Share

Bab 63

Author: Ajeng padmi
last update Last Updated: 2024-10-15 18:47:09

Alisya bertahan menatap hamparan langit yang mulai berwarna jingga.

Sebenarnya dari kamar ini dia bisa menatap pemandangan yang sangat indah, rumah Pandu berdiri di kaki bukit yang akses untuk melihat pemandangan yang menakjubkan.

Andai saja nasibnya lebih baik di rumah ini, dia akan betah sekali tinggal di sini, akan tetapi dengan keadaaan hati yang kacau balau seperti ini tentu pemandangan seindah apapun tak akan menarik minatnya.

“Kamu harus mengembalikan uang yang ak gunakan untuk pengobatan ibumu selama ini jika ingin perpisahan,” kalimat Pandu masih teringat jelas dalam otak Alisya.

Tidak ada ucapan duka cita atau empati yang ditunjukkan Pandu, membuat Alisya hanya bisa tersenyum masam.

Alisya memang berkeinginan mengembalikan semua uang Pandu yang digunakan untuk pengobatan ibunya, tapi tentu saja dia harus bekerja dan bebas dari rumah yang serasa neraka ini.

Akan tetapi Alisya tak menyangka Pandu akan mengatakan hal itu.

Orang tuanya bukan orang kaya yang memiliki wari
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Yuli Yazid
benar2 bikin mewek kuat sampai di bab ini entah seperti apa lagi cobaan yg akan Alisya jalani
goodnovel comment avatar
haidar asyam
bagus ceritabya
goodnovel comment avatar
Ummatul Khoiriyah
seru sekali, semoga tetap up sampai tamat
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 64

    Alisya tetap bekerja. Dia tak peduli larangan Pandu yang tidak masuk akal itu. Ini suatu pembangkangan memang, Alisya yang sejak kecil mendapat didikan moral yang ketat dari kedua orang tuanya sedikit merasa bersalah pada Pandu, tapi jika mengingat ibunya terakhir kali yang sudah putus asa dan selalu menatapnya dengan rasa kasihan Alisya makin membulatkan tekadnya. Bahkan janin dalam kandungannya pun tak mampu untuk membuatnya untuk bertahan, dia akan membesarkan anaknya sendiri, Alisya sangat yakin dia mampu untuk menjadi ayah dan ibu untuk anaknya. Meski begitu dia akan tetap memberitahukan pada Pandu soal anak ini, keduanya berhak tahu jika mereka memiliki hubungan sebagai ayah dan anak. Alisya tidak ingin egois. “Kamu tetap akan pergi meski aku melarangmu,” kata Pandu setelah dia menyelesaikan sarapannya dan siap untuk berangkat kerja. Sekar yang seperti biasa mengantar suami mereka sampai ke mobil Pandu menatap Alisya dengan sinis. “Tentu aku perlu uang, aku tidak

    Last Updated : 2024-10-16
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 65

    Bukankan tidak ada kebetulan di dunia ini. Semua sudah ditakdirkan oleh yang kuasa. “PT Adi Karya yang ada di Jl bukit batu, perusahaan distributor kayu?” tanya Alisya. “Kamu tahu rupanya.” Alisya dulu sekilas mempelajari profil perusahaan itu, tidak ada yang aneh memang, mereka menyediakan kayu yang digunakan untuk bahan baku pembuatan berbagai peralatan kantor seperti meja kursi yang diproduksi kantor yang dipimpin ayah mertuanya. Dan kebetulan berita yang dia dengar Pandu kenal ownernya. “Saya pernah menangani kerja sama dengan perusahaan itu dulu.” Alisya terdiam sebentar, tunggu kenapa sekarang akan dibangun Villa? “Apa PT Adi Karya bangkrut?”  tanyanya tak dapat menahan diri. Mobil sudah dipersilahkan masuk oleh satpam di depan dan sekarang mereka sedang melewati jalanan menuju rumah yang kanan kirinya ditumbuhi pohon buah-buahan yang terlihat lezat. Jika saja pikiran Alisya tidak sibuk dengan berbagai asumsinya, tent

    Last Updated : 2024-10-16
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 66

