Share

Bab 50

Author: Ajeng padmi
last update Last Updated: 2024-10-03 19:11:11

Tubuh Alisya luruh begitu  jasad ibunya sedikit demi sedikit tertutup tanah.

“Ikhlaskan, Nak.” Seorang wanita  tua yang merupakan saudara jauh ayahnya mendekapnya dengan erat.

Wanita tua itu juga yang telah berbaik hati mengizinkan rumahnya untuk tempat bersemayam jenazah sang ibu untuk sementara sebelum di kebumikan.

Alisya tak sanggup melihat ini semua, kekuatan tubuhnya seolah  hilang. Kakinya yang beberapa saat lalu mampu sedikit menompang tubuhnya kini seolah hilang entah kemana.

Alisya memang meninggalkan kursi rodanya di mobil Pram. Jalan tanah di area pemakanam membuatnya kesulitan untuk menggunakan kursi roda.

Wanita itu sedikit menyeret Alisya menjauh, saat Alisya terlihat seperti akan pingsan.

Dalam ketidakberdayaan yang menderanya, Alisya masih ingin mengikuti semua proses pemakanan ibunya, tangannya mencengkeram tanah pekuburan dengan erat seolah itu lah satu-satunya pegangan yang dia punya saat ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Siti Kumairoh
seru thor alisya akan semakin murahan...
goodnovel comment avatar
Watiaza Watiaza
lnjuuut Thor,,mkin seru nih,,ok Thor sehat sll ,,
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 51

    “Apa kamu sama sekali tidak tahu sebelumnya?” tanya Pram dengan tatapan tajamnya. Pengajian meninggalnya sang ibu memang sudah usai untuk hari ini di rumah wanita tua itu, dan rencananya akan diadakan sampai tujuh hari ke depan. Dengan Alasan kesehatannya yang tidak memungkinkan Alisya meminta pengertian pada wanita tua itu untuk tidak hadir, tentu saja setelah memberikan sejumlah uang dan apa saja yang diperlukan nantinya. Bukan Alisya tidak ingin di sana, mendoakan ayah dan ibunya tapi dia punya kewajiban lain yang harus dia penuhi. Tugasnya sebagai seorang istri di rumah besar itu belum usai ada banyak misteri dan kesalah pahaman di sana. Sebenarnya Alisya ingin pergi saja dari sana, alasannya untuk ada di sana tak ada lagi. Kehidupannya di sana bukan memberikan kebahagiaan tapi hanya sakit hati dan duka yang berkepanjangan tapi apa yang baru saja dia ketahui membuatnya berubah pikiran. Dia tak boleh egois. Anak yang dia kandung berhak diketahui ayahnya, meski mereka melakuk

    Last Updated : 2024-10-04
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 52

    “Syukurlah, saya ikut lega,” jawab Alisya. Dia mengabaikan begitu saja kata-kata ‘sayang sekali’ yang tadi diucapkan oleh bibi. Entah wanita itu menyindirnya atau memang membenci Sekar, Alisya tak tahu. Akan tetapi dari sikap bibi saat dia dituduh mendorong Sekar, Alisya menyimpulkan, wanita ini bukan dipihaknya. Bibi baik padanya karena memang itu yang harus dia lakukan. Tidak seperti Alan yang terang-terangan membela dan membantunya. Alan? Bagaimana kabar laki-laki itu? Alisya sama sekali belum melihatnya sejak dia kembali ke rumah ini. “Jadi mereka minta bibi memasak untuk kepulangan Sekar?”Alisya melihat berbagai macam bahan makanan telah dikeluarkan wanita itu dari ruang penyimpanan. “Apa akan ada pesta?” tanya Alisya lagi. “Saya tidak tahu hanya diminta mempersiapkan makanan untuk merayakan kepulangan nyonya Sekar. Saya juga bingung mau masak apa.” Wanita paruh baya itu mengatak

    Last Updated : 2024-10-04
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 53

