"Ya Allah, ujian apa lagi ini ya Alloh? Di satu sisi, aku hampir jantungan saat istriku memyambut kekasihku, di sini aku juga merasa vertigo melihat kekasihku sudah siap memeluk agamaMU demi untuk bisa menikah denganku. Bagiku ini masalah yang sangat rumit, Bantu aku, ya Allah, tolonglah aku!" Batinku menangis."Azam, sudah lima tahun kita lalui hubungan ini dengan penuh cobaan dan rintangan. Kita juga sering bersitegang masalah komitmen dan keyakinan, tapi cinta dan kesetiaanmu membuatku yakin, kamulah yang Tuhan pilihkan untukku!" Ucap Agnes dengan mata yang mulai mengembun, kali ini ia tak menggenggam tanganku seperti biasanya, mungkin karena ia sedang berhijab."Apakah kamu sudah yakin?""Iya, aku yakin!""Tapi, aku berharap kamu memikirkan nya kembali!""Kenapa, Zam? Ada apa?" Raut wajah Agnes terlihat bingung."Apakah kamu ragu dengan keputusanku? Apakah kamu ragu dengan besarnya rasa cintaku padamu?" Agnes menuntut jawabanku."Jika kamu ingin masuk Islam hanya karena agar bisa
pov Azam"Sebenarnya, aku tak yakin sama kamu untuk menceritakan apa yang terjadi padaku belakangan ini, tapi karena kamu temanku sekaligus parter kerjaku, jadi kamu harus tahu agar ..,""Tak usah bertele-tele, katakan saja ringkasannya. Kayak elo nyeritain di chanel!" Alfin terlihat gregetan."Begini bro, kamu tahu tidak saat aku pulang ke Malang? Sebenarnya, sebelum kakekku berpulang, dia berwasiat kalau aku harus segera menikah saat itu juga.""Terus, elo nikah?""He'em.""Bagus, dong! Terus ngapain elo kayak orang bingung gitu? Kan enak.""Iya, saat itu juga aku langsung menikah di depan kakekku sebelum beliau wafat dan di depan keluarga besarku dengan seorang wanita yang selama ini aku sayangi dan ku anggap seperti adikku sendiri.""Maksud, lo?""Wanita yang ku nikahi saat itu adalah sepupuku sendiri.""Jihan?" Mata Alfin melotot tak percaya.Aku mengannguk."Ja*c*k tenan koen Zammm...!" Alfin terlihat marah"Jadi, selama ini aku curhat tentang prasaanku pada Jihan, sama suami Ji
Pov authorSuasana hati Jihan dan Azam sedang tidak baik-baik saja, tapi keduanya berusaha untuk tetap terlihat tenang. Apalagi Azam, dialah yang paling stres dan kalut menghadapi situasi ini.Ketika tanpa sengaja Azam bertatap muka dengan Jihan di dapur, Azam mencoba untuk membujuk dan menyapanya, tapi Jihan sengaja menghindar. Azam semakin merasa bersalah, tapi ia hanya bisa pasrah, Jihan memang pantas marah padanya. Setelah itu, Jihan tak keluar kamar hingga malam harinya. Karena merasa kawatir, Azam menemui Jihan di kamarnya."Jihan, Jihan kamu tidak apa-apa, kan?" Ucapnya sambil mengetuk pintu kamarnya perlahan, namun tak ada jawaban, sehingga Azam mengetuknya lebih keras, tapi tetap tak di jawab. Karena cemas, Azam mengambil kunci cadangan dan segera membukanya.Ternyata, Jihan sedang tertidur sambil mendengarkan lagu dengan headset. Awalnya Azam ingin membiarkannya, tapi ia cemas, sebab kemarin malam Jihan demam. Ia pun meraba kening Jihan."Keningya sudah tidak panas, sepertin
"Aku mohon, jangan sebut namanya ketika kita sedang berdua, karena aku tak mau moment malam pertama kita ini terganggu lagi," bisik Azam di telinga Jihan hingga hembusan nafasnya dapat di rasakan Jihan.Tanpa ragu dan malu, kini Azam memeluk Jihan dan hendak menci*m bibirnya, tapi lagi-lagi Jihan menghindar, seolah enggan, ia berusaha melepaskan pelukan Azam, kemudian ia membelakanginya.Azam tak putus asa, ia justru merangkul Jihan dari belakang."Aku tahu kamu marah padaku, tapi saat ini aku ingin mendatangimu sebagai suami dengan cinta dan hasr4t yang selama ini aku pendam padamu. Sekali lagi aku mohon padamu, jangan ada orang lain di antara kita, jangan ada keraguan di hatimu, aku suamimu dan kamu adalah istriku!" Bisik Azam.Jihan memejamkan mata, meresapi setiap kata-kata Azam yang mampu menusuk ke hatinya dan hembusan nafas Azam di telinganya yang membhat hasr4tnya juga mulai bangkit.Meski berkali-kali Jihan berusaha menghindar, dengan sentuhan cinta Azam yang sedang membara d
