Share

Bab 48

Author: Ajeng padmi
last update Last Updated: 2024-10-02 20:09:42

Uang di Atm Alisya tidak cukup untuk uang muka operasi ibunya.

Uang bulanan dari Pandu memang besar tapi dia memilih menjadikannya perhiasan.

Keputusan yang tidak tepat di saat seperti ini, karena dia butuh pergi ke toko emas dulu untuk menjadikannya uang lagi.

Alisya memegang ponselnya berusaha menghubungi Pram, tapi dia membatalkannya, dia tak ingin merepotkan Pram. Dia yakin masih bisa mengatasi semua ini.

Sahabatnya itu sudah banyak membantunya, dan Alisya tidak tahu bagaimana cara membalas kebaikan laki-laki itu.

“Saya akan pergi sebentar,” kata Alisya pada petugas administrasi. Wanita itu mengangguk.

Alisya menggulir kursi rodanya keluar dari rumah sakit.  pukul tiga sore, dia hanya berharap toko emas itu masih buka.

“Toko emas terdekat,” kata Alisya begitu sopir taksi bertanya kemana mereka akan pergi.

Alisya tersenyum lega saat uang sudah ada di tangannya. Dia harus segera kembali ke rumah sakit
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Sus Wati
biarin ibunya meninggal Alisha buat di siksa pandu soale ngaku gak lemah tapi bego sama cinta, kyknya bunting deh habis di perkosa pandu, makin susah di bikin tuh Alisa
goodnovel comment avatar
Sili Wati
penasaran ceritanya, sama Ayah mertuanya
goodnovel comment avatar
Aisyah Rajab
wanita tergoblok di dunia
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 49

    “Apa yang terjadi?” Itu bukan Alisya yang bertanya tapi Pram. Laki-laki itu juga terlihat kebingungan, suster mendorong kursi roda Alisya lebih cepat dan diikuti Pram di belakangnya. “Ibu tunggu di sin dulu,” kata sang perawat. Wajah Alisya sudah memucat di tempatnya. Apa mereka memutuskan mengoperasi ibunya sekarang tanpa menunggu pembayaran uang muka? Atau tanpa sepengetahuan Alisya, Pandu sudah mengirim uang langsung ke rumah sakit. “Apa ibu akan dioperasi sekarang?” tanya Alisya. Sang suster menatapnya dengan pandangan yang tak dapat Alisya artikan, tapi satu yang pasti Alisya tak suka dengan pandangan itu. “Suster?” tanya Alisya lagi dengna tidak sabar. “Apa saya bisa bertemu ibu dulu sebelum operasi?” Remasan lembut di bahunya membuat Alisya menoleh dan mendapati Pram yang menatapnya dengan senyum sedih. “Lis tenang dulu, dokter sedang berusaha sebaik mungkin. Kamu hanya perlu berdoa.” Alisya tak menjawab dia hanya menunduk dengan tangan gemetar. Sama dengan Pram yang

    Last Updated : 2024-10-03
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 50

    Tubuh Alisya luruh begitu  jasad ibunya sedikit demi sedikit tertutup tanah. “Ikhlaskan, Nak.” Seorang wanita  tua yang merupakan saudara jauh ayahnya mendekapnya dengan erat. Wanita tua itu juga yang telah berbaik hati mengizinkan rumahnya untuk tempat bersemayam jenazah sang ibu untuk sementara sebelum di kebumikan. Alisya tak sanggup melihat ini semua, kekuatan tubuhnya seolah  hilang. Kakinya yang beberapa saat lalu mampu sedikit menompang tubuhnya kini seolah hilang entah kemana. Alisya memang meninggalkan kursi rodanya di mobil Pram. Jalan tanah di area pemakanam membuatnya kesulitan untuk menggunakan kursi roda. Wanita itu sedikit menyeret Alisya menjauh, saat Alisya terlihat seperti akan pingsan. Dalam ketidakberdayaan yang menderanya, Alisya masih ingin mengikuti semua proses pemakanan ibunya, tangannya mencengkeram tanah pekuburan dengan erat seolah itu lah satu-satunya pegangan yang dia punya saat ini. 

