Share

74. AKU DIMINTA PULANG

Bantingan bola basket pada beton terdengar ramai saat dua remaja yang wajahnya serupa berebut bola.

"Aku tak tahu kamu bisa sejahil itu."

Mas Rendra yang duduk di sampingku menoleh, mengalihkan pandangan dari dua adiknya yang ingin berkeringat setelah makan malam kami.

"Aku juga baru tahu kamu bisa setega itu mencabut rambutku."

Mendengar ucapan Mas Rendra, aku tertawa lepas seketika.

Tawa yang rasanya mejadi pandangan bagi lelaki yang benar-benar memperhatikan diriku, seolah apa yang ia lihat adalah hal langka.

Langka?

Tentu saja tawa lepasku adalah hal yang begitu luar biasa.

Aku bahkan lupa, kapan terakhir kali aku menunjukkan senyum tulus sejak adikku pergi empat tahun lalu.

Tidak pada orang-orang yang kutinggalkan agar bisa mencari Santo, tidak pada Keiro yang kehadirannya menjadi biasa dalam hidupku, pun, tidak pada orang-orang yang kutemui di kota yang tanahnya kupijaki detik ini.

Dan mas Rendra yang sorot matanya seolah ingin mengabadikan apa yang ia lihat, terus menatapiku s
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status