Ya udah, kalau begitu, makananmu kita bungkus saja, setelah itu kita ke apotek, beli obat mag, habis itu aku antar kamu ke rumahmu!" Ucap Hera.Aku hanya mengangguk pasrah dengan ucapan Hera, karena tiba-tiba saja rasanya malas untuk bicara. Sepertinya, setelah melihat Mas Azam bersama bu Agnes, aku merasa hatiku perih, dan rasa perih itu menjalar ke lambungku, sehingga mag ku kumat, bahkan kepalaku juga terasa cenat cenut. Aku pernah mendengar desas-desus dari Hera maupun dari teman-teman yang lainnya yang memang suka gosip, kalau bu Agnes atau yang sering di panggil ci Agnes itu memang sudah lama punya hubungan dengan seseorang yang katanya beda etnik sehingga masih sembunyi-sembunyi, dan sungguh aku tak menyangka jika laki-laki itu ternyata mas Azam, kakak sepupuku sekaligus suamiku."Jihan, Jihan, kamu baik-baik saja, kan?" Ucap Hera sambil menyantap spageti pesanan nya."Aku balik duluan, ya!" Jawabku dengan lemah karena tubuhku mendadak tak punya tenaga."Tunggu bentar!" Hera t
"Maafkan aku, Jihan, maafkan aku yang tak bisa membuatmu bahagia!" Ucap Mas Azam dengan suara pelan, tapi itu sangat jelas ku dengar, karena bibirnya tepat berada di telingaku. Aku hanya diam, tak tahu apa yang dia maksud."Mas, jangan tinggalkan aku, ya! Aku sangat membutuhkan, Mas!" Ucapku dalam kondisi tubuhku yang demam dan menggigil."Iya, aku tak akan meninggalkanmu. Kamu cepat sembuh, ya!" Jawabnya sembari lebih mengeratkan pelukannya.Posisi mas Azam berada di sisiku dan terus memelukku agar aku tidak menggigil. Lama-lama aku merasa nyaman hingga tak terasa ternyata mas Azam menatap wajahku dari tadi. Aku baru menyadarinya, karena sejak tadi aku memang memejamkan mataku selama aku menggigil.Sebenarnya aku sangat malu di perhatikan seperti itu, tapi sudah kepalang tanggung."Mas, boleh aku bertanya sesuatu?" "Iya,""Mengapa, Mas tidak mau menganggapku sebagai istri?"Mendengar pertanyaanku, mendadak dia melepaskan pelukannya secara perlahan, dan berbaring di sampingku."Siapa
Menjelang tidur malam, aku megecek Jihan di kamarnya, untuk mengetahui kondisinya sekarang."Apakah kamu sudah sehat?" Ucapku sembari mengecek keningnya, ternyata panasnya sudah reda. Aku duduk di pinggir ranj4ngnya, sementara dia sudah berbaring dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya dan siap untuk tidur."Alhamdulillah, aku sudah merasa lebih nyaman," ucapnya dengan wajah ceria, bahkan ia tersenyum dan senyumannya sungguh membuat hatiku terpesona dengan wajah cantiknya.Astaga, sungguh aku tak tahan melihat kecantikan sepupuku ini, Alfin saja yang baru melihatnya bisa jatuh cinta pada pandangan pertama, apalagi aku yang sudah sebulan lebih tinggal satu atap dengannya.Bagaimanapun juga, aku hanyalah laki-laki biasa yang punya h4srat dan n4fsu, lebih-lebih wanita yang selalu berada di dekatku saat ini adalah istriku sendiri. Tentang Agnes, aku memang mencintainya, tapi aku juga tak bisa mengalihkan pandanganku saat bersama Jihan."Apakah kamu sudah tidak menggigil lagi?" Tanyaku pa
Pov AzamPagi-pagi, Alfin ngoceh melalui telfon karena aku baru sempat mengatakan padanya kalau aku tak sempat bikin vidio tadi malam. Semalam aku memang sangat kalut. Dan tak bisa berpikir apapun, bahkan sholat subuh pun kesiangan.Seperti biasa, di pagi hari aku keluar kamar menuju dapur untuk bersiap-siap buat sarapan untukku dan Jihan, tapi ternyata disana sudah ada Jihan yang kelihatannya sudah selesai masak."Kamu masak?" Aku keheranan."He em, meski aku tak sepintar Mas Azam, tapi aku berhasil masak sayur sop dan tempe goreng serta sambel tomat, cobalah, ini masakan pertamaku untuk suamiku," ujar Jihan dengan wajah yang sumringah.Astaga, untuk pertamakalinya selama kami menikah, baru kali ini ia sangat bahagia dan menyebutku suami, sama sepertiku yang tadi malam menyebutnya istri.Sangat jelas sekali, dia sangat bahagia menyambutku. Ternyata, Jihan mencintaiku, sedangkan aku sendiri masih terbelenggu dilema."Apakah ini enak?" Ucapku menggodanya."Coba saja, tapi kalau tidak e