    Last Updated : 2024-10-03
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 51

    “Apa kamu sama sekali tidak tahu sebelumnya?” tanya Pram dengan tatapan tajamnya. Pengajian meninggalnya sang ibu memang sudah usai untuk hari ini di rumah wanita tua itu, dan rencananya akan diadakan sampai tujuh hari ke depan. Dengan Alasan kesehatannya yang tidak memungkinkan Alisya meminta pengertian pada wanita tua itu untuk tidak hadir, tentu saja setelah memberikan sejumlah uang dan apa saja yang diperlukan nantinya. Bukan Alisya tidak ingin di sana, mendoakan ayah dan ibunya tapi dia punya kewajiban lain yang harus dia penuhi. Tugasnya sebagai seorang istri di rumah besar itu belum usai ada banyak misteri dan kesalah pahaman di sana. Sebenarnya Alisya ingin pergi saja dari sana, alasannya untuk ada di sana tak ada lagi. Kehidupannya di sana bukan memberikan kebahagiaan tapi hanya sakit hati dan duka yang berkepanjangan tapi apa yang baru saja dia ketahui membuatnya berubah pikiran. Dia tak boleh egois. Anak yang dia kandung berhak diketahui ayahnya, meski mereka melakuk

    Last Updated : 2024-10-04
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 52

    “Syukurlah, saya ikut lega,” jawab Alisya. Dia mengabaikan begitu saja kata-kata ‘sayang sekali’ yang tadi diucapkan oleh bibi. Entah wanita itu menyindirnya atau memang membenci Sekar, Alisya tak tahu. Akan tetapi dari sikap bibi saat dia dituduh mendorong Sekar, Alisya menyimpulkan, wanita ini bukan dipihaknya. Bibi baik padanya karena memang itu yang harus dia lakukan. Tidak seperti Alan yang terang-terangan membela dan membantunya. Alan? Bagaimana kabar laki-laki itu? Alisya sama sekali belum melihatnya sejak dia kembali ke rumah ini. “Jadi mereka minta bibi memasak untuk kepulangan Sekar?”Alisya melihat berbagai macam bahan makanan telah dikeluarkan wanita itu dari ruang penyimpanan. “Apa akan ada pesta?” tanya Alisya lagi. “Saya tidak tahu hanya diminta mempersiapkan makanan untuk merayakan kepulangan nyonya Sekar. Saya juga bingung mau masak apa.” Wanita paruh baya itu mengatak

    Last Updated : 2024-10-04
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 53

    "Lihat kelakukan wanita ini makin membuatku muak saja!" Wanita paruh baya yang menjadi mama mertuanya itu, menatap Alisya dengan marah. Sangat berbeda perlakuannya saat menghadapi Sekar. "Seharusnya kamu dipenjara kelakuanmu seperti kriminal!" "Ma! cukup!" "Lihat inilah perempuan yang selalu papa bela, dia berniat membunuhnya." Wanita itu menatap putranya dengan tajam. "Ceraikan perempuan ini!" teriak wanita itu kalap. Di tempatnya Alisya hanya membeku menatap ibu mertunya lalu pada suaminya. "Ma, cukup! tidak ada perceraian di keluarga kita!" "Dia hampir saja membunuh cucu kita, kenapa papa-" "Siapa yang mama maksud dengan membunuh?" tanya Alisya gerah dengan perkataan ibu mertunya. "Alisya, diam lah dan kita akan makan!" Alisya hanya menatap datar Pandu yang baru saja membentaknya. Akan tetapi wanita itu memilih diam, dan mengambil tempat seperti biasa. Sejujurnya dia tidak lapar, karena sarapan paginya yang terlalu siang tadi, tapi akan sangat tidak sopan jika dia men

    Last Updated : 2024-10-05
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 54

    Alisya terbangun dengan mata sembab dan wajah kuyu. Rasa pusing hebat melanda. Hal itu di perparah dengan rasa mual yang membuatnya harus buru-buru ke kamar mandi, bahkan dengan meninggalkan kursi rodanya. Sejak mengetahui kehamilannya. Janin dalam perut Alisya seolah menuntut untuk selalu diperhatikan. Bukan dengan makanan atau permintaan aneh-aneh yang disebut ngidam seperti halnya Sekar, tapi rasa pusing dan mual yang selalu melandanya di pagi hari atau bahkan saat memasak. Hal yang dulu menjadi kegemarannya ini, sekarang menjadi hal yang sangat dia benci. Pembicaraannya dengan Pandu tadi malam mampu membuat wanita itu makin terpuruk. Menangis, hanya itu yang bisa dia lakukan. Dia bahkan belum mengatakan tentang kehamilanya ataupun kematian ibunya. Laki-laki yang menjadi suaminya itu mencerca dan menghinanya tanpa mau melihat faktanya. “Saya sudah menyiapkan bahan untuk membuat nasi bakar,” kata bibi begitu Alisya masuk ke dapur. “Nasi bakar?” tanya wanita itu bingung. “Nyon

