"Aku mohon, jangan sebut namanya ketika kita sedang berdua, karena aku tak mau moment malam pertama kita ini terganggu lagi," bisik Azam di telinga Jihan hingga hembusan nafasnya dapat di rasakan Jihan.Tanpa ragu dan malu, kini Azam memeluk Jihan dan hendak menci*m bibirnya, tapi lagi-lagi Jihan menghindar, seolah enggan, ia berusaha melepaskan pelukan Azam, kemudian ia membelakanginya.Azam tak putus asa, ia justru merangkul Jihan dari belakang."Aku tahu kamu marah padaku, tapi saat ini aku ingin mendatangimu sebagai suami dengan cinta dan hasr4t yang selama ini aku pendam padamu. Sekali lagi aku mohon padamu, jangan ada orang lain di antara kita, jangan ada keraguan di hatimu, aku suamimu dan kamu adalah istriku!" Bisik Azam.Jihan memejamkan mata, meresapi setiap kata-kata Azam yang mampu menusuk ke hatinya dan hembusan nafas Azam di telinganya yang membhat hasr4tnya juga mulai bangkit.Meski berkali-kali Jihan berusaha menghindar, dengan sentuhan cinta Azam yang sedang membara d
POV JihanPukul delapan, aku sudah memasak. Kali ini aku memang sedang semangat belajar masak, meski masakanku tidak seenak masakan mas Azam, tapi sebagai istri yang baik, aku akan tetap memasak untuknya. Setelah semuanya selesai, akupun memanggil mas Azam di kamarnya.Ku ketuk pintunya, tak ada sahutan hingga berkali-kali, hingga akhirnya aku putuskan untuk masuk ke kamarnya dan ini untuk pertama kalinya bagiku masuk ke kamar suamiku ini.Ternyata, tak ada mas Azam dimanapun. Sepintas aku tertarik menyisiri kamar kakak sepupuku itu yang ternyata tidak lebih rapi dari kamarku dan ada hal yang menarik perhatianku. Yaitu di lacinya, terlihat sebuah pigura foto yang sengaja di balik. Karena penasaran, aku buka figura itu, ternyata itu adalah foto mas Azam dan ci Agnes.Seketika nafasku terasa sesak, foto itu hanya foto biasa, tapi bagiku tidak. Keduanya memakai almamater mahasiswa. Di foto itu, mereka tampak masih terlihat muda, tampan dan cantik. Pasti itu adalah foto saat pertamakali m
Pov Azam"Terus, kenapa dia hanya diam saja saat aku bilang aku akan menikah denganmu, bahkan dia menemuiku di rumahmu dengan senyuman ramah?"Pertanyaan Agnes membuatku bimbang."Aku tak tahu kenapa dia bisa seperti itu!""Kalau begitu, aku akan menemuinya, aku akan mengatakan padanya kalau aku akan mempertahankan cinta kita!" Ujarnya tegas."A-pa maksudmu?" Aku khawatir."Zam, hubungan kita itu sudah lama terjalin, kau pikir aku akan melepasmu begitu saja? Tidak, Zam. Pernikahanmu itu hanya perjodohan, sedangkan kita sudah lama saling mencintai. Cinta itu lebih agung dari perjodohan!" Aku tak menyangka respon Agnes akan seperti ini. Iya, aku menyadari, hubungan kami memang sudah lama terjalin, jelas tak mudah untuk kami melupakannya begitu saja.Sementara itu, aku melihat ustad Taufiq dan istrinya hanya bisa jadi saksi perdebatan kita, sebab pasti beliau merasa tidak enak jika harus ikut campur."Agnes, aku tahu semuai ini tidak mudah. Tapi pernikahnku dengan Jihan juga tak bisa an
"Azam, setelah sekian lama kita menjalin cinta, akhirnya sekarang kita halal, terima kasih karena kamu mau mempertahankanku, mempertahankan cinta kita!" Ucap Agnes setelah melakukan sholat magrib pertamanya dan menjadi makmumku, dengan Mukena pemberian dari istri Ustad Taufiq.Iya, sebelum ke hotel ini, istri ustad Taufiq menghadiahkan mukena untuk Agnes serta beberapa gamis milik putri mereka."Sudah seharusnya kamu dipertahankan karena kaulah cintaku. Aku sangat mencintaimu!" Jawabku yang kemudian mengecup ubun-ubunnya kemudian membaca doa khusus untuk pengantin baru, sebagaimana yang di sunnatkan oleh Rosulullah. Setelah perbincangan ringan, aku membimbingnya membaca doa sebelum penyatuan cinta kami."Bismillah, Allahumma jannibnaassyyaithaana wa jannibi syaithoona maarazaqtanaa."Gelora cinta dan hasrat yang kami pendam selama bertahun-tahun, kini telah bermuara dalam hubungan suami istri yang halal.Sejenak dalam pikiranku teringat Jihan, tapi kucoba tepis dengan rasa hasratku p