    "Lihat kelakukan wanita ini makin membuatku muak saja!" Wanita paruh baya yang menjadi mama mertuanya itu, menatap Alisya dengan marah. Sangat berbeda perlakuannya saat menghadapi Sekar. "Seharusnya kamu dipenjara kelakuanmu seperti kriminal!" "Ma! cukup!" "Lihat inilah perempuan yang selalu papa bela, dia berniat membunuhnya." Wanita itu menatap putranya dengan tajam. "Ceraikan perempuan ini!" teriak wanita itu kalap. Di tempatnya Alisya hanya membeku menatap ibu mertunya lalu pada suaminya. "Ma, cukup! tidak ada perceraian di keluarga kita!" "Dia hampir saja membunuh cucu kita, kenapa papa-" "Siapa yang mama maksud dengan membunuh?" tanya Alisya gerah dengan perkataan ibu mertunya. "Alisya, diam lah dan kita akan makan!" Alisya hanya menatap datar Pandu yang baru saja membentaknya. Akan tetapi wanita itu memilih diam, dan mengambil tempat seperti biasa. Sejujurnya dia tidak lapar, karena sarapan paginya yang terlalu siang tadi, tapi akan sangat tidak sopan jika dia men

    Last Updated : 2024-10-05
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 54

    Alisya terbangun dengan mata sembab dan wajah kuyu. Rasa pusing hebat melanda. Hal itu di perparah dengan rasa mual yang membuatnya harus buru-buru ke kamar mandi, bahkan dengan meninggalkan kursi rodanya. Sejak mengetahui kehamilannya. Janin dalam perut Alisya seolah menuntut untuk selalu diperhatikan. Bukan dengan makanan atau permintaan aneh-aneh yang disebut ngidam seperti halnya Sekar, tapi rasa pusing dan mual yang selalu melandanya di pagi hari atau bahkan saat memasak. Hal yang dulu menjadi kegemarannya ini, sekarang menjadi hal yang sangat dia benci. Pembicaraannya dengan Pandu tadi malam mampu membuat wanita itu makin terpuruk. Menangis, hanya itu yang bisa dia lakukan. Dia bahkan belum mengatakan tentang kehamilanya ataupun kematian ibunya. Laki-laki yang menjadi suaminya itu mencerca dan menghinanya tanpa mau melihat faktanya. “Saya sudah menyiapkan bahan untuk membuat nasi bakar,” kata bibi begitu Alisya masuk ke dapur. “Nasi bakar?” tanya wanita itu bingung. “Nyon

    Last Updated : 2024-10-07
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 55

    “Bagaiman kabarmu dan si kecil?” Alisya tersenyum dan mengelus perutnya dengan sayang. Dia berusaha menjaga sebaik mungkin anugerah yang diberikan Tuhan padanya. Alisya merasa dengan adanya janin dalam perutnya kini dia tidak merasa sendirian lagi, paling tidak dia  masih punya keinginan untuk berjuang untuk kehidupan yang lebih baik. Ayah dan ibunya telah pergi tak ada lagi orang-orang yang benar-benar menyayangi lagi di dunia ini, dan kehadiran mahluk di dalam rahimnya seperti keajaiban yang akan menemaninya nanti. “Kami baik-baik saja,” jawab Alisya sambil tersenyum penuh syukur. “Kamu sudah memeriksakan diri ke dokter?” Alisya tertegun, elusan di perutnya berhenti. “Ah pasti belum ya.” Meski saat ini mereka tidak berhadapan secara langsung hanya melalui ponsel jadul Alisya, tapi Pram seolah-olah bisa  menebak rekasi Alisya. “Aku kemarin sudah periksa ke bidan, ingat saat kematian ibu dan ini belum sa

    Last Updated : 2024-10-07
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 56

    Bruk!Tiba-tiba kursi roda yang dinaiki Alisya hilang kendali dan membuat wanita itu jatuh terguling, dia berusaha keras untuk bangkit. “Apa yang nyonya lakukan?” “Bisa bantu saya untuk bangun.” Alisya mengulurkan tangannya dan wanita itu langsung membantunya untuk duduk di lantai lalu memperbaiki posisi kursi rodanya yang terguling. “Ponsel anda.” “Astaga tidak bisa menyala lagi,” gumam Alisya yang menatap sedih ponsel malangnya yang baru saja tertimpa kursi roda. “Biar saya bantu naik lagi ke kursi anda,” kata Wanita itu sambil mengulurkan tangan pada Alisya dan membantunya duduk kembali ke kursi rodanya. “Padahal saya ingin menghubungi dokter,” kata Alisya dengan wajah bingung. “Apa saya boleh meminjam ponsel bu Titin, ibu punya nomer dokter Anwar bukan?” tanya Alisya dengan tatapan memohon. “Tentu saja saya punya. Biar saya saja yang menghubunginya, apa yang nyonya inginkan?” tanya wanita itu terlihat sedikit bingung dan curiga. “Saya hanya ingin mengkonfirmasi kunjunga

    Last Updated : 2024-10-08
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 57