    Alisya tahu beberapa kali laki-laki berusia sekitar akhir empat puluhan itu beberapa kali mencuri pandang padanya. Tubuhnya tegap berisi dan wajahnya tampan bau duit. Beberapa kali bahkan laki-laki itu seperti menatap iba padanya, terutama kakinya yang tidak bisa dia gunakan dengan benar. Pak Firman memutuskan memberikan kelonggoran pada Alisya untuk ijin tidak masuk kerja esok harinya, hal itu tentunya bukan tanpa alasan. Amin Wibowo meminta, atau lebih tepatnya setengah memaksa bos Alisya itu untuk mengijinkannya menemani laki-laki itu ke makam orang tuanya. “Tenang saja jika Dek Firman memecatmu aku bisa memberimu pekerjaan yang bagus,” kata Pak Amin sambil tertawa lebar. Guyonan khas orang kaya, tapi tentu saja baik pak Firman maupun Alisya sendiri tahu laki-laki itu bisa melakukannya kalau dia mau. “Dia putraku, Hari Wibowo dan yang dia cucuku yang pernah diselamatan ayahmu, Sasti.” Alisya tersenyum dan bersalaman pada anak dan cucu pak Amin yang baru saja bergabung deng

    Last Updated : 2024-10-17
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 67

    “Aku kecewa kamu sudah tidak mempercayaiku lagi.” Alisya menghela napas dengan berat, rasa bersalah menggulung dalam dadanya. Dia tahu tidak seharusnya dia melakukan ini semua. Selain akan berbahaya untuk dirinya sendiri, juga pasti akan melukai orang-orang yang baik padanya. Tapi dia bisa apa yang hanya manusia dengan segala nafsu keingintahuan yang semakin hari semakin mencengkeram erat dirinya. “Maaf,” hanya itu yang bisa dia katakan untuk saat ini. “Ah sudahlah, kamu pasti punya pertimbangan tersendiri sampai melakukannya.” Alisya menatap laki-laki di depannya itu dengan rasa bersalah yang begitu pekat melumuri hatinya. Dia memang merasa bersalah tapi sejujurnya dia tidak menyesal. Dia yakin Pram bisa menjaga dirinya sendiri dengan baik. Soal keselamatannya dia sangat yakin orang-orang itu tidak akan langsung membunuhnya paling tidak sekarang ini. “Mereka tidak akan membunuhku,” gumam Alisya pelan. “Dari mana kamu tahu!” kata laki-laki itu dengan berang. “Oh apa karena ra

    Last Updated : 2024-10-18
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 68

    Mereka bertengkar di sini soal pemandangan. Pemandangan apa? Lantai dua rumah ini memang bisa melihat pemandangan indah bahkan pada malam hari seperti ini. Semula Alisya hanya berpikir kalau Sekar ingin jalan-jalan ke suatu tempat tapi setelah menginjakkan kaki di sini apa wanita itu kembali menginginkan apa yang dia miliki sekarang?Alisya menatap sekeliling ruang santai di sini, tidak ada yang aneh seingatnya. Mungkin mereka hanya adu mulut saja tidak sampai saling melempar barang. Lantai dua ini bisa dibilang dihuni oleh Alisya sendiri, karena suaminya lebih sering bersama Sekar di lantai bawah atau lebih tepatnya hanya ke lantai atas jika ada keperluan dengannya saja. Sedangkan para pelayan memiliki tempat tinggal sendiri di paviliun belakang, mereka akan langsung kembali ke sana saat jam sembilan malam, tapi tentu saja Pandu bisa memanggil mereka sewaktu-waktu jika dibutuhkan. Akan tetapi setahu Alisya laki-la

    Last Updated : 2024-10-18
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 69

    Rasanya baru saja membaringkan tubuhnya yang lelah saat pintu kamarnya kembali diketuk."Ada tamu untuk anda nyonya."Tamu?Alisya belum beranjak dari ranjangnya. Selama tinggal di sini tidak pernah ada tamu untuknya, dia seperti dipisahkan dengan dunia luar. Apalagi teman-temannya yang dulu menatapnya dengan cara berbeda. Bukannnya dia tidak tahu banyak dari teman-temannya yang mengiranya menjebak Pandu supaya bisa hidup nyaman."Siapa, Bu?" tanya Alisya, setelah lama dia terdiam tapi tidak ada lagi sahutan dari luar dengan menghela napas dalam, Alisya bangun dari rebahannya dan segera bersiap menemui tamu yang dimaksud. Masih pukul delapan malam memang, belum terlalu larut bahkan para asisten belum kembali ke paviluan mereka, tapi tubuhnya yang begitu penat membuat Alisya ingin tidur lebih cepat. "Kamu teman kerjanya Alisya?" Alisya menghentikan laju kursi rodanya saat mendengar suara Sekar. "Iya." Alisya mengerutkan kening mendengar suara itu, bukankah baru saja mereka berte

