Pov AgnesSaat orang yang kita cintai menyebutkan nama kita dalam prosesi ijab qabul, di acara yang sakral pernikahan, sungguh bahagianya luar biasa tak bisa di ungkapkan dengan kata-kata.Aku sangat bahagia dan terharu sampai menangis karena pernikahanku di saksikan puluhan jamaah masjid yang biasa sholat di masjid pimpinan ustad Taufiq di saat tidak ada satu orangpun yang datang dari pihak keluargaku maupun keluarga Azam.Iya, saat ini kami benar-benar seperti sebatangkara, bahkan Ayahku juga tidak boleh menjadi waliku.Setelah sah menjadi suami istri, Azam mengajakku ke hotel yang sebelumnya ia sudah menyewa kamar untuk kita, juga sebagai tempat tinggalku sementara, karena dia merasa tidak enak jika masih menumpang di kediaman ustad Taufiq.Di sebuah hotel terkemuka di kota Surabaya ini, rupanya Azam menyewa kamar khusus pengantin baru. Ada taburan mawar merah di kasur kami, sehingga harum semerbak memenuhi ruangan. Aroma terapi dari beberapa lilin juga menambah suasana romantis pe
POV AgnesKaminpun duduk berhadapan berdua. "Jihan, kamu setuju gak kalau aku nikah sama Azam? Aku kemarin sudah muallaf!" Ucapku yang sengaja memancing reaksinya."Benarkah? Selamat ya! Cici sudah menjadi saudara kami skarang!" Ucapnya dengan senyuman."Kalau untuk menikah, itu sih terserah cici sama Mas Azam," ucapnya lagi dengan kesedihan yang tahan, aku bisa melihat dari sorot matanya."Kira-kira kalau aku menikah dengan Azam, keluarganya bakal setuju nggak, ya?" Aku sengaja bertanya seperti itu bukan untuk memanas-manasi dia, tapi aku ingin tahu seberapa besar cintanya pada Azam."Aku tak tahu," jawabnya dengan mata yang mulai mengembun, tapi ia segera mengalihkan pandangannya agar aku tak melihatnya."Kamu, kan dekat dengan mereka?""Iya, tapi aku tak pernah tahu dengan keinginan orang tua mas Azam, maunya menantu seperti apa.""Sepupumu itu laki-laki yang baik, aku ingin sekali menikah dengannya. Kamu setuju, nggak?""Aku setuju saja, cici sama mas Azam kan memang sudah lama p
Pov Jihan"Mas ini kenapa genit gini, sih?" Aku merasa kesal."Habisnya kamu tak mau bicara padaku. Maafkan aku, ya?" Dia membalikkan badanku dan menatapa mataku."Iya, aku maafin!" Ucapku terpaksa. Kemudian aku membalikkan badanku lagi untuk melanjutkan masakku."Sayangku lagi masak apa?" Tanyanya manja, sambil memelukku lagi dari belakang."Aku lagi belajar masak ayam goreng kecap, ini lagi di ungkep," rasa kesalku mulai mereda, karena pelukannya seakan meredam amarahku dan berikutnya kami pun memasak bersama dengan canda tawa.Setelah makan bersama, mas Azam mengajakku duduk santai sambil menyaksikan hasil unggahan vidionya di chanelnya, di kamar mas Azam. Saat vidionya selesai, aku mengikat rambutku di depannya, aku yang sedang memakai kaos lengan pendek, mencoba untuk memberi tahunya bahwa di leherku ada banyak tanda merah hasil perbuatannya."Mas, aku lebih cantik mana, rambut di ikat atau di urai atau pas pake jilbab?" Ucapku, sengaja memperlihatkan leherku."Aku suka semuanya,
POV Jihan "Ya Allah, kenapa rasanya sesakit ini? Sampai sekarang aku memang masih belum merasa memiliki mas Azam, karena bagiku hatinya masih terpaut pada ci Agnes dan aku memahami mereka yang telah menjalin cinta selama lima tahun, tapi mengapa aku tak kuasa melihat keromantisan mereka, ya Allah?" Batinku berteriak, dan tak terasa cairan bening keluar dari retinaku.Ci Agnes tampak menghampiriku, buru-buru aku mengusap air mataku. Dia tersenyum ramah sama seperti saat dia ke rumahku tempo hari.Dia menyapaku kemudian mengatakan kalau dia sudah muallaf, aku ikut bahagia sekaligus sedih, karena seperti yang sudah pernah dia katakan kalau dia akan menikah dengan mas Azam setelah menjadi muallaf dan lagi-lagi hatiku menjerit, ingin menangis saat ini juga, tapi aku tak kuasa, karena aku tak mau ci Agnes tahu aku lemah."Sepupumu itu laki-laki yang baik, aku ingin sekali menikah dengannya. Kamu setuju, kan?" Ucapnya lagi."Aku setuju saja, cici sama mas Azam kan memang sudah lama pacaran