    Itu perintah bukan permintaan. Dan Alisya merasa dia tidak harus mematuhi perintah itu. Pandu telah melanggar janjinya dengan memberikan biaya pengobatan ibunya. Dan Alisya merasa sangat kecewa, dia tahu waktu itu Pandu sedang marah padanya, apalagi dia yang melanggar perintah laki-laki itu. Akan tetapi Alisya tidak bersalah. Sama dengan kecelakaan yang membuatnya lumpuh, dia juga tidak merencanakan ini semua. Tapi di mata Pandu dia hanya monster yang selalu menyusahkannya. Karena itu Alisya ingin sekali memberontak dan mengatakan keberatannya. Andai saja Sekar memintanya dengan manis dan sopan tentu Alisya akan membuatkannya meski harus menahan mual, tapi dia tahu Sekar meminta hal itu bukan karena dia ingin makan buatan Alisya tapi karena ingin merendahkannya. “Lihat aku saja makan makanan buatan bibi, jadi maaf aku tidak bisa memasak,” jawab Alisya sambil mengangkat tangannya yang masih memegang ayam goreng beraroma lezat buatan bibi. “Kamu bisa makan lagi nanti,” kata Pand

    Last Updated : 2024-10-10
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 58

    Malam itu juga Alisya mendapatkan ponsel keluaran terbaru yang dia yakin tak akan dia beli dengan uangnya sendiri. Ada satu bagian dari diri Alisya yang tidak bisa menerima hal itu. Apalagi saat kerinduan pada orang tuanya terasa mencekiknya. Dia menyesal tidak mencetak foto kedua orang tuanya dan hanya membiarkannya dalam bentuk softcopy, akan tetapi jika dia dalam keadaan normal Alisya selalu berpikir kalau meski tak bisa melihat foto mereka tapi kenangan akan mereka sudah melekat kuat dalam hati dan pikiran Alisya. Wanita itu sama sekali tak tahu alasan tak masuk akal Pandu untuk menahan ponselnya. Selain nomer-nomer teman-teman lamanya yang sudah tak pernah lagi Alisya hubungi hanya ada foto-foto lama bersama kedua orang tuanya. Orang kaya memang kadang sulit untuk dipahami dan itu membuat Alisya pusing sendiri. Alisya masih duduk menatap kegelapan malam saat ponsel jadulnya berbunyi nyaring, membuat wanita itu kelabakan dan takut ada yang mendengar. “Aku tahu kamu belum t

    Last Updated : 2024-10-11

Latest chapter

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 297

    “Apa yang terjadi? Ibumu baik-baik saja kan?” tanya Pram mengikuti langkah cepat Laras keluar dari hotel. Laras itu meski kecil orangnya tapi sangat gesit lihat saja Pram yang bahkan tiga puluh lebih tinggi darinya kewalahan mengimbangi cara jalan wanita itu. Tak ada jawaban dari mulut Laras terpaksa Pram meraih lengan wanita itu. “Kamu belum jawab apa yang terjadi?” tanyanya lagi. Laras memejamkan mata, dia tidak ingin merepotkan Pram lagi, bukankah mereka sudah saling menolong jadi impas bukan. “Ibuku ehm... baik-baik saja, aku harus pergi sekarang, kita sudah tak punya urusan lagi,” kata Laras cepat-cepat, tapi Pram tentu saja tidak membiarkan hal itu terjadi apalagi melihat wajah pucat gadis itu setelah menerima telepon tadi, dan jangan lupakan matanya yang berkaca-kaca. Pram memang sering mematahkan hati para gadis, tapi tentu saja gadis yang memang pantas dia perlakukan seperti itu, tapi tentu saja Laras bukan salah satunya. “Biar aku antar tenangkan dirimu dulu, ang

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 296

    "Turunkan aku di sini," kata Laras dengan kalut. "Apa, ini belum sampai, tunggu. Jangan aneh-aneh," kata Pram sedikit melirik gadis di sampingnya. "Siapa yang aneh-aneh! Dengar ya gini-gini aku cewek baik-baik! Aku masih perawan!" Kata Laras sambil melotot pada laki-laki di sampingnya itu. Pram menoleh dan mengerutkan kening bingung pada gadis di sampingnya yang tiba-tiba saja tantrum ini. "Hah! Apa maksudmu?" Tanyanya bingung. "Aku makasih banget sudah kamu tolong dari kejaran ayahku tadi, dan sebagai manusia beradab tentu aku akan balas budi untuk kebaikanmu ini, tapi tidak dengan tidur denganmu!" Kata Laras sambil melotot tajam. Brak.Pram spontan yang tadinya menatap Laras seolah gadis di sebelahnya ini berubah menjadi monster langsung menatap ke depan dengan kaget dan spontan menginjak rem. "Aww!" "Eh maaf kamu nggak apa-apa?" Tanya Pram setelah memastikan yang dia tabrak adalah tempat sampah di pinggir jalan, saking kagetnya dia tak sadar kalau sudah mengemudi keluar jal