Pov Agnes"Busyet dah! Kamu itu orangnya kok ngeyel ya, andai hanya ada kamu satu-satunya lelaki di kampus ini, aku tak akan menyukaimu!" Ucapku dengan angkuh."Tapi aku tetap mencintaimu," dia masih ngeyel."Aku jijik lelaki sepertimu! Yang tak punya muka. Sudah berkali-kali di tolak tapi tetap tak tahu diri. Dasar orang kampung!" Ujarku kemudia aku meludah di depannya. Aku terpaksa menghinanya, agar dia menjauh. Karena aku sudah bosan dengan ulahnya.Setelah kejadian itu, hari-hariku tiba-tiba terasa berbeda, aku yang biasanya merasa diganggu di perhatikan atau bahkan di sapa serta dikirimi bunga maupun puisi, kini terasa hampa. Seperti ada sessuatu yang hilang padaku.Seminggu sudah Azam, seperti menghilang seperti di telan bumi.Aku kebingungan seperti anak ayam kehilangan induknya. Aku tiba-tiba merasa bersalah.Akupun memberanikan diri bertanya pada temannya, ternyata ia sedang sakit. Karena merasa bersalah dan malu, aku menitipksn surat untuknya dan kuselipkan di bawah buah-bua
Pov AgnesSaat orang yang kita cintai menyebutkan nama kita dalam prosesi ijab qabul, di acara yang sakral pernikahan, sungguh bahagianya luar biasa tak bisa di ungkapkan dengan kata-kata.Aku sangat bahagia dan terharu sampai menangis karena pernikahanku di saksikan puluhan jamaah masjid yang biasa sholat di masjid pimpinan ustad Taufiq di saat tidak ada satu orangpun yang datang dari pihak keluargaku maupun keluarga Azam.Iya, saat ini kami benar-benar seperti sebatangkara, bahkan Ayahku juga tidak boleh menjadi waliku.Setelah sah menjadi suami istri, Azam mengajakku ke hotel yang sebelumnya ia sudah menyewa kamar untuk kita, juga sebagai tempat tinggalku sementara, karena dia merasa tidak enak jika masih menumpang di kediaman ustad Taufiq.Di sebuah hotel terkemuka di kota Surabaya ini, rupanya Azam menyewa kamar khusus pengantin baru. Ada taburan mawar merah di kasur kami, sehingga harum semerbak memenuhi ruangan. Aroma terapi dari beberapa lilin juga menambah suasana romantis pe
POV AgnesKaminpun duduk berhadapan berdua. "Jihan, kamu setuju gak kalau aku nikah sama Azam? Aku kemarin sudah muallaf!" Ucapku yang sengaja memancing reaksinya."Benarkah? Selamat ya! Cici sudah menjadi saudara kami skarang!" Ucapnya dengan senyuman."Kalau untuk menikah, itu sih terserah cici sama Mas Azam," ucapnya lagi dengan kesedihan yang tahan, aku bisa melihat dari sorot matanya."Kira-kira kalau aku menikah dengan Azam, keluarganya bakal setuju nggak, ya?" Aku sengaja bertanya seperti itu bukan untuk memanas-manasi dia, tapi aku ingin tahu seberapa besar cintanya pada Azam."Aku tak tahu," jawabnya dengan mata yang mulai mengembun, tapi ia segera mengalihkan pandangannya agar aku tak melihatnya."Kamu, kan dekat dengan mereka?""Iya, tapi aku tak pernah tahu dengan keinginan orang tua mas Azam, maunya menantu seperti apa.""Sepupumu itu laki-laki yang baik, aku ingin sekali menikah dengannya. Kamu setuju, nggak?""Aku setuju saja, cici sama mas Azam kan memang sudah lama p
Pov Jihan"Mas ini kenapa genit gini, sih?" Aku merasa kesal."Habisnya kamu tak mau bicara padaku. Maafkan aku, ya?" Dia membalikkan badanku dan menatapa mataku."Iya, aku maafin!" Ucapku terpaksa. Kemudian aku membalikkan badanku lagi untuk melanjutkan masakku."Sayangku lagi masak apa?" Tanyanya manja, sambil memelukku lagi dari belakang."Aku lagi belajar masak ayam goreng kecap, ini lagi di ungkep," rasa kesalku mulai mereda, karena pelukannya seakan meredam amarahku dan berikutnya kami pun memasak bersama dengan canda tawa.Setelah makan bersama, mas Azam mengajakku duduk santai sambil menyaksikan hasil unggahan vidionya di chanelnya, di kamar mas Azam. Saat vidionya selesai, aku mengikat rambutku di depannya, aku yang sedang memakai kaos lengan pendek, mencoba untuk memberi tahunya bahwa di leherku ada banyak tanda merah hasil perbuatannya."Mas, aku lebih cantik mana, rambut di ikat atau di urai atau pas pake jilbab?" Ucapku, sengaja memperlihatkan leherku."Aku suka semuanya,