Pov AzamTanpa berpikir lama, aku segera mencari Jihan. Terakhir kali aku melihatnya di Mall tadi dia bersama Hera. Iya, aku harus mencari Jihan di kos-an Hera. Saat Jihan membawa Hera main ke rumah, Hera pernah bilang kalau dia tinggal di kos-an gang Melati, jadi sekarang aku harus kesana!Tak membutuhkan waktu lama untuk menemukan kos-an tersebut. Akupun langsung meminta tolong pada petugas keamanan disana agar di panggilkan penghuni kamar kos yang bernama Hera.Aku menunggunya dengan harap-harap cemas, dan taklama kemudian Hera pun muncul. Tapi, mengapa dia keluar sendirian?"Hera, apakah Jihan di sini?" Aku bertanya langsung tanpa basa basi."Tidak ada, kak.""Jangan bohong kamu! Terakhir kali kalian bersama di Mall!" Aku sedikit menggertak."Beneran, kak. Terakhir kali, kami bertemu saat kami shalat magrib di masjid dekat Mall, kemudian aku pulang duluan, karena Jihan masih ada urusan, katanya," ujar Hera dengan raut wajah takut."Baiklah, kalau begitu, terima kasih."Aku sangat
Pov Author"Azam, bagaimana keadaan Jihan?" Tanya Agnes saat Azam datang ke kamar hotelnya. Agnes tampak sangat kawatir, ia merasa bersalah karena pertemuannya di Mall kemarin membuat Jihan merajuk, padahal ia sama sekali tak berniat memanas-manasi ataupun menyakiti Jihan."Alhamdulillah, sepertinya dia sudah tidak marah, aku sudah membujuk dan menjelaskannya. Aku juga akan memberitahukannya secara perlahan kalau kita sudah menikah.""Aku tahu, semua ini tidak mudah bagi Jihan, apalagi bagiku, ternyata berbagi suami itu memang sangat berat dan sulit.""Apakah kamu menyesal menikah denganku?" Tiba-tiba Azam bertanya."Tidak, bukan itu maksudku. Aku sangat bahagia akhirnya bisa menikah denganmu, hanya saja aku merasa bersalah pada Jihan, aku seperti menjadi orang ketiga di antara kalian," lirih Agnes. "Sssttt, jangan bicara seperti itu!" Azam meletakkan jari telunjuknya di ujung bibir istri keduanya itu."Dalam hubungan ini, sebenarnya tidak ada yang salah, kita hanya terjebak dalam hu
"Jihan sayang, kamu harus jujur pada Umi apa yang sebenarnya terjadi, biar aku yang akan menasehati Azam.""Beneran, mi kami tidak ada apa-apa, ini buktinya!" Dengan terpaksa, akhirnya Jihan memperlihatkan lehernya pada umi Wardah, seketika umi Wardah tersenyum lega."Azam ternyata gawat juga ya, sampe penuh tuh lehermu sama cupang, hahaha!" Umi Wardah malah menggodanya. Jihan pun merasa semakin malu."Umi apaan, sih. Jihan malu tahu,""Kenapa harus malu, berarti sebentar lagi kami akan mendapatkan cucu.""Nggak lah, Mi. Ini saja Jihan baru mau mandi suci dari haid," ujar Jihan."Lah, cupang itu?""Kami cuma istimta' saja, Mi!""Owh, tak kira...!" Ucap Umi Wardah dengan isyarat senyum lebar.Jihan benar-benar kawatir dan tak ingin kedua orang tua mereka tahu tentang Agnes, istri keduanya Azam."Sekarang Umi percaya, pernikahan kalian baik-baik saja. Semoga pernikahan kalian ini selalu bahagia, lancar rizki dan segera dikaruniai banyak anak. Oh iya, kamu masak apa?""Aku masak sayur so
"Apa Jihan tahu semua ini?""Iya, dia tahu. Untunglah, ia memaklumi dan memahami posisiku.""Jadi, sekarang kamu menjalankan pernikahan poligami ini tanpa sepengetahuan orang tuamu sendiri dan orang tua Jihan serta tanpa sepengethuan orang tua Agnes juga?" Ucap Hasan yang tampak ikut bingung."Kamu bisa bayangkan, bukan, apa yang akan terjadi jika mereka semua tahu?" Ujar Hasan lagi."Aku benar-benar berada dalam pilihan yang sulit, bi.""Sekarang jawab jujur, bagaimana perasaanmu pada Jihan?""Aku menyayanginya sebagai adik sepupuku dan aku juga mencintainya karena dia istriku. Aku tak ingin melepaskannya," ucap Azam."Kamu mencintai keduanya dan tak ingin melepas keduanya, apakah kau juga bisa bayangkan apa yang akan terjadi jika Fatimah mengetahui ini? Dan akan seperti apa hubunganku dengan mereka nantinya?""Otakku benar-benar tak berdaya menjangkau itu semua, bi. Selain karena cinta, aku juga bertanggung jawab membimbing Agnes yang baru masuk islam yang kini juga menjadi istriku.