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 295

    Hari ini Laras gajian Laras sudah membeli sekotak martabak telur kesukaan ibunya. Rutinitas yang selalu Laras lakukan, sejak mereka pindah ke kontrakan ini.Gaji Laras tentu saja cukup jika untuk membeli martabak telur setiap hari, tapi ibunya menolak dengan keras, sang ibu ingin Laras menabung gajinya tentu saja setelah semua kebutuhan mereka tercover dan... Menyisihkan untuk ayahnya. Hal yang sangat tidak disukai Laras, tapi ibunya selalu mengatakan sebagai anak Laras harus berbakti pada orang tua, diantaranya dengan membantu sang ayah yang kesulitan keuangan."Bu Aku pu-" Laras baru saja memasuki halaman rumah kontrakannya yang mungil saat dilihatnya sang ayah dan beberapa orang seperti menunggunya, mereka langsung tersenyum melihat kedatangannya dan Laras tak menyukai itu. "Akhirnya kamu pulang juga, nak. Kami sudah menunggu sejak tadi," kata sang ayah sambil tersenyum lebar. "Apa yang ayah lakukan di sini? bagaimana ayah tahu rumah kami? di mana ibu?" tanya Laras yang lan

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 294

    Alisya baru saja akan bangun saat mendengar rengekan kecil di box sampingnya. Tapi gerakan disampingnya menghentikannya. “Tidurlah lagi biar aku lihat putri kecil kita.” Tentu saja Alisya tak bisa tidur lagi meski dia masih meletakkan kepalanya di atas bantal. Dari balik bulu matanya wanita itu mengawasi sang suami yang mengecek popok putri mereka, lalu menggantinya dengan cekatan lalu menimang sang putri yang masih merengek. Ibunya dulu pernah bercerita bahwa sang ayah tidak pernah canggung mengganti popoknya, membersihkan pupnya dan juga memandikannya, hanya memberi nenen yang tidak bisa ayahnya lakukan. Waktu itu Alisya hanya tertawa mendengar cerita sang ibu dan dalam hati berharap semoga suaminya nanti bisa membantunya mengurus anak-anak mereka seperti sang ayah dulu. Akan tetapi harapan itu langsung Alisya buang jauh-jauh saat menyadari kalau Pandu dalam kesehariannya masih dibantu oleh para pelayan, mana mungkin laki-laki bisa membantunya mengurus anak mereka, tapi sekara

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 293

    Pasangan paruh baya itu berjalan tergopoh-gopoh di lorong rumah sakit, yang menurut mereka terlalu panjang. Rasa khawatir terpancar jelas di wajah keduanya. “Ayo, Ma, kita harus lihat keadaan mereka,” kata sang laki-laki yang langsung meraih tangan sang istri dan menggandengnya supaya berjalan lebih cepat. “Kenapa mereka tidak menghubungi kita lebih awal, kalau Pandu dan Alisya tidak sempat para pembantunya kan banyak, ini yang mama tidak suka kalau mereka mengambil pekerja sembarangan,” gerutunya sambil berusaha tetap mengimbangi langah cepat sang suami. “Sudahlah, itu tidak penting. Keselamatan mereka lebih penting,” kata sang suami yang berusaha tenang dalam menghadapi kabar yang mengejutkan ini. Suasana masih gelap ketika mereka tiba di rumah sakit ini, terlihat sekali mereka datang dengan tergesa bahkan nyonya besar Wardhana yang biasanya berpenampilan glamor terlihat hanya mengenakan over coat panjang untuk melapisi piamanya tanpa ada perhiasan yang menempel satupun ditubu

