"Jihan sayang, kamu harus jujur pada Umi apa yang sebenarnya terjadi, biar aku yang akan menasehati Azam.""Beneran, mi kami tidak ada apa-apa, ini buktinya!" Dengan terpaksa, akhirnya Jihan memperlihatkan lehernya pada umi Wardah, seketika umi Wardah tersenyum lega."Azam ternyata gawat juga ya, sampe penuh tuh lehermu sama cupang, hahaha!" Umi Wardah malah menggodanya. Jihan pun merasa semakin malu."Umi apaan, sih. Jihan malu tahu,""Kenapa harus malu, berarti sebentar lagi kami akan mendapatkan cucu.""Nggak lah, Mi. Ini saja Jihan baru mau mandi suci dari haid," ujar Jihan."Lah, cupang itu?""Kami cuma istimta' saja, Mi!""Owh, tak kira...!" Ucap Umi Wardah dengan isyarat senyum lebar.Jihan benar-benar kawatir dan tak ingin kedua orang tua mereka tahu tentang Agnes, istri keduanya Azam."Sekarang Umi percaya, pernikahan kalian baik-baik saja. Semoga pernikahan kalian ini selalu bahagia, lancar rizki dan segera dikaruniai banyak anak. Oh iya, kamu masak apa?""Aku masak sayur so
"Apa Jihan tahu semua ini?""Iya, dia tahu. Untunglah, ia memaklumi dan memahami posisiku.""Jadi, sekarang kamu menjalankan pernikahan poligami ini tanpa sepengetahuan orang tuamu sendiri dan orang tua Jihan serta tanpa sepengethuan orang tua Agnes juga?" Ucap Hasan yang tampak ikut bingung."Kamu bisa bayangkan, bukan, apa yang akan terjadi jika mereka semua tahu?" Ujar Hasan lagi."Aku benar-benar berada dalam pilihan yang sulit, bi.""Sekarang jawab jujur, bagaimana perasaanmu pada Jihan?""Aku menyayanginya sebagai adik sepupuku dan aku juga mencintainya karena dia istriku. Aku tak ingin melepaskannya," ucap Azam."Kamu mencintai keduanya dan tak ingin melepas keduanya, apakah kau juga bisa bayangkan apa yang akan terjadi jika Fatimah mengetahui ini? Dan akan seperti apa hubunganku dengan mereka nantinya?""Otakku benar-benar tak berdaya menjangkau itu semua, bi. Selain karena cinta, aku juga bertanggung jawab membimbing Agnes yang baru masuk islam yang kini juga menjadi istriku.
Ingatan Hasan kembali saat ia masih muda, dimana ia pernah menjalin cinta dengan seorang gadis bernama Sekar, yang masih satu kampung dengannya. Namun, karena perbedaan kasta, dimana saat itu, keluarga Hasan masih miskin, sementara Sekar merupakan putri juragan kaya raya.Hasan hanya bisa mengalah dan diam, saat ayah Sekar menghinanya dan mengatakan sudah menjodohkan Sekar dengan seorang anak juragan kaya yang sepadan dengan keluarganya.Sekar pun di nikahkan, Hasan patah hati hingga jatuh sakit berhari-hari, kemudian abahnya menjodohkan nya dengan anak dari saudara sepupunya yang bernama Wardah. Wardah, gadis yang cantik dan sholihah. Keduanya sama-sama di jodohkan oleh orang tua masing-masing. Meski Hasan tak mencintai Wardah, tapi ia tetap menerima perjodohan itu.Taklama kemudian, mereka pun menikah. Meski Hasan tak mencintai Wardah, tapi ia tetap melaksanakan kewajibannya sebagai suami pada Wardah, serta memperlakukannya dengan baik.Waktu berlalu begitu cepat, Wardah pun hamil.