Ingatan Hasan kembali saat ia masih muda, dimana ia pernah menjalin cinta dengan seorang gadis bernama Sekar, yang masih satu kampung dengannya. Namun, karena perbedaan kasta, dimana saat itu, keluarga Hasan masih miskin, sementara Sekar merupakan putri juragan kaya raya.Hasan hanya bisa mengalah dan diam, saat ayah Sekar menghinanya dan mengatakan sudah menjodohkan Sekar dengan seorang anak juragan kaya yang sepadan dengan keluarganya.Sekar pun di nikahkan, Hasan patah hati hingga jatuh sakit berhari-hari, kemudian abahnya menjodohkan nya dengan anak dari saudara sepupunya yang bernama Wardah. Wardah, gadis yang cantik dan sholihah. Keduanya sama-sama di jodohkan oleh orang tua masing-masing. Meski Hasan tak mencintai Wardah, tapi ia tetap menerima perjodohan itu.Taklama kemudian, mereka pun menikah. Meski Hasan tak mencintai Wardah, tapi ia tetap melaksanakan kewajibannya sebagai suami pada Wardah, serta memperlakukannya dengan baik.Waktu berlalu begitu cepat, Wardah pun hamil.
"Kalian berdua, jaga baik-baik hubungannya, ya! Karena pernikahan kalian ini seperti tali yang mempererat persaudaraan dalam keluarga kita.Jika salah satu dari kalian tersakiti, itu sama saja menyakiti dua saudara yang sudah menjadi satu karena kalian adalah lambang dari satu kesatuan dari kita. Azam. Jihan itu kan, masih sangat muda, bimbing dia seperti selama ini kamu membimbingnya seperti adikmu sendiri, agar dia menjadi istri yang baik dan kamu juga harus menjadi imam yang baik untuknya!" Ujar Umi Wardah saat berpamitan pulang."Ini kalau banyak nasehat gini, kapan kelarnya. Mereka itu sudah besar, mi. Kalau mau menasehati mereka dengan 4 sehat 5 sempurna, kenapa nggak dari tadi aja atau kalau nggak lewat telfon aja!Ini aku nggak bisa nunggu lama-lama, soalnya aku harus sampai Malang sebelum jam 9, karena ada janjian sama Haji Sulaiman," Hasan komplain pada Sang istri karena masih lama dan terlihat berat meninggalkan anak-anak mereka."Umi cuma pingin lama-lama sama mereka. Mer
Jihan dan Agnes"Euhmmm, sebelumnya aku minta maaf, karena telah membuatmu harus rela menerima pernikahanku dengan Azam."Agnes memulai percakapan langsung pada intinya, saat ia dan Jihan sudah saling berhadapan, di sebuah Cafe yang sudah di pilih nya."Sebenarnya, aku tak rela suamiku menikah lagi, tapi saat itu aku menempatkanku sebagai seorang adik sepupu yang melihat kakak sepupunya sedang berjuang mempertahankan cinta yang sudah lima tahun di jalinnya. Tapi, entah mengapa justru akulah yang merasa menjadi orang ketiga dalam kehidupan kalian," guman batin Jihan."Jihan. Bicaralah, katakan apa yang ingin kamu katakan tentang hubungan kita bertiga yang sepertinya di luar batas kemampuan kita ini," ujar Agnes yang membuyarkan lamunan Jihan."Iya, semua ini memang di luar kendali kita. Tapi, kita bisa saja membuat pilihan yang terbaik untuk semuanya," sahut Jihan."Andai boleh memilih, apa yang ingin kamu pilih?""Andai saja kakekku tak memintaku menjadi istrinya mas Azam, mungkin sa
Pov Azam"Assalamualaikum."Terdengar suara Jihan mengucapkan salam sambil mengetuk pintu dari luar, aku yang dari tadi menunggunya dengan keresahan, lansung merasa lega dan sangat bahagia, karena akhirnya dia pulang."Waalaikumsalam," akupun segera membuka pintunya.Kulihat dia tersenyum, tampaknya dia tak marah lagi padaku. Senyumannya kali ini mampu menghilangkan rasa frustasiku sejak tadi, apalagi saat dia mencium tanganku seperti seorang istri pada umumnya yang mencium tangan suaminya saat akan pergi maupun pulang.Aku melongo dan takjub dengan sikap Jihan yang tiba-tiba mulai berubah manis seperti ini."Maaf Mas, jika aku pulang malam, itu karena aku ikut kajian ustadzah Halimah di Masjid At Taqwa, seperti malam kemarin itu. Mas juga jangan kawatir, tadi aku naik ojolnya aku pesen yang perempuan kok!" Guman Jihan dengan wajahnya yang khas dan cantik."Oh, iya," Aku masih keheranan atas perubahan sikap Jihan itu, sehingga aku tak bisa berkata-kata lagi."Aku masuk kamar dulu, nga