    Last Updated : 2024-10-07
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 55

    “Bagaiman kabarmu dan si kecil?” Alisya tersenyum dan mengelus perutnya dengan sayang. Dia berusaha menjaga sebaik mungkin anugerah yang diberikan Tuhan padanya. Alisya merasa dengan adanya janin dalam perutnya kini dia tidak merasa sendirian lagi, paling tidak dia  masih punya keinginan untuk berjuang untuk kehidupan yang lebih baik. Ayah dan ibunya telah pergi tak ada lagi orang-orang yang benar-benar menyayangi lagi di dunia ini, dan kehadiran mahluk di dalam rahimnya seperti keajaiban yang akan menemaninya nanti. “Kami baik-baik saja,” jawab Alisya sambil tersenyum penuh syukur. “Kamu sudah memeriksakan diri ke dokter?” Alisya tertegun, elusan di perutnya berhenti. “Ah pasti belum ya.” Meski saat ini mereka tidak berhadapan secara langsung hanya melalui ponsel jadul Alisya, tapi Pram seolah-olah bisa  menebak rekasi Alisya. “Aku kemarin sudah periksa ke bidan, ingat saat kematian ibu dan ini belum sa

    Last Updated : 2024-10-07
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 56

    Bruk!Tiba-tiba kursi roda yang dinaiki Alisya hilang kendali dan membuat wanita itu jatuh terguling, dia berusaha keras untuk bangkit. “Apa yang nyonya lakukan?” “Bisa bantu saya untuk bangun.” Alisya mengulurkan tangannya dan wanita itu langsung membantunya untuk duduk di lantai lalu memperbaiki posisi kursi rodanya yang terguling. “Ponsel anda.” “Astaga tidak bisa menyala lagi,” gumam Alisya yang menatap sedih ponsel malangnya yang baru saja tertimpa kursi roda. “Biar saya bantu naik lagi ke kursi anda,” kata Wanita itu sambil mengulurkan tangan pada Alisya dan membantunya duduk kembali ke kursi rodanya. “Padahal saya ingin menghubungi dokter,” kata Alisya dengan wajah bingung. “Apa saya boleh meminjam ponsel bu Titin, ibu punya nomer dokter Anwar bukan?” tanya Alisya dengan tatapan memohon. “Tentu saja saya punya. Biar saya saja yang menghubunginya, apa yang nyonya inginkan?” tanya wanita itu terlihat sedikit bingung dan curiga. “Saya hanya ingin mengkonfirmasi kunjunga

    Last Updated : 2024-10-08

Latest chapter

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 290

    Janji satu bulan sudah terlewati tapi tak nampak tanda-tanda kalau kesibukan Pandu akan berakhir.Laki-laki malah makin sibuk dengan pergi pagi-pagi sekali bahkan sebelum matahari terbit dan pulang hampir tengah malam.Keadaan ini mengingatkan Alisya seperti saat Pandu tiba-tiba membawa pulang Sekar untuk dijadikan istri kedua.Jadi di suatu pagi yang masih gelap tapi Pandu sudah bersiap untuk pergi bekerja. Laki-laki itu mendekati sang istri.“Biar aku bantu kamu mandi sekarang aku harus menghadiri rapat pagi ini,” katanya dengan jejak kelelahan semalam yang belum juga hilang.Sejak kehamilannya semakin besar Alisya memang kesulitan untuk bahkan bangun dari duduknya, kehamilannya memang tak sebesar dulu tapi tubuhnya menjadi cepat lelah dan rasanya dia ingin sekali tidur dan bermanja pada sang suami, tapi tentu saja itu tidak mungkin jika sang suami saja lebih suka memanjakan pekerjaannya.Alisya sudah mencoba berbagai cara untuk bersabar, dia bahkan mengingatkan dirinya sendiri kala