    Last Updated : 2024-10-19
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 70

    "Hebat sekali apa dia yang akan mendukungmu untuk melawanku?" "Apa aku memang perlu melawanmu, Mas?" Pandu sedikit tersentak dengan pertanyaan Alisya, laki-laki itu sudah akan membuka mulutnya lagi saat muncul Sekar dan langsung menggelendot manja di lengannya. "Aku kangen banget," kata wanita itu. Alisya tahu sekali Sekar sengaja melakukan itu di depannya. "Sebentar aku mau bicara dengan Alisya dulu," kata Pandu sambil melepaskan tangannya dari belitan Sekar. "Bicara apa? ah soal kamar untukku, tentu." Alisya langsung memutar bola matanya, dia pikir masalah konyol itu sudah selesai tapi ternyata tidak demikian. "Bukan, ehm soal itu aku tetap tidak setuju kamu pindah ke kamar atas," kata Pandu pada Sekar. Wajah sumringah wanita itu langsung berubah masam. "Mas, kamu ingin anakmu ileran," katanya tak terima. "Aku bisa pergi dari sana kok, tenang saja," jawab Alisya dengan tenang tapi tatapan Pandu malah menajam sekarang padanya. "Tidak kamu tetap di sana," kata Pandu ta

    Last Updated : 2024-10-20
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 71

    Alisya mengerutkan kening melihat berita yang dia temukan melalui ponselnya. Perubahan sikap Pandu dan kalimat ambigunya membuat kantuk Alisya lenyap sudah, dan dia malah penasaran dengan apa yang menimpa laki-laki itu dulu dan tentu saja berkaitan dengannya. Seorang laki-laki tampan dengan baju orange di apit beberapa polisi terlihat di sana, dia mantan pemilik PT Adi Karya dan kasus yang membelitnya tak main-main korupsi dan narkoba. Tangan Alisya bergetar saat membaca berita itu, apa laki-laki ini yang katanya teman Pandu? Apa Pandu ada hubungannya dengan itu?Dari beberapa info yang dia kumpulkan memang pemesanan barang itu tak jadi dilakukan, tapi kenapa dia dan Pandu harus dipindah? Ketukan pintu membuat Alisya yang sedang berpikir keras langsung menghela napas kesal. “Siapa?” “Ini bibi nyonya.” Alisya mengerutkan kening, ini sudah jam sembilan lebih tidak biasanya para asisten rumah tangga itu masih ada di rumah utama. “Ada apa, Bi?” “Apa nyonya mau saya buatkan susu

    Last Updated : 2024-10-21

Latest chapter

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 291

    “Tuan masih belum mengangkat panggilannya, nyonya. Apa saya harus menghubungi tuan dan nyonya besar?” tanya bibi ikut panik melihat Alisya yang merintih kesakitan memegang perut besarnya.Alisya memejamkan matanya berusaha keras agar tak merintih kesakitan, benar apa yang dia khawatirkan tak ada yang bisa dia andalkan untuk mengambil keputusan saat dia kesakitan seperti ini, seharusnya dia tinggal saja di rumahnya di desa sejak minggu lalu, bulik Par pasti dengan senang hati akan menemaninya tidur di rumahnya itu.“Tolong bawa saya ke rumah sakit saja, Bi. Masih lama memang tapi itu lebih baik dari pada menunggu di rumah dan tolong panggil Rani untuk menjaga Bisma,” kata Alisya mengambil keputusan cepat saat rasa sakit masih tak menghilangkan akal sehatnya.Sore itu setelah memastikan Bisma aman bersama Rani dan ibunya, Alisya berangkat ke rumah sakit hanya ditemani bibi saja. Dia berusaha tetap tenang dan berpikiran jenih meski kadang ra