Pov AzamTanpa berpikir lama, aku segera mencari Jihan. Terakhir kali aku melihatnya di Mall tadi dia bersama Hera. Iya, aku harus mencari Jihan di kos-an Hera. Saat Jihan membawa Hera main ke rumah, Hera pernah bilang kalau dia tinggal di kos-an gang Melati, jadi sekarang aku harus kesana!Tak membutuhkan waktu lama untuk menemukan kos-an tersebut. Akupun langsung meminta tolong pada petugas keamanan disana agar di panggilkan penghuni kamar kos yang bernama Hera.Aku menunggunya dengan harap-harap cemas, dan taklama kemudian Hera pun muncul. Tapi, mengapa dia keluar sendirian?"Hera, apakah Jihan di sini?" Aku bertanya langsung tanpa basa basi."Tidak ada, kak.""Jangan bohong kamu! Terakhir kali kalian bersama di Mall!" Aku sedikit menggertak."Beneran, kak. Terakhir kali, kami bertemu saat kami shalat magrib di masjid dekat Mall, kemudian aku pulang duluan, karena Jihan masih ada urusan, katanya," ujar Hera dengan raut wajah takut."Baiklah, kalau begitu, terima kasih."Aku sangat
Pov Author"Azam, bagaimana keadaan Jihan?" Tanya Agnes saat Azam datang ke kamar hotelnya. Agnes tampak sangat kawatir, ia merasa bersalah karena pertemuannya di Mall kemarin membuat Jihan merajuk, padahal ia sama sekali tak berniat memanas-manasi ataupun menyakiti Jihan."Alhamdulillah, sepertinya dia sudah tidak marah, aku sudah membujuk dan menjelaskannya. Aku juga akan memberitahukannya secara perlahan kalau kita sudah menikah.""Aku tahu, semua ini tidak mudah bagi Jihan, apalagi bagiku, ternyata berbagi suami itu memang sangat berat dan sulit.""Apakah kamu menyesal menikah denganku?" Tiba-tiba Azam bertanya."Tidak, bukan itu maksudku. Aku sangat bahagia akhirnya bisa menikah denganmu, hanya saja aku merasa bersalah pada Jihan, aku seperti menjadi orang ketiga di antara kalian," lirih Agnes. "Sssttt, jangan bicara seperti itu!" Azam meletakkan jari telunjuknya di ujung bibir istri keduanya itu."Dalam hubungan ini, sebenarnya tidak ada yang salah, kita hanya terjebak dalam hu
"Jihan sayang, kamu harus jujur pada Umi apa yang sebenarnya terjadi, biar aku yang akan menasehati Azam.""Beneran, mi kami tidak ada apa-apa, ini buktinya!" Dengan terpaksa, akhirnya Jihan memperlihatkan lehernya pada umi Wardah, seketika umi Wardah tersenyum lega."Azam ternyata gawat juga ya, sampe penuh tuh lehermu sama cupang, hahaha!" Umi Wardah malah menggodanya. Jihan pun merasa semakin malu."Umi apaan, sih. Jihan malu tahu,""Kenapa harus malu, berarti sebentar lagi kami akan mendapatkan cucu.""Nggak lah, Mi. Ini saja Jihan baru mau mandi suci dari haid," ujar Jihan."Lah, cupang itu?""Kami cuma istimta' saja, Mi!""Owh, tak kira...!" Ucap Umi Wardah dengan isyarat senyum lebar.Jihan benar-benar kawatir dan tak ingin kedua orang tua mereka tahu tentang Agnes, istri keduanya Azam."Sekarang Umi percaya, pernikahan kalian baik-baik saja. Semoga pernikahan kalian ini selalu bahagia, lancar rizki dan segera dikaruniai banyak anak. Oh iya, kamu masak apa?""Aku masak sayur so
"Apa Jihan tahu semua ini?""Iya, dia tahu. Untunglah, ia memaklumi dan memahami posisiku.""Jadi, sekarang kamu menjalankan pernikahan poligami ini tanpa sepengetahuan orang tuamu sendiri dan orang tua Jihan serta tanpa sepengethuan orang tua Agnes juga?" Ucap Hasan yang tampak ikut bingung."Kamu bisa bayangkan, bukan, apa yang akan terjadi jika mereka semua tahu?" Ujar Hasan lagi."Aku benar-benar berada dalam pilihan yang sulit, bi.""Sekarang jawab jujur, bagaimana perasaanmu pada Jihan?""Aku menyayanginya sebagai adik sepupuku dan aku juga mencintainya karena dia istriku. Aku tak ingin melepaskannya," ucap Azam."Kamu mencintai keduanya dan tak ingin melepas keduanya, apakah kau juga bisa bayangkan apa yang akan terjadi jika Fatimah mengetahui ini? Dan akan seperti apa hubunganku dengan mereka nantinya?""Otakku benar-benar tak berdaya menjangkau itu semua, bi. Selain karena cinta, aku juga bertanggung jawab membimbing Agnes yang baru masuk islam yang kini juga menjadi istriku.