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 289

    “Masih juga belum tidur,” gerutu Alisya.Ini hampir jam satu dini hari, dia bahkan tidak tahu suaminya pulang jam berapa tadi malam.Sudah satu bulan sejak usia kandungan Alisya menginjak bulan ke delapan Pandu selalu pulang larut malam.Awalnya Alisya menunggunya di sofa ruang tamu sambil terkantuk-kantuk dengan gelas berisi teh hangat yang sudah dingin, satu dua hari dia bisa bertahan melakukan itu, tapi pada hari ketiga Alisya menyerah karena tubuhnya tak bisa lagi berkompromi dan kantuk begitu hebat menyerangnya bahkan setelah makan malam berakhir.Dan Pandu yang sejak awal mengatakan pada sang istri untuk berhenti menunggunya pulang, dengan senang hati akan menyiapkan sendiri apa yang dia butuhkan setelah bekerja, Pandu yang sekarang memang sudah lebih bisa diandalkan dalam mengerjakan hal-hal kecil.Dia sudah bisa menyapu lantai dengan baik, membuatkan susu dan makanan untuk Bisma bahkan menggoreng telur mata sapi untuk dirinya sendiri karena harus mengumpat kulit telurnya yang

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 288

    “Aku seperti tahanan saja,” keluh Alisya untuk kesekian kalinya. Dia menatap putus asa pada empat orang yang menatapnya, dua orang laki-laki dan dua orang perempuan. Mereka terlihat siap siaga melakukan apapun untuknya, bahkan meski mengorbankan nyawa. Ini terlalu berlebihan. Alisya sangat sadar dia menikahi siapa, meski bukan keturunan bangsawan apalagi sultan, tapi Pandu salah satu orang penting sebagai penggiat ekonomi negeri ini, dia adalah pewaris perusahaan yang di dalamnya mempekerjakan puluhan ribu karyawan. Sekarang dia salah salah satu kelemahan Pandu yang harus dijaga dengan baik, dari musuh yang bahkan tak terlihat sekalipun. Tapi tetap saja ini berlebihan. Alisya merasa dia sangat mampu menjaga dirinya sendiri dan juga anak-anaknya. Dia terbiasa bebas dan mandiri tanpa ada orang lain yang diandalkan jadi saat mendapati sekarang dia dikelilingi orang-orang yang siap siaga membantunya dia merasa... tak biasa. “Maaf, tapi dengan adanya mereka membuatku menjadi tenang

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 287

    "Benarkah Pram pernah mengalami hal seperti itu? Kapan?" Nada tak percaya dalam suara sang istri membuat Pandu menoleh dan mengernyitkan kening, dia menoleh ke bangku belakang dan melihat Bisma sudah tertidur di kursi bayinya. Untunglah kursi itu terlihat nyaman untuknya. "Kamu tidak tahu? Kok bisa?" Ingin sekali Alisya menggeplak kepala sang suami supaya ingat siapa yang telah membuatnya melakukan semua ini, tapi tentu saja dia masih tahu itu dosa."Apalah dayaku yang ingin jadi istri solehah yang menurut pada suami," kata Alisya dengan gaya ukhti-ukhti soleha yang sering dia lihat di medsos, berharap sang suami tertawa tapi Pandu malah menatap sang istri sambil tertegun."Aku tahu aku memang orang yang sangat beruntung bisa menjadi suamimu kembali," kata Pandu dengan serius. Alisya berdehem untuk mengurangi kecanggungan, apalagi sang suami mengatakan sambil menatapnya penuh arti, untung saja lalu lintas sudah menyala hijau. "Mas terlalu berlebihan, aku yang beruntung dengan m

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 286

    "Enak banget ya sampai nambah," kata Alisya geli sendiri melihat sang suami yang sudah menghabiskan mangkok soto yang keduanya. Tempat ini ternyata sebuah rumah makan khas jaman dulu yang menyediakan menu soto yang khas dengan gerobak di depan, penyajiannya menggunakan mangkuk kecil yang penuh dengan rempah dan daging, dengan nasi yang disediakan terpisah di piring. Rasanya memang enak apalagi cara memasaknya yang menggunakan arang. "Porsinya kecil," bisik Pandu sambil tersenyum mengangkat mangkuk keduanya yang sudah licin. Alisya tertawa, untuk ukuran Pandu porsi yang disuguhkan memang kecil, tapi sangat pas untuk Alisya. Bukan hanya Pandu yang menyukai rasa soto ini, tampaknya sang putra juga suka, meski dengan tambahan lontong dan kuah saja. Seperti biasa mereka makan bergantian untuk menyuapi sang putra. "Mau bawa pulang?" tanya Alisya menggoda. "Boleh saja, tanya saja orang bibi masak atau tidak," kata Pandu enteng. "Bibi tadi masak ayam bakar madu, maksudku untuk mas l