"Kalian berdua, jaga baik-baik hubungannya, ya! Karena pernikahan kalian ini seperti tali yang mempererat persaudaraan dalam keluarga kita.Jika salah satu dari kalian tersakiti, itu sama saja menyakiti dua saudara yang sudah menjadi satu karena kalian adalah lambang dari satu kesatuan dari kita. Azam. Jihan itu kan, masih sangat muda, bimbing dia seperti selama ini kamu membimbingnya seperti adikmu sendiri, agar dia menjadi istri yang baik dan kamu juga harus menjadi imam yang baik untuknya!" Ujar Umi Wardah saat berpamitan pulang."Ini kalau banyak nasehat gini, kapan kelarnya. Mereka itu sudah besar, mi. Kalau mau menasehati mereka dengan 4 sehat 5 sempurna, kenapa nggak dari tadi aja atau kalau nggak lewat telfon aja!Ini aku nggak bisa nunggu lama-lama, soalnya aku harus sampai Malang sebelum jam 9, karena ada janjian sama Haji Sulaiman," Hasan komplain pada Sang istri karena masih lama dan terlihat berat meninggalkan anak-anak mereka."Umi cuma pingin lama-lama sama mereka. Mer
Jihan dan Agnes"Euhmmm, sebelumnya aku minta maaf, karena telah membuatmu harus rela menerima pernikahanku dengan Azam."Agnes memulai percakapan langsung pada intinya, saat ia dan Jihan sudah saling berhadapan, di sebuah Cafe yang sudah di pilih nya."Sebenarnya, aku tak rela suamiku menikah lagi, tapi saat itu aku menempatkanku sebagai seorang adik sepupu yang melihat kakak sepupunya sedang berjuang mempertahankan cinta yang sudah lima tahun di jalinnya. Tapi, entah mengapa justru akulah yang merasa menjadi orang ketiga dalam kehidupan kalian," guman batin Jihan."Jihan. Bicaralah, katakan apa yang ingin kamu katakan tentang hubungan kita bertiga yang sepertinya di luar batas kemampuan kita ini," ujar Agnes yang membuyarkan lamunan Jihan."Iya, semua ini memang di luar kendali kita. Tapi, kita bisa saja membuat pilihan yang terbaik untuk semuanya," sahut Jihan."Andai boleh memilih, apa yang ingin kamu pilih?""Andai saja kakekku tak memintaku menjadi istrinya mas Azam, mungkin sa
Pov Azam"Assalamualaikum."Terdengar suara Jihan mengucapkan salam sambil mengetuk pintu dari luar, aku yang dari tadi menunggunya dengan keresahan, lansung merasa lega dan sangat bahagia, karena akhirnya dia pulang."Waalaikumsalam," akupun segera membuka pintunya.Kulihat dia tersenyum, tampaknya dia tak marah lagi padaku. Senyumannya kali ini mampu menghilangkan rasa frustasiku sejak tadi, apalagi saat dia mencium tanganku seperti seorang istri pada umumnya yang mencium tangan suaminya saat akan pergi maupun pulang.Aku melongo dan takjub dengan sikap Jihan yang tiba-tiba mulai berubah manis seperti ini."Maaf Mas, jika aku pulang malam, itu karena aku ikut kajian ustadzah Halimah di Masjid At Taqwa, seperti malam kemarin itu. Mas juga jangan kawatir, tadi aku naik ojolnya aku pesen yang perempuan kok!" Guman Jihan dengan wajahnya yang khas dan cantik."Oh, iya," Aku masih keheranan atas perubahan sikap Jihan itu, sehingga aku tak bisa berkata-kata lagi."Aku masuk kamar dulu, nga
Pov AzamSeminggu sudah, aku kehilangan jejak Agnes. Sungguh, hatiku rasanya hancur saat aku tahu, orang yang selama ini aku cintai telah pergi meninggalkanku begitu saja tanpa permisi.Aku tahu aku salah, tapi aku tak pernah bermaksud menduakan ataupun menyakitinya, aku hanya sedang terjebak oleh keadaan yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya.Jujur, aku sangat mencintai Agnes, karena dialah yang mengisi hari-hariku selama ini, tapi saat takdir berkata aku harus mencintai dan menjaga Jihan, ternyata hatiku juga mencintainya, karena dia adalah istriku.Dan pada kenyataannya, tak dapat kupungkiri, aku mencintai Agnes dan juga Jihan. Entah, apakah aku ini serakah atau sedang menikmati kesempatan, yang jelas aku sudah berusaha sekuat tenagaku untuk mencintai keduanya dengan adil.Sebenernya, hatiku sedang tidak baik-baik saja dengan kepergian Agnes, tapi aku tak berani menceritakan pada Jihan tentang kepergian Agnes. Bila aku ijin keluar untuk ke rumah Agnes, akupun memanfaatkan waktu
Pov author"Apah? Mas mau aku pake itu?" Jihan terlihat shock."Iya, memangnya kenapa?" "Ya nggakpapa, tapi jangan beli di sini, malu!" Pipi Jihan terlihat merah karena malu."Terus, beli dimana, dong?""Memangnya Mas pingin banget lihat aku pake gituan?" Ucap Jihan dengan suara pelan."Iya," Azam yakin sambil tersenyum.Jihan tak menjawab lagi, ia pun kembali fokus memilih baju untuknya sembari sibuk dengan pikirannya sendiri.Sementara itu, tak jauh dari tempat itu, Rozi masih mengawasi mereka dengan tatapan mata elangnya dan kebenciannya pada Azam justru semakin mendalam."Aku mungkin sangat terkejut karena baru mengetahui kalau Jihan ternyata istrimu, tapi aku semakin yakin dan mantap untuk mendapatkan Jihan, meskipun itu harus menghancurkan hubungan kalian.Dulu, kau mengambil Agnes dariku, sekarang aku akan mengambil Jihan darimu. Karen aku sudah terlanjur berambisi padanya. Azam, aku akan membuatmu patah hati sepertiku dulu. Lihat saja nanti, apa yang akan aku lakukan padamu,"