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 290

    Janji satu bulan sudah terlewati tapi tak nampak tanda-tanda kalau kesibukan Pandu akan berakhir.Laki-laki malah makin sibuk dengan pergi pagi-pagi sekali bahkan sebelum matahari terbit dan pulang hampir tengah malam.Keadaan ini mengingatkan Alisya seperti saat Pandu tiba-tiba membawa pulang Sekar untuk dijadikan istri kedua.Jadi di suatu pagi yang masih gelap tapi Pandu sudah bersiap untuk pergi bekerja. Laki-laki itu mendekati sang istri.“Biar aku bantu kamu mandi sekarang aku harus menghadiri rapat pagi ini,” katanya dengan jejak kelelahan semalam yang belum juga hilang.Sejak kehamilannya semakin besar Alisya memang kesulitan untuk bahkan bangun dari duduknya, kehamilannya memang tak sebesar dulu tapi tubuhnya menjadi cepat lelah dan rasanya dia ingin sekali tidur dan bermanja pada sang suami, tapi tentu saja itu tidak mungkin jika sang suami saja lebih suka memanjakan pekerjaannya.Alisya sudah mencoba berbagai cara untuk bersabar, dia bahkan mengingatkan dirinya sendiri kala

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 289

    “Masih juga belum tidur,” gerutu Alisya.Ini hampir jam satu dini hari, dia bahkan tidak tahu suaminya pulang jam berapa tadi malam.Sudah satu bulan sejak usia kandungan Alisya menginjak bulan ke delapan Pandu selalu pulang larut malam.Awalnya Alisya menunggunya di sofa ruang tamu sambil terkantuk-kantuk dengan gelas berisi teh hangat yang sudah dingin, satu dua hari dia bisa bertahan melakukan itu, tapi pada hari ketiga Alisya menyerah karena tubuhnya tak bisa lagi berkompromi dan kantuk begitu hebat menyerangnya bahkan setelah makan malam berakhir.Dan Pandu yang sejak awal mengatakan pada sang istri untuk berhenti menunggunya pulang, dengan senang hati akan menyiapkan sendiri apa yang dia butuhkan setelah bekerja, Pandu yang sekarang memang sudah lebih bisa diandalkan dalam mengerjakan hal-hal kecil.Dia sudah bisa menyapu lantai dengan baik, membuatkan susu dan makanan untuk Bisma bahkan menggoreng telur mata sapi untuk dirinya sendiri karena harus mengumpat kulit telurnya yang

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 288

    “Aku seperti tahanan saja,” keluh Alisya untuk kesekian kalinya. Dia menatap putus asa pada empat orang yang menatapnya, dua orang laki-laki dan dua orang perempuan. Mereka terlihat siap siaga melakukan apapun untuknya, bahkan meski mengorbankan nyawa. Ini terlalu berlebihan. Alisya sangat sadar dia menikahi siapa, meski bukan keturunan bangsawan apalagi sultan, tapi Pandu salah satu orang penting sebagai penggiat ekonomi negeri ini, dia adalah pewaris perusahaan yang di dalamnya mempekerjakan puluhan ribu karyawan. Sekarang dia salah salah satu kelemahan Pandu yang harus dijaga dengan baik, dari musuh yang bahkan tak terlihat sekalipun. Tapi tetap saja ini berlebihan. Alisya merasa dia sangat mampu menjaga dirinya sendiri dan juga anak-anaknya. Dia terbiasa bebas dan mandiri tanpa ada orang lain yang diandalkan jadi saat mendapati sekarang dia dikelilingi orang-orang yang siap siaga membantunya dia merasa... tak biasa. “Maaf, tapi dengan adanya mereka membuatku menjadi tenang

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 287

    "Benarkah Pram pernah mengalami hal seperti itu? Kapan?" Nada tak percaya dalam suara sang istri membuat Pandu menoleh dan mengernyitkan kening, dia menoleh ke bangku belakang dan melihat Bisma sudah tertidur di kursi bayinya. Untunglah kursi itu terlihat nyaman untuknya. "Kamu tidak tahu? Kok bisa?" Ingin sekali Alisya menggeplak kepala sang suami supaya ingat siapa yang telah membuatnya melakukan semua ini, tapi tentu saja dia masih tahu itu dosa."Apalah dayaku yang ingin jadi istri solehah yang menurut pada suami," kata Alisya dengan gaya ukhti-ukhti soleha yang sering dia lihat di medsos, berharap sang suami tertawa tapi Pandu malah menatap sang istri sambil tertegun."Aku tahu aku memang orang yang sangat beruntung bisa menjadi suamimu kembali," kata Pandu dengan serius. Alisya berdehem untuk mengurangi kecanggungan, apalagi sang suami mengatakan sambil menatapnya penuh arti, untung saja lalu lintas sudah menyala hijau. "Mas terlalu berlebihan, aku yang beruntung dengan m