POV JihanPukul delapan, aku sudah memasak. Kali ini aku memang sedang semangat belajar masak, meski masakanku tidak seenak masakan mas Azam, tapi sebagai istri yang baik, aku akan tetap memasak untuknya. Setelah semuanya selesai, akupun memanggil mas Azam di kamarnya.Ku ketuk pintunya, tak ada sahutan hingga berkali-kali, hingga akhirnya aku putuskan untuk masuk ke kamarnya dan ini untuk pertama kalinya bagiku masuk ke kamar suamiku ini.Ternyata, tak ada mas Azam dimanapun. Sepintas aku tertarik menyisiri kamar kakak sepupuku itu yang ternyata tidak lebih rapi dari kamarku dan ada hal yang menarik perhatianku. Yaitu di lacinya, terlihat sebuah pigura foto yang sengaja di balik. Karena penasaran, aku buka figura itu, ternyata itu adalah foto mas Azam dan ci Agnes.Seketika nafasku terasa sesak, foto itu hanya foto biasa, tapi bagiku tidak. Keduanya memakai almamater mahasiswa. Di foto itu, mereka tampak masih terlihat muda, tampan dan cantik. Pasti itu adalah foto saat pertamakali m
Pov Azam"Terus, kenapa dia hanya diam saja saat aku bilang aku akan menikah denganmu, bahkan dia menemuiku di rumahmu dengan senyuman ramah?"Pertanyaan Agnes membuatku bimbang."Aku tak tahu kenapa dia bisa seperti itu!""Kalau begitu, aku akan menemuinya, aku akan mengatakan padanya kalau aku akan mempertahankan cinta kita!" Ujarnya tegas."A-pa maksudmu?" Aku khawatir."Zam, hubungan kita itu sudah lama terjalin, kau pikir aku akan melepasmu begitu saja? Tidak, Zam. Pernikahanmu itu hanya perjodohan, sedangkan kita sudah lama saling mencintai. Cinta itu lebih agung dari perjodohan!" Aku tak menyangka respon Agnes akan seperti ini. Iya, aku menyadari, hubungan kami memang sudah lama terjalin, jelas tak mudah untuk kami melupakannya begitu saja.Sementara itu, aku melihat ustad Taufiq dan istrinya hanya bisa jadi saksi perdebatan kita, sebab pasti beliau merasa tidak enak jika harus ikut campur."Agnes, aku tahu semuai ini tidak mudah. Tapi pernikahnku dengan Jihan juga tak bisa an
"Azam, setelah sekian lama kita menjalin cinta, akhirnya sekarang kita halal, terima kasih karena kamu mau mempertahankanku, mempertahankan cinta kita!" Ucap Agnes setelah melakukan sholat magrib pertamanya dan menjadi makmumku, dengan Mukena pemberian dari istri Ustad Taufiq.Iya, sebelum ke hotel ini, istri ustad Taufiq menghadiahkan mukena untuk Agnes serta beberapa gamis milik putri mereka."Sudah seharusnya kamu dipertahankan karena kaulah cintaku. Aku sangat mencintaimu!" Jawabku yang kemudian mengecup ubun-ubunnya kemudian membaca doa khusus untuk pengantin baru, sebagaimana yang di sunnatkan oleh Rosulullah. Setelah perbincangan ringan, aku membimbingnya membaca doa sebelum penyatuan cinta kami."Bismillah, Allahumma jannibnaassyyaithaana wa jannibi syaithoona maarazaqtanaa."Gelora cinta dan hasrat yang kami pendam selama bertahun-tahun, kini telah bermuara dalam hubungan suami istri yang halal.Sejenak dalam pikiranku teringat Jihan, tapi kucoba tepis dengan rasa hasratku p
Pov Agnes"Busyet dah! Kamu itu orangnya kok ngeyel ya, andai hanya ada kamu satu-satunya lelaki di kampus ini, aku tak akan menyukaimu!" Ucapku dengan angkuh."Tapi aku tetap mencintaimu," dia masih ngeyel."Aku jijik lelaki sepertimu! Yang tak punya muka. Sudah berkali-kali di tolak tapi tetap tak tahu diri. Dasar orang kampung!" Ujarku kemudia aku meludah di depannya. Aku terpaksa menghinanya, agar dia menjauh. Karena aku sudah bosan dengan ulahnya.Setelah kejadian itu, hari-hariku tiba-tiba terasa berbeda, aku yang biasanya merasa diganggu di perhatikan atau bahkan di sapa serta dikirimi bunga maupun puisi, kini terasa hampa. Seperti ada sessuatu yang hilang padaku.Seminggu sudah Azam, seperti menghilang seperti di telan bumi.Aku kebingungan seperti anak ayam kehilangan induknya. Aku tiba-tiba merasa bersalah.Akupun memberanikan diri bertanya pada temannya, ternyata ia sedang sakit. Karena merasa bersalah dan malu, aku menitipksn surat untuknya dan kuselipkan di bawah buah-bua