Share

Protektif

"Iya, dia itu youtuber, Teman Cerita. Biasanya menceritakan suatu kejadian yang lagi viral, atau kasus kriminal, atau tema lainnya di chanel miliknya. Dan kamu tahu, nggak? Subcriber-nya itu sekarang sudah mencapai lima juta. Tapi, jangan katakan kamu juga tak tahu tentang ini. Jangan bohong, ah!"

"Aku beneran tak tahu, aku tak punya youtube atau akun medsos lainnya. Yang aku punya hanya F* saja. Karena orang tuaku melarangnya, kalau mau nonton k-drama, aku biasanya nonton punya temanku."

"Ya ampun, Han. Zaman sudah secanggih gini, kamu masih gaptek?"

Aku hanya tersenyum. "Mau bagaimana lagi? Orang tuaku memang tak ingin anak-anaknya terbawa arus pergaulan yang tidak benar karena medsos."

"Tapi ya tidak segitunya, kalee!"


Percakapan kami pun terus berlanjut. Karena Hera ternyata ... benar-benar suka "mengobrol".

Tapi karena dia juga, tak terasa, waktu berlalu dengan cepat.

Kini, sudah saatnya untuk pulang.

Namun, aku kebingungan karena ponselku belum ada kuotanya!

Uang saku yang dikasih Mas Azam juga sudah sisa 20.000 saja.

Bagaimana ini?

Mau naik ojek atau angkot, tapi lupa nanya alamat rumah Mas Azam.

Hera juga sudah pulang di jemput pacarnya.

"Assalamualaikum!" Suara seorang mahasiswa mendekatiku.

Aku menoleh, kujawab salamnya pelan. "Waalaikumussalam."

"Hai, Jihan! Kenalkan aku, Zahid! Kita satu kelas, loh! Aku yang duduk paling belakang. Kamu tak dijemput?" Ia memperkenalkan diri sekaligus mengulurkan tangan kanannya.

Aku pun meletakkan tangan di depan dada, sebagai tanda aku tak bisa menerima berjabat tangan dengannya.

"Iya, salam kenal. Aku tak tahu di jemput apa tidak. Mau menghubunginya, ponselku tak ada kuota," jawabku ramah.

Aku memang harus bersikap ramah pada teman-teman baruku. Apalagi kelihatannya Zahid ini laki-laki yang baik dan sopan.

"Kalau begitu, sini aku kasih hotspot!" Dia menghidupkan hotspot-nya dan aku pun segera menghidupkan ponselku. Aku merasa senang, karena ponselku akhirnya aktif dan langsung saja aku hubungi Mas Azam.

"Halo, assalamualaikum, Mas. Bagaimana ini, kelasku sudah selesai. Mas mau jemput atau tidak?"

"Aku sedang ada urusan penting, tunggu saja di sana. Setengah jam lagi aku nyampe."

"Tapi, Mas. Cuacanya puaannnas, aku tak kuat jika menunggu Mas di sini!"

"Memangnya kamu di mana?"

"Di depan gerbang."

"Ya maksudnya tunggu di dalam kampus atau kalau tidak, tunggu dulu di perpustakaan. Nanti aku hubungi lagi jika aku sudah di sana!"

Setelah itu, Mas Azam langsung mematikan ponselnya. Padahal aku belum sempat bicara kalau kuotaku habis, sehingga nanti kerepotan jika mau menghubunginya.

"Mas Zahid, makasih ya sudah mau berbagi hotspot denganku."

"Itu tak masalah. Kalau begitu aku pamit dulu, kamu kan, mau dijemput!"

"Iya sih, Mas Azam mau jemput aku. Tapi aku disuruh nunggu setengah jam lagi! Oh, iya, perpus di mana ya?"

"Baiklah aku antar. Sekalian aku juga mau nyari buku."

Zahid pun mengantarkanku menuju perpustakaan kampus. Karena ternyata Zahid juga suka membaca, dia pun akhirnya ikut membaca di perpustakaan.

Untungnya, tak lama kemudian, Mas Azam pun datang.

"Akhirnya Mas Azam datang juga," ucapku setelah aku di mobilnya.

"Siapa cowok yang bersamamu, tadi?" tanya Mas Azam tiba-tiba.

"Owh, dia teman sekelasku. Dia hanya menemaniku karena aku tadi hotspot ponselnya agar aku bisa menghubungi Mas!"

"Ngapain minta hotspot sama teman cowok segala?"

"Karena di sini belum ada yang kukenal."

"Ya udah, sekarang kita beli kuota dulu. Sekalian belanja kebutuhanmu sama kebutuhan di rumah."

Kemudian Mas Azam mengajakku belanja di sebuah minimarket yang tak jauh dari rumahku. Di sana selain membeli kuota, Mas Azam memintaku untuk belanja kebutuhannku.

Setelah selesai dan membayar semuanya, aku bertemu Zahid saat mau keluar dari sana. Aku pun menyapanya dengan ramah dan tersenyum padanya.

"Jihan, kalau sudah, ayo kita segera pulang!" Tiba-tiba Mas Azam menarikku dan segera memasukkanku ke dalam mobil beserta barang belanjaanku.

"Mas, ngapain sih narik-narik gini?" tanyaku, kaget, "malu tahu, kayak aku anak kecil saja?"

"Ayo cepat pulang, aku sedang ada urusan!"

Meski bingung, aku pun segera menuruti perintahnya untuk menaiki mobilnya.

Tak lama kemudian kita pun sampai di rumah.

Hanya saja, aku yang belum puas dengan jawaban mas Azam tadi.

Rasanya, ingin protes lagi padanya, mengapa ia sepertinya sangat melarangku dekat dengan teman pria?

Padahal aku hanya menyapa biasa aja!

"Mas, kenapa Mas menarik-narikku di Minimarket tadi? Aku kan malu sama Zahid, dia itu teman kampusku," marahku.

"Abimu memintaku untuk menjaga dan menghindarkanmu dari hal-hal yang tidak di inginkan, seperti berteman dengan laki-laki." Mas Azam menjawab dengan santai.

Aku menatapnya tak percaya. "Aku hanya menjawab sapaannya saja, dia kan temanku, wajar dong aku ramah, kalau aku mlengos, nanti dikiranya aku sombong."

"Buang sifat tidak enakan itu! Aku bilang tidak boleh ya tidak boleh. Kamu itu cantik, tidak menutup kemungkinan nanti laki-laki itu lama-lama bisa jatuh cinta sama kamu, lalu kamu juga mencintainya, terus kalian pacaran, deh, gimana kalau seperti itu?"

Deg!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status