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 285

    Senyum tak bisa lepas dari bibir Pandu. Sambil menyetir dia beberapa kali ikut bernyanyi bersama Bisma. Lagu anak-anak yang menurut Alisya entah kenapa nadanya berubah tak karuan seperti itu. Terlihat sangat bahagia sekali. Kehamilannya kali ini memang sangat menyenangkan untuk Alisya, dia  tidak lagi merasa sendiri, ada suami dan mertuanya yang memperhatikannya, meski kadang dia sebal juga jika mereka terlalu melarangnya untuk melakukan ini itu. Bahkan si kecil Bisma juga sangat antusias saat diberi tahu dia akan punya adik kecil, anak itu suka sekali mengelus perut besar sang mama, dan berbicara dengan bahasanya sendiri. “Mas senang sekali hari ini? apa baru menang tender?” tanya Alisya usil meski dia tahu apa alasan senyum yang tersungging di wajah sang suami itu. “Iya, ini tender yang lebih berharga dari semua tender yang aku punya,” katanya sambil tersenyum. “Oh ya, bagus dong kalau begitu, pasti nilainya san

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 284

    Alisya bangun dengan tubuh yang segar keesokan harinya. Tanpa dia sangka Bisma juga sudah bangun dan berceloteh riang dengan bahasa bayinya, membuat wanita itu menghela napas lega, setidaknya hari ini suasana hati Bisma membaik. “Bisma mau main?” tanya wanita itu, tapi bukannya mengangguk seperti biasa, Bisma malah memeluk mamanya erat seolah takut untuk ditinggal. “Wah kamu masih mau tidur sambil mama peluk ya,” kata Alisya sambil memeluk putranya erat menciumi wajahnya hingga anak itu tertawa kegelian. Keseruan mereka langsung terhenti saat mendengar suara benda jatuh keras sekali dari dalam kamar satunya. Seolah mengerti ada yang tak beres anak itu terdiam, Alisya menduga kalau Pandu hanya sedang menunjukkan aksi protesnya saja, tapi itu tak membuat rasa penasarannya berakhir. Wanita itu bangun dari ranjang dan mengulurkan tangan pada Bisma untuk menggendongnya, tapi saat ingat peringatan keras sang suami, Alisya menurun

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 283

    "Jangan cuma bisa cengar-cengir seperti itu, Ndu! katakan pada kami bagaimana hasilnya." kata sang ayah geram karena sejak tadi Pandu hanya memamerkan senyum lebarnya. "Memangnya papa nggak bisa menebak dari senyumku," kata Pandu sombong. "Papa tidak mau main tebak-tebakan, jadi katakan langsung apa papa akan punya cucu lagi?" tanya laki-laki paruh baya itu lagi. Wajah laki-laki itu masih sembab, karena duka kehilangan sang ayah, tapi tidak menyurutkannya untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan menantunya itu. "Saya memang hamil, Pa. seperti tebakan tante," kata Alisya merelakan diri menjawab pertanyaan mertuanya pada sang suami. Panji Wardhana terperangah sejenak, dia menatap snag istri lalu pada sang putra yang masih tersenyum lebar, lalu menatap menantunya. Alisya sudah yakin senyum lebar akan menghiasi wajah mertuanya, tapi keyakinan itu runtuh saat dia lihat air mata yang mengalir deras, dan dengan susah payah laki-laki itu mengusap air matanya. "Papa sangat senang s

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 282

    Bahkan Pandu tidak bisa menunggu sampai esok hari untuk ke dokter seperti saran istri dari omnya. “Apa mas yakin dokternya masih menerima pasien jam segini?” tanya Alisya dengan ragu.Pandu melirik sebentar pada sang istri lalu menjawab dengan acuh. “Kita lihat saja nanti.” Alisya lupa dia menikahi laki-laki tak biasa yang bisa mewujudkan yang dia inginkan selama itu bisa dibeli dengan uang. Dan membuka tempat praktek pada tengah malam sekalipun akan dilakukan sang dokter bila itu keluarga Wardhana yang meminta. “Baiklah, semoga saja memang masih buka,” kata Alisya lemah.Alisya menyandarkan tubuh lelahnya dengan mata menerawang, perlahan tangan kanannya mengelus lembut perut ratanya. Dia bukannya tidak senang kemungkinan akan hamil lagi, apalagi sang suami yang terlihat sangat bersemangat, dia tidak perlu khawatir akan mengalami masa kehamilan sendiri lagi. Yang dia khawatirkan hanya satu. Bisma. Putranya

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status