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 286

    "Enak banget ya sampai nambah," kata Alisya geli sendiri melihat sang suami yang sudah menghabiskan mangkok soto yang keduanya. Tempat ini ternyata sebuah rumah makan khas jaman dulu yang menyediakan menu soto yang khas dengan gerobak di depan, penyajiannya menggunakan mangkuk kecil yang penuh dengan rempah dan daging, dengan nasi yang disediakan terpisah di piring. Rasanya memang enak apalagi cara memasaknya yang menggunakan arang. "Porsinya kecil," bisik Pandu sambil tersenyum mengangkat mangkuk keduanya yang sudah licin. Alisya tertawa, untuk ukuran Pandu porsi yang disuguhkan memang kecil, tapi sangat pas untuk Alisya. Bukan hanya Pandu yang menyukai rasa soto ini, tampaknya sang putra juga suka, meski dengan tambahan lontong dan kuah saja. Seperti biasa mereka makan bergantian untuk menyuapi sang putra. "Mau bawa pulang?" tanya Alisya menggoda. "Boleh saja, tanya saja orang bibi masak atau tidak," kata Pandu enteng. "Bibi tadi masak ayam bakar madu, maksudku untuk mas l

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 285

    Senyum tak bisa lepas dari bibir Pandu. Sambil menyetir dia beberapa kali ikut bernyanyi bersama Bisma. Lagu anak-anak yang menurut Alisya entah kenapa nadanya berubah tak karuan seperti itu. Terlihat sangat bahagia sekali. Kehamilannya kali ini memang sangat menyenangkan untuk Alisya, dia  tidak lagi merasa sendiri, ada suami dan mertuanya yang memperhatikannya, meski kadang dia sebal juga jika mereka terlalu melarangnya untuk melakukan ini itu. Bahkan si kecil Bisma juga sangat antusias saat diberi tahu dia akan punya adik kecil, anak itu suka sekali mengelus perut besar sang mama, dan berbicara dengan bahasanya sendiri. “Mas senang sekali hari ini? apa baru menang tender?” tanya Alisya usil meski dia tahu apa alasan senyum yang tersungging di wajah sang suami itu. “Iya, ini tender yang lebih berharga dari semua tender yang aku punya,” katanya sambil tersenyum. “Oh ya, bagus dong kalau begitu, pasti nilainya san

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 284

    Alisya bangun dengan tubuh yang segar keesokan harinya. Tanpa dia sangka Bisma juga sudah bangun dan berceloteh riang dengan bahasa bayinya, membuat wanita itu menghela napas lega, setidaknya hari ini suasana hati Bisma membaik. “Bisma mau main?” tanya wanita itu, tapi bukannya mengangguk seperti biasa, Bisma malah memeluk mamanya erat seolah takut untuk ditinggal. “Wah kamu masih mau tidur sambil mama peluk ya,” kata Alisya sambil memeluk putranya erat menciumi wajahnya hingga anak itu tertawa kegelian. Keseruan mereka langsung terhenti saat mendengar suara benda jatuh keras sekali dari dalam kamar satunya. Seolah mengerti ada yang tak beres anak itu terdiam, Alisya menduga kalau Pandu hanya sedang menunjukkan aksi protesnya saja, tapi itu tak membuat rasa penasarannya berakhir. Wanita itu bangun dari ranjang dan mengulurkan tangan pada Bisma untuk menggendongnya, tapi saat ingat peringatan keras sang suami, Alisya menurun

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 283

    "Jangan cuma bisa cengar-cengir seperti itu, Ndu! katakan pada kami bagaimana hasilnya." kata sang ayah geram karena sejak tadi Pandu hanya memamerkan senyum lebarnya. "Memangnya papa nggak bisa menebak dari senyumku," kata Pandu sombong. "Papa tidak mau main tebak-tebakan, jadi katakan langsung apa papa akan punya cucu lagi?" tanya laki-laki paruh baya itu lagi. Wajah laki-laki itu masih sembab, karena duka kehilangan sang ayah, tapi tidak menyurutkannya untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan menantunya itu. "Saya memang hamil, Pa. seperti tebakan tante," kata Alisya merelakan diri menjawab pertanyaan mertuanya pada sang suami. Panji Wardhana terperangah sejenak, dia menatap snag istri lalu pada sang putra yang masih tersenyum lebar, lalu menatap menantunya. Alisya sudah yakin senyum lebar akan menghiasi wajah mertuanya, tapi keyakinan itu runtuh saat dia lihat air mata yang mengalir deras, dan dengan susah payah laki-laki itu mengusap air matanya. "Papa sangat senang s

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status