Aku sudah membaca doa khusus untuk sengg4m4, sebab ini adalah untuk pertamakalinya bagi kami menjalankan malam pertama, setelah sebulan lebih menjadi suami istri, ya meski kami akan melakukannya pagi hari.Jihan, aku mencintaimu!" Bisikku padanya, sembari melum4t bibirnya yang ranum. Dia tak bisa menjawabnya, karena dia juga sedang membalas lumat4nku.Jihan mulai tenggelam dalam api asmara yang aku buat, dapat ku rasakan nafasnya naik turun. Kulihat dia sangat menikmati cumbu4nku, begitu juga aku yang baru pertama kali melakukannya.Saat ini kami tenggelam bersama dalam api asmara cinta, akupun sudah bersiap memberikan semua yang ku miliki untuknya.Namun, di saat-saat menegangkan itu, tiba-tiba saja bel rumahku berbunyi, bunyinya menggema nyaring di setiap sudut rumahku, aku yang sedang terbakar api g4ir4h berusaha untuk tidak menghiraukan suara bel tersebut. Namun, ternyata ponselku juga berbunyi, sepintas aku melihat, yang menghubungiku adalah Agnes.Aku mendadak shock dan bingung
Aku shock dan bingung untuk mengangkatnya atau tidak, tapi tiba-tiba Jihan mengangkatnya."Halo, sayang, bukain pintu dong! Aku ada di depan rumahmu, nih! Aku tahu kamu di rumah, karena mobilmu ada di garasi. Cepat buka, ya!" Ucap Agnes yang kemudian langsung mematikan sambungan telfonya.Aku melonjak kaget, hingga seketika api asmara antara aku dan Jihan yang tadinya membara, sekarang mendadak ciut, karena ketakutan sekaligus kebingungan yang ku rasakan. Sementara, Jihan yang juga sudah siap, terlihat kecewa."Bagaimana ini?" Tanyaku pada Jihan."Mas harus menemuinya! Pergilah, aku tidak apa-apa, jangan lupa pakai bajumu, Mas!" Ucapnya datar. Aku memang sudah melepas bajuku bahkan celanaku, begitu juga Jihan yang sudah melepaskan baju bagian atasnya saja, ku lihat ia pun kembali memakainya.Dadaku terasa sesak, aku tak tahu apa yang harus ku lakukan setelah ini.Ya Allah, kenapa Agnes harus datang sekarang, di saat waktu yang tidak tepat seperti ini?"Jihan, maafkan aku!" Ucapku semb
"Ya Allah, ujian apa lagi ini ya Alloh? Di satu sisi, aku hampir jantungan saat istriku memyambut kekasihku, di sini aku juga merasa vertigo melihat kekasihku sudah siap memeluk agamaMU demi untuk bisa menikah denganku. Bagiku ini masalah yang sangat rumit, Bantu aku, ya Allah, tolonglah aku!" Batinku menangis."Azam, sudah lima tahun kita lalui hubungan ini dengan penuh cobaan dan rintangan. Kita juga sering bersitegang masalah komitmen dan keyakinan, tapi cinta dan kesetiaanmu membuatku yakin, kamulah yang Tuhan pilihkan untukku!" Ucap Agnes dengan mata yang mulai mengembun, kali ini ia tak menggenggam tanganku seperti biasanya, mungkin karena ia sedang berhijab."Apakah kamu sudah yakin?""Iya, aku yakin!""Tapi, aku berharap kamu memikirkan nya kembali!""Kenapa, Zam? Ada apa?" Raut wajah Agnes terlihat bingung."Apakah kamu ragu dengan keputusanku? Apakah kamu ragu dengan besarnya rasa cintaku padamu?" Agnes menuntut jawabanku."Jika kamu ingin masuk Islam hanya karena agar bisa
pov Azam"Sebenarnya, aku tak yakin sama kamu untuk menceritakan apa yang terjadi padaku belakangan ini, tapi karena kamu temanku sekaligus parter kerjaku, jadi kamu harus tahu agar ..,""Tak usah bertele-tele, katakan saja ringkasannya. Kayak elo nyeritain di chanel!" Alfin terlihat gregetan."Begini bro, kamu tahu tidak saat aku pulang ke Malang? Sebenarnya, sebelum kakekku berpulang, dia berwasiat kalau aku harus segera menikah saat itu juga.""Terus, elo nikah?""He'em.""Bagus, dong! Terus ngapain elo kayak orang bingung gitu? Kan enak.""Iya, saat itu juga aku langsung menikah di depan kakekku sebelum beliau wafat dan di depan keluarga besarku dengan seorang wanita yang selama ini aku sayangi dan ku anggap seperti adikku sendiri.""Maksud, lo?""Wanita yang ku nikahi saat itu adalah sepupuku sendiri.""Jihan?" Mata Alfin melotot tak percaya.Aku mengannguk."Ja*c*k tenan koen Zammm...!" Alfin terlihat marah"Jadi, selama ini aku curhat tentang prasaanku pada Jihan, sama suami Ji