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 292

    “Ya nggak bisa gitu pak, hpl itu bisa maju atau mundur, suka-suka bayinya mau keluar kapan. Kecuali bapak sudah merencanakan operasi, nah itu bisa tuh pilih tanggal cantik,” kata salah satu manager yang ikut makan siang bersama mereka.Meski sang istri sudah tidak bekerja lagi, tapi Alisya tetap mengirimkan makan siang untuk suaminya melalui sopir, kecuali hari di mana Pandu harus meeting di luar dan menemani kliennya makan, baru dia bilang pada sang istri untuk tidak perlu memberikan bekal. Jika dulu dia lebih suka menjelajah restoran mahal saat jam makan siang, sekarang dia akan anteng saja makan di kantor dan tak perlu kepanasan atau kena macet. “Memang bisa begitu ya, pak?” tanya Pandu bingung, kali ini memang bukan kehamilan pertama untuk Alisya, tapi ini kali pertama dia benar-benar menemani seorang istri yang hamil dan akan melahirkan, bukan itu saja dia bahkan juga ikut merasakan ngidamnya. Dulu saat Sekar hamil, mereka memang masih suami istri tapi wanita itu menolak saat

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 291

    “Tuan masih belum mengangkat panggilannya, nyonya. Apa saya harus menghubungi tuan dan nyonya besar?” tanya bibi ikut panik melihat Alisya yang merintih kesakitan memegang perut besarnya.Alisya memejamkan matanya berusaha keras agar tak merintih kesakitan, benar apa yang dia khawatirkan tak ada yang bisa dia andalkan untuk mengambil keputusan saat dia kesakitan seperti ini, seharusnya dia tinggal saja di rumahnya di desa sejak minggu lalu, bulik Par pasti dengan senang hati akan menemaninya tidur di rumahnya itu.“Tolong bawa saya ke rumah sakit saja, Bi. Masih lama memang tapi itu lebih baik dari pada menunggu di rumah dan tolong panggil Rani untuk menjaga Bisma,” kata Alisya mengambil keputusan cepat saat rasa sakit masih tak menghilangkan akal sehatnya.Sore itu setelah memastikan Bisma aman bersama Rani dan ibunya, Alisya berangkat ke rumah sakit hanya ditemani bibi saja. Dia berusaha tetap tenang dan berpikiran jenih meski kadang ra

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 290

    Janji satu bulan sudah terlewati tapi tak nampak tanda-tanda kalau kesibukan Pandu akan berakhir.Laki-laki malah makin sibuk dengan pergi pagi-pagi sekali bahkan sebelum matahari terbit dan pulang hampir tengah malam.Keadaan ini mengingatkan Alisya seperti saat Pandu tiba-tiba membawa pulang Sekar untuk dijadikan istri kedua.Jadi di suatu pagi yang masih gelap tapi Pandu sudah bersiap untuk pergi bekerja. Laki-laki itu mendekati sang istri.“Biar aku bantu kamu mandi sekarang aku harus menghadiri rapat pagi ini,” katanya dengan jejak kelelahan semalam yang belum juga hilang.Sejak kehamilannya semakin besar Alisya memang kesulitan untuk bahkan bangun dari duduknya, kehamilannya memang tak sebesar dulu tapi tubuhnya menjadi cepat lelah dan rasanya dia ingin sekali tidur dan bermanja pada sang suami, tapi tentu saja itu tidak mungkin jika sang suami saja lebih suka memanjakan pekerjaannya.Alisya sudah mencoba berbagai cara untuk bersabar, dia bahkan mengingatkan dirinya sendiri kala

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 289

    “Masih juga belum tidur,” gerutu Alisya.Ini hampir jam satu dini hari, dia bahkan tidak tahu suaminya pulang jam berapa tadi malam.Sudah satu bulan sejak usia kandungan Alisya menginjak bulan ke delapan Pandu selalu pulang larut malam.Awalnya Alisya menunggunya di sofa ruang tamu sambil terkantuk-kantuk dengan gelas berisi teh hangat yang sudah dingin, satu dua hari dia bisa bertahan melakukan itu, tapi pada hari ketiga Alisya menyerah karena tubuhnya tak bisa lagi berkompromi dan kantuk begitu hebat menyerangnya bahkan setelah makan malam berakhir.Dan Pandu yang sejak awal mengatakan pada sang istri untuk berhenti menunggunya pulang, dengan senang hati akan menyiapkan sendiri apa yang dia butuhkan setelah bekerja, Pandu yang sekarang memang sudah lebih bisa diandalkan dalam mengerjakan hal-hal kecil.Dia sudah bisa menyapu lantai dengan baik, membuatkan susu dan makanan untuk Bisma bahkan menggoreng telur mata sapi untuk dirinya sendiri karena harus mengumpat kulit telurnya yang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status