa cinta mati pada wanita lain. Alisya jadi teringat dengan film yang dia tonton bersama Laras, film manis yang menurutnya yang telah mengalami pahitnya percintaan tentu saja tidak akan percaya hal itu akan ada di dunia nyata, begitu juga dengan Laras yang mengalami hal yang sama. Tapi...Astaga ini hanya jas... jangan baper Lis. “Terima kasih, mas. Tapi aku bisa masuk dan mengambil jaket dari dalam, aku malas kalau nanti harus mencuci bajumu,” kata Alisya dengan nada bercanda. “Padahal aku kangen kamu mengurusi baju yang aku p

DMCA.com Protection Status